Proses Komunikasi Program Penanaman Pohon

4.2.1. Proses Komunikasi Program Penanaman Pohon

1. Menetapkan Visi

Dalam aktivitas keberpihakan terhadap masyarakat dan lingkungan, praktik CSR harus didasarkan pada landasan kuat yang dijadikan pijakan kebijakan. Untuk itu, penetapan visi CSR yang sinergis dengan visi perusahaan menjadi penting. Dalam program CSR yang dilaksanakan oleh ATB, walaupun kegiatan CSR terhitung cukup banyak yakni sembilan macam program termasuk penanaman pohon yang diteliti, pengadaan program-program tidak memiliki visi tersendiri. Hal ini dijelaskan oleh EM seperti berikut:

“Kalau untuk visi sih kayaknya kita nggak ada ya, nggak ada yang spesifik gitu tertulis gitu enggak tapi ya kalau kesehariannya mungkin untuk memberi ke masyarakat lah. Mungkin menurut yang mbak pelajari ada perusahaan yang menetapkan visi misi di program-program CSRnya, ta pi kalau kita sih enggak.” (EM, 40 tahun, didokumentasikan Oktober 2016)

Karena tahap penetapan visi tidak dilaksanakan, maka tidak dapat dilakukan analisis terhadap proses komunikasinya.

2. Menetapkan Misi

Misi merupakan penjabaran secara lebih operasional dari visi, sehingga misi CSR merupakan wahana untuk menginformasikan siapa perusahaan, landasan filosofis perusahaan, apa inti atau garis aktivitas perusahaan di mata stakeholder . Telah diketahui bahwa program-program CSR yang diselenggarakan oleh ATB tidak memiliki visi tersendiri ataupun meminjam Misi merupakan penjabaran secara lebih operasional dari visi, sehingga misi CSR merupakan wahana untuk menginformasikan siapa perusahaan, landasan filosofis perusahaan, apa inti atau garis aktivitas perusahaan di mata stakeholder . Telah diketahui bahwa program-program CSR yang diselenggarakan oleh ATB tidak memiliki visi tersendiri ataupun meminjam

“Kalau misi ya itu diturunkan dari misi perusahaan tadi, seperti yang saya bilang tadi, kita menjalankan program CSR ini ka n dijiwai dari misi

ATB dengan tiga langkah itu.” (EM, 40 tahun, didokumentasikan Oktober 2016)

Misi penanaman pohon meminjam langkah dari misi perusahaan terdiri atas tiga poin yaitu: (1) memberikan pelayanan terbaik demi tercapainya kepuasan pelanggan; (2) memelihara kesehatan dan keselamatan karyawan dan lingkungan; dan (3) mempertahankan posisi ATB sebagai tolok ukur perusahaan air di Indonesia. Jadi, meskipun program-program CSR tidak memiliki misi tersendiri ataupun dalam misi perusahaan tidak tercantum kata- kata CSR, penanaman pohon yang diselenggarakan adalah penjabaran dari misi perusahaan yang telah menginformasikan siapa perusahaan, landasan filosofisnya, dan aktivitasnya.

Misi perusahaan disusun bersamaan dengan visi perusahaan oleh bagian direksi ( Board of Director /BOD) yang terdiri dari Presiden Direktur, Wakil Presiden Direktur, dan Direktur Operasional, Keuangan, dan Teknik. EM menuturkan seperti berikut:

“Oh enggak, kalau misi kita gak ada ikut andil sih ya, apalagi sampe ke BP Batam itu kan walaupun mereka yang memberikan kita kontrak

konsesi tapi kita ini kan perusahaan sendiri lah, jadi misi ya kita susun sendiri dong. Misi itu BoD yang nyusun . . . ya dalam rapat lah seperti

biasa presdir sama wakil dan direktur lainnya.” (EM, 40 tahun, didokumentasikan Desember 2016)

