Persepsi Stakeholders mengenai Program Penanaman Pohon

B. Persepsi Stakeholders mengenai Program Penanaman Pohon

Pada tahun 2016, ATB menggelar program penanaman pohonnya dalam bentuk ATB Festival Hijau. ATB Festival Hijau yang berlokasi di Hutan Duriangkang bekerja sama dengan komunitas Real Mountain Bikers (RMB) yang sudah menguasai daerah tersebut. Narasumber HL adalah juru bicara RMB yang mengikuti acara tersebut. HL menceritakan mengenai pelaksanaan program penanaman pohon seperti berikut:

“ATB yang minta (RMB untuk mengikuti ATB Festival Hijau), poinnya dia yang minta. Kenapa dia yang minta? Karena ATB juga sudah tau RMB itu

siapa, RMB sudah dikenal dan dia minta kita untuk dampingin dia. Ada Bagus namanya yang hubungin kita. Bagus itu kenalan kita dulu waktu dari Tribun. Kita pernah kerja sama antara RMB dengan Tribun waktu tahun kita 2013

dan 2014.” “Kegiatan intinya ATB itu adalah tanam pohon, tetapi untuk mengumpulkan

orang untuk tanam pohon itu kan sulit, kami kasih lah ide. Salah satunya sambil bersepeda, jadi poinnya peseda itu goweser itu menanam pohon. Kebetulan Duriangkang itu adalah salah satu tempat bersepeda, itu namanya Duriangkang Park. Mereka kan kasih tau, lokasi tanamnya di Duriangkang. Begitu Duriangkang, di benak kita udah tau tuh rute-rute apa aja yang harus

kita pake, karena kita itu wilayah kita, kita sering laluin di situ” (HL, 30 tahun, didokumentasikan Januari 2017).

Persepsi komunitas mengenai pemahaman akan program penanaman pohon dan CSR dapat dilihat dari kutipan pernyataan-pernyataan HL seperti berikut:

“Kalo goals nya langsung sih dia nggak (bilang), karena dia ATB itu kan menggunakan dana CSR. Jadi dia itu kan dana CSR bisa digunakan untuk

tanam pohon bisa untuk sumbangan ke yatim piatu ke panti jompo sembarang mereka aja, tapi tahun lalu dijadikan mereka untuk nanam pohon. Kalau goals aslinya sih kalo gak salah dia bilang mau memberi ke masyarakat. Artinya dia kasih berbentuk hiburan, dia kasih juga yang jangka panjang,

hutan” (HL, 30 tahun, didokumentasikan Januari 2017). Dari pernyataan HL di atas, terlihat bahwa HL memiliki persepsi yang berbeda

dengan ATB mengenai tujuan diadakannya program. Menurut HL tujuan dengan ATB mengenai tujuan diadakannya program. Menurut HL tujuan

Selanjutnya, dalam persepsi mengenai kekurangan pelaksanaan program, HL tidak mengatakan adanya kekurangan yang berarti. Karena lancarnya program ini dilaksanakan, HL dan komunitasnya bersedia untuk mengikuti kegiatan program penanaman pohon di tahun-tahun berikutnya. Berikut penuturan HL:

“Kita udah simetrinya (chemistry) dapat ama mereka, karena mereka juga udah basicnya orang-orang kayak Bagus dan segala macam kayak Enriqo

itu orang-orang event. Kita udah dapat ini harus gimana-gimana, yang mengerjakan A siapa, yang mengerjakan B siapa, cemana harus link nya itu udah dapat.”

“Kita pasti siap (untuk menghadiri acara penanaman pohon dari ATB lagi ke depannya), hal-hal seperti itu kan kita juga butuh karena bentuknya

bukan hanya semata-mata karena menguntungkan satu pihak tapi kan kegiatan sosial. Kayak kegiatan yang dilaksanakan ATB ini kan yang sangat membantu yang lainnya lah” (HL, 30 tahun, didokumentasikan

Januari 2017). Berikutnya mengenai kebaikan program penanaman pohon, HL memiliki persepsi

positif seperti yang dijelaskan berikut ini: “Oh sangat bagus, jadi ATB buat itu kan apa ya, sebagai balancing lah

ya. Ada pohon yang ditebang, ada yang dibuat kebun, dan di situ ATB punya inisiatif untuk tanam pohon. Kalau gak salah kemarin itu berapa, 5000 pohon kayaknya saya lupa. 5000 pohon ditanam di situ dan sebisa semaksimal mungkin kan kita ada hutan hijau kan. Gak semua daerah memang tapi di Duriangkang karena dia bagian dari resapan air, itu pas kali melakukan itu” (HL, 30 tahun, didokumentasikan Januari 2017).

