BAHAN DAN CARA PENELITIAN

BAHAN DAN CARA PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif tahun anggaran 2006 antara lain : dengan metode wawancara mendalam. Penelitian 1. Kemampuan perencanaan/proses RASK, yang dilaksanakan di Kota Mempawah sebagai pusat

terdiri dari variabel: komitmen daerah, pelayanan administratif dan Ibukota Kabupaten

kemampuan advokasi, keseimbangan alokasi Pontianak selama satu bulan yaitu dimulai pada awal

antara mata anggaran, skala prioritas masalah bulan April sampai dengan awal bulan Mei 2006.

kesehatan, intervensi program. Informan berjumlah 6 orang yang terdiri dari 2 2. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

orang dari tim anggaran eksekutif (BPKD dan 3. Dana perimbangan BAPPEDA), 1 orang dari panitia anggaran legislatif 4. Lain-lain pendapatan yang sah (DPRD) dan 3 orang dari instansi pengusul (2 orang 5. Informasi alur pembiayaan

dari Dinas Kesehatan dan 1 orang dari RSUD dr.Rubini). Informan dari tim anggaran eksekutif

Perencanaan yang dilakukan di Kabupaten berasal dari instansi BPKD yang merupakan Pontianak mengacu kepada Keputusan Menteri

sekretaris tim dan dari instansi BAPPEDA adalah Dalam Negeri No. 29/2002, melalui proses buttom anggota tim bidang operasional pemeliharaan dan up planning pada Musyawarah Rencana belanja modal.

Pengembangan (Musrenbang) dari tingkat desa, Pengumpulan data terbagi menjadi dua, yaitu kecamatan sampai tingkat kabupaten. Perencanaan

data primer yang diperoleh melalui wawancara terdokumentasi ke dalam Rencana Anggaran Satuan mendalam dan data sekunder yang diperoleh dari Kerja (RASK) yang diajukan oleh setiap instansi DPRD, BPKD, kantor dinas kesehatan, RSUD dan termasuk dinas kesehatan dan RSUD sebagai sektor kantor Bappeda untuk mendapatkan dokumen utama kesehatan. daerah yang berkaitan dengan penelitan. Data yang

Hasil wawancara mendalam kepada para telah dikumpulkan diverifikasi dan dianalisis informan dari tim anggaran eksekutif dan panitia menggunakan metode triangulasi.

anggaran legislatif menjelaskan bahwa perencanaan

136 l Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 09, No. 3 September 2006

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

yang diusulkan oleh dinas kesehatan dan RSUD diketahui besaran alokasinya, kemudian baru bulan dinilai baik karena telah sesuai dengan Kebijakan November dimasukkan setelah pagu DAK Non-DR Umum Anggaran (KUA), serta dokumen keluar, sehingga tidak terdokumentasi dalam RASK perencanaan lainnya, sehingga delapan program tetapi tercatat pada dokumen rencana definitif DAK yang ada pada RASK diakomodir semuanya ke Non-DR bidang kesehatan dan langsung di dalam DASK.

masukkan ke dalam DASK. Implikasi belanja modal Pada penelitian yang dilakukan Dharmawan 11 harus diimbangi dengan biaya operasional dan

menyatakan bahwa pada tingkat pemberian besaran pemeliharaan, sehingga pada kedua item ini juga nominal rupiah yang diperlukan dipengaruhi oleh nominalnya berubah menjadi lebih besar. RASK dinas kesehatan sebagai satu-satunya

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sumber informasi yang dapat memberikan besaran kemampuan perencanaan mempengaruhi pengalokasian APBD.

pembiayaan kesehatan daerah yang bersumber Rencana Anggaran Satuan Kerja (RASK) pada APBD. Dengan adanya pagu sementara dari merupakan informasi perencanaan anggaran tim anggaran menciptakan tantangan tersendiri bagi terdokumentasi secara jelas dan tegas yang tim perencanaan dari instansi pengusul agar dalam menyatakan nominal anggaran, sumber anggaran, membuat perencanaan dapat mengakomodasi azas fungsi anggaran dan pelaksana anggaran. Penetapan kewajaran dan kesesuaian antara dokumen jumlah anggaran di Kabupaten Pontianak perencanaan yang dimulai dari KUA, melihat skala berdasarkan history budgeting yaitu jumlah anggaran prioritas, pagu, aspirasi masyarakat dan visi misi tahun lalu ditambah 10%, namun tidak ada pagu daerah maupun pusat tentang kesehatan serta dana yang ditetapkan secara pasti artinya anggaran mengantisipasi alokasi dana dari DAK. Kemampuan dibuat pagu sementara melalui history budgeting perencanaan dalam hal ini proses RASK dikontribusi tadi. Peran pimpinan dalam proses perencanaan juga oleh beberapa variabel yaitu: komitmen daerah, menjadi hal yang patut diperhatikan karena kemampuan advokasi, prioritas masalah, intervensi kepemimpinan dapat memberi motivasi dan masalah dan keseimbangan antara mata anggaran. kepercayaan. Pemimpin yang benar-benar

Hubungan komitmen daerah dengan menguasai bidangnya akan sangat membantu kemampuan perencanaan / proses RASK ini bahwa proses perencanaan karena apapun yang diusulkan komitmen daerah merupakan bentuk pernyataan para oleh instansinya dia mengerti seberapa besar dan pengambil kebijakan dalam menentukan proporsi pentingnya masalah tersebut, sehingga ketika anggaran, sehingga dengan diketahuinya proporsi mempertahankan kegiatan yang akan dihapus oleh tersebut nilai nominal atau besaran RASK akan tim anggaran dapat melakukan pembelaan dengan dapat diketahui oleh instansi pengusul. memberi alasan yang tepat atau dengan kata lain

Hubungan kemampuan advokasi dengan proses dapat memberikan justifikasi dan disinilah peran RASK dapat dijelaskan bahwa advokasi yang advokasi bermain.

dilakukan adalah kegiatan “follow up” dari instansi Tidak menutup kemungkinan perencanaan yang pengusul terhadap komitmen daerah yang ada baik akan memperoleh anggaran lebih besar jika sehingga besaran RASK akan bertambah jika dianggap kegiatan atau program yang diusulkan advokasi yang dilakukan diterima para pengambil merupakan sesuatu yang mendesak, sesuai kondisi kebijakan sebagai sesuatu yang mendesak dan dan keadaan terakhir sebelum anggaran disahkan berdampak luas terhadap masyarakat. oleh DPRD.

