7
kajian karena kumpulan cerpen inilah yang paling banyak menyajikan ciri posmodern. Wacana posmodern itu antara lain terdapat dalam cerpen “Jangan
Main-main dengan Kelaminmu”, “Mandi Sabun Mandi”, “Moral”, “Menyusu Ayah”, “Cermin”, “Saya adalah Seorang Alkoholik”, “Staccato”, “Saya di Mata Sebagian
Orang”, “Penthouse 2601”, dan “Payudara Nai Nai”. Ciri posmodern cerpen-cerpen itu antara lain ditunjukkan dengan adanya ekses ekshibisionisme leksikal dan
pengulangan bunyi, permainan kebanalan; narasi yang berfantasi, parodi, dan pluralitas.
a. Ekses
Bentuk ekses yang sering dijumpai dalam kumpulan cerpen “Jangan Main- main dengan Kelaminmu” adalah ekshibisionis leksikal dan pengulangan bunyi-
bunyian. Djenar, seperti yang terlihat dalam beberapa cerpennya, “Jangan Main- main dengan Kelaminmu”, “Menyusu Ayah”, “Cermin”, “Saya Seorang Alkoholik”,
“Staccato”, “Saya di Mata Sebagian Orang” sangat kental akan ekshibisionis leksikalnya. Djenar mengulang-ulang kata untuk mendapatkan efek imaji dari
pengulangan kata-kata yang dipilihnya. Dalam “Jangan Main-main dengan Kelaminmu”, Djenar cukup mengulangi
kata-kata yang telah dia terakan pada masing-masing tokoh. Djenar cukup mengganti persona tokoh-tokohnya tanpa menyebutkan siapa yang berbicara.
Namun efek dari pengulangan kata yang beruntun ini sangat fantastis. Masing- masing bisa mengungkapkan apa yang dirasakan, dipikirkan, dilakukan si tokoh
dengan “hanya” melalui pengulangan kata-kata. Teknik seperti ini, belum pernah dilakukan oleh sastrawan lainnya. Djenar, berhasil menemukan inovasinya yang
brilian
Saya heran, selama lima tahun kami menjalin hubungan, tidak sekalipun terlintas di kepala saya tentang pernikahan. Tapi jika dikatakan hubungan kami main-
main, apalagi hanya sebatas hasrat seksual, dengan tegas saya akan menolak. Saya sangat tahu akan aturan main. Bagi pria semapan saya, hanya dibutuhkan
beberapa jam untuk main-main, mulai main mata hingga main kelamin. Berapa banyak main-main yang bisa saya lakukan selama lima tahun?
Saya heran, selama lima tahun mereka menjalin hubungan, tidak sekalipun terlintas di kepala mereka tentang pernikahan. Tapi jika dikatakan hubungan mereka
main-main, apalagi hanya sebatas hasrat seksual, dengan tegas mereka akan menolak. Mereka sangat tahu akan aturan main. Bagi mereka, hanya dibutuhkan
beberapa jam untuk main-main, mulai main mata hingga main kelamin. Berapa
Click to buy NOW PD
w w
w .docu-track.
co m
Click to buy NOW PD
w w
w .docu-track.
co m
8
banyak main-main yang bisa mereka lakukan selama lima tahun? “Jangan Main- main dengan Kelaminmu”, hlm.1-2
Djenar cukup mengganti kata saya dari pelaku peselingkuh pria menjadi kata ganti persona pertama maha tahu saya sahabat tokoh yang berselingkuh
untuk menceritakan konflik-perselingkuhan sahabat lelaki dan perempuannya Djenar menggunakan kata ganti mereka. Untuk menunjukkan bahwa yang sedang
mendapatkan giliran berbicara adalah tokoh perempuan yang berselingkuh, Djenar menggunakan kata ganti
bagi wanita secantik saya, hanya dibutuhkan waktu beberapa jam untuk main-main, mulai main mata hingga main kelamin
dst. Selebihnya, kata-kata yang digunakannya adalah sama. Untuk menunjukkan bahwa yang sedang
berbicara adalah isteri lelaki yang berselingkuh itu, Djenar menempatkan tokoh isteri itu sebagai orang maha tahu dengan menggunakan kata seperti
bagi pria dan wanita secantik mereka, hanya dibutuhkan beberapa jam untuk main-main, mulai main mata hingga
main kelamin
. Bentuk ekshibisionisme leksikal juga ditemui dalam cerpen berjudul
“Staccato” dan “Saya Seorang Alkoholik”. Dalam “Staccato”, Djenar menggunakan satu kata kadang frase atau kalimat pendek yang diulang-ulang –jika ada
semacam komentar dari “audiens” dalam cerpen itu. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat dalam kutipan berikut ini.
