88234528 Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan
EDITORIAL MAKALAH KEBIJAKAN
ARTIKEL PENELITIAN
Manajemen
Pelayanan Kesehatan
The Indonesian J ournal o f H ealth Se rvice Ma nagement
jurnal
ISSN 1410-6515
Ukuran dan Warna seperti contoh
kur
rna
se
rt
nt
rna
se
rt
nt
KORESPONDENSI RESENSI
kur
rna
se
rt
nt
rna
se
rt
nt
Percepatan Pendidikan Dokter Spesialis: Salah Satu Cara Penting untuk Mengatasi Masalah Pemerataan Pelayanan Kesehatan
Contracting Out Pelayanan Kesehatan: Sebuah Alternatif Solusi Keterbatasan Kapasitas Sektor Publik
Decision Space dalam Program Kesehatan Ibu dan Anak Tahun 2006 Penerapan Clinical Governance Melalui ISO 9000:
Studi Kasus di Dua RSUD Provinsi Jawa Timur Studi Kasus Deskriptif Efektivitas Pelaksanaan Regulasi Perizinan Rumah
Sakit Umum Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Kesehatan Daerah Bersumber
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2006 Determinan Distribusi Dokter Spesialis di Kota/Kabupaten Indonesia Regulasi Dokter Spesialis: Studi Komparasi Regulasi Pelayanan Kesehatan
di Kota Medan Indonesia dan Negeri Pulau Pinang Malaysia
Healthcare Outcomes Management: Strategies for Planning and Evaluation
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan
The Indonesian Journal of Health Service Management
Dite rbitkan o le h Pusat Manaje me n Pe layanan Ke se hatan, Fakultas Ke do kte ran, Unive rsitas Gadjah Mada, Yo g yakarta, 4 kali se tahun ( triwulan) . Misi Jurnal Manaje me n Pe layanan Ke se hatan adalah me nye b arluaskan dan me ndiskusikan b e rb ag ai tulisan ilmiah me ng e nai manaje me n dan ke b ijakan dalam ling kup pe layanan ke se hatan. De ng an de mikian jurnal ini ditujukan se bag ai me dia ko munikasi bag i kalang an yang me mpunyai pe rhatian te rhadap ilmu manaje me n dan ke bijakan pe layanan ke se hatan antara lain para manaje r dan pe ng amb il ke b ijakan di o rg anisasi- o rg anisasi pe layanan ke se hatan se pe rti rumah sakit pe me rintah dan swasta, dinas ke se hatan, De parte me n Ke se hatan, pusat- pusat pe layanan ke se hatan masyarakat, BKKBN, pe nge lo la industri o b at, dan asuransi ke se hatan, se rta para pe ne liti, pe ng ajar, dan ilmuwan yang te rtarik de ng an aplikasi ilmu manaje me n dan ke bijakan dalam se kto r ke se hatan. Isi jurnal be rupa artike l ke bijakan atau hasil pe ne litian yang be rkaitan de ng an manaje me n rumah sakit, manaje me n pe layanan ke se hatan, asuransi ke se hatan, dan masalah- masalah yang re le van de ng an manaje me n dan ke bijakan ke se hatan.
Pemi mpi n Redaksi
Lakso no Trisnanto ro
Editor
Abdul Razak Thaha
Tjahjo no Kuntjo ro
Bhisma Murti
Sri We rdati
Jo hana E. Prawitasari
Yulita He ndrartini
I. Riwanto
Yo di Mahendradhata
Mi t ra Best ari ( Peer Reviewer)
A. A. Gde Muninjaya
Hari Kusnanto Jo se f
M. Ahmad Djo jo sug ito
Mubasysyir Hasanbasri
Ali Ghufro n Mukti
Sri Suryawati
Bamb ang Purwanto
Trio no So e ndo ro
Sekret ari s Redaksi
Hilaria Le stari Budining sih
Penerbit
Pusat Manaje me n Pe layanan Ke se hatan, FK UGM, Yo g yakarta STT: 2398/ SK/ DITJEN PPG/ STT/ 1998
Harga langganan unt uk sat u t ahun ( 4 kali t erbi t / t ri wulan)
Pulau Jawa Rp100. 000, 00
Luar Pulau Jawa Rp125. 000, 00 ( Sudah te rmasuk o ng ko s kirim)
Bank BNI 46 Cabang UGM Yo g yakarta No Re k. : 0038603369 a. n Lakso no Trisnanto ro / Se minar Bukti Transfe r mo ho n di fax se bag ai bukti be rlang g anan
Alamat surat - menyurat menyangkut naskah, langganan keagenan dan pemasangan i klan:
Se kre tariat Re daksi Jurnal Manaje me n Pe layanan Ke se hatan d/ a Ge dung KPTU Lantai 3, Fakultas Ke do kte ran UGM, Yo g yakarta Jl. Farmako Se kip Utara Yo g yakarta 55281 Te lp/ Fax: 0274- 547490, 549425 Email: hiillary@ yaho o . c o m We b - site : www. jmpk- o nline. ne t
ii
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan
The Indonesian Journal of Health Service Management Volume 09/Nomor 03/September/2006
Daftar Isi
Editorial
Percepatan Pendidikan Dokter Spesialis: Salah Satu Cara Penting untuk Mengatasi Masalah Pemerataan Pelayanan Kesehatan
107
Makalah Kebijakan
Contracting Out Pelayanan Kesehatan: Sebuah Alternatif Solusi Keterbatasan Kapasitas Sektor Publik
Bhisma Murti 109
Artikel Penelitian
Decision Space dalam Program Kesehatan Ibu dan Anak Tahun 2006
Dewi Marhaeni Diah Herawati 118
Penerapan Clinical Governance Melalui ISO 9000: Studi Kasus di Dua RSUD Provinsi Jawa Timur
Hanevi Djasri 121
Studi Kasus Deskriptif Efektivitas Pelaksanaan Regulasi Perizinan Rumah Sakit Umum
Inni Hikmatin, Hanevi Djasri, Adi Utarini 129
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Kesehatan Daerah Bersumber Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2006
Tisa Harmana, Wiku B. Adisasmito 134
Determinan Distribusi Dokter Spesialis di Kota/Kabupaten Indonesia
Yaslis Ilyas 146
Regulasi Dokter Spesialis: Studi Komparasi Regulasi Pelayanan Kesehatan di Kota Medan Indonesia dan Negeri Pulau Pinang Malaysia
Zulfendri 156 Resensi Buku
163 Korespondensi
Healthcare Outcomes Management: Strategies for Planning and Evaluation
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Penempatan Dokter Spesialis Ikatan Dinas
164
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 09, No. 3 September 2006 l 107
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan
PERCEPATAN PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS: SALAH SATU CARA PENTING UNTUK MENGATASI MASALAH PEMERATAAN PELAYANAN KESEHATAN
Saat ini di Indonesia terdapat kekurangan akut dalam hal jumlah spesialis yang merupakan paradoks dalam sistem pelayanan kesehatan. Dalam konteks paradoks, sistem pelayanan kesehatan diharapkan sebagai sektor sosial yang penuh nilai kemanusiaan, namun sekaligus dipengaruhi oleh hukum pasar. Keduanya dapat bertentangan. Sebagai gambaran paradoks ada kenyataan bahwa semakin besar kekuatan ekonomi di suatu wilayah, maka semakin banyak tersedia dokter spesialis. Sementara itu, dihubungkan dengan persentase penduduk miskin justru didapatkan hasil hubungan yang negatif. Semakin banyak masyarakat miskin, maka semakin sedikit jumlah spesialis. Derajad asosiasi sekitar 0.9. Sebagai gambaran timpangnya penyebaran, data IDAI (2005) menunjukkan bahwa jumlah dokter spesialis anak (Sp.A) di DKI Jakarta adalah 443 (5.29 Sp.A per 100.000 penduduk) sementara di Provinsi Papua hanya 7 (0.32 Sp.A per 100.000 penduduk).
