Persepsi Beneficiaries mengenai Program Penanaman Pohon
A. Persepsi Beneficiaries mengenai Program Penanaman Pohon
Sejak tahun 2011 hingga 2016, menurut publikasi di website ATB ada lebih dari tiga puluh sekolah yang pernah menerima pohon atau menjadi beneficiaries. Narasumber yang dipilih pada penelitian ini adalah SMPN 6 Batam yang menjadi beneficiaries pada tahun 2014 dan SMK Ibnu Sina Batam yang menjadi beneficiaries pada tahun 2015. HN, staff yang sudah bekerja di SMPN 6 sejak tahun 2005 dipilih sebagai narasumber karena HN bertugas untuk menangani pihak luar yang berurusan dengan sekolah. HN menjelaskan bagaimana program penanaman pohon tersebut dilaksanakan:
“Kalau gak salah ada ya orang (staff ATB) yang datang (sebelum penanaman). Mereka survei dulu, lagian mereka milih SMP 6 kan karena waktu itu kebetulan SMP 6 menang ini lho, cerdas cermat ATB itu. Kebetulan waktu itu mbak Ai ya, mbak Ai itu kenal sama Bu Nuraida yang pembina cerdas cermat. Karena kami sering menang jadi dia contact ke Bu Nuraida, terus Bu Nuraida hubungin kepala sekolah.
Waktu itu hari Minggu kalo gak salah, ada sih beberapa guru yang datang gak sampe sepuluh orang. Ada anak-anak juga yang kita suruh hadir.” (HN, 35 tahun, didokumentasikan Januari 2017)
Dalam persepsi pertama mengenai pemahaman CSR, menurut penjelasan HN, dirinya dan staff SMP 6 yang lain tidak begitu paham bahwa program penanaman pohon ini adalah bentuk dari CSR ATB. HN bahkan mengakui bahwa baru mengetahuinya saat itu juga karena ATB tidak menjelaskannya pada saat penanaman pohon. Namun HN mengetahui bahwa tujuan dari program ini adalah untuk mengedukasi warga sekolah. Berikut beberapa kutipan pernyataan HN:
“Ya baru tau dari kamu ini, emang program CSRnya ATB tuh apa aja sih? “Pokoknya itu (penanaman pohon) katanya program ATB. Ya pasti
mungkin masih dikasih tau tujuannya (kepada anak-anak), tapi tidak langsung menjumpai kepala sekolah dan memberikan ya minimal seperti ini (proposal).
“Kalau nggak salah ada sih ya dibilang itu untuk mengedukasi terutama anak-anak gitu. Ada sih yang pidato, bapak yang bule itu, ada speech dia
kemaren” (HN, 35 tahun, didokumentasikan Januari 2017). Selain persepsi tentang pemahaman program, persepsi mengenai
kekurangan program juga penting untuk dievaluasi untuk mengukur kepuasan masyarakat. HN menuturkan beberapa statement yang dapat dijadikan bahan evaluasi:
Saya pengennya kemarin itu mestinya, saya juga kaget sebenarnya karena Bapak (kepala sekolah) telfon, siapin gini-gini, ada orang ATB, ini orangnya, langsung saya dihubungkan dengan Ai. Dan kesannya tuh kayak buru-buru banget gitu. Pokoknya harus begini-begini-begini.
Sebenarnya yang namanya program ya pasti bagus ya dek. Cuman mungkin kurang ini ya kemaren itu missunderstanding, kurang komunikasi antara si pihak penerima dengan yang memberi.
Harusnya kemarin mereka survei dulu, sekolahnya masih butuh pohon apa enggak, berapa banyak kita butuhnya. Karena kita kan emang udah rindang, makanya bisa menang Adiwiyata”
Kita dikasih ya gak mungkin kita nolak kan. Cuman, ya itu. Setelah mereka tinggalkan kita juga bingung, ini bibit sebanyak ini mau diapain?
Sebenarnya kemaren, terima kita seratus (pohon), haah? Kalau seratus mau ditarok dimana? Secara kita kan space nya kita yang ada ya ini-ini aja, jadi hanya sebagian kecil yang bertahan, sebagian kecilnya ya mati. Kemarin ada kita tanam di belakang, cuman di belakang itu kebetulan teras air, jadi airnya ngalir terus gak bisa hidup dia. Mungkin karena dia masih kekecilan akarnya, gak kuat apa kayakmana.
