Majas perbandingan dalam kumpulan cerpen Mereka Bilang, Saya Monyet! Karya Djenar Maesa Ayu.

(1)

MEREKA BILANG, SAYA MONYET!

KARYA DJENAR MAESA AYU

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah

Disusun oleh:

Paulina Sukmana Puti

091224056

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA, DAN DAERAH

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2013


(2)

ii

SKRIPSI

MAJAS PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN CERPEN MEREKA BILANG, SAYA MONYET!KARYA DJENAR MAESA AYU

Disusun oleh:

Paulina Sukmana Puti NIM: 09 1224 056

Telah disetujui oleh:

Tanggal, 23 Juli 2013

Pembimbing


(3)

iii

SKRIPSI

MAJAS PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN CERPEN MEREKA BILANG, SAYA MONYET!KARYA DJENAR MAESA AYU

Oleh:

Paulina Sukmana Puti NIM: 09 1224 056

Telah dipertahankan di depan panitia penguji pada tanggal 14 Agustus 2013 dan telah dinyatakan memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji

Nama Lengkap

Ketua : Dr. Yuliana Setiyaningsih

Sekretaris : Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum.

Anggota : Prof. Dr. Pranowo

Anggota : Dr. Y. Karmin, M.Pd.


(4)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk Tuhan Yesus

Kristus, kedua orang tuaku, kedua kakakku, dan Antonius

yang selalu menyertai perjalanan hidup saya sejak awal

hingga saat ini.


(5)

v

MOTTO

Teruslah berjuang meskipun banyak orang yang meremehkanmu

karena Tuhan selalu mendampingi walau terkadang jalan yang Dia

berikan tidak mulus.

(Paulina S.P)

Keluarga adalah kompas yang memandu (arah) kita. Ia adalah

inspirasi untuk mencapai puncak, yang menghibur saat kita

goyah.

(Brad Henry)


(6)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Paulina Sukmana Puti

NIM : 09 1224 056

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

MAJAS PERBANDINGAN DALAM KUMPULAN CERPEN MEREKA BILANG, SAYA MONYET! KARYA DJENAR MAESA AYU.

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata

Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain,

mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di internet atau media

lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun

memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai

penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya .

Yogyakarta, 14 Agustus 2013

Penulis

,


(7)

vii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 14 Agustus 2013

Penulis,


(8)

viii

ABSTRAK

Puti, Paulina Sukmana. 2013. Majas Perbandingan dalam Kumpulan Cerpen Mereka Bilang, Saya Monyet! Karya Djenar Maesa Ayu. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penelitian ini menganalisis majas perbandingan dalam kumpulan cerpen

Mereka Bilang, Saya Monyet!. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan yang bertujuan menjawab majas perbandingan yang digunakan dan maknanya dalam kumpulan cerpen Mereka Bilang, Saya Monyet!. Teknik yang dipakai dalam pengumpulan data pada penelitian ini, yaitu teknik baca-catat.

Analisis data dilakukan dengan tahapan: (1) peneliti menginventarisasi data yang sudah berhasil dikumpulkan, (2) peneliti mengklasifikasikan data berdasarkan kriteria tertentu, (3) peneliti mengidentifikasi data berdasarkan ciri khas yang ditemukan dari data yang sudah terkumpul, dan (4) peneliti menginterpretasi atau memaknai hasil analisis data, dan (5) peneliti mendeskripsikan hasil analisis data tersebut

Dari hasil analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan peneliti maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: pertama, majas perbandingan terdiri atas empat jenis, yakni gaya bahasa metafora, gaya bahasa perumpamaan, gaya bahasa personifikasi, dan gaya bahasa alegori. Jumlah gaya bahasa secara keseluruhan ada 36. Jumlah masing-masing keempat macam gaya bahasa tersebut terdapat empat gaya bahasa metafora, 11 gaya bahasa perumpamaan, 20 gaya bahasa personifikasi, dan satu gaya bahasa alegori. Kedua, makna yang n disampaikan melalui majas perbandingan sangat beragam karena tergantung konteksnya. Namun, pengarang menggunakan gaya bahasa personifikasi agar ceritanya lebih hidup dan berwarna sehingga pembaca lebih tertarik membaca ceritanya.

Penggunaan gaya bahasa perumpamaan merupakan upaya pengarang untuk memberikan kesan yang kuat antara dua hal yang dibandingkan agar pembaca dapat menangkap apa yang ingin digambarkan oleh pengarangnya. Penggunaan majas metafora merupakan upaya pengarang untuk menyamarkan maksud atas dasar pertimbangan agar orang-orang yang dimaksud tidak merasa tersinggung, tidak merasa dipermalukan atau direndahkan di depan umum. Penggunaan gaya bahasa alegori berujuan agar tidak menimbulkan kesan monoton bagi cerpen itu sendiri karena pembaca diajak untuk berimajinasi dan mengaitkan satu sama lain dari metafora-metafora yang berkelanjutan tersebut.


(9)

ix

ABSTRACT

Puti, Paulina Sukmana. 2013. Comparison Figur of Speech in Short story collection entitled Mereka Bilang, Saya Monyet! by Djenar Maesa Ayu. A thesis. Language Education Study Program, Indonesian and Local Letters, Faculty of Education and Teacher Training, Sanata Dharma University Yogyakarta.

This research analyzes comparison figure of speech in the short story collection entitled Mereka Bilang, Saya Monyet!. The research is a library research in nature with the aim to describe the comparison figure of speech and its meanings in the short story collection entitled Mereka Bilang, Saya Monyet!. Write reading is techniques used in collecting the data.

There are some steps which are applied by the researcher in analyzing the data: (1) the data collected are listed by the researcher, (2) the data are classified based on certain criteria by the researcher, (3) the data are identified based on specific characteristics found from the collection of data, and (4) the result of the analyzed data is interpreted by the researcher, and (5) the result of the analyzed data is described by the researcher.

Based on the result of data and the interpretation done the researcher, there are two conclusions which are found: First, comparison figure of speech in “Mereka Bilang, Saya Monyet!” consists of four types: the metaphor figurative language, parable figurative language, personification figurative language, and allegory figurative language. The total amount of figurative languages as a whole is 36. In addition, the total amount for each figurative language is four metaphor figurative language, 11 parable figurative language, 20 personification figurative language, and one allegory. Second, the messages conveyed by the author by using comparison figure of speech are various depending on the contexts. However, the author used mostly the personification figurative language in order to make the story alive so that the readers will be willing to read the stories.

The use of parable is the author’s effort to create strong affection between two things compared in order to make the readers can be able to catch the intended meanings of the author. Next, the use of metaphor figurative language is the author’s effort to disguise the purpose of consideration for that person - the person in question did not feel offended, do not feel embarrassed or humiliated in public.The use of allegory is aimed to make the story more dynamics because the readers are guided to use their imaginations and to correlate each other based on the sustained metaphors.


(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Majas Perbandingan dalam Kumpulan Cerpen Mereka Bilang, Saya Monyet Karya Djenar Maesa Ayu dengan lancar. Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan (Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah) pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa selama penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan semua pihak sehingga penulis dapat menyelesaikannya dengan lancar. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang selama ini memberikan bantuan, bimbingan, nasihat, motivasi, doa, dan kerja sama yang tidak ternilai harganya dari awal sampai akhir penulisan skripsi ini.

Sehubungan dengan hal itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Rohandi, Ph.D. selaku Dekan FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 2. Dr. Yuliana Setiyaningsih selaku Kaprodi PBSID yang telah memberikan

motivasi kepada penulis selama menyelesaikan skripsi.

3. Prof. Dr. Pranowo selaku dosen pembimbing yang banyak membantu, mengorbankan waktu, pikiran, tenaga, kesabaran, dan motivasi selama membimbing penulis.

4. Seluruh dosen PBSID yang sudah memberikan banyak ilmu pengetahuan dan wawasan kepada penulis selama menuntut ilmu di PBSID.

5. Perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang telah menyediakan buku-buku sebagai penunjang penulis menyelesaikan skripsi.

6. Orang tuaku tersayang Agustinus Andang dan Agustina Sri, terima kasih atas segala doa, motivasi dan dukungan.

7. Kedua kakakku tersayang Klementina Maria Siska Puti dan Hadrian Priangga Puti yang banyak memberikan motivasi, doa, dan bantuan kepada saya.


(11)

xi

8. Antonius Afrianto Budi Purnomo yang telah memberi motivasi, perhatian, dan doa.

9. Semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Yogyakarta, 23 Juli 2013 Penulis,


(12)

xii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN... iv

MOTTO... v

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vii

ABSTRAK... viii

ABSTRACT... ix

KATA PENGANTAR... x

DAFTAR ISI... xii

DAFTAR TABEL... xiv

DAFTAR LAMPIRAN... xv

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah... 5

C. Tujuan Penelitian... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Batasan Istilah ... 7

F. Sistematika Penyajian ... 7

BAB II LANDASAN TEORI... 8

A. Penelitian Terdahulu ... 8

B. Kajian Pustaka ... 10

1. Cerpen ... 10

2. Definisi Gaya Bahasa atau Majas ... 13


(13)

xiii

4. Interpretasi ... 44

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 48

A. Jenis Penelitian ... 48

B. Sumber Data dan Data ... 48

C. Teknik Pengumpulan Data... 48

D. Teknik Analisis Data ... 49

BAB IV HASIL PENELITIAN... 50

A. Deskripsi Data ... 50

B. Hasil Analisis Data ... 53

1. Gaya Bahasa Metafora ... 54

2. Gaya Bahasa Perumpamaan ... 56

3. Gaya Bahasa Personifikasi ... 59

4. Gaya Bahasa Alegori ... 61

C. Pembahasan ... 62

1. Gaya Bahasa Personifikasi ... 63

2. Gaya Bahasa Perumpamaan ... 64

3. Gaya Bahasa Metafora ... 65

4. Gaya Bahasa Alegori ... 66

BAB V PENUTUP... 70

A. Kesimpulan... 70

B. Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA... 72

LAMPIRAN... 75


(14)

xiv

DAFTAR TABEL


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN


(16)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahasa merupakan bagian penting dan tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk menyampaikan sesuatu kepada orang lain. Bahasa yang digunakan dapat berupa bahasa lisan maupun bahasa tulis.

Dalam karya sastra, manusia mewariskan, menerima, dan menyampaikan segala pengalaman dan pengetahuan lahir batin kepada sesamanya. Dalam karya sastra, hubungan antara pengarang dan pembaca harus dipahami sebagai hubungan yang bermakna. Pengarang menciptakan bentuk-bentuk yang memungkinkan untuk mengadakan komunikasi timbal balik. Karya sastra merupakan hasil dialog kontemplasi dan reaksi pengarang terhadap lingkungan dan kehidupan (Nurgiyantoro, 1998:4).

