2.3.2 Kondisi Klimatologi
Kondisi klimatologi Kabupaten Banjarnegara seperti halnya kebanyakan wilayah di Indonesia yang beriklim tropis, dengan bulan basah umumnya lebih banyak
daripada bulan kering. Temperatur udara berkisar antara 20–26ºC, temperatur terdingin yaitu 3–18ºC dengan temperatur terdingin tercatat pada musim kemarau
di Dataran Tinggi Dieng. Kelembaban udara berkisar antara 80–85 dengan curah hujan tertinggi rata-rata 3.000 mmtahun. Semakin tinggi tempat itu dari
permukaan air laut, maka curah hujan dan frekuwensi hujannya semakin tinggi. Pada umumnya bulan basah terjadi antara bulan September–Maret, sedangkan
bulan kering berkisar antara April–Agustus. Puncak musim hujan berada pada bulan Desember–Januari. Kabupaten Banjarnegara bagian Utara merupakan
wilayah yang memiliki curah hujan yang paling tinggi dibandingkan dengan wilayah tengah maupun selatan.
2.3.3 Kondisi Sosial Penduduk dan Kebiasaan
Kondisi sosial ekonomi masyarakat pedesaan berpengaruh pada budaya. Salah satunya adalah kebiasaan memelihara ternak di sekitar rumah. Kondisi ini
berpengaruh terhadap populasi nyamuk vektor malaria. Keberadaan ternak besar seperti sapi dan kerbau dapat mengurangi jumlah gigitan nyamuk pada manusia
apabila kandang hewan tersebut tidak menyatu dengan rumah tempat tinggal Harijanto, 2000.
Perilaku masyarakat Banjarnegara yang sering keluar pada malam hari ke rumah tetangga maupun hanya duduk di depan rumah dengan pakaian tidak
tertutup dapat memperbesar peluang kontak dengan nyamuk. Masyarakat desa endemis di Kabupaten Banjarnegara mempunyai kebiasaan berkumpul di warung
atau di rumah tetangga pada malam hari hanya sekedar untuk berkumpul di teras rumah. Pada daerah endemis kebiasaan masyarakat berkumpul dengan tetangga
atau kerabat di teras rumah atau warung pada malam hari, lebih berisiko terinfeksi malaria dari pada yang tidak mempunyai kebiasaan berada di luar rumah pada
malam hari.
2.4 Teori Simpul Malaria
26
Gambar 1. Simpul Model Penyakit Malaria di Banjarnegara
Simpul 1 : Sumber Penyakit
Agent penyakit adalah komponen lingkungan yang dapat menimbulkan gangguan penyakit melalui kontak secara langsung atau melalui media perantara yang juga
komponen lingkungan. Malaria disebabkan oleh parasit Plasmodium yang hanya disebarkan oleh
nyamuk Anopheles betina. Ada banyak sekali jenis parasit Plasmodium, tapi hanya lima jenis yang menyebabkan malaria pada manusia. Parasit masuk ke
dalam aliran darah manusia melalui gigitan nyamuk. Gigitan ini lebih sering terjadi pada malam hari. Setelah terjadi gigitan nyamuk, parasit akan masuk ke
aliran darah dan bergerak ke organ hati. Infeksi akan terjadi dan berkembang di organ hati. Dari situ, parasit akan masuk kembali ke aliran darah dan menyerang
sel darah merah. Parasit akan memanfaatkan sel darah merah sebagai tempat berkembang biak. Jika sel darah merah sudah penuh terisi dengan parasit malaria,
sel tersebut akan meletus sehingga lebih banyak lagi parasit yang tersebar di dalam aliran darah. Sel darah merah yang terinfeksi meletus tiap dua hingga tiga
27
Sosek menurun
hari. Ketika ini terjadi, penderita akan mengalami gejala seperti demam, menggigil, dan berkeringat.
Simpul 2 : Media transmisi penyakit
Komponen lingkungan berperan dalam patogenesis penyakit, karena dapat memindahkan agent penyakit. Komponen lingkungan yang lazim dikenal sebagai
media transmisi adalah: udara, air, makanan, binatang, dan manusia secara langsung.
Penyebaran penyakit malaria melalui nyamuk Anopheles sp yang menggigit penderita malaria, kemudian nyamuk tersebut memindahkan plasmodium ke
orang sehat melalui gigitan nyamuk Anopheles tersebut. Penyebaran malaria tidak akan terjadi bila tidak ada penderita malaria, karena meskipun nyamuk menggigit
puluhan orang tetapi jika nyamuk tersebut tidak mengandung plasmodium yang menyebakan malaria, tidak akan timbul penyakit malaria. Demikian pula bila
banyak penderita malaria tetapi tidak ada nyamuk Anopheles sebagai media transmisi plasmodiumnya tidak ada, tidak akan terjadi penyakit malaria.