Waktu itu kepala sekolah sempat ini juga, karena mereka memang bilang ke kita bahwa nanti mereka akan monitor hasil dari ini (penanaman pohon) kita itu. Kepala sekolah sempat (bilang), “enak aja, emang nya mereka, ini bukannya gampang ini kita ngurusin ini.” (HN, 35 tahun,
didokumentasikan Januari 2017). Beberapa pernyataan dari HN di atas menyiratkan bahwa sebenarnya SMPN 6
sebagai beneficiaries tidak memerlukan begitu banyak pohon, sebanyak yang diberikan oleh ATB. Kurangnya komunikasi antara pemberi pohon dan penerima dan terburu-burunya penyelenggaraan acara menyebabkan jumlah pohon yang diberikan lebih banyak daripada yang dibutuhkan, dan pada akhirnya tidak bertahan.
Selanjutnya evaluasi dalam hal peningkatan kualitas hidup secara berkelanjutan dapat dilihat dari persepsi HN mengenai kebaikan program penanaman pohon. HN memiliki persepsi yang positif mengenai hal ini, berikut ini beberapa kutipan pernyataan HN:
“Saya sebenarnya ya inila h, ya progam namanya program ya pasti bagus ya dek tujuannya. Terutama kayak gini kan katanya mau mengedukasi
masyarakat tentang penanaman pohon. Kita kan tau dampaknya gimana
Indonesia ini ke depannya, semakin berkurangnya pohon apalagi Batam ini kita tau sendiri lah kayakmana kan.
Kita emang wajib sih, terutama di depan-depan kelas itu udah diwajibkan (menanam pohon). Tapi kalau fokus, belum pernah memang anak-anak diwajibkan untuk membawa pohon berkayu gitu. Penghijauan di sini emang selalu tapi ya kayak gini lah pohon-pohon kecil gini aja. ATB kemarin ngasih itu udah gede juga, sebenarnya kalau dipelihara sebentar aja udah berbuah itu bisa bermanfaat (HN, 35 tahun, didokumentasikan Januari 2017).
Sedangkan kualitas hubungan antara ATB dengan SMPN 6 dapat digambarkan melalui persepsi HN berikut ini:
“Kita dari dulu kan kalau sama ATB kan punya hubungan kayak apa ya, hubungan khusus gitu. ATB memang banyak ya memfasilitasi sekolah.
Acara-acara cerdas cermat kayak gitu lah, walaupun kita gak menang tapi akhirnya kita ini kan, tim yel-yelnya menang sering mereka pake. Terus ini (mesin air minum) kan hadiah mereka juga. Terus kebetulan beberapa wali murid juga di ATB jadi kalau ada masalah dengan jaringan, cepet (diperbaikinya). Baik sih secara keseluruhan, tapi saya
gak tau sih itu karena penanaman pohon atau bukan.” “Kan sekolah Adiwiyata, tindakannya memang sudah dari dulu. Baiknya
(menjaga lingkungan dan menanam pohon) itu ya karena ada tuntutan dari Adiwiyata, ya kita pegang nama juga sih sebagai sekolah unggul. “(HN, 35 tahun, didokumentasikan Januari 2017)
Dari berbagai penuturan HN di atas, dapat disimpulkan beberapa hal yaitu: (1) HN tidak memahami bahwa program penanaman pohon adalah implementasi dari CSR ATB, namun HN paham akan tujuan program tersebut; (2) Kurang komunikasi dan terburu-burunya penyelenggaraan acara mengakibatkan kurang efektifnya program; (3) Menurut HN program penanaman pohon yang dilaksanakan ATB baik untuk lingkungan kota Batam; dan (4) Hubungan antara ATB dan SMPN 6 terjalin dengan baik.