Harapan menyatakan bahwa dokter seharusnya seperti Ibu Teresa yang dekat dengan masyarakat miskin. Kenyataan menyatakan sebaliknya seperti
yang diteliti oleh Ilyas 1 . Paradoks penyebaran dokter spesialis ini merupakan hal serius karena membahayakan pemerataan pelayanan kesehatan bagi keluarga miskin yang saat ini didanai pemerintah pusat melalui program Askeskin. Dikhawatirkan dana pelayanan rumah sakit bagi masyarakat miskin akan terserap di daerah yang ada spesialis dan peralatan mediknya. Hal ini akan memperbesar kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa.
Bagaimana cara mengatasi paradoks penyebaran spesialis ini? Salah satu cara adalah percepatan pendidikan dokter spesialis. Cara ini dianggap penting karena pendidikan spesialis saat ini dirasakan lambat dan lulusannya banyak yang tidak cocok untuk bekerja di daerah-daerah yang kekurangan spesialis.
Dalam konteks pendidikan spesialis untuk daerah-daerah tertentu ada beberapa pertanyaan penting: (1) Apa yang disebut sebagai kompetensi spesialis dalam suasana global yang mempunyai teknologi tinggi dengan kekurangan dokter spesialis yang terutama di daerah terpencil atau yang
ekonominya kurang; (2) Apakah ada suatu kompetensi medik yang minimal mengingat kebutuhan yang berbeda di berbagai daerah?; (3) Apakah ada kompetensi perilaku dan budaya yang perlu dibahas dalam pendidikan?; dan (4) Bagaimanakah metode pendidikan untuk percepatan penambahan jumlah spesialis.
Secara kompetensi medik, Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia (MKKI) menganjurkan setiap program pendidikan dokter spesialis mengacu pada Global Standards in Postgraduate Medical Educa- tion yang dikeluarkan oleh World Federation for Medical Education (WFME, 2003). Walaupun ada perbedaan dalam tradisi mengajar, budaya, kondisi sosial ekonomi, spektrum kesehatan dan penyakit, serta berbagai macam sistem pelayanan kesehatan pada tiap negara, namun dasar Ilmu Kedokteran dan evidence based medicine dalam praktik klinisnya harus tetap mengacu pada pedoman universal. Standar internasional dapat dimodifikasi berdasarkan kebutuhan dengan prioritas regional, nasional dan institusional. Modifikasi boleh dilakukan dengan catatan setiap negara bertanggung jawab untuk memastikan bahwa Postgraduate Medical Training Program (PMPT) ini mendukung tujuan nasional pelayanan kesehatan. Dalam praktiknya, penyesuaian standar global dengan local wisdom sangat bervariasi. Dalam standar global WFME rasio antara kurikulum inti dengan kurikulum pilihan dapat
berkisar antara 60% – 80% dengan 20% – 40% 2 . Dengan mengingat pedoman gobal ini maka ada dua standar yang perlu dipertimbangkan yaitu: basic standard yang harus dipenuhi dan terlihat pada proses evaluasi, dan standard for quality development.
Dalam konteks ini maka terbuka peluang untuk pengembangan kurikulum yang dapat memenuhi kebutuhan dasar dan mutu pelayanan di berbagai daerah. Diharapkan akan ada percepatan pendidikan residensi dengan mengacu pada kebutuhan lokal namun tidak mengabaikan kompetensi dasar klinik sesuai dengan standar internasional.
Salah satu hal penting adalah kebijakan pemerintah daerah dan pusat dalam hal rekrutmen calon spesialis dan kerja sama dengan perguruan tinggi dan rumah sakit pendidikan. Diharapkan ada
JURNAL MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN
VOLUME 09
No. 03 September l 2006
Halaman 107 - 108
Editorial
Andreasta Meliala: Peranan Pemerintah Daerah Dalam Mengatasi Maldistribusi Tenaga Dokter
kebijakan yang merekrut spesialis berdasarkan berinteraksi dengan sistem sosial dan budaya kecocokan profil individu dokter dengan keadaan setempat. (Laksono Trisnantoro, trisnantoro@yahoo.com) ekonomi dan budaya rumah sakit yang akan
ditempatinya. Dengan kecocokan ini diharapkan KEPUSTAKAAN
seumur hidup dokter spesialis akan berkarier di 1. Ilyas Y., Determinan Distribusi Dokter Spesialis tempatnya tanpa harus pindah ke daerah lain. Kerja
di Kota/Kabupaten Indonesia. Jurnal sama antara pemerintah daerah/pusat dengan
Manajemen Pelayanan Kesehatn. Fakultas fakultas kedokteran diharapkan mampu untuk
Kedokteran UGM. Yogyakarta 2006; 09(03)/ melakukan inovasi-inovasi yang baik agar hasil
September: 145-54. pendidikan dokter spesialis tersebut dapat cocok 2. Sunarto, Y., Emilia, O. Tantangan Pendidikan
bekerja di tempatnya, termasuk kompeten dalam Spesialis Anak. Mimeo. 2005.