Dalam penyusunan misi terjadi proses komunikasi di mana semua pihak dapat menjadi baik komunikator maupun komunikan. Pesan yang disampaikan

adalah ide-ide, saran, koreksi, dan perbaikan mengenai visi dan misi perusahaan, begitu pula dengan umpan baliknya (feedback ). Media yang digunakan dalam penentuan misi adalah tatap muka dalam sebuah diskusi. Lingkungan dalam proses ini adalah ruangan rapat, yang sengaja dipilih untuk meminimalisir gangguan fisik. Pada garis besarnya, proses komunikasi ini menghasilkan efek kognitif, afektif, dan konatif. Efek kognitif berupa dihasilkannya misi perusahaan yang dipahami oleh pelaku komunikasi. Efek afektif berupa diyakininya dan dijiwainya misi tersebut. Efek konatif dari proses ini adalah dilaksanakannya misi yang telah dihasilkan tersebut.

3. Menetapkan Tujuan

Tujuan merupakan scope hasil akhir (result ) yang dicapai perusahaan sebagaimana tertuang dalam perencanaan. Tujuan, merumuskan apa yang akan diselesaikan oleh perusahaan, kapan akan diselesaikan, serta mengukur secara akurat kegiatan yang dilakukan. Berikut ini penuturan EM mengenai tujuan perusahaan dalam mengadakan program penanaman pohon:

“Tujuan kita ini ya untuk mengedukasi masyarakat, karena kan menghijaukan lingkungan Kota Batam ini bukan tanggung jawab ATB. CSR ATB ini kan sifatnya hanya bantuan, sosial responsibility saja sehingga bukan menjadi tugas perusahaan. Sekarang gini mbak, kita ini kan operasinya memang di bidang sumber daya alam, tetapi kan bukan sumber daya alam yang tidak terbarukan, seperti minyak bumi atau yang lainnya kan gitu. Kita memang mengolah air, tapi apa air itu bisa habis? Kan nggak, jumlah air kan tetap di bumi. Tapi bisa saja mengalami kekeringan. Apa kekeringan itu disebabkan ATB? Nggak dong, makanya kita mengajak masyarakat untuk menanam pohon, agar air bisa diserap, agar tidak kekeringan. Tapi kalau kita juga harus memelihara pohon- pohonnya, ya seperti yang saya bilang tadi itu kan kadang kepentingan masyarakat dengan kita berbeda, nanti jadinya ibaratnya terlalu

menggarami laut lah begitu.” (EM, 40 tahun, didokumentasikan Oktober 2016)

Tujuan yang ingin dicapai oleh ATB adalah mengedukasi masyarakat agar tidak hanya tersadar akan pentingnya pohon namun juga tergerak untuk memelihara dan menanam pohon. Hal ini didasari pertimbangan bahwa untuk menjaga lingkungan, tidak hanya diperlukan sekedar menanam pohon saja tapi diperlukan juga masyarakat yang sadar akan pentingnya pemeliharaan dan penanaman pohon itu sendiri. Tujuan ini sejalan dengan pendapat Yusuf (2007) bahwa konteks terpenting dalam pengelolaan perusahaan adalah peran dan fungsinya dalam mendukung pembangunan berkelanjutan (sustainable development ). Sustainable development memiliki unsur tanggung jawab yang sangat luas, tidak sebatas pembangunan secara fisik, namun masuk pada ranah psikis, norma, dan etika. Namun walaupun tujuan dari penyelenggaraan penanaman pohon ini tergolong baik, ATB tidak merumuskan apakah pengedukasian ini memiliki akhir, kapan edukasi tersebut akan diselesaikan, dan bagaimana pengukurannya atau dengan kondisi seperti apa tujuan edukasi itu dapat dikatakan selesai.

Kemudian mengenai proses dalam penentuan tujuan dijelaskan oleh EM seperti berikut: “Kalau menentukan tujuan sih dari kita (departemen corporate

communication), tetapi ya tentu nanti atas persetujuan dari direksi juga. Semua ya ikut, saya dan staff corpcomm lainnya rapat, karena kan semua nanti bakal jalanin CSR nya tentu semua harus tau tujuan dasar kita itu

apa . . . biasanya sih di sini juga di ruangan ini (ruangan meeting).” (EM,

40 tahun, didokumentasikan Oktober 2016)” Pada tahap penetapan tujuan yang dilakukan dengan diskusi, komunikasi