Malam hari. Party. Kafe. Live music. Tamu saling diperkenalkan. Makanan ringan. Obrolan ringan. Rokok. Whiskey. Tipsy. Laki-laki. Sensasi. Birahi. Yang mana?
Siapa? Malam hari. Party. Kafe. Live music. Tamu saling diperkenalkan. Makanan ringan. Obrolan ringan. Rokok. Whiskey. Tipsy. Ada yang menarik hati. Lempar
umpan. Buka pembicaraan. Humor ringan. Pura-pura geli lantas tergelak sambil menyentuh tangan sasaran. Umpan termakan. Konvensional amat sih? Konfliknya
mana? Malam hari. Party. Kafe. Live music. Tamu saling diperkenalkan. Makanan ringan. Obrolan ringan. Rokok. Whiskey. Tipsy. Ada yang menarik hati. Lempar
umpan. Buka pembicaraan. Humor ringan. Pura-pura geli lantas tergelak sambil menyentuh tangan sasaran. Umpan termakan. Tapi…saya sudah tidak sendiri lagi.
Saya istri. Punya suami. “Staccato”, hlm. 65
Kalimat pendek kadang hanya terdiri dari satu subjek, objek, predikat saja atau frase saja yang diulang-ulang itu terus dilakukan oleh Djenar. Tokoh dalam
cerpen itu seolah-olah “melakukan sesuatu”. Tapi, yang dilakukannya tak lain hanyalah seperti orang yang bergumam dan berimajinasi. Seolah-olah dia beranjak
dari dunianya, namun sebenarnya dia hanya berputar-putar dalam imajinasinya.
Click to buy NOW PD
w w
w .docu-track.
co m
Click to buy NOW PD
w w
w .docu-track.
co m
9
Namun, pengulangan kata yang dilakukan secara terus-menerus dan hanya ditambahi atau “bergerak alurnya” jika ada komentar dari “audiens dalam cerpen itu”
seolah-olah membawa pembaca pada sebuah alur, padahal tidak. “Alur” itu hanya ada dalam gumaman sang tokoh.
Eksperimen leksikal yang inovatif juga dilakukan oleh Djenar dalam cerpennya yang berjudul “Saya Seorang Alkoholik”. Dalam cerpen itu, Djenar
membalikkan semua peristiwa yang sudah dipaparkannya pada bagian awal cerpen itu. Cerita kembali dimundurkan –sesuai dengan urutan peristiwa yang dialami sang
tokoh. Kutipan berkut ini diambil pada bagian akhir cerpen, yang tak lain merupakan pengulangan peristiwa dan kata-kata yang terdapat dalam bagian awal cerpen.
Djenar, sekali lagi sangat berhasil dalam memainkan kata-kata.
Saya berjalan mundur melewati pertokoan. Pertokoan bergerak maju. Saya bergegas mundur. Saya berlari kecil mundur. Saya berlari mundur. Saya berlari
kencang mundur menuju sebuah gedung. Pintu gedung tertutup dan terbuka. Saya berlari mundur masuk. Pintu gedung tertutup. Saya berlari mundur sepanjang koridor
gedung. Saya berlari masuk ke sebuah ruangan. Saya berlari mundur menuju salah satu bangku kosong dari puluhan bangku yang diatur melingkar. “Saya Seorang
Alkoholik”, hlm 62
Dalam cerpen “Menyusu Ayah”, Djenar lebih memanfaatkan kalimat yang deklaratif. Seolah-olah, makna yang ingin disampaikan dalam cerpennya adalah
sebuah deklarasi belaka –pemberitahuan, yang terserah apakah akan dimasukkan dalam hati atau tidak; dipertimbangkan atau tidak; diperlukan atau tidak. Kalimat-
kalimat pendek itu tak lebih sekedar menjadi deklarasi dari dunia yang dilihat, dijalani dari kacamata tokoh aku --yang diceritakan menyusu ayahnya-lelaki, bukan
ibunya-perempuan. Djenar juga berkali-kali mengulang pernyataan:
Nama saya Nayla. Saya perempuan, tapi saya tidak lebih lemah dari laki-laki. Karena, saya tidak mengisap putting
payudara ibu saya. Saya mengisap penis ayah. Dan saya tidak menyedot air susu ibu. Saya menyedor air mani ayah
. Pengulangan satu paragraf itu dijumpai tiga kali: pada bagian awal, tengah, dan akhir cerpen. Apa yang menjadi efek daripadanya adalah,
adanya intensitas dari penekanan tokoh Nayla yang keadaannya tidak lebih lemah daripada laki-laki, karena dia menyusu penis ayah, bukan air susu ibu. Nayla
perempuan yang tidak lemah daripada laki-laki, karena dia menyedot air mani ayah
Click to buy NOW PD
w w
w .docu-track.
co m
Click to buy NOW PD
w w
w .docu-track.
co m
10
Dalam cerpen “Cermin”, Djenar mengulang-ulang kata putrinya untuk menguatkan gambaran perasaan seorang ibu yang kehilangan anaknya.