108 l Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 09, No. 3 September 2006
JURNAL MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN
VOLUME 09
No. 03 September l 2006
Halaman 109 - 117
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan
Makalah Kebijakan
CONTRACTING OUT PELAYANAN KESEHATAN: SEBUAH ALTERNATIF SOLUSI KETERBATASAN KAPASITAS SEKTOR PUBLIK CONTRACTING OUT FOR HEALTH SERVICE; AN ALTERNATIVE SOLUTION TO THE CAPACITY CONSTRAINT OF PUBLIC SECTOR
Bhisma Murti
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Jawa Tengah
ABSTRACT
keperluan pembeli pelayanan. Semua ini memberikan Contracting out is the practice of public sector or private firms of
sumbangan ke arah efisiensi. Selain itu, contracting meningkatkan employing and financing an outside agent to perform some
tanggung jawab manajerial desentralisasi, suatu pergeseran yang specific task rather than managing it themselves. The rationale
akan menghasilkan efisiensi dibandingkan dengan struktur for contracting is that public providers lack the incentive to use
birokratik lama yang sangat sentralistis, yang tidak peka terhadap resources efficiently, and that private (or autonomous) providers
implikasi biaya dari setiap keputusan alokasi. Sebagaimana model are more efficient than public providers. Contracting out clearly
penyediaan pelayanan kesehatan apapun, pendekatan kontrak separates the roles of purchaser and provider, and tightly links
bukan merupakan panasea (=obat mujarab bagi segala payment to performance of the provider. According to classical
penyakit) untuk semua masalah kesehatan. Tetapi sehubungan economic theory, contracting stimulates competition among
dengan keterbatasan kapasitas absorbsi di sektor pemerintah, providers in managed markets, induces cost awareness among
contracting out merupakan sebuah alternatif strategi yang providers and purchasers, and enhances transparency in
pantas dipertimbangkan untuk meningkatkan cakupan dan negotiations. Providers are forced to minimize production cost
kualitas pelayanan di negara-negara berkembang seperti and adjust the prices to meet the demand and requirements of
Indonesia. Monitoring dan evaluasi merupakan instrumen penting purchasers. All these factors contribute to efficiency. In addition,
untuk menunjukkan keunggulan relatif contracting out. contracting would promote decentralization managerial responsibility, a shift that would translate in efficiency gains in
Kata kunci: contracting, pelayanan kesehatan, pemerintah, contrast to the old highly-centralized, bureaucratic structure,
swasta, managed competition
considered insensitive of the cost implications of allocative decisions. As is the case with any model, contracting out approach
PENGANTAR
is not a panacea to all health problems. But in light of the limited absorptive capacity of the public sector, it is an alternative strategy
Sejak dekade 1980-an terdapat dorongan
worth considering for increasing the coverage and the quality of
kebijakan internasional yang kuat untuk
services in developing countries such as Indonesia. Monitoring
memperkenalkan mekanisme pasar dalam
and evaluation is an indispensible instrument for contracting out
pelayanan kesehatan di negara-negara berkembang
to exhibit its relative advantages.
dan mengurangi peran negara. Alasan yang melatari
Keywords: contracting, health services, public, private, managed
dorongan itu adalah tidak memadainya sumber-
market
sumber daya pemerintah untuk menyediakan pelayanan kesehatan universal. Selain itu, struktur
ABSTRAK
tipikal di sektor pemerintah atau publik di negara-
Contracting out merupakan praktik yang dilakukan pemerintah atau perusahaan swasta untuk mempekerjakan dan membiayai
negara berkembang tidak selalu kondusif untuk
agen dari luar untuk menyediakan pelayanan tertentu daripada
memperluas akses, meningkatkan kualitas
mengelolanya sendiri. Alasan mengontrakkan adalah bahwa
pelayanan, maupun memastikan efisiensi
penyedia pelayanan publik kurang memiliki motivasi untuk
penggunaan dana. 1 Upaya untuk memperbaiki
menggunakan sumber daya dengan efisien, dan bahwa penyedia swasta (atau mandiri) lebih efisien daripada penyedia publik.
kualitas pelayanan publik umumnya gagal karena
Contracting memisahkan dengan jelas peran sebagai pembayar
terbentur oleh keterbatasan kapasitas pemerintah,
atau pembeli dan peran sebagai penyedia pelayanan, serta
campur tangan politik, sumber daya yang tidak
mengaitkan pembayaran dengan kinerja penyedia pelayanan.
memadai, kekakuan pemanfaatan tenaga kerja. 1,2,3,4
Menurut teori ekonomi klasik, contracting merangsang kompetisi di antara penyedia pelayanan dalam pasar terkelola, mendorong
Sebagai contoh, sebagian besar fasilitas kesehatan
kesadaran biaya di antara penyedia maupun pembeli pelayanan,
di Kamboja menunjukkan kinerja yang buruk karena
dan memperbaiki transparansi dalam negosiasi. Penyedia
kekurangan dana, manajemen tidak adekuat,
pelayanan dipaksa untuk meminimalkan biaya produksi, serta
penggunaan sumber daya tidak efisien, dan motivasi
menyesuaikan harga-harga untuk memenuhi permintaan dan
yang buruk di kalangan pegawai negeri. 5 Di sisi lain,
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 09, No. 3 September 2006 l 109
Bhisma Murti: Contracting Out Pelayanan Kesehatan: ...
sektor swasta berkembang dengan pesat dalam terus - menerus selama suatu periode, didukung penyediaan pelayanan kesehatan. Timbul minat dengan kesepakatan kontrak. Kontrak formal (formal untuk memobilisasi sumber-sumber daya sektor contracting) menyebutkan dengan eksplisit jenis, swasta dalam rangka memperluas dan kuantitas, dan periode waktu pemberian pelayanan meningkatkan skala pelayanan kesehatan (misalnya, oleh sebuah penyedia pelayanan swasta atas nama
Global Fund, PEPFAR, MDGs). 3 pemerintah, disertai aturan pembayaran, dalam Dengan konteks keterbatasan kapasitas format yang mengikat secara hukum. 6 Tetapi pemerintah di satu pihak dalam memperluas akses menurut Palmer sebagaimana dikutip Waters, et al. 6 pelayanan kesehatan dan pesatnya perkembangan ada juga kontrak “informal” (informal contracting) sektor swasta di lain pihak, salah satu isu kebijakan yang berisikan perjanjian implisit antara pemerintah reformasi kesehatan yang hangat dibicarakan akhir- dan agen sektor swasta, biasanya berdasarkan akhir ini adalah model penyelenggaraan pelayanan kepercayaan (trust) dan hubungan jangka panjang. kesehatan yang disebut contracting out. Dengan Gambar 1 menyajikan pola umum contracting contracting out, pihak pemerintah tidak menyediakan pelayanan. sendiri pelayanan kesehatan, melainkan melakukan kontrak dengan agen luar yang disebut kontraktor
Depkes
untuk menyediakan barang atau pelayanan kesehatan kepada penerima pelayanan
Kontrak
Pembayaran M&E
(beneficiary). 6 Dengan contracting out, pemerintah dapat memobilisasi sumber daya sektor swasta
untuk kepentingan tercapainya tujuan-tujuan NGO
Mengelola &
Mengelola &
kesehatan nasional. Secara teoretis membayar contracting out memberikan sejumlah keuntungan, dengan cara
membayar
mengaitkan pembiayaan pemerintah dan kinerja
Pelayanan
penyedia pelayanan dalam memberikan pelayanan. 7 Mengontrakkan pelayanan sektor publik merupakan
Penerima pelayanan
praktik lumrah di negara-negara maju. (Beneficiary) Pertanyaannya, dapatkah model contracting out
Gambar 1. Contracting Pelayanan
diterapkan di negara berkembang seperti Indonesia untuk menyediakan pelayanan kesehatan? Jika ya jawabannya, untuk kondisi permasalahan dan jenis
Berdasarkan jenis pelayanan kesehatan yang pelayanan bagaimana contracting out tepat untuk dikontrakkan, contracting dapat dibedakan menjadi diterapkan?