Hubungan prioritas masalah dengan besaran Hasil telaah dokumen menjelaskan bahwa RASK dijelaskan bahwa semakin banyak program nominal DASK ternyata lebih besar dari RASK, prioritas yang tertuang di dalam RASK semakin namun tidak dapat dikatakan perencanaan yang besar nominal RASK yang diusulkan. Demikian juga disusun dan terdokumentasi dalam RASK oleh dengan intervensi masalah, ketika penentuan instansi pengusul dalam hal ini dinas kesehatan dan prioritas masalah terjadi diikuti dengan tindakan RSUD telah baik. Besarnya nominal DASK dapat intervensi, sehingga banyaknya intervensi yang disebabkan adanya kenaikan gaji, tunjangan, dilakukan akan menambah nominal usulan dalam berkala, penambahan Calon Pegawai Negeri Sipil dokumen RASK. (CPNS) baru kemudian penyesuaian biaya

Keseimbangan antara mata anggaran perjalanan dinas akibat kenaikan BBM, dan belanja dimaksudkan bahwa setiap adanya investasi maka modal yang dibiayai dari Dana Alokasi Khusus Non- biaya operasional dan pemeliharaan harus disiapkan Dana Reboisasi (DAK Non-DR) yang pada saat dan hal ini tertuang dalam dokumen perencanaan penyusunan RASK (September 2005) belum yang pada RASK akan diklasifikasi menurut mata

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 09, No. 3 September 2006 l 137

Tisa Harmana, dkk.: Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembiayaan Kesehatan Daerah

anggaran masing-masing, berikut dapat dijelaskan Teori yang dikemukakan oleh Dunn 12 bahwa variabel-variabel tersebut:

kebijakan publik merupakan hasil-hasil keputusan eksekutif sebagai respon terhadap lingkungannya,

sehingga peneliti berpendapat bahwa kebijakan Dari hasil wawancara mendalam, semua publik yang dihasilkan oleh Pemerintah Daerah informan menyatakan setuju bahwa Pemerintah Kabupaten Pontianak dalam hal ini komitmen daerah Daerah Kabupaten Pontianak baik lembaga legislatif terhadap keputusan sektor kesehatan telah sesuai dan eksekutifnya memiliki komitmen yang baik dengan peraturan perundangan yang berlaku dan teori kepada sektor kesehatan. Hal ini juga ditunjukkan yang ada. dari hasil telaah dan olahan dokumen data sekunder

a. Komitmen Daerah

Penelitian lain juga mengatakan bahwa yang menghasilkan proporsi alokasi APBD yang komitmen daerah menjadi salah satu faktor penentu

memiliki tren meningkat dari tahun ke tahun, khusus dalam pembiayaan kesehatan, hal ini dikemukakan untuk tahun 2006 sebesar 7,71% dari total APBD oleh beberapa peneliti antara lain Gani 13 Irwansyah 7 , jika hanya dihitung dari dinas kesehatan dan RSUD Lestari 9 , dan Vollini 8 . Departemen Kesehatan RI 2 juga namun secara agregat pembiayaan kesehatan menyatakan bahwa salah satu faktor yang daerah termasuk instansi di luar Dinas Kesehatan menentukan kecukupan alokasi anggaran kesehatan dan RSUD adalah sebesar 8,99% dari total APBD di daerah adalah skala prioritas bidang kesehatan dan menduduki urutan ketiga dalam jumlah anggaran di mata para pimpinan daerah dalam hal ini yang dialokasikan.

komitmen daerah.

Akan tetapi, meski kesehatan berada di urutan ketiga setelah pendidikan dan infrastruktur namun

kesenjangannya sangat jauh yaitu 36,36% untuk b. Advokasi

Hasil wawancara mendalam kepada informan Dinas Pendidikan dan 23,35% untuk Dinas PU (infrastruktur) jika dibanding total pembiayaan menunjukkan adanya pengaruh kemampuan

kesehatan yang hanya 8,99%, maka sebenarnya advokasi yang dilakukan instansi pengusul terhadap Pemerintah Daerah dan DPRD Kabupaten Pontianak besaran alokasi dana khususnya bidang kesehatan belum mewujudkan komitmen secara nyata dalam seperti diungkapkan oleh tiga orang informan, namun bentuk besaran anggaran.

ada tanggapan dari informan lain bahwa tidak ada Komitmen daerah Pemerintah Kabupaten intervensi dan belum tentu terjadi perubahan namun

Pontianak memberikan pengaruh kepada hal itu masih dimungkinkan. 11 pembiayaan kesehatan daerah yang bersumber

Menurut Dharmawan perlu adanya advokasi pada APBD kabupaten, karena pernyataan atau kepada aparat pemerintah baik dimulai dari tingkat

komitmen yang ada baik secara tertulis maupun tidak desa, kecamatan sampai dengan DPRD agar tertulis menjadi sebuah kebijakan publik bahwa kesadaran akan kebutuhan pembangunan kesehatan kebijakan yang diambil telah melalui tahapan- 2 meningkat. Departemen Kesehatan RI juga tahapan tertentu dengan mengacu kepada menyebutkan kemampuan advokasi dinas Kepmendagri No. 29/2002, sehingga keputusan atau kesehatan berpengaruh terhadap pembiayaan keluarannya merupakan kesepakatan bersama kesehatan. antara eksekutif dan legislatif. Keputusan ini akan

mengakomodasi seberapa besar proporsi c. Skala prioritas masalah

pembiayaan kesehatan yang akan dialokasikan Hasil penelitian menyebutkan bahwa penentuan melalui APBD kabupaten.

skala prioritas masalah kesehatan di Kabupaten Keputusan bersama ini disampaikan dalam KUA Pontianak khususnya dari instansi pengusul baik yang ditanda tangani Bupati dan Ketua DPRD, Dinas Kesehatan dan RSUD adalah berdasarkan sehingga menjadi sebuah kebijakan publik yang Standar Pelayanan Minimal (SPM), Rencana tertuang dalam nota kesepakatan antara Bupati Strategi (Renstra) dan hasil Musrenbang. Standar Pontianak dengan DPRD Kabupaten Pontianak. Pelayanan Minimal (SPM) dijadikan dasar penentuan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) ini tidak terlepas skala prioritas karena merupakan cara untuk dari dokumen perencanaan daerah yaitu Rencana menjamin dan mendukung kewenangan untuk Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), juga penyelenggaraan pelayanan oleh daerah, juga memperhatikan aspirasi masyarakat yang dihasilkan sekaligus merupakan akuntabilitas daerah. dari proses musrenbang dari tingkat desa sampai Penetapan standar pelayanan minimal daerah harus dengan tingkat kabupaten.

mengacu kepada indikator-indikator pelayanan mini- mal yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.