lebih banyak terjadi pada lingkup departemen corporate communication. Proses komunikasi yang berlangsung tergolong transaksional untuk

membangun kesamaan makna seluruh anggota departemen. Hal ini penting karena nantinya seluruh anggota akan bekerja sama untuk satu tujuan. Dalam proses ini setiap orang dapat menjadi komunikator dan komunikan untuk menyampaikan pesan dan umpan baliknya melalui media tatap muka secara langsung. Pesan dan umpan baik yang disampaikan berkaitan dengan ide/gagasan/tanggapan mengenai tujuan perusahaan dalam melaksanakan CSR. Media yang digunakan adalah tatap muka dan alat penunjang lainnya seperti alat tulis, papan tulis, dan lain-lain. Lingkungan dalam proses ini adalah ruangan rapat, yang sengaja dipilih untuk meminimalisir gangguan fisik. Pada garis besarnya, proses komunikasi ini menghasilkan efek kognitif, afektif, dan konatif. Efek kognitif berupa dihasilkannya tujuan CSR yang akan dilaksanakan yang dipahami oleh pelaku komunikasi. Efek afektif berupa diyakininya dan dijiwainya tujuan tersebut untuk dicapai. Efek konatif dari proses ini adalah ditindaklanjutinya tujuan tersebut dan diteruskan kepada direksi untuk mendapatkan persetujuan.

4. Menetapkan Target

Target merupakan batas dan acuan ketercapaian pekerjaan jangka pendek dari tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan penetapan target, para pelaksana tanggung jawab sosial memiliki patokan dalam melaksanakan

program bersangkutan. Target dalam program penanaman pohon oleh ATB ditentukan setiap tahunnya oleh departemen corporate communication . Setiap tahunnya, sejak diselenggarakan pada tahun 2011 hingga 2016, target program bersangkutan. Target dalam program penanaman pohon oleh ATB ditentukan setiap tahunnya oleh departemen corporate communication . Setiap tahunnya, sejak diselenggarakan pada tahun 2011 hingga 2016, target

“Targetnya kita tergantung, bisa tergantung anggaran dana, bisa juga tergantung acara. Misalnya gini, kalau kita bikin festival kayak kemarin

tuh kan dananya gak sedikit tuh, ya tentu pohon yang bisa kita tanam juga berkurang, dibandingkan kayak tahun berapa ya kalau saya gak salah, itu kita yang tanam kan kasih ke sekolah, perumahan, dan daerah-daerah lain itu karena acaranya gak sebesar festival bisa kita tanam hampir 3000 pohon. Tapi biasanya kita gak pernah kurang dari 1000, itu sudah komitmen, dan kita pasti ada menyesuaikan juga dengan program-

program yang lain.” (EM, 40 tahun, didokumentasikan Oktober 2 016) Target harus diselesaikan dalam tiga pembagian waktu yakni pada Hari

Bumi sedunia setiap 22 April, Hari Lingkungan Hidup sedunia setiap 5 Juni, dan sisanya pada waktu-waktu tertentu yang memungkinkan yang diatur bersama penerima pohon (beneficiaries ). Meskipun target jumlah pohon ditentukan, namun tidak ditentukan target berapa orang atau seberapa tersadar/tergeraknya masyarakat atas edukasi yang dilakukan melalui event penanaman pohon. Hal ini sedikit melenceng dari tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, bahwa tujuan utama adalah mengedukasi agar masyarakat tersadar akan pentingnya pohon dan tergerak untuk memelihara pohon, maka seharusnya yang dijadikan target bukanlah seberapa banyak jumlah pohon yang ditanam.