(Rosen seperti dikutip Waters et al., 6 : (1) pelayanan Makalah ini menyajikan definisi contracting, kesehatan; (2) pelayanan penunjang (ancillary ser- mengupas alasan rasional melakukan contracting, vices); dan (3) manajemen. Mills 2 membagi dua menyajikan jenis pelayanan, serta kemampuannya jenis pelayanan yang dikontrakkan: (1) pelayanan untuk dikontrakkan, menguraikan sejumlah kasus klinis; (2) pelayanan nonklinis. Berdasarkan desain pengalaman implementasi contracting di negara- perjanjian kontrak itu sendiri, contracting dibedakan negara lain, dan mengulas sejumlah isu berkaitan menjadi 1,9 : (1) contracting out; (2) contracting in; dengan contracting pelayanan kesehatan.
(3) franchising; (4) leasing.
Pavignani dan Colombo 10 memberikan batasan
DEFINISI
contracting out “the practice of public sector or Harding dan Preker 8 mendefinisikan contracting private firms of employing and financing an outside “a purchasing mechanism used to acquire a specified agent to perform some specific task rather than service, of a defined quantity, quality, at an agreed- managing it themselves”. Artinya, contracting out on price, from a specific provider, for a specified adalah praktik yang dilakukan oleh sektor pemerintah period”. Artinya, contracting adalah suatu atau perusahaan swasta untuk mempekerjakan dan mekanisme pembelian yang digunakan untuk membiayai agen dari luar untuk melakukan sejumlah mendapatkan pelayanan tertentu, dengan kuantitas tugas-tugas tertentu daripada mengelolanya sendiri.
dan kualitas tertentu, dan harga yang disepakati, Liu, et al. 3 mendefinisikan contracting out “the dari suatu penyedia pelayanan tertentu, selama implementation of an agreement between the suatu periode waktu tertentu. Berbeda dengan government (purchaser) and providers in which transaksi sesaat antara pembeli dan penjual, istilah providers are paid for the provision of defined services “contracting” mengandung arti sebuah hubungan to specified target populations for defined results”.
110 l Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 09, No. 3 September 2006
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan
Artinya, contracting out adalah implementasi dari menyediakan barang atau pelayanan. Dengan kata suatu perjanjian antara pemerintah (pembeli) dan lain, kontraktor dalam contracting in adalah bagian penyedia pelayanan yaitu penyedia pelayanan atau divisi dari organisasi itu sendiri. Sebagai contoh, dibayar untuk memberikan pelayanan tertentu sebuah rumah sakit pemerintah mengontrak sebuah kepada populasi sasaran tertentu dengan hasil - hasil organisasi swasta untuk menyediakan prosedur- tertentu. Sebagai contoh, pemerintah prosedur rutin (pelayanan laboratorium), atau mengontrakkan fungsi-fungsi dinas kesehatan seperti pelayanan spesialistik (radiologi) di dalam rumah pelayanan preventif dasar, atau kampanye sakit, untuk melengkapi pelayanan yang dilakukan pendidikan kesehatan, kepada organisasi swasta, oleh rumah sakit sendiri. Tetapi contracting in bisa yang beroperasi di luar fasilitas pemerintah atau juga berarti memasukkan manajemen swasta dari publik. Gambar 2 menyajikan desain dan mekanisme luar untuk menjalankan pelayanan pemerintah. kerja contracting.
Sebagai contoh, sebuah rumah sakit menyewa perusahaan swasta untuk menjalankan pekerjaan
Pembayar
kebersihan dan penyediaan makanan (catering) di
Elemen-elemen kontrak:
1. Jenis pelayanan 2. Kuantitas pelayanan
dalam fasilitas rumah sakit tersebut.
3. Kualitas pelayanan 4. Penerima pelayanan
Franchising adalah suatu bentuk contracting
(beneficiary)
Pembayaran
yaitu pemerintah memberikan hak kepada
6. Metode pembayaran Kontrak
5. Syarat pembayaran
kontraktor (hak tersebut bisa eksklusif atau
8. Waktu pembayaran 9. Sistem M&E
noneksklusif), untuk memberikan pelayanan-
10. Durasi 11. Pemecahan masalah
pelayanan tertentu yang akan dibayar oleh pasien
perselisihan
Pelayanan
dari suatu populasi. Leasing adalah bentuk con-
12. Syarat penghentian
Penerima
kontrak
pelayanan (beneficiary)
tracting yaitu pemerintah mengadakan fasilitas atau peralatan dari sumber luar berdasarkan
persetujuan sewa, bukan memiliki fasilitas atau Contracting Out 1 peralatan itu.
Gambar 2. Desain dan Mekanisme Kerja
MENGAPA CONTRACTING OUT?
Perhatikan, karakteristik kunci dalam contracting adalah adanya pernyataan eksplisit
Terdapat sejumlah alasan teoretis untuk melakukan contracting out. Pertama, contracting
tentang elemen-elemen kontrak yang disepakati oleh out memisahkan dengan jelas peran sebagai pihak pemberi kontrak dan kontraktor untuk
pembayar atau pembeli dan peran sebagai diwujudkan dalam periode waktu tertentu. Kontraktor penyedia pelayanan, serta mengaitkan memiliki tanggung jawab penuh dalam hal pembayaran dengan kinerja penyedia pelayanan. manajemen internal untuk menyediakan pelayanan, Di banyak negara berkembang, yang selama ini baik dalam mengangkat pekerja, memecat pekerja, kerap terjadi adalah sebagian besar fasilitas- menentukan upah dan gaji, maupun mengadakan fasilitas kesehatan khususnya rumah sakit dan mendistribusikan barang dan pelayanan. pemerintah, dibiayai melalui alokasi anggaran Karakteristik penting lainnya adalah adanya (disebut global budget) yang tidak secara langsung keterikatan yang jelas antara pembayaran (payment) dan kinerja (performance) pemberi pelayanan 3 , yang berhubungan dengan jumlah maupun kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan. Meskipun didukung oleh sistem monitoring dan evaluasi (M&E). fasilitas-fasilitas itu diawasi departemen kesehatan, Indikator kinerja mencakup akses, efisiensi, kualitas, tetapi biasanya bersifat sangat umum, normatif, dan keadilan, yang ditunjukkan oleh kontraktor, dan tidak efektif. Hukuman terhadap kinerja buruk tercantum dalam perjanjian kontrak. Dengan merupakan kejadian langka. 11 Akibatnya, staf di demikian, M&E merupakan instrumen yang sangat
vital dalam contracting out.
sektor pemerintah tidak berkepentingan untuk
10 menunjukkan kinerja yang baik. Model Pavignani dan Colombo contracting mendefinsikan con- out membedakan dengan jelas peran pihak
tracting in “a subdivision of the parent organization (such as a hospital, a number of doctors, etc) sub- pembayar dan penyedia pelayanan, sehingga contracted for the provision of goods or services”. tanggung jawab dan akuntabilitas manajerial di contracting in adalah melakukan subkontrak Artinya, pihak pemberi pelayanan maupun di pihak pembayar
akan meningkat. 7,10,11 Desentralisasi pengambilan kepada sebuah divisi yang berada di bawah struktur keputusan membuat para penyedia pelayanan
organisasi yang bersangkutan (misalnya sebuah kesehatan lebih leluasa untuk membuat keputusan rumah sakit, sejumlah doktor, dan sebagainya) untuk alokasi yang lebih efisien daripada yang dihasilkan
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 09, No. 3 September 2006 l 111
Bhisma Murti: Contracting Out Pelayanan Kesehatan: ...