Pada narasumber kedua yakni SMK Ibnu Sina, narasumber adalah SB yang menjabat sebagai Kepala Sekolah. SB menceritakan beberapa hal terkait pelaksanaan program penanaman pohon yang dilaksanakan pada Agustus 2015:
“Menanamnya kemarin langsung saja ATB mengasih ke sini karena SMK Ibnu Sina termasuk, ada penanaman pohon penghijauan gitu. Jadi ini
bantuan dari ATB agar bisa dibudayakan ditanam di lingkungan sekolah, sekaligus penghijauan lah begitu. Dia langsung datang ke sini, diantarkan besoknya datang pohonnya. Siswa-siswi dengan bagian kependidikan menanamnya. Kita melakukan (penanaman) setiap hari, jadi anak-anak itu tidak kita khususkan (dalam bentuk acara). Ada kegiatan anak-anak itu berhubungan dengan kedisiplinan seperti misalnya dia terlambat, dia dibimbing oleh gurunya itu kemudian kita bawa ke bagian kebun untuk mencangkul dan menanamkan pohon (dari ATB) itu. Kita masukkan unsur pendidikan.”
“Pohon mangga ada juga pohon pelindung ata u perdu, udah kita tanam sekarang sudah tumbuh. Ada lima puluhan pohon. Mereka survei ada
tanya juga berapa kita butuhnya di lingkungan sini. Karena kalau terlalu banyak kan mau ditanam di mana juga jadinya percuma. Tanamanya pun kan ditanam ada jaraknya juga karena tanaman tua kan pohon mangga sekitar dua meter lebih gitu. Gak bisa ditanam dekat-dekat nanti mati
dia.” “Dokumentasinya tu penyerahannya serah terima aja didata itu ada
berita acaranya, dikasih gitu aja. Gak kita dokumentasikan juga, tapi kalau bukti otentiknya yang mana dikasih ATB itu ada, ada di samping nanti silahkan difoto.” (SB, 52 tahun, didokumentasikan Januari 2017).
Dari penjelasan SB di atas terlihat bahwa ada peningkatan dari penanaman pohon seperti di SMPN 6 sebelumnya. Jika di SMPN 6 pada tahun 2014 banyak pohon yang berlebih dan akhirnya tidak bertahan, hal yang berbeda terjadi di SMK Ibnu Sina di mana seluruh pohon ditanam dan dipelihara dengan baik.
SB mengakui bahwa dirinya tidak mengetahui program penanaman pohon tersebut adalah bentuk dari CSR ATB. Menurut SB, ATB menjelaskan bahwa program tersebut adalah bagian dari penghijauan saja. ATB pula tidak menyebutkan tujuan program adalah untuk mengedukasi warga sekolah, serah SB mengakui bahwa dirinya tidak mengetahui program penanaman pohon tersebut adalah bentuk dari CSR ATB. Menurut SB, ATB menjelaskan bahwa program tersebut adalah bagian dari penghijauan saja. ATB pula tidak menyebutkan tujuan program adalah untuk mengedukasi warga sekolah, serah
“Ya tujuannya itu penghijauan gitu katanya, karena dilihatlah sek olah- sekolah yang masih bisa ditanam agar rindang begitu. Yang tidak
kondusif lah begitu karena keadaan lingkungannya gitu yang mungkin tidak rindang ya dikasih lah. Jadi tidak ujug-ujug aja datang, mungkin dia ada melakukan penelitian juga atau ada dapat informasi-informasi, dan tentu berdasarkan lokasi juga. Mungkin terpilih lah Ibnu Sina karena lokasinya masih luas dan masih bisa ditanam, masih bisa penghijauan kan gitu.” (SB, 52 tahun, didokumentasikan Januari 2017).
SB tidak menuturkan secara gamblang persepsinya mengenai kekurangan yang perlu diperbaiki dari program ini. Bahkan SB juga merasa program seperti ini memang sudah sepatutnya dilaksanakan. SB memiliki persepsi yang positif mengenai kebaikan program ini yang membawa perubahan kepada sekolahnya. Berikut pernyataan dari SB:
“Setau saya ATB itu kan program utamanya penyediaan ke masyarakat dalam bentuk air bersih, air minum. Saya rasa mungkin itu kan fleksibel
lah dalam bentuk apa. Yang namanya suatu organisasi pasti ada lebih dan kekurangannya l ah tidak ada kesempurnaan.”