EM menjelaskan bahwa proses komunikasi dalam tahapan ini sama dengan tahapan sebelumnya. Berikut penuturan EM: “Sama, penetapan target ya sama kayak penetapan tujuan tadi

prosesnya.” (EM, 40 tahun, didokumentasikan Oktober 2016) Tahap penetapan target terjadi dalam departemen corporate

communication. Pada tahap ini awalnya anggaran dana disampaikan oleh

pihak direksi kepada manajer departemen corporate communication . Anggaran dana disampaikan melalui rapat tahunan top management secara langsung bertatap muka. Setelah mengetahui anggaran dana, manajer menyampaikannya kepada staff departemen corporate communication dalam rapat/diskusi untuk penentuan target. Setiap orang dalam diskusi dapat menjadi komunikator dan komunikan untuk menyampaikan pesan dan umpan baliknya. Pesan dan umpan balik berupa ide/gagasan/tanggapan mengenai target pelaksanaan CSR. Lingkungan dalam proses ini adalah ruangan rapat, yang sengaja dipilih untuk meminimalisir gangguan fisik. Pada garis besarnya, proses komunikasi ini menghasilkan efek kognitif, afektif, dan konatif. Efek kognitif berupa dipahaminya seberapa atau bagaimana target yang ingin dicapai oleh departemen corporate communiation . Efek afektif berupa diyakininya dan dijiwainya target tersebut untuk dicapai. Efek konatif dari proses ini adalah ditindaklanjutinya target tersebut. Hasil proses ini ditulis dalam notula rapat sebagai komunikasi tertulis yang kemungkinan dapat berubah menyesuaikan dengan keadaan nantinya.

5. Mempertimbangkan Kebijakan

Kebijakan merupakan pedoman umum sebagai acuan pelaksanaan program CSR. Hadi (2014:126) menyatakan bahwa ada berbagai bentuk kebijakan yang dilakukan dalam menjalankan aktivitas CSR, diantaranya: (1) CSR sebagai investasi sosial perusahaan; (2) CSR sebagai strategi bisnis perusahaan; (3) CSR sebagai upaya memperoleh license to operate (izin untuk beroperasi) dari masyarakat; dan (4) CSR sebagai bagian dari risk

management (manajemen resiko). Dalam program CSR penanaman pohon sendiri sebetulnya tidak dipertimbangkan bagaimanakah kebijakan penyelenggaraannya. Namun berdasarkan pendapat Hadi di atas maka CSR yang dilakukan oleh ATB dapat dikategorikan sebagai bentuk kebijakan yang pertama, yakni CSR sebagai investasi sosial. Pelaksanaan CSR dilakukan secara terencana dan penuh keseriusan. Perusahaan memiliki ekspektasi masa depan yaitu ikut serta dalam membangun dan memperbaiki kehidupan masyarakat dan lingkungan. Sejalan dengan pendapat Hadi, ATB juga mengharapkan dukungan dari masyarakat sebagai nilai tambah bagi perusahaan. Namun diakui oleh EM, manajer departemen corporate communication memang kebijakan CSR bisa juga terkait dengan kebijakan yang lain. EM menegaskan:

“Kalau di kita nggak masuk ke strategi bisnis. Saya rasa itu mungkin menurut teori yang mbak pelajari ada perusahaan yang seperti itu.

Mungkin ada yang kebijakan CSR nya tergolong hanya satu, ada yang dua, atau bahkan keempatnya. ATB sendiri kalau investasi jangka panjang iya, kalau license to operate itu betul, kemudian risk management ya ada lah sedikit tapi porsinya nggak begitu besar”. (EM, 40 tahun, didokumentasikan Desember 2016)

Karena tahap pertimbangan kebijakan tidak dilaksanakan, maka tidak dapat dianalisis proses komunikasi bagaimanakah yang terjadi.

6. Menetapkan Strategi

Strategi di sini merupakan sarana untuk menjabarkan visi, misi, dan kebijakan CSR yang akan dipraktikkan. EM menjelaskan mengenai strategi yang ditetapkan oleh ATB sebagai berikut:

“Betul, memang kalau di kita belum masuk ke community empowering ya, tidak memberdayakan masyarakat. Kita sifatnya seperti yang mbak bilang “Betul, memang kalau di kita belum masuk ke community empowering ya, tidak memberdayakan masyarakat. Kita sifatnya seperti yang mbak bilang

inisiator, fasilitator, bagi masyarakat Kota Batam.” (EM, 40 tahun, didokumentasikan Oktober 2016)