melalui birokrasi yang sangat sentralistis dan kurang
peka terhadap implikasi biaya dari keputusan- Isocost=
keputusan alokasi. 4,10 Keterikatan pembayaran dengan kinerja membuat penyedia pelayanan
E E E’ 11 Isocost=
kesehatan bekerja dengan lebih keras. Q=100 Dengan
E’
Isocost= Rp 750,000 Q=100
Rp 1,000,000
cara demikian, contracting out mendorong terjadinya
Q=100
Q=100
efisiensi alokatif, yaitu situasi yang input ataupun
0 Pekerja (L)
0 Pekerja (L)
output digunakan sebaik mungkin dalam ekonomi B. Teknologi meningkatkan biaya produksi sedemikian sehingga tidak mungkin lagi dicapai
A. Teknologi menurunkan biaya produksi
Gambar 3. Perubahan Teknologi Mengakibatkan
pertambahan output ataupun kesejahteraan yang
Penurunan (A) atau Peningkatan (B) Biaya Produksi
lebih baik. 12 Kedua, contracting out memaparkan para Manajer penyedia pelayanan tentu memilih teknologi penyedia pelayanan kepada pasar kompetitif. yang menurunkan, bukannya meningkatkan ongkos Struktur pasar memberikan pengaruh besar terhadap produksi, untuk menghasilkan tingkat output yang perilaku penyedia pelayanan. Menurut teori ekonomi sama. Dengan demikian, contracting out mendorong klasik, kompetisi menimbulkan tekanan kepada terjadinya efisiensi teknis, yaitu keadaan yang pemberi pelayanan pemerintah maupun swasta kuantitas output tertentu diproduksi dengan
untuk meningkatkan kinerja, baik dalam pelayanan kombinasi biaya terendah. 16 Implikasi dari efisiensi maupun harga. 8,10,13 Kompetisi memaksa pemberi teknis di tingkat mikro, contracting out dalam pelayanan untuk menyesuaikan harga (disebut price lingkungan pasar kompetitif membawa kepada taking, bukannya price setting seperti dalam situasi alokasi sumber daya yang lebih efisien daripada monopoli), sesuai dengan permintaan dan kebutuhan yang dapat diharapkan dari ekonomi terpimpin pembeli pelayanan. Hubungan kontraktual dalam (command economy) ataupun solusi nonpasar di
contracting out mendorong para manajer penyedia tingkat makro. 13 Di sisi lain, contracting juga maupun pembeli pelayanan untuk sadar terhadap menumbuhkan pasar dan merangsang kompetisi. 3 biaya tinggi. Tanpa menurunkan kualitas yang sudah
Ketiga, contracting out mendorong perencanaan disepakati dalam perjanjian kontrak, para manajer yang lebih baik, di pihak pembayar/ pembeli akan berusaha meminimalkan biaya produksi. Dalam pelayanan maupun kontraktor penyedia pelayanan. pasar kompetitif sempurna, bidding kompetitif akan Sebab dengan contracting, kuantitas pelayanan, menghasilkan tingkat harga yang secara sosial kualitas pelayanan, daya tanggap (responsiveness), optimum, artinya optimum dari perspektif masyarakat populasi sasaran pelayanan, kebutuhan kesehatan, keseluruhan. Contoh, penelitian Keeler et al., seperti dan berbagai isu lainnya, perlu diidentifikasi dengan
dikutip Waters dan Hussey 14 menunjukkan, harga jelas. Baik pemberi kontrak maupun kontraktor pelayanan medik rumah sakit lebih murah di memfokuskan kepada pencapaian hasil-hasil yang California, sebab tingkat konsentrasi rumah sakit di terukur dengan objektif. Implikasinya, pemberi California lebih rendah daripada negara bagian kontrak maupun kontraktor terdorong untuk lainnya.
membuat perencanaan dengan lebih baik. Salah satu cara penyedia pelayanan
Keempat, contracting out mengurangi kerepotan meminimalkan biaya produksi adalah mengadopsi pemerintah dalam pemberian pelayanan, sehingga
teknologi inovatif. Gambar 3 menyajikan perubahan pemerintah dapat lebih memfokuskan kepada peran biaya produksi sebagai implikasi penerapan penting stewardship, seperti perencanaan, teknologi inovatif, dengan asumsi tidak ada penetapan standar mutu, regulasi, dan pembiayaan. 4 perubahan kualitas pelayanan. 12,15 Gambar 3A Pemerintah dapat memanfaatkan contracting out menunjukkan keadaan yang adopsi teknologi untuk penyediaan pelayanan kelompok masyarakat menurunkan biaya produksi, sehingga barang atau rawan di daerah-daerah yang kurang atau tidak pelayanan yang dihasilkan menjadi lebih murah. mendapatkan pelayanan (unserved atau Sebaliknya, Gambar 3B menunjukkan keadaan yang underserved). Dengan demikian memperbaiki adopsi teknologi membuat produk menjadi lebih keadilan akses pelayanan. 2,17 Kelima, contracting mahal tanpa meningkatkan kualitas.
membantu pemerintah mengatasi keterbatasan
112 l Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 09, No. 3 September 2006
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan
“absorptive capacity” 3,18 Victora et al. 19 (3) Hambatan teknis dan manajerial; (4) Hambatan mendefinisikan kapasitas absorpsi, “the degree to yang ditimbulkan oleh perilaku donor. Contoh which additional funds can be effectively spent”. hambatan teknis dan manajerial, Oliviera-Cruz et al. 22 Artinya, kapasitas absorpsi adalah derajat mengatakan, kapasitas absorpsi berhubungan erat kemampuan membelanjakan tambahan dana dengan beberapa isu institusional dan administratif, dengan efektif. Asumsi yang digunakan lembaga seperti ber”tele-tele”nya (over-cumbersome) aturan, donor, aliran bantuan luar negeri memberikan dampak regulasi, dan prosedur, rendahnya kemampuan dan positif terhadap laju pertumbuhan negara resipien. motivasi staf, larangan rekrutmen (kekakuan Demikian pula Tujuan-Tujuan Pembangunan penggunaan tenaga kerja), kontrak yang tidak Milenium (MDGs) mengasumsikan, tujuan-tujuan memungkinkan pemecatan staf, dan rendahnya pembangunan kesehatan dapat dicapai dengan lebih komitmen manajer. Pertanyaannya, apakah karena cepat jika skala intervensi kesehatan ditingkatkan efektivitas penggunaan dana menjadi negatif setelah
(scaling-up). 20 Tetapi benarkah demikian? Temuan titik saturasi, lalu aliran sumber daya perlu dikurangi kontroversial akhir-akhir ini menunjukkan, efektivitas atau distop? Vademoortele dan Roy 23 tidak bantuan luar negeri terhadap pertumbuhan berpendapat demikian. Penyerapan dana yang tidak tergantung kualitas institusi dan kebijakan negara memadai memang mengakibatkan inefisiensi.