“Ya tentu baik sekali karena itu kan ngaruhnya ke lingkungan hidup, sumber alam yang bisa kita kembangkan. Terutama edukasinya kepada
anak- anak, bahwa penghijauan itu sangat penting.” “Perubahan jauh, karena kita udah hijau juga . Tapi yang utama itu
karena dia ngasihnya pohon-pohon yang bermanfaat buahnya bisa dinikmati, malah kemaren udah berbuah. Karena dia dicangkok juga jadi rendah aja udah berbuah dia. Kalau edukasi secara betapa pentingnya alam itu tentu paham dia sudah (siswa-siswi), karena apa? Karena dia pertama, dia ikut menjaga apa yang ditanamnya di sekolah itu. Tapi kalau dia di rumah apa dia termotivasi untuk berbuat untuk lingkungan atau apa, ya kita tidak sampai ke sana mengevaluasi. Yang kita cermati tentu perilaku dia di sekolah, karena dia bisa tidak sembarang lagi mematahkan pucuk pohon, kadang kan gitu, menarik (dedaunan pohon). Tapi dia udah karena dia ngasihnya pohon-pohon yang bermanfaat buahnya bisa dinikmati, malah kemaren udah berbuah. Karena dia dicangkok juga jadi rendah aja udah berbuah dia. Kalau edukasi secara betapa pentingnya alam itu tentu paham dia sudah (siswa-siswi), karena apa? Karena dia pertama, dia ikut menjaga apa yang ditanamnya di sekolah itu. Tapi kalau dia di rumah apa dia termotivasi untuk berbuat untuk lingkungan atau apa, ya kita tidak sampai ke sana mengevaluasi. Yang kita cermati tentu perilaku dia di sekolah, karena dia bisa tidak sembarang lagi mematahkan pucuk pohon, kadang kan gitu, menarik (dedaunan pohon). Tapi dia udah
Selanjutnya persepsi SB mengenai kualitas hubungan antara ATB dengan SMK Ibnu Sina dirasa sudah cukup baik sebagaimana mestinya. SB memaklumi bahwa tidak ada komunikasi dari ATB mengenai tindak lanjut atau kontrol atas pemberiannya. Berikut pernyataan dari SB:
“Sampai sekarang sih belum ada evaluasinya dari mereka, mungkin karena tidak ditanya, dia gak sampai (mengevaluasi). Karena ATB ya mungkin sudah mengasih bantuan ke masyarakat, ya masyarakat lah yang memelihara lagi. Setelah itu programnya paling ya itu, kita menjalin kerja sama kegiatan- kegiatan misalnya ATB ada kegiatan kita disuratin. Mungkin tidak di penghijauan tapi kegiatan sosial lain misalnya olahraga (ATB Futsal Championship). Ada juga cerdas cermat. Pokoknya kalau ada informasi tentang program-programnya edukasi atau pendidikan dari ATB, kita tetap
dapat informasi” (SB, 52 tahun, didokumentasikan Januari 2017). Berdasarkan pernyataan-pernyataan dari SB di atas, dapat disimpulkan
beberapa hal, yakni: (1) SB tidak memahami bahwa program penanaman pohon adalah implementasi CSR ATB, tujuan program penanaman pohon dipersepsikan berbeda oleh SB sebagai beneficiaries; (2) SB tidak merasa ada kekurangan berarti yang perlu diperbaiki oleh ATB dalam program penanaman pohon; (3) SB merasa program penanaman pohon sangat baik untuk lingkungan; dan (4) Hubungan antara SMK Ibnu Sina dan ATB terjalin dengan baik sebagaimana mestinya.