138 l Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 09, No. 3 September 2006

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

Renstra juga dijadikan acuan karena skala pengawasan obat dan makanan, penyehatan prioritas yang ada harus dapat mendukung visi dan lingkungan pemukiman, penyediaan dan pengelolaan misi dari pemerintah daerah, sehingga kesesuaian air bersih dan diklat aparatur negara. antara skala prioritas dengan rencana strategis

Program pelayanan kesehatan masyarakat menjadi penting agar tercapai tujuan yang mendapat porsi paling besar yaitu 43,19%. Hal dikehendaki yaitu mewujudkan “Kabupaten tersebut dikarenakan kegiatan yang ada pada Pontianak Sehat 2008”.

program ini merupakan kegiatan operasional Hasil Musrenbang juga menjadi acuan karena terbesar yang ada di Dinas Kesehatan kemudian merupakan wujud dari perencanaan dengan dari kegiatan investasi yang merupakan penunjang melibatkan aspirasi masyarakat sesuai dengan yang pelayanan kesehatan masyarakat berupa diatur dalam Kepmendagri No. 29/2004 sekaligus pengadaan obat, alat kesehatan serta pembangunan hakekat dari desentralisasi yaitu peran serta dan rehab puskesmas, pustu dan polindes terdapat masyarakat dalam pembangunan.

pada program ini. Hal ini dirasakan sudah cukup Hasil dari penentuan program prioritas akan sesuai dengan UU No. 32/2004 Pasal 22 bahwa dituangkan ke dalam RASK, sehingga RASK dalam menyelenggarakan otonomi, daerah merupakan dokumentasi yang penting dalam mempunyai kewajiban meningkatkan kualitas mengakomodasi program-program yang kehidupan masyarakat. diprioritaskan dan nantinya akan menentukan

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa intervensi serta besaran alokasi pada APBD.

intervensi yang sesuai dengan skala prioritas Gani 14 menyatakan program-program kesehatan masalah akan mempengaruhi pembiayaan yang dilaksanakan berkembang atas dasar daftar kesehatan daerah yang bersumber dari APBD masalah kesehatan yang ada. Dalam keadaan Kabupaten Pontianak, semakin banyak program pembiayaan yang sangat terbatas, penting sekali yang dipilih untuk diintervensi yang terdokumentasi untuk menetapkan prioritas masalah. Pelaksanaan dalam RASK menyebabkan besaran alokasi RASK program secara menyeluruh, minimal berdasarkan akan bertambah, sehingga akhirnya alokasi APBD kewenangan wajib dan standar pelayanan minimal semakin besar yang diserap, tetapi hal ini juga menyebabkan pembiayaan yang terbatas harus menimbulkan tantangan baru untuk menciptakan dapat mengakomodir program-program kesehatan intervensi yang “ cost effective”. tersebut, namun tidak cukup untuk membuat pro-

gram-program kesehatan efektif dalam mencapai e. Keseimbangan Antara Mata Anggaran

tujuan pembangunan kesehatan. Menurut informan, keseimbangan antara mata anggaran bukan merupakan pembagian proporsi

sama rata pada setiap jenis mata anggaran, Menurut informan bahwa dalam menetapkan melainkan terpenuhinya pembiayaan pada setiap intervensi program harus berpedoman pada renstra, mata anggaran berdasarkan KUA dan skala prioritas, aspirasi masyarakat, serta standar pelayanan mini- jika pada KUA dan skala prioritas mementingkan mal bidang kesehatan. Intervensi ini merupakan perbaikan sarana dan prasarana kesehatan maka penjabaran dari skala prioritas yang ada. Telaah belanja modal akan menjadi lebih besar dan belanja dokumen RASK menghasilkan ada 8 program dan operasional pemeliharaan menjadi penunjangnya.

d. Intervensi Program

23 kegiatan kesehatan yang dilakukan oleh Dinas Hasil pengolahan data sekunder dengan format Kesehatan.

District Health Account (DHA) menghasilkan alokasi Program yang ada jika mengacu pada sistem terbesar pada Belanja Administrasi Umum (BAU)

district health account menjadi 9 program dari 19 sebesar 49,40% dan terkecil pada belanja modal program yang telah ditentukan pemerintah pusat, (BM) sebesar 21,79%. Besarnya alokasi pada BAU walaupun dari segi jumlah program lebih sedikit dari dikarenakan akumulasi dari belanja publik yang ditentukan namun Pemerintah Daerah Rp1,034,820,000,00 dan belanja aparatur Kabupaten Pontianak khususnya, Dinas Kesehatan Rp22,449,437,000,00 yang terdiri dari gaji dan telah menyelaraskan arahan dari pusat dan tunjangan pegawai. Belanja modal hanya kebutuhan pelayanan kesehatan di daerah.

dialokasikan pada belanja publik saja yaitu sebesar Program yang dilaksanakan di Kabupaten Rp10,357,550,000,00 dan tidak ada alokasi pada Pontianak antara lain penyuluhan kesehatan, belanja aparatur, selain itu besarnya BAU juga bisa pelayanan kesehatan rujukan rumah sakit, disebabkan acuan perencanaan terhadap KUA Dinas pelayanan kesehatan masyarakat, pencegahan dan Kesehatan poin (1) pemerataan dan peningkatan pemberantasan penyakit, perbaikan gizi, kualitas pelayanan kesehatan dasar yang berisikan

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 09, No. 3 September 2006 l 139

Tisa Harmana, dkk.: Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembiayaan Kesehatan Daerah

kegiatan administrasi proyek, gaji/upah, barang habis dalam pelaksanaan kegiatan tersebut diperlukan pakai dari dua instansi yaitu dinas kesehatan dan pembiayaan yang termasuk dalam belanja RSUD.