Secara sederhana karya sastra dapat dikatakan sebagai sarana untuk berkomunikasi. Karya sastra berisi makna dan nilai-nilai bahkan pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh pengarang, dan berisi suatu misi tertentu. Misi ini menjadi sebuah nyawa dalam karya sastra yang membuat karya sastra terasa hidup setelah dibaca dan dinikmati ceritanya. Nilai-nilai ini akan memberi pencerahan kepada pembaca dan suatu pemahaman baru tentang konflik yang ada dalam karya sastra. Dari situ pembaca akan menentukan sikap sesuai dengan pemahamannya terhadap karya sastra yang ia baca setelah ia memahami nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra. Nilai-nilai-nilai ini berisi banyak


(17)

kemungkinan, baik itu sosial, politik, hukum-hukum, ekonomi, agama, filsafat dan sebagainya (Sunardi, 2004:14).

Sastra mempunyai fungsi ganda, yakni menghibur dan sekaligus bermanfaat bagi pembacanya. Sastra menghibur dengan cara menyajikan keindahan, memberikan makna terhadap kehidupan (kematian, kesengsaraan, maupun kegembiraan), atau memberikan pelepasan ke dunia imajinasi (Zulfahnur, dkk, 1996:9). Bagi banyak orang, karya sastra menjadi saran untuk menyampaikan pesan tentang kebenaran, tentang apa yang baik dan buruk. Ada pesan yang sangat jelas disampaikan, ada pula yang bersifat tersirat secara halus (Budianta, 2002). Dengan demikian, pemahaman tentang teks sastra sebagai proses komunikasi massa mengarah pada proses penyampaian ide dan gagasan sastrawan melalui media yang berupa karya sastra.

Cerita pendek dan atau kumpulan cerita pendek menjadi sarana yang dipakai oleh pengarang untuk menyampaikan fungsi dari karya sastra dalam menyajikan keindahan, memberikan makna terhadap kehidupan (kematian, kesengsaraan, maupun kegembiraan), atau memberikan pelepasan ke dunia imajinasi dengan menggunakan bahasa tulisan sebagai mediumnya. Untuk menyampaikan makna tersebut, pengarang sering menggunakan gaya bahasa atau majas untuk memberikan efek tertentu bagi pembacanya.

Secara teoretis, gaya bahasa atau disebut juga dengan majas merupakan pemanfaatan dari kekayaan bahasa, terutama bahasa yang dipakai pada umumnya dalam masyarakat di tanah air. Caranya dengan memakai ragam tertentu sehingga menimbulkan efek lain dari bahasa yang disampaikan. Selain itu, majas juga


(18)

merupakan ciri khas dari sekelompok sastrawan saat menuliskan ide atau gagasan serta perasaannya, baik secara lisan maupun tulisan. Dengan demikian, akhirnya menjadi identitas penting dari sastrawan tersebut dilihat dari karya yang dihasilkannya.

Gaya bahasa merupakan salah satu unsur estetis yang memperindah sebuah bacaan. Setiap penulis cerpen mempunyai gaya yang berbeda-beda dalam menuangkan setiap ide tulisannya. Setiap tulisan yang dihasilkan nantinya mempunyai gaya penulisan yang dipengaruhi oleh penulisnya, sehingga dapat dikatakan bahwa, watak seorang penulis sangat mempengaruhi sebuah karya yang ditulisnya.

Kumpulan cerita pendek Mereka Bilang, Saya Monyet!adalah salah satu karya terbaik dari seorang penulis muda berbakat di Indonesia, Djenar Maesa Ayu, yang karyanya sudah diangkat ke layar lebar. Cerpen-cerpennya telah tersebar di berbagai media massa Indonesia seperti Kompas, The Jakarta Post, Republika, Koran Tempo, Majalah Cosmopolitan, Lampung Post, dan majalah Djakarta. Yang menarik dari Djenar Maesa Ayu adalah kemampuannya yang luar biasa dalam mengungkapkan pesan-pesan kehidupan di setiap karyanya melalui gaya bahasa atau majas.

Tema yang berani dan cara bercerita yang lugas serta eksploratif membuat karya ini menuai banyak pujian serta kritik ketika awal diluncurkan. Di cerpen “SMS”, Djenar menggunakan format SMS untuk bercerita. Sementara cerpen “Wong Asu” hanya menampilkan dialog saja. Penggunaan metafora yang unik bisa dibaca pada cerpen “Durian”. Cerpen “Waktu Nayla” bahkan menjadi cerpen


(19)

terbaik Kompas 2003. Dalam perjalanannya, dua dari cerpen dalam buku ini pun menjadi inspirasi bagi Djenar untuk pembuatan film Mereka Bilang, Saya Monyet! yang disutradarainya sendiri. Film ini menyabet beberapa penghargaan pada festival bergengsi di dunia. Sutardji menyatakan bahwa dalam berbahasa, Djenar menunjukkan kepiawaiannya yang kuat pada kelugasan berucap. Bahasanya kuat dan padat. Itulah kecenderungannya. Ia tidak menyia-nyiakan kata-kata untuk segera secara jitu menyampaikan ikhwal yang ingin ditampilkan.

Kumpulan cerita pendek yang juga diangkat ke layar lebar ini menceritakan tentang realitas yang memprihatinkan mengenai tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak, disertai minimnya edukasi masyarakat terhadap hak asasi manusia yang sebenarnya dimiliki secara individu. Dalam menyampaikan pesan itu, Djenar Maesa Ayu menggunakan gaya bahasa yang indah dan memikat pembaca. Penggunaan gaya bahasa dalam buku itu nyaris muncul di setiap halamannya dan membuat kumpulan cerpen ini sangat menarik untuk dinikmati.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti berminat untuk menganalisis kumpulan cerita pendek Mereka Bilang, Saya Monyet!. Dalam analisis terhadap kumpulan cerita pendek Mereka Bilang, Saya Monyet!, peneliti membatasi pada segi penggunaan gaya bahasa. Berdasarkan segi gaya bahasa karena setelah membaca kumpulan cerita pendek Mereka Bilang, Saya Monyet!, peneliti menemukan ada banyak gaya yang digunakan pengarang dalam menyampaikan pesannya dan banyak pengamat sastra yang mengakui kehebatan Djenar Maesa Ayu dalam menggunakan gaya bahasa. Oleh karena itu peneliti


(20)

mengambil judul penelitian Majas Perbandingan dalam Kumpulan Cerpen

Mereka Bilang, Saya Monyet!Karya Djenar Maesa Ayu.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka untuk mengarahkan penelitian kepada sasaran yang ingin dicapai, peneliti menetapkan rumusan masalah sebagai berikut.

1. Majas perbandingan apa saja yang digunakan dalam kumpulan cerpen Mereka Bilang, Saya Monyet!karya Djenar Maesa Ayu?

2. Makna apa sajakah yang ingin disampaikan melalui majas perbandingan dalam kumpulan cerpen Mereka Bilang, Saya Monyet! karya Djenar Maesa Ayu?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu:

1. Mendeskripsikan majas perbandingan yang digunakan dalam kumpulan cerpen Mereka Bilang, Saya Monyet!karya Djenar Maesa Ayu.

2. Mendeskripsikan makna yang disampaikan melalui majas perbandingan dalam kumpulan cerpen Mereka Bilang, Saya Monyet!karya Djenar Maesa Ayu.


(21)

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Manfaat teoretis, hasil penelitian ini dapat menambah khasanah keilmuan

dalam pengajaran bidang bahasa dan sastra, khususnya tentang gaya bahasa perbandingan dan pembelajaran sastra.

2. Manfaat praktis, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh beberapa pihak, antara lain.

a. Bagi Guru

Hasil penelitian ini memberikan gambaran bagi guru untuk dijadikan salah satu alternatif dalam pembelajaran sastra untuk mendorong dan menumbuhkan budaya membaca pada anak didiknya.

b. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat menjadi jawaban dari masalah yang dirumuskan. Selain itu, dengan selesainya penelitian ini diharapkan dapat menjadi motivasi bagi peneliti untuk semakin aktif menyumbangkan hasil karya ilmiah bagi dunia sastra dan pendidikan.

c. Bagi Pembaca

Hasil penelitian ini bagi pembaca diharapkan dapat lebih memahami isi kumpulan cerpen Mereka Bilang Saya Monyet! dan mengambil manfaat darinya.

d. Bagi Peneliti yang Lain

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan inspirasi maupun bahan pijakan peneliti lain untuk melakukan penelitian yang lebih mendalam.


(22)

E. Batasan Istilah

1. Cerpen adalah cerita rekaan atau cerita yang berbentuk prosa yang di dalamnya terdapat gejolak jiwa penulis yang dituangkan dalam karyanya. 2. Majas merupakan kemampuan seorang pengarang dalam menggunakan

ragam bahasa tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu dalam karyanya sehingga memberi kesan pada pembacanya.

3. Majas perbandingan adalah gaya bahasa yang membandingkan sesuatu dengan sesuatu yang lain.

F. Sistematika Penyajian

Sistematika penyajian skripsi dijabarkan menjadi 5 (lima) hal, yaitu pendahuluan, landasan teori, metodologi penelitian, hasil penelitian dan pembahasan, dan penutup.

Bab I adalah pendahuluan, yang meliputi: latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah, dan sistematika penyajian. Bab II adalah landasan teori yang terdiri atas penelitian terdahulu dan kajian pustaka. Bab III adalah metodologi penelitian yang terdiri atas jenis penelitian, sumber data dan data, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data. Bab IV adalah hasil dan pembahasan yang meliputi: deskripsi data, hasil analisis data, dan pembahasan. Bab V adalah penutup yang terdiri atas kesimpulan dan saran.


(23)

8

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tiga referensi penelitian. Penelitian pertama dilakukan oleh Suryadi pada tahun 2005 dengan judul

Struktur dan Gaya Bahasa dalam Wacana Personality Feature pada harian Kompas terbitan 2003. Dalam penelitian ini ditemukan 20 gaya bahasa yang dikelompokkan menjadi empat yaitu (1) gaya bahasa perbandingan yang meliputi perumpamaan atau simile, personifikasi, antithesis, periphrasis, dan koreksio, (2) gaya bahasa pertentangan meliputi hiperbola, litotes, klimaks, dan anti klimaks, (3) gaya bahasa pertautan meliputi sinekdoke, alusio, eufemisme, antonomasio, ellipsis, dan asindenton, (4) gaya bahasa perulangan yang meliputi epizuksis, tautotes, anaphora, epistrofa, epistroto, dan anadilopsis.

