4
sendiri. Bahwa sastra, memiliki sifat yang dinamis. Karena sastra, selalu berada dalam tegangan antara yang konvensional dan inovasional Teeuw, 2003
Selain itu, interpretasi subjek pembaca terhadap keposmodernan itu sebenarnya tak lain adalah lagi-lagi soal interpretasi. Sastra yang posmodern
menurut satu individu belum tentu posmodern bagi individu lainnya. Bukankah tidak ada kebenaran mutlak? Dan, bukankah posmodern sangat menjunjung tinggi
ketidakberadaan kebenaran yang mutlak itu? Bukankah posmodern sangat menghargai pluralitas makna sesuai latar sosial dan kultural yang mempengaruhi
para pembacanya dalam menyusun makna karya sastra itu? Sekali lagi, ini adalah soal interpretasi….
3. Wacana Posmodernisme dan Karakteristiknya
Bahasa memegang peranan yang penting. Bahasa merupakan cara mengalami dan memahai kenyataan tampil kepada kita. Melalui bahasa, kita
mentransformasikan dunia Sugiharto, 1996:99. Persoalan bahasa ini memang sangat menarik banyak pakar. Di antaranya adalah Jacques Derrida, tokoh
posstrukturalisme. Bertolak dari para pemikir strukturalisme, Derrida menggali kembali
kemungkinan “kekeliruan” yang telah dilakukan oleh kaum strukturalis yang memandang makna sebuah teks selalu objektif, bukan subjektif. Pada akhirnya,
Derrida menemukan bahwa representasi model map atau pemetaan yang objektif, yang pasti itu berubah ke arah collage meaning makna yang bersusun, beragam,
bersifat subjektif dan indifinitif Bressler, 1999:118. Difference inilah, yang ditekankan oleh Derrida. Bahwa keberagaman itu
hadir karena adanya latar belakang sosial-kultural-pemahaman dari berbagai subjek yang juga beragam, difference inilah satu-satunya keaslian makna Belsey,
2002:84. Difference memungkinkan kita untuk memahami satu sama lain. Pemikiran Derrida ini mengantarkan dunia pada cara berpikir yang disebut
posstrukturalis ada yang menamainya dekonstruksi, dan posmodernisme. Beberapa aspek pemikiran posmodernisme antara lain adalah: 1 kecenderungan
untuk mereduksi semua klaim kebenaran sampai level retorika, strategi narasi;
Click to buy NOW PD
w w
w .docu-track.
co m
Click to buy NOW PD
w w
w .docu-track.
co m
5
2 adanya konsep permainan bahasa; 3 terjadinya pergeseran ke arah sublim Sarup, 2003:267.
McHale menegaskan bahwa pergeseran dari yang modern ke posmodern ini antara lain ditandai dengan adanya pergeseran dari “yang dominan”. Atau, dari yang
epistemologis ke ontologis 1986:9. McHale kemudian memberikan pemaparan mengenai beberapa ciri dari fiksi yang posmodernis. Beberapa ciri di antaranya
adalah kebanalan, kenyataan yang ditandingkan dengan anakronisme kreatif, fantastis historis, sejarah apokrafis, konstruksi dunia antara yang terjadi dan yang
ada, hipertropi dan alegori, heteroglosia dan karnival lebih lengkap baca Postmodernist Fiction, McHale:1986. Metafiksi dalam historiografi ini membentuk
parodi yang menuju pada kaitan interteks antara “dunia” dan seni, memperebutkan batas-batas yang mulai mengabur dan sangat sulit untuk memisahkan keduanya
Hutcheon, 1988:127 McHale menambahkan bahwa dunia yang dibangun dalam sebuah teks pada
hakikatnya adalah sebuah intertekstualitas. Intertekstualitas itu sendiri disebabkan karena adanya perbedaan makna dan pengetahuan. Karenanya, teks tidak mungkin
hanya bermakna tunggal Bressler, 1999:129, melainkan memiliki kaitan intertekstualitas dengan teks yang lain. Makna teks sendiri hanya akan diperoleh jika
melihat hubungan keterkaitan dengan teks lainnya. Selain itu, makna sebuah teks bersifat ilusif, dinamis, dan berubah-ubah.
4. Djenar Maesa Ayu, Sastrawan Perempuan yang Posmodernis?