penerima donor. 21 Sebagaimana disajikan Gambar Tetapi, kapasitas absorpsi, seperti disebutkan di
4, sampai pada titik saturasi tertentu, “aid saturation muka, dipengaruhi oleh banyak faktor dan tidak point”, yaitu sekitar 15% - 45% dari PDB, manfaat bersifat tetap , bisa berubah dalam jangka pendek.
marginal dari pertambahan aliran bantuan akan Reformasi struktural dan peningkatan kapasitas menjadi negatif! 20 Menurut de Renzio 20 , makin besar institusi yang dibutuhkan untuk memperbaiki dan cepat peningkatan aliran bantuan, makin cepat manajemen dan melawan korupsi, yang diperlukan pula terjadi dampak marginal yang makin menurun untuk memperbaiki kapasitas absorpsi, semuanya (diminishing return), dan makin cepat terjadi saturasi membutuhkan uang ekstra. Ketidakmemadaian (kejenuhan), sebab “hujan bantuan” akan membuat penyerapan dan inefisiensi bukan merupakan sistem berada di bawah tekanan alias “kewalahan” keadaan yang berdiri sendiri, melainkan sangat atau “kedodoran”.
saling tergantung. Artinya, hambatan kapasitas absorpsi terjadi juga karena kurangnya dana. Jadi,
tambahan sumber daya merupakan prasyarat untuk
Tingkat
pertumbuhan
Kurva datar, dampak nol
mengurangi keterbatasan kapasitas absorbsi, bukan
sebaliknya, kapasitas absorpsi dapat ditingkatkan
Dampak
negatif
dengan mengurangi sumber daya. 23
Dampak positif, tetapi pertambahan
JENIS PELAYANAN DAN TINGKAT
marginal
Titik saturasi bantuan
menurun
KEMAMPUANNYA UNTUK DIKONTRAKKAN
Menjawab pertanyaan di awal artikel ini tentang dapatkah model contracting out diterapkan di negara
Aliran bantuan (%PDB)
Gambar 4. Kapasitas Absorpsi Aliran Bantuan
berkembang seperti Indonesia untuk menyediakan
Oleh Sektor Publik
pelayanan kesehatan, dan jika ya, untuk kondisi permasalahan dan jenis pelayanan bagaimana con-
De Renzio 20 menyebut sejumlah kemungkinan faktor tracting out tepat untuk diterapkan. Berikut disajikan penyebab keterbatasan kapasitas absorpsi: (1) Tabel 1 tentang jenis pelayanan dan kemampuannya hambatan makroekonomi (misalnya, “Dutch Disease untuk dikontrakkan. 2,3 Effect”); (2) hambatan institusional dan kebijakan;
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 09, No. 3 September 2006 l 113
Bhisma Murti: Contracting Out Pelayanan Kesehatan: ...
Tabel 1. Jenis Pelayanan dan Kemampuannya
pekerja gizi komunitas ( Community Nutriition
untuk Dikontrakkan
Workers, CNW). Di Senegal, Agetip ditunjuk melalui
Karakteristik Lebih mudah
Lebih sulit
tender nonkompetitif sebagai pelaksana proyek
pelayanan dikontrakkan
dikontrakkan
keseluruhan atas nama pemerintah. Di Madagascar,
Pelayanan Pelayanan tunggal
Pelayanan majemuk
tunggal (misalnya, imunisasi
yang melibatkan
sebuah unit proyek dibentuk oleh pemerintah dengan
versus dengan antigen
berbagai penyakit
nama Secaline sebagai pelaksana proyek
pelayanan tunggal, program
(misalnya, MTBS,
keseluruhan. Kontrak yang diberikan kepada NGO
majemuk DOTS untuk
manajemen terpadu
tuberkulosis)
balita sakit)
dan GIE menyebutkan dengan eksplisit pekerjaan
Tingkat Pelayanan yang
Pelayanan yang
yang harus dilakukan dan kinerja yang diharapkan.
kebutuhan kuantitas
kuantitas
kebutuhannya dapat
kebutuhannya tidak
Untuk memonitor kualitas pelayanan dibangun
didefinisikan dengan
dapat didefinisikan
sistem informasi manajemen yang sederhana tetapi
jelas (misalnya, ANC)
dengan jelas (misalnya, kunjungan
efektif, dengan indikator monitoring antara lain: (1)
rawat jalan)
persen anak yang ditimbang setiap bulan di antara
Korelasi Pelayanan yang
Pelayanan yang
kohor penerima pelayanan; (2) persen wanita yang
pelayanan berhubungan erat
penyediaan maupun
dengan hasil dengan hasil
hasilnya sulit diukur
menghadiri tes mingguan pendidikan kesehatan dan
Ketersediaan Pelayanan yang
Pelayanan tanpa
gizi. Tabel 2 menyajikan, jenis pelayanan yang
petunjuk memiliki protokol yang
protokol yang jelas
teknis jelas dan standar
dan standar
dikontrakkan tidak hanya pelayanan kesehatan
Kompleksitas Pelayanan yang
Pelayanan yang
tetapi juga manajemen, supervisi, pelatihan, dan
teknis secara teknis
secara teknis
riset. Di Senegal, pelayanan nutrisi dikontrakkan
sederhana (misalnya,
kompleks (misalnya,
pelayanan nonklinis)
pelayanan klinis)
kepada Groupement d’Interet Economique (GIE), Tiap-tiap GIE terdiri dari empat kawula muda,
PENGALAMAN CONTRACTING
biasanya tidak memiliki pekerjaan, tinggal di
DI NEGARA LAIN
lingkungan komunitas sasaran. Di Madagaskar,
Mengontrakkan pelayanan kesehatan pelayanan nutrisi dikontrakkan kepada CNW, merupakan hal lumrah di negara-negara maju, biasanya seorang wanita dari desa sasaran, yang misalnya AS, Finlandia, Kanada, Belanda, dan dilatih oleh staf proyek (di Madagaskar), konsultan Inggris. Sebagai contoh, sejak 1948 National Health lokal atau lembaga pelatihan lokal (di Senegal). Service (NHS) di Inggris telah melakukan negosiasi,
merumuskan dan membuat perjanjian kontrak Tabel 2. Jenis Pelayanan yang Dikontrakkan pada
Masing-Masing Proyek
dengan General Practitioners (GP) sebagai kontraktor independen, untuk memberikan pelayanan
Jenis pelayanan
Senegal Madagascar
kesehatan primer. yang dikontrakkan 24 Demikian pula pendekatan
kontrak pelayanan kesehatan merupakan model GIE CNW
Pemberian
pelayanan
yang lumrah dilakukan dalam sistem managed care
Pelatihan
Konsultan lokal, -
di AS .