Penelitian kedua adalah penelitian yang dilakukan oleh Fitri Dwi Jayanti pada tahun 2009 dengan judul Diksi dan Gaya Bahasa pada Wacana Iklan Majalah Kawanku Edisi Januari-Maret 2009. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan pemakaian diksi dan bentuk pemakaian gaya bahasa. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini yang pertama, pemakaian kata tutur; pemakaian indra peraba, indra penglihatan, dan indra penciuman; pemakaian istilah asing; dan pemakaian makna kata berupa makna konotasi. Kedua, penemuan gaya bahasa berdasarkan nada berupa gaya mulia dan gaya menengah; berdasarkan struktur kalimat berupa paralel, antitesis,


(24)

dan repetisi yang terdiri atas repetisi epizeuksis, epistrofa, dan mesodiplosis; berdasarkan langsung tidaknya makna berupa gaya retoris dengan jenis hiperbola. Penelitian ketiga dilakukan oleh Repinus pada tahun 2010 dengan judul

Gaya Bahasa dalam Iklan Obat-obatan di Televisi. Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan gaya bahasa yang digunakan dalam iklan obat-obatan di televisi dan mengetahui tujuan penggunaan gaya bahasa yang digunakan dalam iklan obat-obatan di televisi. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-kualitatif. Pada penelitian ini peneliti mengumpulkan data dengan teknik simak dan catat, sedangkan analisisnya dilakukan melalui empat tahap, yaitu tahap inventarisasi, identifikasi, klasifikasi, dan pemaparan. Hasil penelitian ini menemukan dua hal. Pertama, ada 10 tipe gaya bahasa yang terdapat dalam iklan obat-obatan di televisi. Kedua, peneliti mengetahui tujuan dari penggunaan gaya-gaya bahasa tersebut untuk menarik perhatian dan minat penonton untuk mengenal produk yang diiklankan serta mempersuasi agar membeli dan menggunakan produk yang diiklankan.

Peneliti memiliki anggapan bahwa penelitian ini relevan dengan ketiga penelitian tersebut karena memiliki kesamaan yaitu sama-sama meneliti gaya bahasa. Perbedaannya, penelitian yang terdahulu membahas gaya bahasa pada iklan baik di surat kabar maupun di televisi, sedangkan penelitian ini membahas tentang gaya bahasa yang terdapat dalam majas perbandingan pada kumpulan cerpen Mereka Bilang, Saya Monyet!karya Djenar Maesa Ayu.


(25)

B. Kajian Pustaka 1. Definisi Cerpen

Cerita pendek atau sering disingkat menjadi cerpen adalah suatu bentuk prosa naratif fiktif. Cerita pendek cenderung padat dan langsung pada tujuannya dibandingkan karya-karya fiksi yang lebih panjang, seperti novella (dalam pengertian modern) dan novel.

Cerpen adalah kependekan dari cerita pendek. Kependekan sebuah cerita pendek bukan hanya karena bentuknya yang jauh lebih pendek dari novel, tetapi karena aspek masalahnya yang sangat dibatasi. Pada cerpen aspek masalah yang diceritakan sangat dibatasi. Dengan adanya pembatasan ini, masalah yang diceritakan akan tergambar lebih jelas dan mengesankan bagi pembaca. Oleh karena itu, sebuah cerita prosa yang disebut dengan cerita pendek memang pengembangan plotnya sangat dibatasi.

Cerpen adalah cerita yang pendek. Namun ukuran berapa pendeknya tidak ada aturan yang pasti dan tidak ada kesepakatan diantara pengarang dan para ahli (Nurgiyantoro, 1998: 10). Cerita pendek merupakan salah satu karya sastra yang habis dibaca sekali duduk. Menurut Soeharianto (1982), cerpen adalah wadah yang biasanya dipakai oleh pengarang untuk menyuguhkan sebagian kecil saja dari kehidupan tokoh yang paling menarik perhatian pengarang. Sementara itu Panuti Sudjiman (1990: 15-16) dalam bukunya Kamus Istilah Sastra mendefinisikan cerpen sebagai berikut: cerpen adalah kisahan pendek (kurang dari 10000 kata) yang dimaksudkan memberikan


(26)

kesan tunggal yang dominan; cerpen memusatkan diri pada suatu tokoh dalam satu situasi pada suatu ketika.

Sedwick (dalam Tarigan, 1984:176) menyatakan bahwa cerita pendek adalah cerita yang menyajikan suatu keadaan tersendiri atau suatu kelompok keadaan yang memberikan kesan yang tunggal pada jiwa pembaca. Notosusanto (dalam Tarigan, 1984:176) menyatakan bahwa “cerita pendek adalah cerita yang panjangnya sekitar 5000 kata atau kira-kira 17 halaman kuarto spasi rangkap yang berpusat dan lengkap pada dirinya sendiri.

Wijaya (dalam Efendi, 1999:73), menyatakan bahwa sebuah cerita pendek adalah bagaikan mimpi baik dan mimpi buruk, tidak terlalu penting urutan jalinan karena kadang-kadang ada dan kadang tidak, yang utamanya adalah pekabaran yang diperbarunya, daya pukau magis, tamsil, ibarat, tikaman jiwa, firasat dan berbagai efek yang diberi analoginya menyerang siapa yang secara mendetail dan persis melukiskan apa yang akan terjadi, tetapi ia juga bisa kebalikan atau buram sama sekali sebagai sebuah ramalan yang memerlukan tafsir. Cerita pendek adalah teror mental kepada pembaca.

Suharso (2009:703) mengemukakan cerpen sebagai semacam cerita rekaan yang sering kita jumpai pada media cetak. Dalam novel kritis (pergolakan) jiwa pelaku mengakibatkan perubahan nasib, tapi dalam cerpen tidak harus mengakibatkan perubahan nasib tokoh pelakunya. Edgar (dalam Suryanto, 2007:175) menyatakan bahwa cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai dua jam, suatu hak yang kiranya tak mungkin dilakukan untuk sebuah novel.


(27)

Sumardjo (1999:19) mengemukakan bahwa cerpen adalah cerita yang membatasi diri dalam membahas salah satu unsur fisiknya dalam obyek terkecil. Untuk menggambarkan suatu masalah secara jelas dan memberikan kesan yang kuat kepada pembaca, seorang penulis mesti selektif.

Suryanto (2007:161) mengemukakan bahwa cerpen dapat mengungkapkan realitas sosial, budaya, sekaligus menjadi sarana merefleksikan kehidupan manusia, sebagai bahan renungan. Sementara Sumardjo (1994:132) mengemukakan bahwa semua bagian dari sebuah cerpen harus terikat pada kesatuan jiwa: pendek, padat, lengkap, tak ada bagian-bagian yang boleh dikatakan lebih dan bisa dibuang. Dalam bukunya yang berjudul Anatomi Sastra (1993: 34), Semi mengemukakan cerpen ialah karya sastra yang memuat penceritaan secara memusat kepada suatu peristiwa pokok saja. Semua peristiwa lain yang diceritakan dalam sebuah cerpen, tanpa kecuali ditujukan untuk mendukung peristiwa pokok.

Masih menurut Semi, dalam kesingkatannya itu cerpen akan dapat menampakkan pertumbuhan psikologis para tokoh ceritanya. Hal ini berkat perkembangan alur ceritanya sendiri. Ini berarti cerpen merupakan bentuk ekspresi yang dipilih dengan sadar oleh para sastrawan penulisnya.

Esten (2002: 12) berpendapat bahwa cerpen adalah pengungkapan suatu kesan yang hidup dari fragmen kehidupan manusia. Di dalamnya tidak dituntut terjadinya perubahan nasib dari pelaku-pelakunya. Hanya suatu lintasan dari secercah kehidupan manusia yang terjadi pada satu kesatuan waktu.


(28)

Poe (dalam Nurgiyantoro, 2007: 10) mengatakan bahwa cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira antara setengah jam sampai dua jam, suatu hal yang kiranya tak mungkin dilakukan untuk sebuah novel. Sumardjo (2007: 202) mengatakan bahwa cerpen adalah fiksi pendek yang selesai dibaca dalam “sekali duduk”. Cerita pendek mempunyai satu arti, satu krisis, dan satu efek untuk pembacanya.

Merujuk beberapa definisi di atas, peneliti mendefinisikan cerpen adalah cerita rekaan atau cerita yang berbentuk prosa yang di dalamnya terdapat gejolak jiwa penulis yang dituangkan dalam karyanya.

2. Definisi Gaya Bahasa atau Majas

Sebelum menjelaskan gaya bahasa, terlebih dahulu perlu dijelaskan pengertian istilah gaya. Istilah gaya diangkat dari istilah styleyang berasal dari bahasa Latin stilus dan mengandung arti leksikal “alat untuk menulis” (Aminuddin, 2009: 72). Aminuddin juga menjelaskan bahwa dalam karya sastra, gaya mengandung pengertian cara seorang pengarang menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca. Sejalan dengan pengertian tersebut Scharbach (dalam Aminuddin 2009:72) menyebut gaya sebagai hiasan, sebagai sesuatu yang suci, sebagai sesuatu yang indah dan lemah gemulai serta sebagai perwujudan manusia itu sendiri. Bagaimana seorang pengarang mengungkapkan gagasannya dalam wacana ilmiah dengan cara pengarang


(29)

dalam kreasi cipta sastra, dengan demikian akan menunjukkan adanya perbedaan meskipun dua pengarang itu berangkat dari satu ide yang sama.

Tarigan (1989: 179-197) dalam bukunya yang berjudul Pengajaran Kosakata menyatakan gaya bahasa sebagai bahasa kias atau majas. Majas, kiasan, atau figure of speech adalah bahasa kias, bahasa yang indah dipergunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta memperbandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda lain yang lebih umum.

Tarigan (1985: 8-203) dalam bukunya yang berjudul Pengajaran Gaya Bahasa menyatakan gaya bahasa yaitu bahasa yang indah yang dipergunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta memperbandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda lain yang lebih umum. Dengan kata lain, gaya bahasa adalah penggunaan bahasa tertentu yang dapat mengubah serta menimbulkan konotasi tertentu.

Keraf (2004: 113) dalam bukunya yang berjudul Diksi dan Gaya Bahasa menyatakan gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa). Menurut Keraf, gaya bahasa dapat dibatasi dengan cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa).

Menurut Kridalaksana (1983: 49), gaya bahasa adalah suatu pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur kata atau menulis. Menurut Kosasih (2004: 40), gaya bahasa merupakan bahasa kias,


(30)

bahasa yang digunakan untuk menciptakan efek tertentu. Menurut Wiyanto (dalam Komara, 2010) mengatakan bahwa gaya bahasa adalah cara menyampaikan pikiran dan perasaan.