Sebelum putrinya ditemukan satpam sebuah hotel berbintang lima dengan kondisi sangat mengenaskan setelah terjun dari lantai dua puluh tiga –putrinya yang manis,
putrinya yang pendiam, putrinya yang penurut, putrinya yang tak bermasalah, putri yang sangat dibanggakan, putri yang sangat diharapkan, putri yang diberi nama
Puteri ketika lahir dengan harapan kehidupannya elak bak putri-putri, damai, sejahtera, bahagia dan berlimpah cinta. “Cermin”, hlm. 45-46
Cerita dalam cerpen ini seolah-olah menjadi kabur, terutama ketika tokoh ibu berlama-lama menatap cermin pemberian putrinya sebelum bunuh diri dengan
kondisi dirinya yang tiba-tiba sudah dalam proses bunuh diri: meloncat dari lantai gedung ke dua puluh tiga dan menatap dirinya di kaca-kaca jendela gedung yang
dilaluinya. Cerita dalam cerpen ini “bermain-main” dalam imajinasi tokoh ibu. Hingga, pada akibatnya batas dunia “yang ada dalam kepala ibu” dengan “realitas dunia”
menjadi kabur. Tokoh ibu berkali-kali masuk dan keluar dari dunia yang satu ke dunia yang lainnya. Hingga pada akhirnya, hidup tokoh ibu itu berakhir tragis seperti
anaknya. Pengulangan bunyi vocal i dalam “Staccato” memberikan efek asonansi
yang cukup efektif. Teks-teks itu menyajikan sebuah semangat yang dinamis dan menggebu-gebu, sesuai dengan isi teks –meski pada akhir cerpen ini diceritakan
suami si tokoh tetap tak bergeming untuk menyentuhnya; setidaknya kedinamisan tokoh aku ini tetap terpelihara.
Kopi. Roti. Lari pagi. Gosok gigi. Mandi. Wangi. Berahi. Rebah di sebelah suami. Kecup kedua mata dan pipi. Berbisik manja minta disetubuhi. Matanya terbuka lantas
terpejam lagi. Ia berbalik badan membelakangi. Kesal, tapi dinetralisir kembali. Lagi, ciuman dihujani. Perlahan tapi pasti. Pakaian mulai dilucuti. Hingga polos dari ujung
kepala sampai ujung kaki. Suami tetap tidur tidak ereksi. Tiba-tiba ingat wejangan teman kalau laki-laki suka penisnya dijilati. Tarik napas panjang, beranikan diri.
Kalau pesing? Tak masalah yang penting barangnya berdiri. “Staccato”, hlm. 71
Ekshibisionisme leksikal, terutama pada pengulangan kata-kata kunci dalam cerpen “Saya di Mata Sebagian Orang” –seperti munafik, pembual, sok gagah, sakit
jiwa, dan murahan— banyak dilakukan Djenar. Pada mulanya, kata-kata itu merupakan tuduhan yang dilemparkan oleh “sebagian banyak orang” kepada tokoh
aku. Selanjutnya, kata-kata kunci itu dimanfaatkan sebagai penegasi dari tuduhan-
Click to buy NOW PD
w w
w .docu-track.
co m
Click to buy NOW PD
w w
w .docu-track.
co m
11
tuduhan yang dilayangkan sebagian orang kepada tokoh aku. Lagi-lagi, Djenar bermain dengan pengulangan kata-kata. Kutipan berikut ini dapat menggambarkan
fungsi pengulangan kata-kata kunci yang terdapat dalam cerpen “Saya di Mata Sebagian Orang”.
Sebagian orang menganggap saya munafik. Sebagian lagi menganggap saya pembual. Sebagian lagi menganggap saya sok gagah. Sebagian lagi
menganggap saya sakit jiwa. Sebagian lagi mengaggap saya murahan Padahal saya tida pernah merasa munafik. Tidak pernah merasa membual.
Tidak pernah merasa sok gagah. Tidak pernah merasa sakit jiwa. Tidak pernah merasa murahan “Saya di Mata Sebagian Orang”, hlm. 73
b. Permainan kebanalan; narasi yang berfantasi