operasional dan juga dimungkinkan untuk Peningkatan biaya investasi yang diikuti adanya pembiayaan kelompok belanja pemeliharaan. Jadi biaya operasional dan pemeliharaan sehingga jumlah keseimbangan antara mata anggaran sangat BOP tidak jauh berbeda dengan proporsi BM, BOP dipengaruhi oleh KUA dan tertuang dalam skala yang dialokasikan pada APBD untuk pembiayaan prioritas dan akan mempengaruhi jumlah pembiayaan kesehatan sebesar 28,82% atau hanya 7,03% kesehatan yang dituangkan dalam dokumen selisihnya dengan BM. Hal ini akan memberikan perencanaan (RASK). dampak meningkatnya jumlah alokasi anggaran pada

APBD dan tidak terlepas dari skala prioritas, serta 3. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

KUA dari instansi pengusul baik dinas kesehatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah dan RSUD.

satu sumber pendapatan dalam APBD sesuai Jika menelaah dokumen KUA dapat disimpulkan dengan UU No. 33/2004. Berdasarkan sumber bahwa BM dan BOP yang dianggarkan memang pendapatan porsi terbesar penyumbang pembiayaan mengacu kepada KUA dinas kesehatan dan KUA kesehatan Kabupaten Pontianak adalah Dana RSUD, pada KUA dinas kesehatan poin (2) Alokasi Umum (DAU), sementara pada PAD tidak Peningkatan jumlah jaringan dan kualitas fasilitas memberikan kontribusi kepada kegiatan kesehatan, kesehatan dan pada KUA RSUD poin (1) peningkatan sehingga PAD menurut salah seorang informan dan pemeliharaan sarana dan prasarana rumah sakit, memang tidak berpengaruh terhadap pembiayaan poin (2) peningkatan dan pemeliharaan sarana dan kesehatan karena pemda tidak menerapkan setoran prasarana nonmedik penunjang, memberikan PAD berbanding dengan pembiayaan. Tabel 2 implikasi setiap adanya peningkatan selalu diikuti menunjukkan pembiayaan kesehatan daerah pemeliharaan.

berdasarkan sumber pendapatan. Perencanaan dan manajemen anggaran investasi biasanya terpisah dari perencanaan dan

Tabel 2. Pembiayaan Kesehatan Daerah Berdasarkan

manajemen anggaran operasional dan pemeliharaan. Sumber Pendapatan Dalam melakukan investasi sering implikasi biaya

Sumber Dana Sesuai UU

Jumlah

operasional dan biaya pemeliharaan investasi

No.33/2004

% (ribuan Rp)

tersebut tidak diperhitungkan, akibatnya banyak

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

investasi yang tidak dapat berjalan dengan baik. Oleh

2. Dana Perimbangan :

sebab itu, setiap perencanaan investasi harus selalu

a. DAU

b. DAK Non-DR :

disertai dengan perhitungan implikasi biaya

- DAK Bidang Kesehatan 7.738.575 14,41

operasional dan pemeliharaan yang diperlukan. 14 - DAK Bidang Lingkungan

Di Kabupaten Pontianak, setiap perencanaan

Hidup

- DAK Bidang Infrastruktur 1.560.000 belanja modal selalu diikuti dengan operasional 3,28

3. Lain-lain pendapatan yang sah

pemeliharaan, sehingga harapan dari pernyataan

bantuan dari Pemerintah Pusat

Gani 14 telah sesuai dengan kenyataan yang ada di

Kabupaten Pontianak. Hal ini disebabkan perencana

Total :

di instansi pengusul baik dinas kesehatan dan RSUD telah memahami jika mengalokasikan dana untuk belanja modal perlu juga mengikutsertakan alokasi

Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten belanja operasional pemeliharaan.

Pontianak khususnya yang berasal dari kesehatan Perencanaan dengan sistem anggaran berbasis relatif kecil, sebaliknya dana perimbangan yang

kinerja dituntut kehandalan perencana dalam terdiri dari DAU, serta DAK sangat besar porsinya. membuat perencanaan suatu kegiatan yang Kecilnya PAD yang dimiliki oleh Kabupaten comprehenshif dengan memperhatikan ketentuan- Pontianak hanya 4,07% dari total pendapatan APBD. ketentuan yang sesuai dengan kegiatan tersebut, Menurut peneliti, hal ini dapat disebabkan belum karena hal ini akan berpengaruh kepada tergalinya potensi PAD yang riil dimiliki daerah dan keseimbangan mata anggaran. Seperti dalam belum optimalnya pengelolaan kekayaan daerah, anggaran kesehatan yang bersumber dari DAK, sehingga PAD ini tidak memberikan pengaruh yang perencana harus memahami kekhususan pendanaan berarti kepada pembiayaan kesehatan daerah tersebut, yaitu dialokasikan untuk kegiatan yang karena sistem keuangan di daerah tidak menganut termasuk dalam kelompok belanja modal, tetapi proporsi anggaran berdasarkan setoran PAD tetapi

140 l Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 09, No. 3 September 2006

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

anggaran berbasis kinerja sesuai Kepmendagri No. dari Penerimaan Dalam Negeri yang ditetapkan 29/2002.

dalam APBN. Pendapatan Asli Daerah (PAU) untuk Seperti penelitian yang dilakukan oleh Lestari 9 daerah provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan

bahwa PAD menjadi penyumbang terbesar dalam masing-masing sebesar 10% dan 90%. 1 Pendapatan pembiayaan kesehatan di Tangerang tahun 2003 Asli Daerah (PAU) ini sebenarnya dimaksudkan yaitu sebesar Rp39.377.231.000,00 dari total untuk menjaga pemerataan dan perimbangan pembiayaan sebesar Rp80.960.838.900,00 atau keuangan antar daerah, menjaga agar tidak terlalu 48,64% sehingga PAD sangat mempengaruhi besar fiscal gap yang terjadi. Fiscal gap didapat dari pembiayaan di Tangerang pada tahun 2003.

formulasi fiscal needs dibandingkan dengan fiscal Jika membandingkan PAD Kabupaten capacity. Pontianak yang kecil dengan Kabupaten Tangerang,

Dana Alokasi Khusus (DAK) seperti yang terlihat karena Kabupaten Tangerang merupakan daerah pada Tabel 2 menunjukkan alokasi DAK adalah pinggiran ibu kota Indonesia yang banyak dijadikan sebesar 18,34% dari total pembiayaan kesehatan kawasan industri, perdagangan dengan mobilisasi daerah, sumber DAK tidak saja berasal dari DAK penduduk yang tinggi serta memiliki objek pajak yang Non-DR bidang Kesehatan, tetapi juga berasal dari banyak, sedangkan Kabupaten Pontianak masih DAK Non-DR bidang Lingkungan Hidup dan DAK didominasi pertanian dan perikanan, serta Non-DR Infrastruktur. Hal ini dapat menjadi salah satu menyisakan sedikit sumber daya alam berupa hutan sumber untuk peningkatan pembiayaan kesehatan, yang sudah “gundul” sehingga secara agregat namun untuk DAK Non-DR bidang kesehatan daerah menyebabkan PAD yang ada masih kecil.