Merujuk dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya adalah tatanan yang bersifat lugas, jelas, dan menjauhkan unsur-unsur gaya bahasa yang mengandung makna konotatif. Sedangkan pengarang dalam karya sastra justru akan menggunakan pilihan kata yang mengandung makna padat, reflektif, asosiatif, dan bersifat konotatif. Selain itu, tatanan kalimat-kalimatnya juga menunjukkkan adanya variasi dan harmoni sehingga mampu menuansakan keindahan dan bukan hanya nuansa makna tertentu saja. Oleh sebab itulah masalah gaya dalam sastra akhirnya juga berkaitan erat dengan masalah gaya dalam bahasa itu sendiri.

Sudjiman (1998: 13) menyatakan bahwa sesungguhnya gaya bahasa dapat digunakan dalam segala ragam bahasa baik ragam lisan, tulis, nonsastra, dan ragam sastra, karena gaya bahasa adalah cara menggunakan bahasa dalam konteks tertentu oleh orang tertentu untuk maksud tertentu. Akan tetapi, secara tradisional gaya bahasa selalu ditautkan dengan teks sastra, khususnya teks sastra tertulis. Gaya bahasa mencakup diksi atau pilihan leksikal, struktur kalimat, citraan, pola rima, matra yang digunakan seorang sastrawan atau yang terdapat dalam sebuah karya sastra.

Pradopo (dalan Endraswara, 2003: 72) menyatakan bahwa nilai seni sastra ditentukan oleh gaya bahasa. Gaya bahasa dapat dikatakan sebagai keahlian seorang pengarang dalam mengolah kata-kata. Jangkauan gaya


(31)

bahasa sangat luas, tidak hanya menyangkut masalah kata tetapi juga rangkaian dari kata-kata tersebut yang meliputi frasa, klausa, kalimat, dan wacana secara keseluruhan (Keraf, 2004: 112) termasuk kemahiran pengarang dalam memilih ungkapan yang menentukan keberhasilan, keindahan, dan kemasuk akalan suatu karya yang merupakan hasil ekspresi diri (Sayuti, 2000: 110). Sejalan dengan Sayuti, Endraswara (2003: 73) juga menyatakan bahwa gaya bahasa merupakan seni yang dipengaruhi oleh nurani. Melalui gaya bahasa sastrawan menuangkan idenya. Bagaimanapun perasaan saat menulis, jika menggunakan gaya bahasa, karya yang dihasilkan akan semakin indah. Jadi, dapat dikatakan gaya bahasa adalah pembungkus ide yang akan menghaluskan teks sastra.

Gaya bahasa atau majas adalah bahasa kias, bahasa indah yang dipergunakan untuk meninggikan serta meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta memperbandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum (Tarigan, 1990:112, sebagaimana dalam Dale,dkk (1971: 220). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, majas adalah cara melukiskan sesuatu dengan jalan menyamakannya dengan sesuatu yg lain atau kiasan. Gaya bahasa adalah cara menggunakan bahasa agar daya tarik akan bertambah (Sumarjo dan Saini, 1984:127).

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa merupakan kemampuan seorang pengarang dalam menggunakan ragam bahasa tertentu dalam karyanya sehingga memberi kesan pada pembacanya.


(32)

3. Jenis-jenis Gaya Bahasa

Gaya bahasa merupakan kemampuan pengarang dalam menggunakan ragam bahasa tertentu dalam karyanya sehingga memberi kesan pada pembacanya. Pemilihan dan penggunaan berbentuk kiasan bisa saja berhubungan dengan selera, kebiasaan, kebutuhan dan kreativitas pengarang. Penelitian gaya bahasa terutama dalam karya sastra yang diteliti adalah wujud (bagaimana bentuk) gaya bahasa itu dan efek apa yang ditimbulkan oleh penggunaannya atau apa fungsi penggunaan gaya bahasa tersebut dalam karya sastra.

Hendy (1985:100) membagi gaya bahasa dalam empat kelompok, antara lain:

a. Gaya Bahasa Penegasan

Gaya bahasa penegasan ini ada 16 macam, antara lain :

1) Pleonasme , yaitu penegasan dengan menggunakan kata yang sama maksud dengan kata mendahuluinya. Misalnya:

a) Majulah ke depan(ke depan sudah berarti maju)

b) Mundur segera ke belakang (mundur sudah berarti ke belakang)

c) Capek mulut saya berbicara (yang digunakan untuk berbicaramemang mulut, bukan yang lain)

2) Repetisi, yaitu penegasan dengan jalan mengulang kata yang dipakai dalam pidato atau karangan prosa. Misalnya:

a) Tidak ada kata lain selain berjuang, berjuang dan terus berjuang.

b) Selamat datang pahlawanku, selamat datang pujaanku, selamat datangbunga bangsaku.


(33)

3) Tautologi, yaitu penegasan dengan jalan mengulang sebuah kata beberapa kali dalam sebuah kalimat. Misalnya:

a) Kejar, kejarlahimpianmu.

b) Lepas, lepaskanlah semua kegelisahanmu.

c) Biar, biarkansemuanya berjalan seperti air mengalir. 4) Paralelisme, yaitu gaya bahasa pengulangan dalam puisi.

Paralelisme dibagi 2 macam, yaitu:

a) Anafora, pengulangan awal baris kalimat:

Kucari kaudalam toko-toko

Kucari kaukarena cemas karena sayang

Kucari kaukarena sayang karena bimbang

Kucari kau karena kaya mesti di ganyang.

b) Epifora, pengulangan kata pada akhir baris atau kalimat berurutan. Misalnya:

Ibumu sedang memasak di dapur ketika kau tidur

Aku mencercah daging ketika kau tidur

5) Klimaks, melukiskan keadaan yang menaik. Misalnya:

a) Semua jenis kendaraan, mulai dari sepeda, motor, sampai mobil berjajer di halaman.

b) Baik itu RT, Kepala Desa, Camat, Bupati, Gubernur, maupun Presiden memiliki kedudukan yang sama di mata Tuhan.

6) Antiklimaks, melukiskan keadaan yang makin menurun. Misalnya: Orang tua, dewasa, remaja, dan anak-anak semuanya hadir dalam kegiatan bakti sosial itu.

7) Retorik, pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban,karena telah sama-sama dimaklumi jawabannya. Biasanya dipakai dalam pidato, untuk menandaskan maksud atau untuk mengejek. Misalnya:


(34)

a) Menegaskan: Siapa yang tidak ingin hidup bahagia dunia akhirat?

b) Mengejek: Apa ini hasil dari pekerjaanmu selama bertahun-tahun?

8) Inversi, susunan kalimat yang predikatnya mendahului subjek, untuk menghidupkan pernyataan. Misalnya:

a) Merahlah mukanya mendengar caci maki sahabat karibnya.

b) Merantaulah mereka ke negeri seberang.

9) Elipsis, pemakaian kalimat elipsis, yaitu menyebutkan salah satu bagian kalimat saja,mungkin subjeknya saja, atau objeknya saja, karena sudah dalam suasana yang sama-sama dimaklumi. Misalnya:

a) Dia dan ibunya ke Tasikmalaya (penghilangan predikat pergi).

b) Lari!(penghilangan predikat kamu).

10)Koreksio, penggunaan kata lain yang lebih tepat sebagi koreksi terhadap kata yang dipakai terdahulu. Misalnya:

a) Silakan Riki maju, bukan, maksud saya Rini!

b) Tadi malam… oh bukan, tadi pagi maksud saya, tetangga sebelah mencuri mangga tetangga sebelahnya.

11)Interupsi, yaitu penyisipan kata atau kelompok kata pada kalimat. Misalnya:

a) Pak Karto, lurah desaku,orangnya sangat baik.

b) Yogyakarta, kota pelajar itu, mulai hari ini menjadi tuan rumah AFTA.

12)Asindenton, yaitu menyebutkan sesuatu berturut-berturut tanpa menggunakan kata penghubung, agar pembaca mengalihkan perhatianya kepada hal-hal yang disebutkan itu. Misalnya:


(35)

Bus, truk, motor, semuanya ditahan dan penumpangnya diperiksa satu persatu.

13)Polisendenton yaitu melukiskan rangkaian kejadian dengan menggunakan kata penghubung, lebih-lebih dalam sastra lama. Misalnya:

Maka apabila sampailah dekat kepada kampung orang, apabila orang empunya kampung itu melihat akan dia, maka diusirnyalah dengan kayu, maka si miskin itupun larilah ia ke pasar.

14) Preterito, yaitu menyembunyikan maksud yang sebenarnya supaya pendengar berpikir dan turut menyelidiki. Misalnya:

Hal ini tak usah saya ceritakan lagi, umum sudah tahu.

15) Enumersi, yaitu uraian secara satu persatu dengan kalimat singkat agar bagian-bagian itu jelas dalam keseluruhannya. Misalnya:

Saling jaga tata susila

Saling bina martabat bersama Agar semua hidup bahagia

16) Esklamasi, Pemakaian kata-kata seru untuk mempertegas seruan. Misalnya:

Subhanallah, indah benar pemandangan ini!

b. Gaya Bahasa Perbandingan

1) Metafora, yaitu membandingkan dua hal secara langsung,tetapi dalam bentuk yang singkat. Misalnya:

a) Sang ratu malam telah muncul di ufuk timur. (ratu malam=bulan)

b) Aku sangat mencintai buku karena buku adalah jendela dunia. (jendela dunia=sumber ilmu)


(36)

2) Personifikasi, yaitu kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan. Misalnya:

a) Nyiur melambai memanggil beta ke pantai.

b) Awan hitam menebal diiringi halilintar bersahut-sahutan.

3) Litotes, yaitu gaya bahasa untuk merendahkan diri dengan menyebutkan keadaan yang berlawanan. Misalnya:

a) Terimalah hadiah ini ala kadarnya ! (padahal hadiahnya mahal-mahal )

b) Apa yang kami berikan ini memang tak berarti buatmu. (padahal pemberiannya sangat berharga)

4) Metonimia, yaitu melukiskan arti yang mengkhusus karena telah merupakan istilah yang tertentu dan telah bergeser dari arti yang semula. Misalnya:

Ayah baru saja membeli zebra, padahal saya ingin kijang

(mobil)

5) Simbolik atau pelambang, yaitu melukiskan suatu benda dengan simbol atau lambang. Misalnya:

a) Bunga kemboja adalah lambang kematian b) Bunga adalah lambang wanita dan keindahan

6) Eufimisme, yaitu pemakaian kata halus sebagai ganti kata-kata dianggap kasar ,kurang sopan atau tabu. Misalnya:

a) Penjahat perang Bosnia telah diamankan PBB. (penjahat perang=teroris)

b) Karyawan Adam Air telah dirumahkansejak tiga bulan yang lalu. (di rumahkan= di penjarakan)


(37)

7) Hiperbola, gaya bahasa yang dipakai untuk melebih-lebihkan sesuatu. Misalnya:

a) Ayah bekerja membanting tulang demi kami. (membanting tulang = kerja keras)

b) Pekik merdeka berkumandang di angkasa.