Program penanaman pohon ATB digolongkan sebagai community development yang berbentuk community service . Community development berarti perusahaan mengadakan kegiatan CSR untuk komunitas sekitar perusahaan, di mana ATB mengadakan penanaman pohon untuk masyarakat Kota Batam. Strategi community service dititikberatkan pada pelayanan untuk memenuhi kepentingan masyarakat yakni penghijauan Kota Batam. ATB hanyalah sebagai fasilitator dari pemecahan masalah tersebut yakni dengan memberikan pohon untuk ditanam oleh penerima (beneficiaries) . Selanjutnya pohon yang sudah diberikan tersebut diharapkan dapat dijaga oleh masyarakat sendiri untuk memecahkan masalah kurangnya penghijauan dan pohon untuk daerah resapan air di Kota Batam Batam.

Sedangkan untuk proses komunikasi dalam tahap menetapkan strategi EM mejelaskan:

“Nah kalau penetapan strategi ini kita dari BoD mbak, jadi kan BoD yang mempertimbangkan ini harus begini begitu, nanti dari strategi yang

mereka sarankan itu kita buat rancangan programnya, tentu atas persetujuan dari mereka juga.”

Proses penetapan strategi dilakukan oleh direksi. Dalam pertimbangan strategi terjadi proses komunikasi di mana semua pihak dapat menjadi baik komunikator maupun komunikan. Pesan yang disampaikan adalah ide-ide,

saran, koreksi, dan perbaikan mengenai strategi yang dapat diterapkan oleh perusahaan, begitu pula dengan umpan baliknya (feedback ). Media yang digunakan dalam penetapan strategi adalah tatap muka dalam sebuah diskusi. Lingkungan dalam proses ini adalah ruangan rapat, yang sengaja dipilih untuk meminimalisir gangguan fisik. Pada garis besarnya, proses komunikasi ini menghasilkan efek kognitif, afektif, dan konatif. Efek kognitif berupa dihasilkannya strategi yang dipahami oleh pelaku komunikasi. Efek afektif berupa diyakininya dan dijiwainya strategi tersebut agar dapat dijalankan sesuai misi perusahaan. Efek konatif dari proses ini adalah ditindaklanjutinya ketetapan strategi tersebut oleh departemen corporate communication.

7. Merancang Struktur Organisasi

Menurut Yusuf dalam Hadi (2014:131), jika suatu perusahaan memang serius dalam menyelenggarakan CSR, perusahaan tersebut akan membentuk satu departemen yang secara khusus bertanggung jawab atas pelaksanaan CSR. ATB sendiri telah membentuk departemen Corporate Communication (Komunikasi Korporat) yang khusus menangani masalah CSR perusahaan secara serius. Masing-masing pegawai memiliki peran tersendiri dalam mendukung jalannya praktik CSR dengan baik.

Gambar 4.2.

Struktur Organisasi Departemen Corporate Communication (Sumber:

Manajemen Perusahaan, 2016, diolah oleh peneliti)

Departemen ini dikepalai oleh seorang manajer yang bertugas untuk memastikan seluruh kegiatan CSR ATB berjalan dengan baik. Data Support Officer, CSR & Branding Supervisor, dan PR & Education supervisor bertanggung jawab langsung kepada manajer. Setiap supervisor bertugas untuk memastikan tugas yang dijalankan oleh bawahannya terlaksana dengan baik. CSR & Branding Superviso r membawahi CSR Officer dan Asistennya, serta Design & Branding Officer. Sedangkan PR & Education Supervisor membawahi Customer Officer, Education Officer, dan Media Relation Officer beserta asistennya. CSR Officer bertugas untuk menjalin hubungan baik dan berkomunikasi dengan stakeholder terutama masyarakat dan komunitas. Komunikasi dan hubungan yang dijalin terkait pelaksanaan CSR. Dalam pekerjaannya, CSR Officer dibantu oleh seorang asisten. Design & Branding Officer bertugas untuk mendesain dan memastikan bekerjanya berbagai macam publikasi yang dilakukan oleh ATB untuk stakeholders . Customer Officer bertugas untuk menjalin hubungan dengan pelanggan ATB dalam Departemen ini dikepalai oleh seorang manajer yang bertugas untuk memastikan seluruh kegiatan CSR ATB berjalan dengan baik. Data Support Officer, CSR & Branding Supervisor, dan PR & Education supervisor bertanggung jawab langsung kepada manajer. Setiap supervisor bertugas untuk memastikan tugas yang dijalankan oleh bawahannya terlaksana dengan baik. CSR & Branding Superviso r membawahi CSR Officer dan Asistennya, serta Design & Branding Officer. Sedangkan PR & Education Supervisor membawahi Customer Officer, Education Officer, dan Media Relation Officer beserta asistennya. CSR Officer bertugas untuk menjalin hubungan baik dan berkomunikasi dengan stakeholder terutama masyarakat dan komunitas. Komunikasi dan hubungan yang dijalin terkait pelaksanaan CSR. Dalam pekerjaannya, CSR Officer dibantu oleh seorang asisten. Design & Branding Officer bertugas untuk mendesain dan memastikan bekerjanya berbagai macam publikasi yang dilakukan oleh ATB untuk stakeholders . Customer Officer bertugas untuk menjalin hubungan dengan pelanggan ATB dalam