Hal terakhir yang perlu dievaluasi, yakni persepsi mengenai kualitas hubungan antara ATB dan komunitas dinilai baik oleh HL. Berikut pernyataan HL:

“Oh semenjak itu ya kita semakin sering contact -contact. Kita juga di luar kan banyak dari berbagai elemen jadi sering ketemu juga sama mereka- mereka (staff ATB) di berbagai kesempatan. Udah bagus lah nggak hanya masalah pekerjaan mereka juga secara pergaulan orangnya welcome dan

easy going banget” (HL, 30 tahun, didokumentasikan Januari 2017). Dari kutipan pernyataan-pernyataan HL di atas dapat dipahami beberapa hal:

(1) HL memahami bahwa program penanaman pohon adalah bentuk dari CSR ATB, namun HL mempersepsikan tujuan program secara berbeda; (2) HL merasa program penanaman pohon sudah dijalankan dengan baik dan tidak terdapat kekurangan berarti; (3) HL merasa program penanaman pohon baik untuk keberlanjutan lingkungan Kota Batam;(4) Hubungan antara ATB dan komunitas

terjalin dengan lebih baik setelah adanya program penanaman pohon. Selanjutnya, dalam melaksanakan kontrak konsesinya ATB bekerja sama dengan BP Batam, begitu pula dalam pelaksanaan CSR-nya. Narasumber adalah TW yang menjabat sebagai staff divisi air BP Batam dan bertugas terutama untuk berkomunikasi dengan ATB. TW menjelaskan program penanaman pohon dari sudut pandangnya:

“Idenya dari ATB sendiri, tapi dalam pelaksanaannya baru komunikasi dengan kita. Tapi kadang-kadang bisa arah lain juga, tapi bisa juga dari

kita. Karena memang paham betul scope pekerjaan dari ATB kan perjanjian konsesinya hanya di air baku sampai di penyaluran, sementara di situ (penanaman pohon) kan bukan scope nya dia lah. Tapi karena kita berpikir bahwa dalam mendapatkan air baku itu juga tergantung di catchmentnya, bisa juga kita kerja sama dengan ATB untuk penanaman pohonnya di daerah- daerah yang memang dibutuhkan.”

“Karena emang kita udah sama ya udah ide ATB tinggal disampaikan aja, setuju nggak di sini ya baru persetujuan kita. Karena memang visinya

sama sih udah satu tujuan untuk menghijaukan. Mungkin kondisi di lapangan yang membutuhkan untuk dihijaukan itu katakanlah mungkin berapa puluh hektar, tapi kan program ATB gak semuanya hanya bagian kecil aja, ya pasti kita setuju dan mendukung” (TW, 56 tahun,

didokumentasikan Januari 2017).

Dari penjelasan TW di atas, dapat disimpulkan bahwa BP Batam mendukung CSR yang dilaksanakan oleh ATB. Selain itu TW juga menuturkan pemahamannya mengenai program penanaman pohon:

“Itu kan CSR nya dari ATB yah, ya memang sangat bagus sekali sudah dilaksanakan. Karena kan itu kewajiban dia, perusahaan sebesar ATB

gini ya banyak lah programnya di CSR. Tapi karena scope nya yang berhubungan dengan kita ini di yang pohon yah, di lingkungan kan air gitu jadi lebih banyak kita tau soal yang penanaman pohon ini”

“Seperti yang saya bilang tadi lah, yang mau dihi jaukan banyak tapi ATB sebagian kecil lah. Setidaknya itu bisa mengedukasi atau merangsang

masyarakat untuk berbuat seperti itu” (TW, 56 tahun, didokumentasikan Januari 2017).

Penuturan TW di atas menunjukkan bahwa persepsinya mengenai tujuan program penanaman pohon dan CSR ATB sejalan dengan yang direncanakan perusahaan. TW memahami bahwa program penanaman pohon adalah bentuk implementasi dri CSR ATB dan bertujuan untuk mengedukasi masyarakat. Selain persepsi mengenai pemahaman, dalam evaluasi perlu dikaji persepsi mengenai kekurangan dalam pelaksanaan program. Berikut adalah penuturan TW mengenai hal tersebut:

“ATB sudah baik ya melakukan CSR nya gitu, tetapi boleh dong kita minta yang lebih baik lagi. Makanya kita kadang lewat jalur gak resmi kadang

suka bilang juga “eh, udah bagus nih CSR nya, penghijauannya, lebih besar lagi”, ya biasa lah sambil becanda gitu” (TW, 56 tahun,

didokumentasikan Januari 2017). Penuturan TW di atas menyiratkan bahwa sebenarnya tidak ada kekurangan

berarti yang perlu diperbaiki oleh ATB. BP Batam hanya mengharapkan hal-hal umum seperti lebih besarnya skala pelaksanaan program, yang juga diharapkan kepada seluruh perusahaan yang ada di Batam. Berkaitan dengan kebaikan program penanaman pohon, TW memiliki persepsi yang positif. Berikut penuturan dari TW:

“Kayaknya 2016 itu merupakan suatu peningkatan yah, kayaknya emang lebih bagus yang seperti itu, lebih masif lebih besar lah. Yang bisa melibatkan semua, kalau misalnya ada suatu komunitas, mungkin ya itu melibatkan komunitasnya lebih banyak lagi di suatu tempat yang lebih besar lagi. Kalau misalnya sekarang kita sudah tau masalahnya di Duriangkang kenapa tidak lagi di Duriangkang la gi kita anu lagi tapi

yang lebih besar lagi gitu” “Satu targetnya untuk menghijaukan suatu tempat ada, ada hasilnya. Satu

lagi untuk membuka apa namanya istilahnya mungkin mindset dari masyarakat itu siapa tau dia juga dia juga dengan mengikuti gitu (berpikir) kita juga bisa bikin yang kayak gitu lah. Saya bilang udah cukup bagus ATB ini, cuma mungkin kalau bisa lebih besar kenapa tidak gitu kan” (TW, 56 tahun, didokumentasikan Januari 2017).

Dua pernyataan TW tersebut menunjukkan bahwa BP Batam menanggapi program penanaman pohon ATB baik dilaksanakan untuk lingkungan kota Batam. Terakhir, menyangkut kualitas hubungan antara ATB dan BP Batam, TW juga menyatakan persepsi yang positif. Pernyataan TW sebagai berikut:

“Nggak adalah miskomunikasi tu nggak pernah, karena saya pikir antara BP Batam dan ATB udah tau tugas masing-masing. Hubungan dari dulu

sampe sekarang memang selalu bagus” “Itu kita setidaknya malah setiap bulannya pun ada pertemuan,

pertemuannya ya bisa masalah teknis maupun itu lain-lain lah koordinasi lah. Selain itu gak harus resmi seperti gitu, kadang-kadang ya kalau memang misalnya kita ada membutuhkan informasi ATB atau ATB butuh informasi kita ya by phone aja. Jadi memang nggak terikat hanya apa

yang tertulis” (TW, 56 tahun, didokumentasikan Januari 2017). Dari berbagai pernyataan TW di atas, dapat dipahami beberapa hal yakni:

(1) TW memahami bahwa program penanaman pohon adalah bentuk CSR ATB dan tujuannya untuk mengedukasi masyarakat (2) TW merasa tidak ada kekurangan yang berarti dalam pelaksanaan program penanaman pohon; (3) TW beranggapan bahwa program penanaman pohon baik untuk lingkungan kota Batam; dan (4) Hubungan antara BP Batam dan ATB terjalin dengan baik.

Kemudian yang terakhir, media massa yang dipilih sebagai narasumber adalah BatamPos. BatamPos dan ATB telah menjalin kerja sama selama lebih dari 20 tahun. Pada tahun 2016 lalu BatamPos menjadi media partner dan co-organizer ATB Festival Hijau. RF dipilih sebagai penanggung jawab BatamPos telah bekerja sama dengan ATB dalam jangka waktu 15 tahun. RF menjelaskan jalannya program penanaman pohon seperti berikut:

“Yaa itu kan memang program tahunan ATB. Biasanya sih mereka memang mengirimkan press release ke kita, cuman ya karena kemarin kita

jadi media partner kan, kita ada briefing juga dengan mereka. Itu saya turun langsung ikut mengkoordinasi. Ada itu banyak di instagram saya lihat aja. Kita sebarin formulir pendaftaran, jual kaos, pas penanaman ya kita meliput lah kayak biasa, habis itu pasti di publikasikan. Kalau gak yang festival kayak kemarin itu ya biasa, kita misalnya mereka ada

kegiatan apa, dikirim release nya ke kita, diliput dan diberitakan” (RF, 34 tahun, didokumentasikan Januari 2017).

