Jejak Posmodernisme dalam Sastra Indonesia

1 Melacak Jejak Posmodernisme dalam Kumpulan Cerpen Jangan Main-main dengan Kelaminmu Karya Djenar Maesa Ayu 1 Oleh Else Liliani 2

1. Jejak Posmodernisme dalam Sastra Indonesia

Strukturalisme telah melampaui keniscayaannya sebagai sebuah cara interpretasi dan mencapai kegemilangannya pada kurun 1950an hingga 1960an. Berdasarkan pendapat Saussure, para Strukturalis itu mencoba menemukan sistem bahasa langue yang menentukan interpretasi seseorang terhadap suatu teks. Titik balik terjadi pada tahun 1960an ketika para Dekonstruksionis menyatakan bahwa sebuah teks memiliki makna yang plural, karenanya tidak ada interpretasi yang absolut. Adalah Jaques Derrida, yang menanyakan “kebenaran”. Menurutnya, kebenaran itu sangat subjektif, semata-mata hasil kreasi pikiran manusia. Kebenaran itu sendiri, menurutnya, sangat relatif dan bergantung pada pengaruh sosial kultural yang sangat beragam. Pemikiran Derrida inilah, yang kemudian menghasilkan sebuah pemikiran kritis -yang pada nantinya disebut sebagai posstrukturalisme, dekonstruksi, atau posmodernisme Bressler, 1999:115-118. catatan: untuk tulisan berikutnya, penulis makalah memilih menggunakan istilah posmodernisme Posmodernisme inilah yang kemudian menyebar sangat cepat, terutama ketika banyak orang yang menyadari dan mengakui bahwa tidak ada suatu kebenaran mutlak terhadap interpretasi sebuah teks. Di luar negeri sendiri, wacana posmodernisme ini sebenarnya sudah mulai ada sejak tahun 1930an, dengan Zarathustra karya Nietzcshe. Beberapa sastrawan yang ditengarai berhaluan 1 Makalah disampaikan dalam Seminar Internasional Cultural Study dalam Kajian Sastra di FBS UNY pada 14-15 September 2005 2 Penulis adalah staf pengajar di Jurusan PBSI FBS UNY Click to buy NOW PD w w w .docu-track. co m Click to buy NOW PD w w w .docu-track. co m 2 posmodern antara lain adalah Samuel Beckett, Robbe-Grillet, Fuentes, Nabokov, Coover, dan Pynchon selanjutnya lihat McHale, 1986. Di Indonesia sendiri, menurut Pamela Allen, perlawanan terhadap otoritarianisme dan ideologi budaya pemerintahan Orde Baru pada akhir 1980an dan 1990an diungkapkan dalam praktik artistik yang mengandung banyak penanda dari wacana posmodernis 2004:176. Allen mencontohkan dengan munculnya seni instalasi, “puisi gelap”, “puisi mbeling”, dan “Gerakan Seni Rupa Baru”. Selanjutnya, Allen memberikan sedikit ulasan mengenai beberapa karya sastra di Indonesia yang ditengarai berwacana posmodernis. Di antaranya adalah Putu Wijaya dengan Sobat, Teror, Kroco, Perang, dan Byar Pet serta YB Mangunwijaya dalam Durga Umayi- nya. Sedangkan Aveling, mengeksplorasi karya-karya Danarto, Sutardji Calzoum Bachrie, dan Budi Dharma 2002:83-107. Menurutnya, “Danarto telah membawa kesadaran baru tentang kebawahsadaran orang Indonesia lama yang berdasarkan fantasi Jawa dan masa muda dan kebawahsadaran orang Indonesia masa kini yang didasarkan dongeng barat dan timur dan permainan-permaina kecil” hlm. 89-90. Sedangkan Sutardji, menurut penilaian Aveling, telah melakukan eksperimen- eksperimen dalam puisinya yang surealis. Dan eksperimen-eksperimen itu berhasil Avelling juga melihat keberhasilan Budi Dharma dalam menjungkirbalikkan dunia yang dibangunnya, di antaranya dalam Kritikus Adinan. Apakah ciri sastra yang seperti ini –yang kemudian oleh sebagian orang dinilai berhaluan posmodernis, dengan karakteristik yang melekat dalam karya-karya mereka—baru muncul dan “dideklarasikan” oleh Danarto, Putu Wijaya, Sutardji, Romo Mangun, atau Budi Dharma? Allen berargumen bahwa sastra berwacana posmodern di Indonesia telah dimulai dengan lahirnya karya-karya Iwan Simatupang yang eksistensialis. Allen menyebut karya sastra jenis ini dan beberapa karya Putu Wijaya dan Romo Mangun sebagai modernitas-batas atau modernisme akhir 2004:179. Atau, jika boleh disebut, sebagai tonggak lahirnya posmodernisme awal. Allen, menengarai adanya anakronisme kreatif yang juga menjadi ciri dari wacana posmodernisme. Click to buy NOW PD w w w .docu-track. co m Click to buy NOW PD w w w .docu-track. co m 3

2. Sedikit Mempertanyakan Anakronisme Kreatif dalam Sastra Daerah Indonesia