Dalam proses penyusunan stuktur organisasi, EM menjelaskan seperti berikut:

“Awalnya waktu perusahaan berdiri ya tentu pendiri -pendiri perusahaan yang merancang struktur organisasinya, terutama direksi ya. Tapi kan

makin ke sini ATB sudah punya departemen corpcomm sendiri, sebagai pelaksana CSR ya pasti kita yang lebih tau dong, gimana dalam departemen struktur organisasi harus bagaimana untuk jalanin program. Jadi udah ke sini kita yang menyusun, tentu atas persetujuan direksi itu biasanya nanti baru dicari orangnya ke HR.” (EM, 40 tahun, didokumentasikan Oktober 2016)

Proses penyusunan struktur organisasi ini terus terjadi dan diperbaharui setiap tahunnya sesuai kebutuhan. Pada awalnya struktur organisasi disusun oleh direksi dalam media sebuah diskusi/rapat. Pada proses komunikasi semua pihak dapat menjadi baik komunikator maupun komunikan. Pesan yang disampaikan adalah ide-ide, saran, koreksi, dan perbaikan mengenai struktur organisasi bagaimanakah yang tepat untuk mempraktikkan CSR, begitu pula dengan umpan baliknya (feedback ). Lingkungan dalam proses ini adalah ruangan rapat, yang sengaja dipilih untuk meminimalisir gangguan fisik. Pada garis besarnya, proses komunikasi ini menghasilkan efek kognitif, afektif, dan konatif. Efek kognitif berupa dihasilkannya rancangan struktur organisasi

yang dipahami oleh pelaku komunikasi. Efek afektif berupa diyakininya dan dijiwainya hasil diskusi tersebut bahwa struktur seperti itulah yang tepat untuk mempraktikkan CSR perusahaan. Efek konatif dari proses ini adalah ditindaklanjutinya rancangan struktur tersebut kepada departemen Human Resource & GA. Seiring waktu ketika departemen corporate communication yang mengurus bidang CSR sudah berdiri, struktur organisasinya pun ikut berkembang. Posisi dalam struktur organisasi diperbaharui oleh departemen ini sendiri dengan pertimbangan manajer. Pembaharuan struktur bisa jadi penambahan maupun pengurangan anggota, jobdesk , dan lain-lain. Manajer departemen mengkomunikasikan kebutuhan pembaharuan ini kepada direksi dan departemen HR & GA .