Pada umumnya kerja sama antara ATB dan BatamPos sama dengan kerja sama antara suatu perusahaan dengan instansi media lain yang ada. Namun persepsi RF mengenai tujuan program penanaman pohon tidak sejalan dengan apa yang direncanakan oleh ATB. RF menjelaskan:

“Ya jadi begini, kalau menurut saya sih ya, acara itu kan apa sih fungsinya, kan hanya untuk halo-halo aja, buzzer ya. Bisa jadi hanya

untuk memberitahukan masyarakat dan menggugah masyarakat. Tapi menurut saya ya sudah tanamin aja sendiri, gak usah pake ini (event). Supaya, dananya juga, coba kemarin itu habis berapa? Misalnya mengundang sepeda-sepeda itu kan gak murah, belum lagi makannya. Membikin acara itu besar (biayanya), bisa sampai ratusan juta juga. Coba dananya ya udah dibuat (seperti saran tadi). Tapi mungkin ya itu, gak rame, mungkin masyarakat tidak ini ya. Tapi menurut saya juga, masyarakat ini kan masyarakat apa ya, yang dikatakan masyarakat cerdas itu kan tidak ada. Masyarakat itu kan hanya ikut-ikutan aja, ada begini dia ikut ada apa dia ikut, wagon effect ya namanya. Tapi kalau memang ya untuk meriah, supaya masyarakat terlibat, supaya publikasinya juga

dapat, ya it’s ok. Tapi kalau cuma publikasinya dapat menurut saya tidak harus besar-besaran seperti itu. Gandeng aja kita misalnya, BatamPos

untuk memberitakan. Menurut saya peran media ini sih, sayang sekali untuk memberitakan. Menurut saya peran media ini sih, sayang sekali

Penjelasan RF di atas menunjukkan adanya ketidakpahaman mengenai tujuan program yang di selenggarakan oleh ATB. Padahal, media partner yang juga sebagai co-organizer seharusnya memiliki pemahaman yang sejalan dengan penyelenggara. Meskipun begitu RF mengakui bahwa dirinya memahami program penanaman pohon sebagai bentuk dari CSR oleh ATB. Dari persepsi RF di atas juga dapat dipahami bahwa menurutnya, kekurangan program penanaman pohon ini adalah menghabiskan dana yang besar. Menurut RF lebih baik program penanaman pohon dilaksanakan secara mandiri oleh ATB agar dampaknya lebih besar ke lingkungan Kota Batam. Berikutnya sehubungan dengan kebaikan program penanaman pohon, RF memiliki persepsi yang positif. RF menjelaskan seperti berikut ini:

“Dijelasin ini program tahunan bla bla bla apalagi sekarang kan, yaa inti utamanya tuh sangat luar biasa bagi keberlangsungan umat manusia di

jagat raya ini mbak. Eh kok bahasanya lebay gini ya? Ya intinya untuk menjaga catchment area kalo bahasa mereka, ke daerah resapan air. Saya ini kan pesepeda mbak, saya sering main ke hutan duriangkang itu. Itu hutan duriangkang itu namanya aja hutan, dalamnya sudah digerus . .

. Jadi ya memang baguslah mereka nanam gitu buat Batam” (RF, 34 tahun, didokumentasikan Januari 2017).

Persepsi positif RF terhadap kebaikan program juga diikuti dengan persepsi mengenai kualitas hubungan antara ATB dan BatamPos. RF menyatakan:

“Selama ini ATB sama BatamPos itu kami adalah mitra gitu yang saling menguatkan, ya seperti dua orang sahabat baik bahkan seperti kekasih.

Kami sejak pertama kali tahun 2000 lalu ya, sejak ATB Humas nya masih orang lain itu kita sudah bekerja sama. Bahkan ketika dulu saya sendiri masih menjadi reporter, itu sering itu ATB kita kasih kolom khusus di koran kita.”

“Gak ada kesulitan (komunikasi), karena sekali lagi saya bilang kayak Iksa, Enriqo, itu mereka keren lah. Udah seperti saudara mbak, ya namanya kerja pasti ada lah kesulitan nya tapi bukan suatu kesulitan yang besar. Namanya hubungan kita sudah baik secara emosional secara komunikasi sudah baik biasanya hal-hal yang kayak gitu kan ya sudah woles aja, biasa itu.” (RF, 34 tahun, didokumentasikan Januari 2017).

Dari pernyataan-pernyataan RF di atas, dapat disimpuulkan beberapa hal yakni: (1) RF memahami bahwa program penanaman pohon adalah bentuk CSR dari ATB namun RF tidak memiliki pemahaman yang sama dengan ATB mengenai tujuan program penanaman pohon; (2) RF merasa program penanaman pohon dalam bentuk festival memakan biaya yang besar, sebaiknya program dilaksanakan secara mandiri oleh ATB dalam skala lokasi yang besar; (3) Menurut RF program penanaman pohon baik untuk lingkungan kota Batam; dan (4) Hubungan antara ATB dan BatamPos terjalin dengan baik.