8) Alusio, pemakaian karmina atau penting, kilat yang tidak diselesaikan, untuk menyampaikan suatu maksud yang tersembunyi. Misalnya:

a) Apakah setiap guru harus bernasib seperti Umar Bakri? b) Kartini kecil itu memperjuangkan haknya.

9) Parabel, maksud yang samar-samar yang terdapat dalam uraian sebuah cerita, pembaca harus menelaah sedalam-dalamnya agar mengerti maksud karangan tersebut. Misalnya:

Cerita Ramayana melukiskan maksud bahwa yang benar tetap benar.

10) Asosiasi, perbandingan yang menimbulkan asosiasi terhadap keadaan yang sebenarnya. Misalnya:

Mukanya pucat bagaikan mayat.

11) Tropen, kilasan dengan kata atau istilah lain terhadap pekerjaan yang dilakukan seseorang. Misalnya:

Wawa duduk melamun, hanyut dibawa perasaannya.

12) Pars pro toto, menyebut sebagian, tapi yang dimaksudkan seluruh bagian. Misalnya:


(38)

13) Totem proparte, menyebutkan seluruh bagian, tapi yang dimaksudkan sebagian saja. Misalnya:

a) Sekolah kamimemenangkan pertandingan itu. (yang menang sesungguhnya tim yang main saja)

b) Indonesia meraih medali perunggu dalam kejuaraan Uber Cup 2008. (Yang meraih medali perunggu sesungguhnya hanya semua regu Uber Cup)

14) Ferifrasi, gaya bahasa perbandingan dengan jalan mengganti sebuah kata dengan gabungan (frase) yang sama arti dengan kata yang diganti tersebut. Misalnya:

Mila telah menyelesaikan kuliahnya tahun 2008.

15) Antonomasia, gelaran atau julukan kepada seseorang. Misalnya:

Si gendutsuka sekali melucu.

16) Alegori, suatu cerita singkat yang mengandung kilasan makna. Misalnya:

Pasangan suami istri itu menjalani bahtera rumah tangganya dengan tenang.

c. Gaya Bahasa Sindiran

Gaya bahasa sindiran ada 3 macam yaitu : 1) Ironi, gaya bahasa sindiran halus. Misalnya:

a) Rajin benar, jam 9 baru bangun.

b) Bagus benar tulisanmu, seperti cakar ayam.

2) Sinis, gaya bahasa yang berupa sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati. Misalnya:


(39)

3) Sarkasme, cemooh yang kasar, bahkan kadang-kadang merupakan kutukan. Misalnya:

a) Kamu bodoh.

b) Aku muak melihat wajahmu.

d. Gaya Bahasa Pertentangan

Gaya bahasa pertentangan ada 4 macam,antara lain:

1) Kontradiksi, yaitu gaya bahasa pertentangan dengan jalan menggunakan sebuah kata yang dipakai terdahulu. Misalnya:

a) Semua kelas telah diperiksa, hanya kelas satu yang belum.

(kalau masih ada yang belum diperiksa, mengapa dikatakan ‘semua’ telah diperiksa?)

b) Semua penduduk telah mengungsi, kecuali perempuan tua itu.

(kalau masih ada yang belum mengungsi, mengapa dikatakan ‘semua’ telah mengungsi?)

2) Paradoks, yaitu melukiskan sesuatu yang seolah-olah berlawanan tetapi logikanya ada. Misalnya:

Dia itu kaya harta tapi miskin hati.

3) Antitesis, yaitu pemakaian kata-kata yang berlawanan arti, untuk lebih menghidupkan pernyataan. Misalnya:

a) Tua-muda, besar-kecil, pria-wanita, berduyun-duyun pergi ke lapangan.

b) Hujan-panas, siang-malam, pagi-sore, tak henti-hentinya dia mencari anaknya yang hilang itu.

4) Okupasi, yaitu gaya bahasa yang menyatakan bantahan atau keberatan terhadap sesuatu yang oleh umum (orang banyak dianggap benar). Misalnya:

Merokok memang mempercepat proses kematian tetapi si perokok tak mau menghentikannya. Akibatnya bermunculan pabrik-pabrik rokok.


(40)

Moeliono (1989: 175) membedakan gaya bahasa menjadi tiga. Gaya bahasa tersebut antara lain: (1) perbandingan yang meliputi perumpamaan metafora, dan penginsanan; (2) pertentangan yang meliputi hiperbola, litotes, dan ironi; (3) pertautan yang meliputi metonomia, sinekdoke, kilatan, dan eufemisme. Sementara itu dalam bukunya Bimbingan Pemantapan Bahasa Indonesia, Kosasih (2004) menjabarkan macam-macam majas atau gaya bahasa menjadi empat jenis antara lain:

1. majas perbandingan yang meliputi: personifikasi, perumpamaan, metafora, dan alegori;

2. majas pertentangan yang meliputi: hiperbola, litotes, ironi, paradox, dan antithesis;

3. majas pertautan yang meliputi: metonimia, sinekdoke, alusi, dan ellipsis;

4. majas perulangan yang meliputi: aliterasi, antanaklasis, repetisi, dan paralelisme.

Menurut Gorys Keraf (2009:115), gaya bahasa terbagi menjadi dua bagian yaitu dari segi nonbahasa dan segi bahasa. Dilihat dari segi nonbahasa, gaya bahasa terbagi menjadi tujuh bagian, yaitu: (1) gaya bahasa berdasarkan pengarang, (2) gaya bahasa berdasarkan masa, (3) gaya bahasa berdasarkan medium, (4) gaya bahasa berdasarkan subjek, (5) gaya bahasa berdasarkan tempat, (6) gaya bahasa berdasarkan hadirin, (7) gaya bahasa berdasarkan tujuan.


(41)

Dilihat dari segi bahasa atau unsur-unsur bahasa yang digunakan, maka gaya bahasa dapat dibedakan berdasarkan titik tolak unsur bahasa yang dipergunakan, antara lain:

1. Gaya bahasa berdasarkan pilihan kata

Berdasarkan pilihan kata, gaya bahasa ini mempersoalkan kata mana yang paling tepat dan sesuai untuk posisi-posisi tertentu dalam kalimat, serta tepat tidaknya penggunaan kata-kata dilihat dari lapisan pemakaian bahasa dalam masyarakat. Dengan kata lain, gaya bahasa ini mempersoalkan ketepatan dan kesesuaian pemakaian bahasa dalam situasi-situasi tertentu. Gaya bahasa ini dapat dibedakan menjadi gaya bahasa resmi, gaya bahasa tidak resmi, dan gaya bahasa percakapan.

a. Gaya bahasa resmi adalah gaya bahasa yang bentuknya lengkap dan dipergunakan dalam kesempatan-kesempatan resmi, seperti dalam pidato presiden, berita Negara, dan pidato-pidato penting lainnya. b. Gaya bahasa tak resmi merupakan gaya bahasa yang dipergunakan

dalam bahasa standar atau kesempatan yang kurang formal. Gaya bahasa ini biasanya dipergunakan dalam karya-karya tulis, artikel-artikel, dan sebagainya. Gaya bahasa tak resmi adalah gaya bahasa yang umum dan normal bagi pelajar.

c. Gaya bahasa percakapan adalah gaya bahasa yang ada sejalan dengan kata-kata percakapan. Dalam gaya bahasa ini, pilihan katanya adalah kata-kata popular dan kata-kata percakapan.


(42)

2. Gaya bahasa berdasarkan nada

Gaya bahasa berdasarkan nada didasarkan pada sugesti yang dipancarkan dari rangkaian kata-kata yang terdapat dalam sebuah wacana. Sering kali sugesti ini akan lebih nyata di dalam bahasa lisan.

3. Gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat

Gaya bahasa ini diciptakan berdasarkan struktur kalimat. Struktur kalimat disini adalah kalimat bagaimana tempat sebuah unsur kalimat yang dipentingkan dalam kalimat tersebut. Keraf membagi gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat menjadi:

a. Klimaks, gaya bahasa klimaks diturunkan dari kalimat yang bersifat periodik. Klimaks adalah semacam gaya bahasa yang dimulai dari gagasan yang kurang penting kepada hala-hal yang lebih penting.

b. Antiklimaks, gaya bahasa yang yang gagasannya diurutkan dari yang paling penting ke gagasan yang kurang penting.

c. Paralelisme adalah gaya bahasa yang bersifat sejajar dalam pemakaian kata-kata atau frasa-frasa yang menduduki fungsi yang sama dalam bentuk gramatikal yang sama. Namun bila terlalu banyak digunakan, maka kalimat-kalimat akan menjadi kaku dan mati.

d. Antitesis adalah gaya bahasa yang mengandung gagasan-gagasan yang bertentangan, dengan menggunakan kata-kata atau kelompok kata yang berlawanan.


(43)

e. Repetisi adalah perulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk member tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai. Jenis-jenis repetisi diantaranya adalah epizeuksis, tautotes, anaphora, epistrofa, symploche, mesodiplosis, epanalepsis, dan anadiplosis.

4. Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna

Gaya bahasa berdasarkan ketidaklangsungan makna ini biasanya disebut sebagai tropeatau figure of speech. Dalam gaya bahasa ini, terjadi suatu penyimpangan bahasa secara evaluatif atau secara emotif dari bahasa biasa dalam ejaan, pembentukkan kata, konstruksi kalimat, klausa, frasa, ataupun aplikasi sebuah istilah untuk memperoleh kejelasan, penekanan, hiasan, humor, atau sesuatu efek yang lain. Fungsi dari figure of speechini adalah menjelaskan, memperkuat, menghidupkan obyek mati, menstimulasi asosiasi, menimbulkan gelak ketawa atau untuk hiasan. Gaya bahasa ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu:

a. Gaya bahasa retoris adalah gaya bahasa yang mengalami penyimpangan dari konstruksi biasa untuk mencapai efek tertentu. Macam-macam gaya bahasa retoris adalah sebagai berikut:

1) Aliterasi adalah semacam gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan yang sama. Biasanya dipergunakan dalam puisi atau kadang dalam prosa.

2) Asonansi adalah semacam gaya bahasa yang berwujud perulangan bunyi vokal yang sama.


(44)

3) Anastrof atau inverse adalah semacam gaya retoris yang diperoleh dengan pembalikan susunan kata yang biasa dalam kalimat.

4) Apofasis atau preterisio adalah gaya bahasa yang mana penulis atau pengarang menegaskan sesuatu, tetapi seperti menyangkalnya.