masih perlu menyampaikan usulan dan data awal Melihat jumlah PAD yang relatif kecil jika agar pada perhitungan formulasi penentuan alokasi dibandingkan dengan dana perimbangan sebagai DAK melalui kriteria umum, kriteria khusus dan sumber pendapatan APBD, maka dapat dikatakan kriteria teknis dapat maksimal. Hal ini karena bahwa PAD belum mempengaruhi pembiayaan walaupun pemerintah pusat telah memiliki formula kesehatan di Kabupaten Pontianak, selain itu PAD tertentu dalam penetapannya daerah juga harus pro dari sektor kesehatan yang dihasilkan dari retribusi aktif untuk memperoleh dana tersebut di pusat. kesehatan yang disetorkan ke pemda memang

Seperti penelitian yang dilakukan oleh Sariasih 15 dikembalikan kepada instansi bersangkutan yang menyatakan bahwa ada hubungan antara sebanyak 60% dari total setoran tetapi uang variabel fiskal, status wilayah, status kesehatan pengembalian dialokasikan dari DAU dalam bentuk akses air bersih, akses pelayanan kesehatan dan uang lembur dan kompensasi pelayanan kesehatan. ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dengan

besaran alokasi DAK Non-DR pada tahun 2005

melalui kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria Hasil penelitian melalui telaah dan olahan data teknis. sekunder menunjukkan bahwa dana perimbangan

4. Dana Perimbangan

Dana perimbangan menentukan besar kecilnya menjadi sumber pendapatan yang paling besar alokasi untuk pembiayaan kesehatan di Kabupaten memberikan kontribusi terhadap pembiayaan Pontianak. Semakin besar dana perimbangan kesehatan daerah Kabupaten Pontianak yang khususnya DAU maka semestinya semakin besar bersumber pada APBD tahun anggaran 2006 yaitu pula alokasi kesehatan. sebesar 92,14%. Wawancara mendalam kepada

para informan juga menyatakan bahwa sumber 5. Lain-Lain Pendapatan Yang Sah

pendapatan terbesar dari DAU yang merupakan salah Hasil penelitian menunjukkan bahwa item lain- satu bagian dari dana perimbangan.

lain pendapatan yang sah sesuai struktur APBD Besarnya kontribusi dana perimbangan terhadap menurut UU No. 33/2004 memberikan kontribusi pembiayaan kesehatan daerah Kabupaten sebesar 7,86% dari total pembiayaan kesehatan Pontianak tahun anggaran 2006 disebabkan jumlah daerah Kabupaten Pontianak bersumber pada APBD pendapatan pada APBD sesuai struktur APBD yang tahun anggaran 2006. diatur UU No. 33/2004 menghasilkan dana

Pendapatan tersebut didapat dari dana hibah perimbangan memberikan kontribusi terbesar yaitu pemerintah pusat kepada daerah dalam bentuk 94,71% dari total APBD Kabupaten Pontianak tahun proyek pengembangan sumber daya kesehatan atau anggaran 2006 dengan DAU sebagai sumber HWS. Kegiatan HWS ini berlangsung selama lima pendapatan terbesar.

tahun dimulai dari tahun 2004 sampai dengan tahun Dana Alokasi Umum (DAU) yang diberikan 2008, diharapkan setelah kegiatan HWS ini selesai kepada daerah ditetapkan sekurang-kurangnya 25% pemerintah daerah dapat mengalokasi dana APBD

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 09, No. 3 September 2006 l 141

Tisa Harmana, dkk.: Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembiayaan Kesehatan Daerah

sebesar 15% sesuai dengan kesepakatan Pembiayaan kesehatan Kabupaten Pontianak pertemuan nasional Bupati dan Walikota se- tahun 2006 terdiri dari dua kelompok yaitu, kelompok Indonesia dalam rangka desentralisasi di bidang belanja aparatur sebesar Rp22,449,437,000,00 atau kesehatan yang diadakan pada tanggal 28 Juli 2000 47,22% dan kelompok belanja pelayanan publik yang menyatakan bahwa secara bertahap proporsi sebesar Rp25,093,105,000,00 atau 52,78%. anggaran kesehatan akan ditingkatkan sehingga Pembiayaan untuk belanja pelayanan publik hampir sesuai dengan kebutuhan standar Badan Kesehatan berimbang dengan belanja aparatur sehingga tujuan Dunia (WHO) yaitu minimal 5% dari Product dari desentralisasi, prioritas pembangunan daerah Domestic Regional Bruto (PDRB) atau setara dengan dan berdasarkan visi pembangunan kesehatan minimal 15% dari APBD.

Kabupaten Pontianak, serta adanya paradigma baru Struktur pendapatan APBD sesuai UU No.33/ dari perubahan sistem anggaran pada era 2004 yang terdiri dari PAD, dana perimbangan dan desentralisasi yaitu APBD harus berorientasi pada lain-lain pendapatan yang sah secara agregat kepentingan publik belum tercapai dengan optimal. menjadi sumber pembiayaan kesehatan daerah,

Kesepakatan pertemuan nasional Bupati dan walaupun secara fakta di lapangan PAD belum Walikota se-Indonesia dalam rangka desentralisasi mempengaruhi pembiayaan kesehatan di Kabupaten di bidang kesehatan yang diadakan pada tanggal Pontianak.

28 Juli 2000 menyatakan bahwa secara bertahap Pemerintah daerah dalam otonomi mempunyai proporsi anggaran kesehatan akan ditingkatkan empat sumber pendapatan untuk membiayai sehingga sesuai dengan kebutuhan standar WHO kegiatan yaitu: (1) alokasi dari pusat dalam bentuk yaitu minimal 5% dari PDRB atau setara dengan DAU dan DAK, (2) anggaran perimbangan atau bagi minimal 15% dari APBD. hasil yang diperoleh dari pertambangan, migas, hasil

Hasil wawancara mendalam diketahui bahwa hutan dan perikanan, (3) pendapatan dari pajak dan sektor kesehatan merupakan sektor prioritas dalam retribusi, dan (4) pinjaman dalam negeri dan luar pembangunan Kabupaten Pontianak setelah

negeri. Azwar 16 mengatakan jumlah dana yang pendidikan dan infrastruktur, tetapi bila dikaitkan tersedia di daerah dalam bentuk APBD dengan kesepakatan pertemuan nasional Bupati dan mempengaruhi pembiayaan kesehatan daerah.