lembaga
Dalam 15 tahun terakhir, pelatihan lokal contracting pelayanan Supervisi GIE atau NGO kesehatan mulai dilakukan di sejumlah negara NGO
berpendapatan menengah maupun rendah. Sebagai
Riset operasional
Konsultan lokal, Konsultan lokal,
lembaga
lembaga
contoh, Senegal dan Madagascar mengontrak NGO
penelitian lokal penelitian lokal,
untuk memberikan program pelayanan gizi
universitas
komunitas dalam skala besar di daerah sangat
Manajemen proyek
Agetip
Secaline
miskin perkotaan maupun pedesaan yang tidak (Project’s Unit)
keseluruhan
GIE= Groupement d’Interet Economique; CNW= Commnity
mendapatkan pelayanan kesehatan pemerintah
Nutrition Worker; NGO= Non-Government Organization
maupun swasta. 6,25 Kedua proyek bertujuan
(Sumber: Marek et al) 25
memperbaiki keadilan akses pelayanan, dengan fokus pemberian pelayanan untuk populasi rawan,
Menurut Marek et al. 25 contracting out di seperti anak-anak, wanita hamil, dan wanita Senegal dan Madagaskar berhasil menurunkan menyusui.
malnutrisi dan memanfaatkan keterlibatan
Di Senegal dan Madagascar, NGO lokal masyarakat. Kedua proyek membuktikan bahwa dikontrak melalui tender, dengan kriteria eligibilitas pelayanan gizi preventif dapat dikontrakkan kepada yang jelas. Proses bidding mencakup tiga area: (1) tenaga kerja nonspesialis. Tulis Marek, et al. 25 Pelaksanaan keseluruhan proyek; (2) Seleksi NGO/ tentang faktor-faktor yang melatari keberhasilan GIE yang akan melakukan supervisi; (3) Seleksi proyek contracting out di kedua negara tersebut, “In
114 l Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 09, No. 3 September 2006
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan
many African countries, competition for service pro- dor, Project Management Unit (PMU) membuat viders exists, especially in urban areas where un- kontrak atas nama pemerintah dan Bank employment rates are high, and the unemployed are Pembangunan dengan NGO untuk penyediaan often highly educated and can put their skills to the pelayanan kesehatan primer. Sebuah lembaga riset service of the community if they are given a chance. independen, PHRplus, melakukan evaluasi apakah In Madagsacar, for example, 40% of medical doc- contracting out memberikan pelayanan lebih tors are unemployed. This untapped pool of human banyak dan berkualitas untuk dana yang
resources, as well as local associations, institutions, dikeluarkan. 17 Temuan evaluasi menunjukkan, and traditional NGOs, can be mobilized and orga- NGO memberikan pelayanan lebih banyak, tetapi nized if the rules of the game are clear, understood, dengan biaya lebih banyak pula. Selain itu
and transparent”. Marek et al., 25 menyimpulkan, ditemukan kelemahan M&E “internal” oleh meskipun pendekatan kontrak bukan merupakan kontraktor dan keengganan pemerintah untuk
panasea (=obat mujarab bagi segala penyakit) untuk mempertahankan model. Project Management Unit memecahkan masalah nutrisi yang dihadapi Afrika, (PMU) tidak menganalisis data yang diperoleh dari pendekatan tersebut memberikan alternatif yang NGO, dan pembayaran dilakukan otomatis tanpa perlu dipertimbangkan untuk meningkatkan cakupan mengaitkan dengan kinerja. Kesimpulannya, M&E dan kualitas pelayanan. Bagaimanapun, klaim perlu diperbaiki jika model contracting out akan keberhasilan proyek di Senegal dan Madagascar diteruskan. tersebut harus ditanggapi dengan kritis, sebab
Dana Asuransi Sosial Costa Rica (CCSS) secara metodologis kesimpulan tersebut ditarik membeli pelayanan kesehatan primer dari Koperasi berdasarkan survei cross-sectional tanpa kontrol.
Costa Rica, disebut COOPESALUD. 26 Abramson 26 Di bagian Afrika lainnya, Mills et al. menganalisis M&E yang dilakukan CCSS. Temuan- sebagaimana dikutip Waters et al. 6 temuan Abramson menunjukkan, data M&E yang membandingkan biaya dan kualitas di dua rumah dikumpulkan CS tidak mampu memberikan sakit pemerintah dan dua rumah sakit misi di kepada pembeli pelayanan informasi yang pedalaman yang menerima hibah jumlah besar dari langsung berkaitan dengan tujuan kontrak maupun pemerintah. Eksperimen terkontrol menunjukkan, kinerja kontraktor. Indikator dalam kontrak tidak kedua rumah sakit misi memberikan pelayanan mengukur hasil secara kuantitatif. Abramson 26 dengan kualitas serupa dengan rumah sakit menyimpulkan, M&E yang dilakukan CS pemerintah, tetapi dengan unit cost yang jauh lebih superfisial, didasarkan pada cakupan populasi, rendah. Artinya, rumah sakit misi yang dikontrak bukan pada efektivitas dan kualitas perlakuan, pemerintah bekerja dengan lebih efisien.
maupun efisiensi penggunaan sumber daya. Di Asia Tenggara, pada tahun 1999 Departemen
Di Republik Dominika, tahun 1999 tiga buah Kesehatan di Kamboja melakukan contracting out direktorat kesehatan provinsi mengontrak NGO dan contracting in dengan NGO dan perusahaan untuk mendistribusikan alat kontrasepsi, swasta nirlaba untuk memberikan paket pelayanan melakukan program kampanye pendidikan kesehatan esensial di 12 rumah sakit distrik, keluarga berencana, dan melatih petugas menggunakan desain eksperimen random. 1,5,6 kesehatan dalam kesehatan reproduksi. Pemberi pelayanan swasta dipilih melalui bidding Mengontrakkan fungsi pelatihan petugas kompetitif berdasarkan proposal teknis dan proposal kesehatan kepada NGO terbukti efektif. Sebuah keuangan, dan dibayar per kapita yang diliput sesuai perusahaan swasta yang didanai oleh USAID harga bidding. Bukti awal menunjukkan, pelayanan melakukan supervisi terhadap kontrak, atas nama yang dikontrakkan menghasilkan cakupan antenatal, pemerintah. 1 cakupan imunisasi, penggunaan pelayanan kesehatan, dan kualitas pelayanan, yang lebih tinggi, out-of-pocket yang lebih rendah daripada BEBERAPA ISU DALAM serta biaya CONTRACTING
Pengalaman penerapan contracting out di pelayanan pemerintah. negara-negera berkembang beragam. Para kritikus Di Amerika Tengah, pemerintah El Salvador mencatat beberapa masalah berkaitan dengan dan Guatemala melakukan eksperimen, contracting out 6,10,14,27 : (1) biaya transaksi; (2) menandatangani kontrak dengan NGO dan Private Voluntary organisasi swasta sukarela ( kapasitas pemerintah; (3) kapasitas pemberi
Organizaion, PVO) untuk penyediaan pelayanan pelayanan; (4) kompleksitas penentuan harga; (5) monitoring dan evaluasi (M&E). Pertama, menurut kesehatan primer di daerah dengan cakupan
6 pelayanan kesehatan formal rendah. teori, dengan adanya kompetisi, penyedia Di El Salva-
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 09, No. 3 September 2006 l 115
Bhisma Murti: Contracting Out Pelayanan Kesehatan: ...