5) Apostrof adalah semacam gaya bahasa yang berbentuk pengalihan amanat dari para hadirin kepada sesuatu yang tidak hadir. Cara ini biasanya digunakan oleh orator klasik.

6) Asindeton adalah suatu gaya yang berupa acuan, yang bersifat padat dan mampat di mana beberapa kata, frasa, atau klausa yang sederajat tidak dihubungkan dengan kata sambung.

7) Polisindeton adalah suatu gaya yang merupakan kebalikan dari asyndeton. Beberapa kata, frasa, atau klausa yang berurutan dihubungkan oleh kata sambung.

8) Kiasmus adalah gaya bahasa yang terdiri atas dua bagian, baik frasa maupun klausa, yang sifatnya berimbang dan dipertentangkan satu sama lain.

9) Elipsis adalah suatu gaya bahasa yang menghilangkan suatu unsur kalimat agar ditafsirkan sendiri oleh pembaca atau pendengar, sehingga struktur gramatikal kalimatnya memenuhi pola yang berlaku.


(45)

10) Eufemisme adalah gaya bahasa yang semacam acuan berupa ungkapan-ungkapan yang tidak menyinggung perasaan orang, atau ungkapan yang halus untuk menggantikan kata-kata yang mungkin dirasakan menghina.

11) Litotes adalah semacam gaya bahasa yang dipakai untuk menyatakan sesuatu dengan tujuan merendahkan diri. Unggapan yang menyatakan suatu gagasan yang berlawanan. 12) Histeron proteron adalah gaya bahasa yang merupakan

kebalikan dari sesuatu yang logis atau sesuatu yang wajar. 13) Pleonasme dan tautology adalah gaya bahasa yang

mempergunakan kata-kata lebih banyak daripada yang diperlukan untuk menyatakan satu pikiran atau gagasan.

14) Perifrasis adalah gaya bahasa yang mirip dengan pleonasme, namun kata-kata yang berlebihan dalam gaya bahasa perifrasis ini sebenarnya dapat digantikan dengan satu kata saja.

15) Prolepsis atau Antisipasi adalah gaya bahasa di mana orang mempergunakan lebih dahulu kata-kata atau sebuah kata sebelum peristiwa atau gagasan yang sebenarnya terjadi.

16) Erotesis adalah gaya bahasa yang dipergunakan dalam pidato atau tulisan dengan tujuan untuk mencapai efek yang lebih mendalam dan penekanan yang wajar.

17) Silepsis dan Zeugma adalah gaya di mana orang mempergunakan dua konstruksi rapatan dengan


(46)

menghubungkan sebuah kata dengan dua kata lain yang sebenarnya hanya salah satunya yang berhubungan dengan kata pertama.

18) Koreksio atau epanortosis adalah suatu gaya yang berwujud, mula-mula menegaskan sesuatu, tetapi kemudian memperbaikinya.

19) Hiperbola adalah semacam gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan dengan membesar-besarkan sesuatu.

20) Paradoks adalah gaya bahasa pertentanggan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada.

21) Oksimoron adalah gaya bahasa yang berusaha menggabungkan kata-kata untuk mencapai efek yang bertentangan. Gaya bahasa ini mengandung pertentangan denga mempergunakan kata-kata yang berlawanan dalam frasa yang sama.

b. Gaya bahasa kiasan adalah gaya bahasa yang mengalami penyimpangan lebih jauh, khususnya dalam bidang makna.

1) Persamaan/simile

Persamaan / simile adalah perbandingan yang bersifat eksplisit. Yang dimaksud dengan perbandingan eksplisit ialah bahwa ia langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain. Untuk itu ia memerlukan upaya yang secara


(47)

eksplisit menunjukkan kesamaan itu, yaitu kata-kata: seperti, sama, sebagai, bagaikan, laksana,dan sebagainya.

a) Kikirnya seperti kepiting batu b) Bibirnya seperti delima merekah

2) Metafora

Metafora adalah bahasa kiasan sejenis perbandingan namun todak menggunakan kata pembanding. Di sini perbandingan dilakukan secara langsung tanpa kata sejenis bagaikan, ibarat, laksana, dan semacamnya. Misalnya:

a) Kesabaran adalah bumi b) Kesadaran adalah matahari c) Keberanian menjelma kata-kata

3) Alegori

Alegori adalah kata kiasan berbentuk lukisan/cerita kiasan, merupakan metafora yang dikembangkan. Misalnya:

Sanjak “Menuju Ke Laut” karya Sutan Takdir Alisyahbana. Biasanya bersifat simbolis.

4) Personifikasi

Personifikasi adalah gaya bahasa yang mempersamakan benda-benda dengan manusia, punya sifat, kemampuan, pemikiran, perasaan, seperti yang dimiliki dan dialami oleh manusia. Misalnya:

a) Angin bercakap-cakap dengan daun-daun, bunga-bunga, kabut dan titik embun.

b) Indonesia menangis, duka nestapa Aceh memeluk erat sanubari bangsaku.


(48)

5) Alusi

Alusi adalah semacam acuan yang berusaha mensugestikan kesamaan antara orang, tempat, atau peristiwa. Misalnya:

Kartini kecil itu turut memperjuangkan persamaan haknya.

6) Eponim

Eponim adalah suatu gaya dimana seseorang yang namanya begitu sering dihubungkan dengan sifat tertentu, sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat itu. Misalnya:

Hercules dipakai untuk menyatakan kekuatan; Hellen dari Troyauntuk menyatakan kecantikan.

7) Epitet

Epitet adalah semacam acuan yang menyatakan suatu sifat atau cirri yang khusus dari seseorang atau sesuatu hal. Keterangan itu adalah suatu frasa deskriptif yang menjelaskan atau menggantikan nama seseorang atau suatu barang.

a) Lonceng pagi untuk ayam jantan b) Puteri malam untuk bulan c) Raja rimba untuk singa

8) Sinekdoke

Sinekdoke adalah suatu istilah yang diturunkan dari kata Yunani synekdechesthai yang berarti menerima bersama-sama. Sinekdoke adalah semacam bahasa figurative yang mempergunakan sebagian dari sesuatu hal untuk menyatakan


(49)

keseluruhan (pars pro toto) atau mempergunakan keseluruhan untuk menyatakan sebagian (totum pro parte). Misalnya:

a) Setiap kepala dikenakan sumbangan sebesar Rp 1.000,-b) Dalam pertandingan sepak bola antara Indonesia

melawan Malaysia di Stadion Utama Senayan, tuan rumah menderita kekalahan 3 - 4.

9) Metonimia

Kata Metonomia diturunkan dari kata Yunani meta yang berarti menunjukkan perubahan dan onoma yang berarti nama. Dengan demikian, metonomia adalah suatu gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu hal yang lain karena mempunyai pertalian yang sangat dekat. Misalnya:

Ia membeli sebuah Chevrolet.

10) Antomonasia

Antonomasia merupakan sebuah bentuk khusus dari sinekdoke yang berwujud penggunaan sebuah epiteta untuk menggantikan nama diri atau gelar resmi, atau jabatan untuk menggantikan nama diri. Misalnya:

Yang Mulia tidak dapat menghadiri pertemuan ini.

11) Hipalase

Hipalase adalah semacam gaya bahasa dimana sebuah kata tertentu dipergunakan untuk menerangkan sebuah kata, yang seharusnya dikenakan pada sebuah kata yang lain. Atau secara singkat dapat dikatakan bahwa hipalase adalah suatu


(50)

kebalikan dari suatu relasi alamiah antara dua komponen gagasan. Misalnya:

Ia berbaring di atas sebuah bantal yang gelisah ( yang gelisah adalah manusianya, bukan bantalnya)

12) Ironi

Ironi adalah gaya bahasa yang menyatakan sesuatu dengan menggunakan hal lain yang berlawanan dengan tujuan agar orang yang dituju tersindir secara halus. Misalnya:

Untuk apa susah-susah belajar, kau kan sudah pintar.

13) Satire

Satire adalah ungkapan yang menertawakan atau menolak sesuatu. Bentuk ini tidak harus bersifat ironis. Satire mengandung kritik tentang kelemahan manusia.

Misalnya:

Jangan pernah berpikir kau adalah dewa, menghadapi masalah seperti ini pun kau sudah kewalahan.

14) Inuendo

Inuendo adalah semacam sindiran dengan mengecilkan kenyataan yang sebenarnya. Misalnya:

Setiap ada pesta ia pasti sedikit mabuk karena kebanyakan minum.


(51)

15) Antifrasis

Antifrasis adalah semacam ironi yang berwujud penggunaan sebuah kata dengan makna kebalikannya, yang bisa saja dianggap sebagai ironi sendiri. Misalnya:

Lihatlah sang raksasa telah datang (maksudnya si cebol). 16) Paronomasia

Paronamasia adalah kiasan dengan mempergunakan kemiripan bunyi yang berupa permainan kata, tetapi terdapat perbedaan besar dalam maknanya. Misalnya:

“Engkau orang kaya!” “Ya, kaya monyet!”.

Menurut Tarigan (1985) dalam bukunya yang berjudul Pengajaran Semantik, gaya bahasa dikelompokkan menjadi empat kelompok besar yaitu: (1) Majas Perbandingan, (2) Majas Pertentangan, (3) Majas Pertautan, dan (4) Majas Perulangan. Adapun penjelasan masing-masing gaya bahasa di atas adalah sebagai berikut:

1. Majas perbandingan

Majas perbandingan adalah jenis majas bahasa Indonesia yang memperbandingkan sesuatu dengan yang lain. Majas perbandingan dapat dikelompokan sebagai berikut:

a. Metafora adalah gaya pengungkapan berupa perbandingan analogis menghilangkan kata seperti, layaknya, bagaikan, antara dua hal yang berbeda.


(52)

1) Aku adalah angin yang kembara

2) Dia adalah anak emas pamanku

3) Cinta adalah bahaya yang lekas jadi pudar

b. Alegori adalah suatu cara yang menyatakan sesuatu dengan sesuatu yang lain, melalui kiasan atau penggambaran. Alegori merupakan metafora yang diperluas dan berkesinambungan, tempat atau wadah obyek atau gagasan yang diperlambangkan.

Contohnya:

1) Iman adalah kemudi dalam mengarungi zaman

2) Hidup kita diumpamakan dengan biduk atau bahtera yang terkatung-katung di tengah lautan

3) Berhati-hatilah dalam mengemudikan bahtera hidup keluargamu sebab lautan kehidupan ini penuh badai, topan yang ganas, batu karang, dan gelombang yang setiap saat dapat menghancurkan. Oleh karena itu, nahkoda dan para awaknya harus selalu seia sekata dan satu tujuan agar dapat mencapai pantai bahagia dengan selamat.

c. Simile adalah sejenis majas yang membandingkan antara dua hal yang pada dasarnya berlainan atau sengaja dianggap sama antara satu dengan lainnya yang dinyatakan dengan kata-kata depan dan penghubung seperti : layaknya, bagaikan, dan lain-lain.