Walikota se-Indonesia, pembiayaan kesehatan bersumber dari APBD kabupaten masih perlu

ditingkatkan lagi. Untuk dapat mengatasi Hasil penelitian melalui wawancara mendalam permasalahan ini maka Kabupaten Pontianak dengan para informan diketahui alur pembiayaan mendapat tambahan alokasi dana pembiayaan kesehatan diharapkan menjadi pedoman pada level kesehatan dari proyek HWS. pengambilan kebijakan pembiayaan kesehatan

6. Informasi Alur Pembiayaan

Pembiayaan kesehatan daerah Kabupaten daerah, sehingga kesinambungan informasi ini Pontianak yang tersebar di seluruh satuan kerja di sangat dibutuhkan.

lingkungan Pemerintah Daerah jika hanya Data pembiayaan kesehatan daerah saat ini memperhatikan kegiatan kesehatan dengan dapat diolah melalui format DHA yang merupakan kelompok belanja pelayanan publik maka hanya 9 jabaran dari National Health Account (NHA), satuan kerja yang melakukan kegiatan kesehatan sehingga alur pembiayaan yang memuat jumlah berbasis pelayanan publik yaitu dinas kesehatan, dana, sumber dana, pengelola dana sampai ke mana RSUD dr.Rubini, dinas pekerjaan umum, dinas saja dana tersebut dialokasikan terekam dalam kependudukan, catatan sipil dan keluarga sistem DHA. Tabel 3 berikut menunjukkan besaran berencana, dinas lingkungan hidup, energi dan alokasi pembiayaan kesehatan Kabupaten Pontianak sumber daya mineral, dinas pendidikan, dinas sosial, yang bersumber dari APBD Kabupaten.

tenaga kerja dan transmigrasi, UPT Panti Sosial (PTSW) dan sekretariat daerah. Sisanya hanya

Tabel 3. Pembiayaan Kesehatan Kabupaten Pontianak Berdasarkan Kelompok Belanja

melakukan kegiatan kesehatan yang berkaitan dengan aparatur yaitu perawatan dan pengobatan

Belanja Jumlah (ribuan Rp)

lokal dan GCU.

Aparatur Rp22.449.437,00 47,.22 Jika dianalisis jumlah belanja pelayanan publik Pelayanan Publik

Rp25.093.105,00

sebesar Rp25,093,105,000,00 terhadap jumlah

Rp47.542.542,00

penduduk Kabupaten Pontianak tahun 2005

142 l Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 09, No. 3 September 2006

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

sebanyak 725662 jiwa maka jumlah per kapita per digantikan dengan UU No. 32/2004 dan UU No.33/ tahun menjadi Rp34,579,60,00. Angka ini masih jauh 2004 membawa implikasi pada perubahan berbagai di bawah standar WHO, sehingga dapat dikatakan sektor dalam sistem sosial masyarakat termasuk bahwa Kabupaten Pontianak belum menempatkan sektor kesehatan. pembangunan kesehatan sebagai arus

Pembiayaan kesehatan daerah Kabupaten pembangunannya.

Pontianak yang bersumber pada APBD tahun Pembiayaan kesehatan berdasarkan fungsi anggaran 2006 merupakan salah satu implikasi pelayanan kesehatan berdasarkan pedoman DHA desentralisasi yang mengamanatkan pemerintah terdiri dari 12 fungsi, dan dari hasil penelitian daerah untuk memenuhi kewajiban seperti yang diketahui bahwa semua fungsi teralokasikan tercantum dalam UU No. 32/2004 Pasal 22. Hasil pembiayaannya. Fungsi yang mendapatkan porsi wawancara mendalam diperoleh informasi tentang terbesar adalah fungsi perencanaan dengan alokasi sektor-sektor yang menjadi prioritas, yaitu: 26,96% yang besarnya fungsi perencanaan ini pendidikan, infrastruktur dan kesehatan. Hal ini disebabkan salah satu kegiatan dalam fungsi ini dibuktikan dengan hasil olahan data sekunder yang adalah pelaksanaan program, sehingga apa saja menempatkan sektor kesehatan di Kabupaten program yang dilaksanakan akan dimasukkan ke Pontianak menempati tiga besar dalam skala dalam fungsi perencanaan sesuai pedoman prioritas pembangunan menurut jumlah alokasi penyusunan DHA.

anggaran.

Jika melihat kewenangan wajib maka Pembiayaan kesehatan daerah di lingkungan pembiayaan kesehatan daerah di Kabupaten Pemerintah Daerah Kabupaten Pontianak yang Pontianak bersumber APBD tahun anggaran 2006 bersumber dari APBD Tahun Anggaran 2006 dibagi telah dapat membiayai seluruh kewenangan wajib menjadi dua kelompok, yaitu dana yang berada di yang berjumlah 9. Dari 9 kewenangan wajib yang sektor kesehatan yakni Dinas Kesehatan dan RSUD mendapatkan alokasi pembiayaan di Kabupaten dr.Rubini dan dana yang berada di sektor Pontianak tahun 2006, proporsi terbesar dialokasikan nonkesehatan yaitu instansi lain yang melakukan untuk menyelenggarakan kewenangan wajib kegiatan kesehatan. Alokasi terbesar berada di pelayanan kesehatan dasar yaitu sebesar 54,45% sektor kesehatan dibandingkan dengan sektor atau sebesar Rp13.664.313.500,00 yang terdiri dari nonkesehatan dengan perbandingan 85,76% untuk jenis pelayanan KIA, pelayanan kesehatan anak pra sektor kesehatan dan 14,24% untuk sektor sekolah, pelayanan KB, pelayanan imunisasi, nonkesehatan. pelayanan pengobatan/perawatan, pelayanan

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang kesehatan jiwa, pelayanan kesehatan kerja dan disampaikan oleh Gani 16 yang menjelaskan bahwa pelayanan kesehatan usia lanjut.