pelayanan akan berusaha meminimalkan biaya diperlukan untuk menyediakan suatu pelayanan, produksi, sehingga mendorong terjadinya efisiensi maka pemerintah akan terlalu tinggi membayar teknis. Tetapi jika terjadi biaya transaksi yang tinggi, kontraktor, dengan demikian membuang-buang berkaitan dengan desain, penulisan, negosiasi, sumber daya. Jadi diperlukan studi biaya sebelum implementasi, M&E kontrak, ataupun penyelesaian perjanjian kontrak pelayanan. masalah perselisihan, maka pemerintah tidak dapat
Keenam, dalam contracting pelayanan bukan memperoleh efisiensi yang diharapkan dari tidak mungkin terjadi hubungan yang tidak diinginkan contracting.
atau “kolusi” antara pembeli dan penyedia pelayanan, Kedua, M&E merupakan instrumen vital dalam tipikal di negara-negara berkembang dengan tingkat contracting. Jika pemerintah tidak mengalokasikan korupsi tinggi. 3 sumber daya yang cukup untuk M&E terhadap
kinerja kontraktor, pemerintah tidak akan dapat KESIMPULAN
menegakkan kontrak dengan efektif, dan tidak Contracting out merupakan praktik yang memperoleh hasil strategis yang diharapkan. dilakukan pemerintah atau perusahaan swasta untuk Sebagai contoh, pelaksanaan contracting out mempekerjakan dan membiayai agen dari luar untuk pelayanan preventif di Senegal dan Madagaskar, menyediakan pelayanan tertentu daripada menganggarkan 13%-17% dari anggaran total proyek mengelolanya sendiri. Dengan menggunakan
untuk membiayai monitoring dan evaluasi. 25 paradigma pasar terkelola (managed market), secara Ketiga, jika jumlah penyedia pelayanan sedikit, teoretis mengontrakkan pelayanan publik kepada maka sifat kompetisi terbatas. Keterbatasan penyedia swasta membawa kepada efisiensi yang kompetisi bisa terjadi karena faktor politis, ekonomi, lebih baik daripada dilakukan sendiri oleh dan manajerial. Sebagai contoh, biaya modal (start- pemerintah. Sebab contracting memisahkan dengan up cost) yang besar untuk memenuhi kebutuhan jelas peran sebagai pembayar/ pembeli dan peran pelayanan sesuai perjanjian kontrak, kualifikasi sebagai penyedia pelayanan, serta mengaitkan pendidikan tinggi yang dibutuhkan dari petugas pembayaran dengan kinerja penyedia pelayanan. kesehatan profesional, dan lisensi regulasi, Penawaran kompetitif akan memaksa pemberi merupakan barier pendatang baru untuk memasuki pelayanan untuk meminimalkan biaya dalam maupun keluar dari pasar kompetitif. Implikasi dari memproduksi pelayanan dengan kualitas yang rendahnya kompetisi, kontrak akan diberikan kepada sudah ditetapkan. Pemerintah dapat memanfaatkan penyedia pelayanan yang suboptimal, dan penyedia model contracting out untuk penyediaan pelayanan pelayanan menggunakan kekuatan monopolinya kesehatan populasi rawan, khususnya yang untuk mendapatkan harga yang lebih tinggi daripada bertempat tinggal di daerah terpencil, dengan jika terdapat sejumlah kompetitor.
demikian memperbaiki keadilan akses pelayanan. Keempat, hubungan kontraktual biasanya Sebagaimana model penyediaan pelayanan bersifat jangka panjang agar biaya transaksi dapat kesehatan apapun, pendekatan kontrak memang ditekan rendah. Akibat yang tidak diharapkan, bukan merupakan panasea (=obat mujarab bagi pemberi pelayanan dapat menunjukkan perilaku segala penyakit) untuk semua masalah kesehatan. oportunistik (“ aji mumpung”), misalnya, pilih-pilih Tetapi fakta keterbatasan kapasitas absorpsi pasien (disebut adverse selection), atau pemerintah di banyak negara berkembang dan mengendorkan semangat untuk berkinerja efisien. tersedianya teori yang kuat, merupakan alasan yang Kontrak jangka panjang juga berarti mengunci dana- rasional untuk mempertimbangkan pendekatan dana publik hanya untuk suatu penggunaan tertentu, tersebut sebagai sebuah model alternatif untuk dan membatasi fleksibilitas realokasi untuk keperluan meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan. lain pada keadaan tidak terduga (misalnya, terjadinya Mengontrakkan penyediaan jenis pelayanan tertentu, epidemi, bencana alam), sehingga mempengaruhi misalnya pelayanan nonklinis atau pelayanan klinis efisiensi dan keadilan alokasi sumber daya.
yang tunggal dan sederhana, merupakan opsi yang Kelima, di banyak negara berkembang, pemberi feasible untuk penerapan tahap awal contracting out. kontrak tidak memiliki informasi yang cukup tentang Monitoring dan evaluasi merupakan instrumen penting unit cost, volume kerja, dan biaya total pelayanan untuk menunjukkan keunggulan relatif contracting
yang akan dikontrakkan. 14 Jika pemerintah menaksir out.
terlalu tinggi kebutuhan sumber daya yang
116 l Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 09, No. 3 September 2006
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan
KEPUSTAKAAN
14. Waters, H.R., Hussey, P. Pricing health services
1. Marek, T., Yamamoto, C., Ruster J . Private for puirchasers- a review of methods and health: Policy and regulatory options for private
experiences. Health Policy, 2004; 70: 175-84. participation. The World Bank Group – Private
15. Clewer, A., Perkins, D. Economics of health care Sector and Infrastructure Network. 2003.
management. London: Prentice Hall. 1998.
2. Mills, A . To contract or not to contract? Issues
16. Bitran, R. Contracting-out of primary health care: for low and middle income countries. Health
Rationale and evidence from of El Salvador. Policy and Planning, 1998; 13(1): 32-40.
PHRplus Project (USAID funded). 2006.
3. Liu, X., Hotchkiss, D., Bose, S., Bitran, R.
17. Folland, S., Goodman, A.C., Stano, S. The Contracting out for primary health services:
economics of health and health care. evidence of its effects and a framework for
Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall, Inc. 2001. evaluation. PHRPlus Project unded by USAID.
18. Hanson, K., Ranson, M.K., Oliviera-Cruz, V., http://www.phrplus.org. 2004.
Mills, A. Expanding access to priority health
4. Loevinsohn, B. Contracting for the delivery of interventions: A framework for understanding primary health care in Cambodia: Desaign and
the constraints to scaling up. International initial experience of a large pilot-test.
Journal of Development, 2003; 15: 1- 14. Washington, DC: The World Bank. 2006.
19. Victora, C.G., Hanson, K., Bryce, J., Vaughn,
5. Soeters, R., Griffiths, F . Improving government J.P. Achieving universal coverage with health health services through contract management:
interventions. Lancet, 2004; 364: 1563-48.
20. De Renzio, P. Scaling up versus absortive Planning, 2003; 18(1): 74-83.
a case from Cambodia. Health Policy and
capacity: Challenges and opportunities for
6. Waters, H., Hatt, L., Peters, D. Working with reaching the MDGs in Africa. Briefing Paper. the private sector for child health. Health Policy