Contohnya:

1) Pikirannya kusut bagai benang dilanda ayam

2) Seperti langit dan bumi

3) Ibarat mengejar bayangan di siang hari

d. Personifikasi adalah jenis majas yang melekatkan sifat insan kepada barang yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak. Majas ini dapat pula diartikan sebagai penggambaran benda-benda yang tak bernyawa seolah-olah memiliki sifat seperti manusia.


(53)

Contohnya:

1)Mentari mengintip wajahku lewat jendela;

2)Hujan memandikan tanaman disiang hari;

3)Badai menderu-deru, lautan mengamuk;

4)Hatinya berkata bahwa perbuatan itu tak boleh dilakukannya.

e. Antitesis adalah sejenis majas yang mengadakan komparasi atau perbandingan antara dua antonim (yaitu salah satu yang mengandung ciri-ciri semantik yang bertentangan).

1) Dia bergembira riaatas kegagalandalam ujian itu.

2) Aneh, gadis secantik si Idadiperisteri pemuda sejelek si Deni.

2. Majas Pertautan a. Majas Metonemia

Majas yang menggunakan sebuah nama yang nama tersebut bertaut dengan benda/orang sehingga dapat menggantikan benda yang dimaksudkan.

Contohnya:

1) Ibu ke pasar naik bebek 2) Adik memakai bata 3) Adik menulis dengan pilot

4) Khairil Anwar banyak dibaca masyarakat

b. Majas Sinekdoke

Majas yang menyebutkan sebagian/seluruhnya mengenai suatu benda. 1) Sinekdoke Pars Prototo

Majas yang menyebutkan sebagian suatu benda tetapi yang dimaksudkan keseluruhan/seluruhnya.


(54)

Contohnya:

a) Ayah membeli dua ekor kambing

b) Ia tidak mau menginjakkan kakinya di sini

2) Sinekdoke Totem Pro Parte

Majas yang menyebutkan keseluruhan suatu benda tetapi yang dimaksudkan sebagian.

Contohnya:

a) Kaum putri pada tanggal 21 April memperingati Hari Kartini

b) Perang Dunia II berakhir pada tahun 1498

c. Majas Eufimisme

Majas yang menggunakan kata-kata yang dianggap lebih sopan, lebih halus, untuk menggantikan kata-kata yang dianggap kasar/tabu.

Contohnya:

1) Ia baru saja keluar dari LP

2) Karena ditinggal suaminya, ia agak kurang waras

d. Majas Alusio

Majas yang menggunakan kata ungkapan/peribahasa yang ditulis sebagian saja karena secara umum orang sudah mengetahui maksud dan kelanjutan peribahasa tersebut.

Contohnya:

1) Hendaknya kita sedia payung dalam berbagai kegiatan 2) Setiap usaha umumnya berakit-rakit ke hulu


(55)

3. Majas Perulangan a. Majas Aliterasi

Majas perulangan (repetisi) yang mengulang pada huruf konsonan yang terjadi dalam baris atau kalimat.

Contohnya:

1) Kuda kami kian kemari 2) Bagai batu membesi benar

b. Majas Asonansi

Majas yang mengulang pada huruf vokal terjadi pada baris puisi atau kalimat.

Contohnya:

Mati api di dalam hati

c. Majas Anafora

Majas yang mengulang pada kata awal dalam kalimat. Contohnya:

Kamu bilang hidup ini berengsek, kamu bilang hidup ini tak berarti

d. Majas Epifora

Majas yang mengulang kata akhir dalam baris kalimat. Contohnya:

Selusin gelas ditumpuk tak pecah, selusin piring ditumpuk tak pecah.

4. Majas pertentangan

Majas pertentangan dapat dikelompokkan ke dalam delapan bagian antara lain:


(56)

Majas yang melukiskan keadaan/peristiwa secara berlebih-lebihan tujuannya untuk menegaskan arti.

Contohnya:

1) Badannya kurus, kulit membalut tulangnya

2) Ia bekerja membanting tulang, memeras keringat, dan memutar otak

b. Litotes

Majas yang mengungkapkan keadaan yang berlawanan artinya dengan keadaan yang sebenarnya tujuannya untuk merendahkan diri.

Contohnya:

1) Makanlah dengan garam saja 2) Mampirlah ke gubuk saya

c. Ironi

Majas yang mengungkapkan keadaan yang berlawanan artinya dengan keadaan yang sebenarnya tujuannya untuk menyindir secara halus. Contohnya:

1) Bagus benar tulisanmu sehingga sulit dibaca 2) Kopi ini manis sekali, gula mahal, iya?

d. Sarkasme

Majas yang mengungkapkan sindiran secara kasar. Contohnya:

Muak aku melihat tampangmu

e. Antitesis

Majas pertentangan yang pertentangan itu dinyatakan langsung dalam kalimatnya.


(57)

Contohnya:

1) Besar kecil, tua muda, semua berbondong-bondong ke lapangan

2) Kaya miskin seseorang tidak mempengaruhi sifatnya

f. Paradoks

Majas pertentangan/perlawanan yang pertentangan itu bertentangan dengan keadaan yang sebenarnya.

Contohnya:

1) Ia merasa kesepian di tengah keramaian kota 2) Ia merasa terhimpit di antara harta yang melimpah

g. Klimaks

Majas yang menunjukkan keadaan semakin lama semakin meningkat/tinggi.

Contohnya:

PKn diajarkan sejak SD, SMP, SMA, dan di Perguruan Tinggi

h. Anti Klimaks

Majas yang mengungkapkan keadaan/pernyataan dari yang tinggi ke yang rendah.

Contohnya:

Jangankanseribu, seratus, bahkan serupiah pun aku tak punya

Sementara Tarigan (1985) dalam bukunya yang berjudul Pengajaran Gaya Bahasa, membagi gaya bahasa dalam empat kelompok besar. Pertama, gaya bahasa perbandingan yang terdiri atas: perumpamaan, metafora, personifikasi, depersonifikasi, alegori, antithesis,pleonasme, perifrasis,


(58)

prolepsis, dan koreksio. Kedua, gaya bahasa pertentangan yang terdiri atas: hiperbola, litotes, ironi, oksimoron, paranomasia, paralipsis, zeugma, satire, innuendo, antifrasis, paradoks, klimaks, anti klimaks, apostrof, anastrof, apofasis, histeron proteron, hipalase, sinisme, dan sarkasme. Ketiga, gaya bahasa pertautan yang terdiri atas: metonimia, sinekdoke, alusi, eufemisme, eponim, epitet, antonomasia, erotesis paralelisme, ellipsis, gradasi, asindenton, dan polisindenton. Terakhir, gaya bahasa perulangan yang terdiri atas: aliterasi, asonansi, antanaklasis, kiasmus, epizeukis, tautotes, anaphora, epistrofa, simploke, mesodilopsis, epanalepsis, dan anadiplosis.

Menurut Agni (2009:107), majas terdiri atas empat kategori yaitu: majas perbandingan, majas sindiran majas penegasan, dan majas pertentangan. Majas perbandingan terdiri atas alegori, alusio, simile, metafora, antroposfimisme, sintesia, antonomasia, apronim, metonimia, litotes, hiperbola, personifikasi, depersonifikasi, pars pro toto, totum pro parte, eufemisme, hipokorisme, disfemisme, fable, dan parabel. Majas sindiran terdiri atas sinisme, sarkasme, ironi, satire, dan innuendo. Majas penegasan terdiri atas apofasiasi, pleonasme, repetisis, parairama, aliterasi, paralelisme, tautology, sigmantisme, antanaklasis, klimaks, antiklimaks, inverse, retoris, ellipsis, koreksio, polisindenton, asidenton, dan zeugma. Majas pertentangan terdiri atas paradox, oksimoron,dan anakroisme.

Dari beberapa pendapat di atas, ada perbedaan mengenai istilah majas dan gaya bahasa. Ada ahli yang menggunakan istilah majas, ada ahli yang menggunakan istilah gaya bahasa dan ada juga ahli yang menyamakan kedua


(59)

istilah tersebut. Dari berbagai pendapat tersebut, peneliti mencoba untuk mengerucutkan istilah majas dan gaya bahasa. Peneliti menyimpulkan bahwa gaya bahasa merupakan bagian dari majas. Hal ini karena majas merupakan bahasa yang dipergunakan secara imajinatif, bukan dalam pengertian yang sebenarnya. Dalam menyampaikan maksudnya, pengarang tentu memanfaatkan kekayaan bahasa untuk mengungkapkan makna dari apa yang ditulisnya. Pemanfaatan bahasa itu diwujudkan pengarangnya dengan penggunaan kata-kata yang diolah sedemikian rupa sehingga dapat mempengaruhi pembacanya. Penggunaan kata-kata itu ada berbagai macam cara atau gaya pengungkapan, tergantung dari kepribadian penulis. Dari situlah pengarang dapat menggunakan berbagai macam gaya bahasa dalam menyampaikan tulisannya. Dari situlah maka dapat disimpulkan bahwa majas terbagi dalam empat kategori yaitu majas perbandingan, majas pertentangan, majas pertautan, dan majas perulangan. Dalam setiap majas itulah terdapat berbagai jenis gaya bahasa.

Dari ulasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa majas perbandingan terdiri atas empat jenis yaitu: gaya bahasa perumpamaan/ simile, gaya bahasa personifikasi, gaya bahasa metafora, dan gaya bahasa alegori.

4. Interpretasi

Widi (2010: 74) menyatakan bahwa interpretasi merupakan penafsiran makna fakta dan hubungan antara satu fakta dengan fakta lain. Penafsiran atas kata harus dilandasi oleh sikap obyektif. Interpretasi dilakukan supaya data sejarah yang telah terkumpul dapat dipahami oleh


(1)

No.

Kalimat

Kode

Analisis Gaya Bahasa

Analisis Makna

31

“Cara ibu merunduk

rendah

ketika

menyuguhkan

minuman hingga buah

dadanya bagai akan

meloncat keluar” (Hal

98)

S.8

Gaya bahasa perumpamaan

pada kalimat (31), pengarang

menggunakan

perbandingan

eksplisit

yang

dinyatakan

dengan menggunakan kata

bagai

untuk

menandakan

bahwa

kalimat

tersebut

merupakan

gaya

bahasa

perumpamaan.

Djenar

Maesa

Ayu

memang tipe penulis yang

sangat gamblang dalam

berbahasa, terutama dalam

membicarakan

bagian

tubuh manusia yang tabu

dibicarakan.