8. Menyediakan Sumber Daya Manusia

ATB menyiapkan pegawai untuk menangani masalah CSR secara serius. Selain membentuk struktur organisasi, penyeleksian pegawai dilakukan secara hati-hati agar dipastikan bahwa pegawai tersebut dapat mengemban tugasnya dengan baik. Yusuf dalam Hadi (2014:137) mengatakan bahwa sumber daya manusia (SDM) yang handal merupakan tahapan penting untuk menentukan tingkat keberhasilan pelaksanaan CSR, untuk itu hendaknya memperhatikan pokok-pokok kualifikasi. Kualifikasi yang paling utama adalah memiliki pengetahuan luas dan mendalam tentang tanggung jawab sosial untuk menangani pekerjaannya, melakukan evaluasi, membuat pelaporan, dan tanggung jawa lain-lain yang diemban secara tepat. Diakui oleh EM, manajer ATB menyiapkan pegawai untuk menangani masalah CSR secara serius. Selain membentuk struktur organisasi, penyeleksian pegawai dilakukan secara hati-hati agar dipastikan bahwa pegawai tersebut dapat mengemban tugasnya dengan baik. Yusuf dalam Hadi (2014:137) mengatakan bahwa sumber daya manusia (SDM) yang handal merupakan tahapan penting untuk menentukan tingkat keberhasilan pelaksanaan CSR, untuk itu hendaknya memperhatikan pokok-pokok kualifikasi. Kualifikasi yang paling utama adalah memiliki pengetahuan luas dan mendalam tentang tanggung jawab sosial untuk menangani pekerjaannya, melakukan evaluasi, membuat pelaporan, dan tanggung jawa lain-lain yang diemban secara tepat. Diakui oleh EM, manajer

“Kredibel, …. kalau kita bicara kompetensi itu iya. Tapi terkadang ini kan kayaknya bukan hanya di corpcomm, kayaknya di seluruh pekerjaan

itu yang kedua jadi isunya adalah soft skill, masalah karakter, tapi itu kan masalah klasik lah. Itu yang kemudian harus selalu diarahkan agar sejalan dengan culture dari perusahaan. Karena setiap orang itu kan punya kultur sendiri, begitu masuk bergabung itu kan umumnya kan masih ada yang terbawa jadi harus diselaraskan. Tapi kalau dari kompetensi

SDM di corpcomm sih sudah memenuhi syarat.” (EM, 40 tahun, didokumentasikan Desember 2016)

Proses penyediaan SDM dilakukan oleh departemen Human Resource & General Affair. Proses penyediaan dan komunikasinya dimulai dengan mengiklankan lowongan pekerjaan di berbagai saluran media ATB. Lowongan pekerjaan dikomunikasikan kepada masyarakat secara tidak langsung dalam bentuk verbal berupa tulisan. Pengkomunikasian lowongan pekerjaan ini tergolong komunikasi eksternal yakni dari ATB kepada pihak lain di luar perusahaan. Proses penyeleksian dan perekrutan berjalan seperti yang terjadi di perusahaan lain pada umumnya. Terjadi komunikasi antara departemen corporate communication dan departemen HR & GA mengenai calon SDM yang akan direkrut untuk mempertimbangkan kualifikasinya. Komunikasi antar departemen ini tergolong sebagai komunikasi diagonal.

9. Merancang Program

Hal yang krusial dalam penyelenggaraan CSR adalah ketepatan bentuk aktivitas dan keefektifan terhadap kemanfaatan di mata stakeholder dan lingkungan, serta koherensi dampak operasional perusahaan (Hadi, 2014:132). Jika ATB adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang penyediaan

infrastruktur untuk pemenuhan kebutuhan air, praktik CSR yang tepat tentunya berhubungan dengan air yang bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungan kota Batam. Oleh karena itu, perancangan program penanaman pohon sudah dirasa tepat dilakukan. Progam penanaman pohon pada 2016 lalu dilaksanakan dalam bentuk event atas pertimbangan bahwa event dapat diketahui oleh ATB dan beneficiaries- nya saja, tapi juga dapat diliput oleh berbagai media massa. Apabila informasi dari media massa sampai pada audiens (pembaca/pendengar/penonton), walaupun audiens tidak mengikuti event tersebut namun diharapkan audiens dapat tersadar akan pentingnya pohon dan tergerak untuk menanam dan memeliharanya demi kelestarian lingkungan.