Simpul 3 : Komunitas perilaku, umur, gender
Agent penyakit dapat masuk ke dalam tubuh manusia karena adanya kontak antara manusia dengan komponen lingkungan yang mengandung bahaya penyakit agen
penyakit atau disebut dengan perilaku pemajanan. Jumlah kontak pada setiap orang berbeda satu sama lain karena ditentukan oleh perilakunya. Perilaku orang
akan dipengaruhi oleh pengetahuan, pengalaman, dan lain sebagainya. Namun, apabila kesulitan mengukur besarnya agen penyakit yang kontak maka dapat dikur
dengan cara tidak langsung yang disebut sebagai biomarker atau tanda biologi. Pada simpul 3 diamati masyarakat dengan berbagai karakteristiknya,
termasuk biomarker yang menunjukkan adanya kontak serta berbagai variabel lain yang menunjukkan pola kebiasaan, perilaku dan dinamika transmisi atau
penularan Achmadi, 2008. Adapun perilaku masyarakat yang mempengaruhi kejadian malaria,
adalah:
28
a. Kebiasaan berada di luar rumah sampai larut malam, pada waktu itu musim
kemarau sehingga kebiasaan warga untuk mencari air dan mengantri sampai malam hari di dimana nyamuk Anopheles sp bersifat eksofilik dan eksofagik.
b. Selain itu kebiasaan berada di luar rumah sampai larut malam, terutama
kaum laki-laki dewasa dengan tidak memakai baju atau bertelanjang dada dan tidak menggunakan lotion anti gigitan nyamuk dimana nyamuk
Anopheles sp bersifat eksofilik dan eksofagik. c.
Pemakaian kelambu dan atau lotion anti nyamuk pada waktu tidur malam hari terutama di daerah endemis malaria
Simpul 4 : Dampak kesehatan Sehat sakit
Kejadian penyakit adalah outcome dari adanya hubungan antara penduduk dengan lingkungan yang memiliki potensi bahaya gangguan kesehatan. Seseorang
dikatakan sakit apabila salah satu maupun bersama mengalami kelainan dibandingkan dengan rata-rata masyarakat lainnya.
Simpul 4 pada dasarnya merupakan pengukuran kasus malaria yang terjadi. Ukuran, teknik dan metode yang digunakan untuk mengukur simpul 4 sama
dengan yang digunakan untuk mengukur simpul 1 Achmadi, 2008. Adapun gejala penyakit malaria yang mungkin terjadi apabila seseorang
positif terkena malaria, adalah: demam tinggi, sakit kepala, keringat dingin, mual dan muntah-muntah, nyeri otot, diare, anemia, dan kejang.
Simpul 5. Variabel Suprasistem
Kejadian penyakit masih dipengaruhi oleh kelompok variabel simpul 5 yakni variabel iklim, cuaca, topografi dan lainnya. Variabel ini harus diperhitungkan
dalam upaya manajemen penyakit. Dalam proses patogenesis penyakit malaria, terdapat variabel yang memiliki
peran besar baik terhadap vektor atau variabel kependudukan. Berbagai faktor tersebut termasuk dalam simpul 5 yakni variabel yang berperan mempengaruhi
simpul 1, simpul 2 dan simpul 3. Variabel-variabel tersebut adalah suhu lingkungan, kelembapan, curah hujan, topografi peruntukan lahan yaitu ekosistem
alami dan ekosistem buatan Achmadi, 2008.
29
Teori simpul Achmadi, 2008 mengindikasikan bahwa Manajemen penyakit menular secara paripurna, harus memperhatikan sumber penularan simpul 1,
penyehatan lingkungan, yakni media transmisi atau media penularan simpul 2, pencegahan individu, seperti imunisasi, penggunaan masker dll simpul 3 dan
deteksi kasus serta pengobatan simpul 3 dan 4. Dalam hal penyakit menular simpul 1 adalah sumber penularan, sekaligus juga penderita simpul 1 sekaligus
bermakna simpul 4. Menghilangkan sumber atau deteksi kasus secara tepat, dan pengobatan secara baik dapat dianggap sebagai upaya pencegahan yang efektif.
2.5 Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Malaria