sumber biaya kesehatan di daerah dibagi dalam dua Salah satu faktor yang mempengaruhi kelompok yaitu sektor kesehatan dan sektor pembiayaan kesehatan daerah adalah kemampuan nonkesehatan, yang sektor nonkesehatan adalah menyajikan informasi alur pembiayaan kesehatan instansi di luar Dinas kesehatan dan RSUD yang daerah termasuk informasi sumber-sumber dana melakukan kegiatan kesehatan. yang ada sampai bagaimana penggunaan dana

Total seluruh pembiayaan kesehatan yang tersebut terhadap pencapaian program-program bersumber pada APBD sebesar Rp47,542,542,000,00, kesehatan. 2 sehingga persentasi dana yang dialokasikan untuk Informasi alur pembiayaan menjadi salah satu pembiayaan kesehatan daerah Kabupaten Pontianak faktor yang mempengaruhi pembiayaan kesehatan adalah sebesar 8,99% dari total APBD Kabupaten daerah karena adanya alur informasi ini pihak Pontianak Tahun Anggaran 2006 dan jika hanya perencana dan pihak pengambil kebijakan dapat memperhitungkan pada sektor utama saja, yaitu menganalisis apakah kebijakan dibidang kesehatan Dinas Kesehatan dan RSUD dr.Rubini, maka telah dapat mengakomodasi dan memecahkan persentase dana yang dialokasikan pada permasalahan kesehatan di Kabupaten Pontianak.

pembiayaan kesehatan adalah sebesar 7,71% dari total APBD, atau sebesar 85,75% (Dinas Kesehatan

7. Analisis Pembiayaan Kesehatan Kabupaten 69,57% dan RSUD 16,18%) dari total pembiayaan

kesehatan daerah yang bersumber dari APBD tahun Otonomi daerah yang diatur dalam UU No. 22/ anggaran 2006. 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25/

Pontianak

Pembiayaan kesehatan Kabupaten Pontianak 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara yang bersumber dari APBD tahun anggaran 2006 Pemerintah Pusat dan Daerah yang kemudian jika dibandingkan dengan jumlah penduduk pada

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 09, No. 3 September 2006 l 143

144 l Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 09, No. 3 September 2006

Tisa Harmana, dkk.: Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembiayaan Kesehatan Daerah

tahun 2005 berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Pontianak sebesar Rp65,516.10,00 per kapita per tahun. Nilai ini adalah perhitungan secara total dari pembiayaan kesehatan daerah baik dari sektor kesehatan maupun sektor nonkesehatan. Jika hanya diperhitungkan dari sektor kesehatan saja yaitu dari Dinas Kesehatan dan RSUD dr.Rubini sebagai sektor utama kesehatan maka pembiayaan kesehatan daerah Kabupaten Pontianak adalah sebesar Rp56,184.22,00 per kapita per tahun.

Apabila dihitung berdasarkan belanja publik menjadi Rp34,579.60,00 per kapita per tahun, sehingga jika dibandingkan dengan standar WHO sebesar Rp51,000,00 per kapita per tahun maka pembiayaan kesehatan di Kabupaten Pontianak belum memenuhi standar. Jika digunakan standar 15% APBD maka pembiayaan kesehatan di Kabupaten Pontianak juga belum memenuhi standar karena baru mencapai nilai 8,99% dari total APBD tahun anggaran 2006. Hal ini perlu menjadi perhatian para praktisi kesehatan di lapangan, perlu adanya “improve” baru agar dapat mendongkrak jumlah alokasi anggaran, alasan lain nilai per kapita Kabupaten Pontianak masih rendah bisa terjadi karena pada penelitian ini hanya mengambil sumber dari APBD saja, sehingga dana dari sumber-sumber lain seperti APBN dan dekon belum diakumulasi dan diperhitungkan. Ini erat kaitannya dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pembiayaan kesehatan daerah yang bersumber pada APBD.

Berdasarkan hasil penelitian tentang pembiayaan kesehatan di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Pontianak yang bersumber dari APBD Tahun Anggaran 2006 diketahui bahwa ternyata pengalokasian anggaran kesehatan menyebar keseluruh satuan kerja yang ada di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Pontianak. Hal ini terjadi karena setiap satuan kerja melakukan kegiatan kesehatan yaitu perawatan dan pengobatan lokal serta pemeriksaan kesehatan atau General Check Up (GCU) di RSUD dr. Rubini, namun dana GCU tersebut disalurkan melalui satuan kerja masing-masing (lihat Tabel 2), yang alokasi terbesar dari total pembiayaan kesehatan daerah berada di Dinas Kesehatan sebagai sektor utama sebesar Rp33,076,441,000,00 atau 69,57% dan terkecil berada di unit kerja UPT LLK-UKM, SKB, UPPD Sungai Raya dan Pelabuhan Rasau Jaya Rp3,250,000,00 atau 0,01% yang semuanya adalah Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD).

General Check Up (GCU) ini dilakukan untuk pejabat eselon, dimulai dari pejabat eselon IV

(setingkat kepala seksi) sampai dengan pejabat eselon II (setingkat kepala dinas sampai Sekda) dan seluruh anggota DPRD Kabupaten Pontianak. Kegiatan kesehatan yang dilakukan berupa perawatan dan pengobatan lokal, serta GCU ini merupakan kegiatan bagi aparatur pemerintah bukan pelayanan publik, namun hasil yang diinginkan dari kegiatan ini adalah memberikan peningkatan kinerja aparatur dalam melayani publik atau masyarakat demikian alasan yang disampaikan salah satu informan pada wawancara mendalam.

Sebenarnya hal ini perlu digarisbawahi karena dampak ke depan adalah menciptakan aparatur atau SDM yang sehat baik secara fisik maupun mental spiritual, sehingga diharapkan dapat terciptanya good governance, namun kegiatan GCU yang dilaksanakan oleh semua instansi yang ada di lingkungan Pemerintah Kabupaten Pontianak merupakan kegiatan yang tidak semestinya dibiayai pemerintah karena bukan merupakan public goods, externalitasnya rendah, merupakan usaha kesehatan perorangan dan bukan paket kegiatan esensial yang harus dibiayai.

Jika kita merujuk kepada keterbatasan sumber daya dalam hal ini dana APBD, kegiatan GCU yang dilakukan merupakan pemborosan sumber daya, sehingga pemilihan kegiatan sebaiknya difokuskan pada pelayanan esensial. Kegiatan GCU yang dilakukan di RSUD milik pemda pada sisi lain juga menguntungkan bagi pihak RSUD karena biaya GCU dijadikan PAD kesehatan. Kegiatan GCU ini tidak dapat dikatakan sebagai indikator kinerja bahwa kinerja PEMDA tidak baik dengan mengalokasikan dana untuk GCU, akan tetapi pada kasus ini terjadi

disalokasi sumber daya. Gani 14 mengatakan pelayanan kesehatan yang memiliki externalitas tinggi berupa public goods serta merupakan paket pelayanan esensial wajib dibiayai oleh pembiayaan pemerintah.