Gambaran

buah dada yang akan

meloncat keluar hendak

menunjukkan bahwa buah

dada ibu sangat padat

berisi. Hal itu nampak

jelas terlihat ketika ibu

sedang

merunduk.

Keadaan

tersebut

didukung dengan pakaian

yang terbuka

sehingga

orang yang ada dapat

melihat

dengan

jelas

sebagian buah dada sang

ibu.

10. Cerpen Asmoro

No.

Kalimat

Kode

Analisis Gaya Bahasa

Analisis Makna

32

“Dari sinar kemerahan

itu,

burung-burung

senja

berkepakan

terbang dan sebagian

yang

tertinggal

di

belakang mau tidak

mau tertelan air laut

yang siap luluh bagai

pohon tumbang” (hal

107)

S.9

Kalimat (32) merupakan gaya

bahasa perumpamaan, hal ini

terlihat dari cara pengarang

menggunakan

perbandingan

eksplisit

yang

dinyatakan

dengan menggunakan kata

bagai

untuk

menandakan

bahwa

kalimat

tersebut

merupakan

gaya

bahasa

perumpamaan.

Air laut yang siap luluh

bagai

pohon

tumbang

menjadi

gambaran

burung-burung

yang

terbang rendah di laut

hendak disapu oleh ombak

air laut yang sangat besar

yang seolah-olah hendak

menimpa mereka. Karena

terlalu terbang rendah,

maka sudah dipastikan

burung-burung itu tersapu

ombak.

33

“Ketika Adjani hampir

sampai di bibir pantai,

angkasa

sudah

menyulap

senja

menjadi malam” (hal

P.19

Gaya

bahasa

personifikasi

ditunjukkan

pada

kata

“menyulap”.

Menyulap biasa

dilakukan manusia, khususnya

pesulap

ketika

melakukan

Menyulap biasa dilakukan

pesulap ketika melakukan

atraksi sulap. Menyulap

merupakan

kegiatan

mengubah rupa sesuatu


(2)

108)

atraksi

sulap.

Menyulap

merupakan

kegiatan

mengubah

rupa

sesuatu

dengan cepat dan dengan cara

yg ajaib. Pada kalimat di atas,

“angkasa”

diandaikan seperti

manusia yang dapat mengubah

sesuatu dengan ajaib.

dengan cepat dan dengan

cara yang ajaib. Makna

dari kalimat di atas bahwa

sebelum Adjani pergi ke

pantai, keadaan saat itu

masih sore. Namun ketika

Adjani hampir sampai di

bibir pantai ternyata hari

sudah malam.

34

“Aktivitas di kota itu

lumpuh” (hal 109)

P.20

Gaya

bahasa

personifikasi

ditunjukkan

pada

kata

“lumpuh”.

Lumpuh.

merupakan

suatu

keadaan

dimana manusia tidak dapat

berjalan

sebagaimana

mestinya.

Aktivitas

merupakan suatu kegiatan.

Pada

kalimat

di

atas,

“aktivitas”

diandaikan seperti

manusia yang tidak dapat

berjalan.

Kalimat (34) bermakna

bahwa seluruh kegiatan

yang ada di kota itu tidak

berjalan

sebagaimana

mestinya. Semua orang

berhenti

dari

kesibukannya.

35

“Keinginannya

meledak-ledak untuk

segera berjumpa dan

keinginan untuk lebih

lama bersama, bagai

satu mata koin dengan

dua sisi yang berbeda”

(hal 111)

S.10

Kalimat (35) merupakan gaya

bahasa perumpamaan, hal ini

terlihat dari cara pengarang

menggunakan

perbandingan

eksplisit

yang

dinyatakan

dengan menggunakan kata

bagai

untuk

menandakan

bahwa

kalimat

tersebut

merupakan

gaya

bahasa

perumpamaan.

Koin memiliki dua sisi

yang berbeda. Walaupun

berada di satu koin tapi

kedua sisi yang berbeda

itu tidak akan pernah

bertemu.

Penggambaran

dari majas di atas yaitu

meskipun tokoh Asmoro

berusaha

keras

untuk

dapat

berlama-lama

dengan

imajinasinya

bersama Adjani namun

Asmoro pun harus segera

menyudahi

imajinasinya

itu

agar

tulisannya

menjadi cerita yang utuh.

11. Cerpen Manusya dan Dia

No.

Kalimat

Kode

Analisis Gaya Bahasa

Analisis Makna

36

“Hatinya

menciut

bagai seorang gadis

S.11

Kalimat (36) merupakan gaya

bahasa perumpamaan, hal ini

Penggambaran

seorang

gadis

kecil

yang


(3)

kecil

yang

bersembunyi di sudut

kegelapan” (hal 116).

terlihat dari cara pengarang

menggunakan

perbandingan

eksplisit

yang

dinyatakan

dengan menggunakan kata

bagai

untuk

menandakan

bahwa

kalimat

tersebut

merupakan

gaya

bahasa

perumpamaan.

bersembunyi

di

sudut

kegelapan memperlihatkan

keadaan takut dan ngeri

ketika melihat keadaan

yang menakutkan. Dia

tidak berdaya. Tidak ada

yang bisa dilakukan selain

bersembunyi. Hati orang

dalam

cerpen

tersebut

tidak hanya menyerah dan

ciut, tetapi juga takut dan

tidak berdaya.


(4)

BIODATA PENULIS

Paulina Sukmana Puti, putri ketiga dari pasangan Agustinus Andang

dan Agustina Sri ini lahir di Purbalingga, 2 Desember 1991.

Pendidikan Sekolah Dasar penulis tempuh di SD Pius. Kemudian

penulis melanjutkan pendidikan di SMP 1 Purbalingga. Pendidikan

SMA penulis tempuh di SMA 1 Purbalingga. Setelah lulus dari SMA,

penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta, dan tercatat sebagai mahasiswa di Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan, Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia,

dan Daerah angkatan 2009. Masa pendidikan di Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta diakhiri penulis dengan menulis skripsi sebagai

tugas akhir dengan judul

Majas Perbandingan dalam Kumpulan

Cerpen Mereka Bilang, Saya Monyet! Karya Djenar Maesa Ayu.


(5)

viii ABSTRAK

Puti, Paulina Sukmana. 2013. Majas Perbandingan dalam Kumpulan Cerpen Mereka Bilang, Saya Monyet! Karya Djenar Maesa Ayu. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penelitian ini menganalisis majas perbandingan dalam kumpulan cerpen Mereka Bilang, Saya Monyet!. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan yang bertujuan menjawab majas perbandingan yang digunakan dan maknanya dalam kumpulan cerpen Mereka Bilang, Saya Monyet!. Teknik yang dipakai dalam pengumpulan data pada penelitian ini, yaitu teknik baca-catat.

Analisis data dilakukan dengan tahapan: (1) peneliti menginventarisasi data yang sudah berhasil dikumpulkan, (2) peneliti mengklasifikasikan data berdasarkan kriteria tertentu, (3) peneliti mengidentifikasi data berdasarkan ciri khas yang ditemukan dari data yang sudah terkumpul, dan (4) peneliti menginterpretasi atau memaknai hasil analisis data, dan (5) peneliti mendeskripsikan hasil analisis data tersebut

Dari hasil analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan peneliti maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: pertama, majas perbandingan terdiri atas empat jenis, yakni gaya bahasa metafora, gaya bahasa perumpamaan, gaya bahasa personifikasi, dan gaya bahasa alegori. Jumlah gaya bahasa secara keseluruhan ada 36. Jumlah masing-masing keempat macam gaya bahasa tersebut terdapat empat gaya bahasa metafora, 11 gaya bahasa perumpamaan, 20 gaya bahasa personifikasi, dan satu gaya bahasa alegori. Kedua, makna yang n disampaikan melalui majas perbandingan sangat beragam karena tergantung konteksnya. Namun, pengarang menggunakan gaya bahasa personifikasi agar ceritanya lebih hidup dan berwarna sehingga pembaca lebih tertarik membaca ceritanya.

Penggunaan gaya bahasa perumpamaan merupakan upaya pengarang untuk memberikan kesan yang kuat antara dua hal yang dibandingkan agar pembaca dapat menangkap apa yang ingin digambarkan oleh pengarangnya. Penggunaan majas metafora merupakan upaya pengarang untuk menyamarkan maksud atas dasar pertimbangan agar orang-orang yang dimaksud tidak merasa tersinggung, tidak merasa dipermalukan atau direndahkan di depan umum. Penggunaan gaya bahasa alegori berujuan agar tidak menimbulkan kesan monoton bagi cerpen itu sendiri karena pembaca diajak untuk berimajinasi dan mengaitkan satu sama lain dari metafora-metafora yang berkelanjutan tersebut.


(6)

ix ABSTRACT

Puti, Paulina Sukmana. 2013. Comparison Figur of Speech in Short story collection entitled Mereka Bilang, Saya Monyet! by Djenar Maesa Ayu. A thesis. Language Education Study Program, Indonesian and Local Letters, Faculty of Education and Teacher Training, Sanata Dharma University Yogyakarta.

This research analyzes comparison figure of speech in the short story collection entitled Mereka Bilang, Saya Monyet!. The research is a library research in nature with the aim to describe the comparison figure of speech and its meanings in the short story collection entitled Mereka Bilang, Saya Monyet!. Write reading is techniques used in collecting the data.

There are some steps which are applied by the researcher in analyzing the data: (1) the data collected are listed by the researcher, (2) the data are classified based on certain criteria by the researcher, (3) the data are identified based on specific characteristics found from the collection of data, and (4) the result of the analyzed data is interpreted by the researcher, and (5) the result of the analyzed data is described by the researcher.

Based on the result of data and the interpretation done the researcher, there are two conclusions which are found: First, comparison figure of speech in “Mereka Bilang, Saya Monyet!” consists of four types: the metaphor figurative language, parable figurative language, personification figurative language, and allegory figurative language. The total amount of figurative languages as a whole is 36. In addition, the total amount for each figurative language is four metaphor figurative language, 11 parable figurative language, 20 personification figurative language, and one allegory. Second, the messages conveyed by the author by using comparison figure of speech are various depending on the contexts. However, the author used mostly the personification figurative language in order to make the story alive so that the readers will be willing to read the stories.

The use of parable is the author’s effort to create strong affection between two things compared in order to make the readers can be able to catch the intended meanings of the author. Next, the use of metaphor figurative language is the author’s effort to disguise the purpose of consideration for that person - the person in question did not feel offended, do not feel embarrassed or humiliated in public.The use of allegory is aimed to make the story more dynamics because the readers are guided to use their imaginations and to correlate each other based on the sustained metaphors.