Selain warga sekolah, menurut publikasi ATB di websitenya, ada delapan lokasi perumahan yang pernah menjadi beneficiaries program penanaman pohon. Sehubungan dengan tidak adanya data mengenai lokasi spesifik penanaman, SY adalah satu-satunya narasumber yang berhasil diwawancarai di lokasi yang pernah ditanami. SY adalah warga perumahan Delta Villa yang menerima pohon dari
ATB pada tahun 2012. SY menjelaskan mengenai pelaksanaan program penanaman pohon:
“Waktu itu kan cuma dikasih aja seingat saya, gak ada nanam bareng atau acara apa gitu. Kata mas nya sih ditanam aja lah bu di rumah pohon segini gede siapa juga yang mau ngasih kan. Developer yang ngantar (pohonnya) ke rumah. Soalnya saya kan tinggalnya di sini (menunjuk ke arah rumahnya), di bawah kolam renang ini. Jauh kan, kantor developer adanya di gerbang masuk. Gak tau juga apa mungkin mereka (ATB) serah terima sama developer, atau mungkin ada gotong royong sama orang (warga lain) yang di depan tapi biasanya ada pengumuman. Kemarin gak
nanya juga sih. “ “Ya kalau kita sih makasih sekali sama ATB udah dikasih, kalau beli
sendiri juga kan udah berapa (harganya). Lumayan buat ditanam di depan rumah agak teduh kan sinar matahari gak langsung nerawang ke rumah. Tapi karena gak sempat ketemu itu ya, jadinya kita kan gak tau dalam rangka apa ATB ngasih gini. Tetangga -tetangga juga gak ada yang
“ngeh” maksudnya apa, emang sudah programnya apa ada udang dibalik bakwan gitu lho.” (SY, 39 tahun, didokumentasikan Desember 2016)
Dari penjelasan SY di atas terlihat bahwa tidak ada komunikasi sama sekali antara ATB dan warga perumahan sebagai penerima. Oleh karena itu, SY pun tidak bisa menjelaskan persepsi apapun mengenai CSR ATB ataupun tujuan program penanaman pohon. Namun setelah diberi penjelasan mengenai program penanaman pohon sebagai bentuk CSR ATB dan tujuannya untuk mengedukasi masyarakat, SY menuturkan persepsinya seperti berikut:
“Ooo kalau emang seperti yang adek bilang gitu ya berarti bagus tujuannya. Cuma kan mereka gak ada kasih tau ke kita, basa basi atau
apa ya kita gimana mau tau? Seenggaknya mbok ya yang ngantar itu jangan developer, mereka aja datang ke rumah sekalian silaturahmi gitu ke pelanggannya. Atau adain acara nih di lapangan ini kan bisa nih. Kalau emang tujuan mereka mau mengedukasi masyarakat yaa harus ada kongkalikong sama masyarakatnya dong. Lain kali semoga aja gitu, tapi sebenarnya gak usah juga sih di sini lagi dek, karena kita udah hijau kan adek lihat sendiri. Ada perubahan juga itu kemaren dari ngasihan mereka. Ya yang paling kelihatan rumah warga lah dek, apalagi saya juga di rumah senang ngebun. Rumah ya jadinya enak asri, tetangga -tetangga apa ya kita gimana mau tau? Seenggaknya mbok ya yang ngantar itu jangan developer, mereka aja datang ke rumah sekalian silaturahmi gitu ke pelanggannya. Atau adain acara nih di lapangan ini kan bisa nih. Kalau emang tujuan mereka mau mengedukasi masyarakat yaa harus ada kongkalikong sama masyarakatnya dong. Lain kali semoga aja gitu, tapi sebenarnya gak usah juga sih di sini lagi dek, karena kita udah hijau kan adek lihat sendiri. Ada perubahan juga itu kemaren dari ngasihan mereka. Ya yang paling kelihatan rumah warga lah dek, apalagi saya juga di rumah senang ngebun. Rumah ya jadinya enak asri, tetangga -tetangga
“Yaa kan kita diawali dari rumah ya dek, apa -apa itu. Kayak kita biasa di rumah makan cuci tangan, ya di warung di kfc di tempat bakso juga
maunya cuci tangan. Sama yo kalau di rumah udah bersih hijau dan asri kan kita di tempat lain juga maunya gitu. Di rumah udah biasa jaga kebersihan lingkungan ya di mana- mana bakal gitu.” (SY, 39 tahun, didokumentasikan Desember 2016)
SY menyiratkan bahwa kekurangan yang perlu diperbaiki dalam program penanaman pohon adalah komunikasi antara ATB dengan warga perumahan agar warga yang menerima juga dapat memahami maksud dan tujuan program. Menurut SY, tujuan diadakannya program ini baik untuk lingkungan, apalagi dimulai dari rumah masyarakat sendiri sebagai tempat yang paling penting. Selanjutnya mengenai kualitas hubungan antara ATB dengan warga perumahan, SY menuturkan:
“Kalo komunikasi ya biasa lah mbak, palingan ada mas mas petugas cek meteran air itu aja yang datang, itu juga ndak tiap bulan. Selain itu nggak