Hasil olahan data sekunder juga menunjukkan bahwa daerah belum menempatkan alur pembiayaan kesehatan pada belanja publik. Hal ini bisa dilihat dari proporsi belanja publik dan aparatur yang tidak berbeda jauh atau bisa dikatakan hampir berimbang yaitu: belanja publik sebesar 52,78% sedangkan belanja aparatur 47,22% dari total pembiayaan kesehatan daerah.

Kepmendagri No. 29/2002 menjelaskan proporsi yang ideal adalah belanja publik 70% sedangkan belanja aparatur 30%, sehingga masih terjadi kesenjangan yang lebar. Permasalahan ini juga masih perlu dicermati oleh para pengambil kebijakan sebagai bahan pertimbangan dalam membelanjakan sumber daya, sehingga lebih mengarah kepada public oriented.

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

KESIMPULAN DAN SARAN

4. Departemen Kesehatan RI. Indikator Indonesia

Kesimpulan

Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan Indikator Faktor komitmen daerah, kemampuan advokasi,

Provinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat, prioritas masalah kesehatann dan pemilihan

Depkes RI, Jakarta. 2003. intervensi program, informasi alur pembiayaan 5. Dinas Kesehatan Kabupaten Pontianak.

kesehatan, kemampuan perencanaan, alokasi mata Proposal HWS Kabupaten Pontianak 2006. anggaran, PAD, lain-lain pendapatan sah merupakan

Mempawah, Kalimantan Barat. 2005. faktor-faktor yang memberikan kontribusi dalam 6. Soewondo, P. Studi Pembiayaan Kesehatan di

pembiayaan kesehatan daerah di Kabupaten Yogyakarta dan Lampung. Fakultas Kesehatan Pontianak. Pembiayaan kesehatan Kabupaten

Masyarakat Universitas Indonesia. Depok.2003. Pontianak per kapita per tahun jika dilihat dari belanja 7. Irwansyah. Analisis Pembiayaan Kesehatan

publik yang bersumber pada APBD tahun 2006 Bersumber Pemerintah di Kabupaten Lampung belum mencapai nilai standar yang ditetapkan oleh

Selatan. Tesis, Fakultas Kesehatan Masyarakat, WHO, namun demikian belum dapat dikatakan

Universitas Indonesia, Indonesia. 2003. kinerja sektor kesehatan itu belum baik karena 8. Volini, N. Analisis Pembiayaan Kesehatan

mengingat sumber daya yang terbatas dalam hal ini Bersumber Pemerintah di Kota Depok. Tesis, alokasi anggaran.

Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Indonesia. 2003.

Saran

9. Lestari, N.I. Analisis Pembiayaan Kesehatan Hendaknya melakukan pelatihan tentang DHA

Daerah Bersumber Pemerintah di Kabupaten bagi pihak instansi pengusul baik Dinas Kesehatan

Tangerang. Tesis, Fakultas Kesehatan Kabupaten Pontianak dan RSUD dr.Rubini agar dapat

Masyarakat, Universitas Indonesia, Indonesia. membuat informasi alur pembiayaan dengan

2003.

menggunakan format dan pedoman DHA beserta

10. Dinas Kesehatan Kabupaten Ketapang. DHA analisisnya setiap tahun secara berkesinambungan,

Kabupaten Ketapang, Ketapang Kalimantan agar dapat dijadikan pedoman dan bahan advokasi

Barat. 2003.

kepada para pengambil kebijakan di daerah.

11. Dharmawan, T.W. Analisis Alokasi Anggaran Pemerintah Kabupaten Pontianak diharapkan

Pendapatan dan Belanja Daerah dalam tetap konsisten dalam memegang komitmennya

Pelaksanaan Desentralisasi Pembangunan terhadap sektor kesehatan yang merupakan salah

Kesehatan di Kabupaten Sukabumi. Tesis. satu prioritas pembangunan melalui peningkatan

Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas jumlah alokasi anggaran walaupun secara bertahap

Indonesia, Indonesia. 2004. sehingga dapat mencapai 15% dari total APBD

12. Dunn, W.N. Pengantar Analisis Kebijakan sesuai kesepakatan Bupati/Walikota se-Indonesia.

Publik, edisi kedua. Gadjah Mada University Penelitian lanjutan dengan desain dan metode

Press. Yogyakarta. 2000. berbeda terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi

13. Gani, A. Analisis Biaya Program Kesehatan pembiayaan kesehatan daerah sangat diperlukan

Masyarakat dalam Kebijakan Desentralisasi. untuk mengetahui apakah faktor-faktor tersebut juga

Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan. Fakultas bisa mempengaruhi pembiayaan kesehatan di

Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. tempat yang berbeda.

Depok. 2002.

14. Gani, A. Reformasi Pendanaan Kesehatan.

KEPUSTAKAAN

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

1. Mardiasmo. Otonomi dan Manajemen Indonesia. Depok. 1998. Keuangan Daerah. Andi Offset. Yogyakarta.

15. Sariasih, A. Analisis Keputusan Menteri 2002.

Keuangan No.505/KMK.02/2004 Sebagai Model

2. Departemen Kesehatan RI Konseptual Penetapan Dana Alokasi Khusus Non Dana Framework Provincial Health Account (PHA),

Reboisasi Tahun Anggaran 2005 Bidang District Health Account (DHA) bersumber

Kesehatan. Tesis, Fakultas Kesehatan Pemerintah, Biro Keuangan Departemen

Masyarakat Universitas Indonesia, Indonesia. Kesehatan RI, Jakarta. 2004.

2005.

3. Thabrany, H. Pendanaan Kesehatan dan

16. Gani, A. Konsep dan Klarifikasi Biaya. Pusat Alternatif Mobilisasi Dana Kesehatan di

Kajian Ekonomi Kesehatan, Fakultas Indonesia. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. 2005.

Depok. 2001.

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 09, No. 3 September 2006 l 145

146 l Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 09, No. 3 September 2006

Yaslis Ilyas: Determinan Distribusi Dokter Spesialis di Kota/Kabupaten Indonesia