Tahap perancangan program ini melibatkan proses komunikasi seperti penjelasan EM berikut: “Yang merancang program itu kita semua di corpcomm ini, dalam rapat

ya, awal tahun sih biasanya. Ide nya sudah ada ini kan, ntar mendekati beberapa bulan pelaksanaannya ya disusun proposalnya sama

penanggung jawab, baru dikomunikasikan ke BoD.” (EM, 40 tahun, didokumentasikan Oktober 2016)

Dalam perancangan program komunikasi dalam sebuah rapat antar anggota departemen tersebut, semua orang dapat menjadi komunikator dan komunikan. Pesan ataupun umpan balik adalah ide/gagasan/tanggapan mengenai program apa atau bagaimana yang tepat untuk dilaksanakan dalam kerangka CSR. Lingkungan dalam proses ini adalah ruangan rapat, yang sengaja dipilih untuk meminimalisir gangguan fisik. Pada garis besarnya, proses komunikasi ini menghasilkan efek kognitif, afektif, dan konatif. Efek Dalam perancangan program komunikasi dalam sebuah rapat antar anggota departemen tersebut, semua orang dapat menjadi komunikator dan komunikan. Pesan ataupun umpan balik adalah ide/gagasan/tanggapan mengenai program apa atau bagaimana yang tepat untuk dilaksanakan dalam kerangka CSR. Lingkungan dalam proses ini adalah ruangan rapat, yang sengaja dipilih untuk meminimalisir gangguan fisik. Pada garis besarnya, proses komunikasi ini menghasilkan efek kognitif, afektif, dan konatif. Efek

Sebelum merancang program ini, ATB telah mengadakan tinjauan dan survey mengenai keadaan lingkungan kota Batam yang mengalami problem yaitu tidak memiliki sumber air baku. Sumber air hanya mengandalkan air hujan yang diserap oleh pepohonan dan tanah di daerah resapan air yang mengalir ke waduk bersamaan dengan air hujan yang sudah tertampung di waduk. Tentu seiring pertumbuhan penduduk kota Batam kebutuhan air pun ikut meningkat, maka salah satu cara mengatasinya adalah dengan mengadakan program dengan tujuan memperbanyak pohon baik di daerah resapan air dan menyadarkan masyarakat sendiri terutama di sekolah dan fasilitas umum akan pentingnya pepohonan bagi lingkungan yang menunjang kehidupan mereka.

Tindakan ATB sejalan dengan pendapat Yusuf dalam Hadi (2014:133), bahwa tindakan yang harus dilakukan dalam rangka mengurangi ketidak- efektikan praktik CSR adalah dengan melakukan identifikasi problematika yang dihadapi serta kebutuhan riil yang dirasakan stakeholder . Lebih lanjut dinyatakan bahwa program CSR sedapat mungkin dilakukan dalam beberapa kerangka orientasi, yang salah satunya adalah bahwa perencanaan dibuat secara partisipatoris dengan didahului oleh need assessment (penilaian Tindakan ATB sejalan dengan pendapat Yusuf dalam Hadi (2014:133), bahwa tindakan yang harus dilakukan dalam rangka mengurangi ketidak- efektikan praktik CSR adalah dengan melakukan identifikasi problematika yang dihadapi serta kebutuhan riil yang dirasakan stakeholder . Lebih lanjut dinyatakan bahwa program CSR sedapat mungkin dilakukan dalam beberapa kerangka orientasi, yang salah satunya adalah bahwa perencanaan dibuat secara partisipatoris dengan didahului oleh need assessment (penilaian

“Ya (sebelum penanaman pohon) kita survei dulu ke lokasinya, karena kalau daerah yang sudah hijau, kan buat apa lagi kita tanami kan dek,

sekalipun dia mengajukan permohonan atau apa tapi tetap kita lihat dulu dia masih membutuhkan nggak? Kalau nggak ya kita kasih ke lokasi lain

yang lebih membutuhkan.” (JD, 24 tahun, didokumentasikan November 2016)

Dari penjelasan-penjelasan di atas dapat diartikan bahwa komunikasi yang dilakukan perusahaan bersifat top-down saja, yaitu dari atas ke bawah saja tanpa mempertimbangkan bagaimana kesepakatan dari masyarakat sebagai beneficiaries . Komunikasi partisipatoris penting dilakukan pada tahap perencanaan program ini karena menurut Muchlis (2009:11), partisipasi mendukung masyarakat untuk mulai “sadar” akan situasi dan masalah yang dihadapinya serta berupaya mencari jalan keluar yang dapat dipakai untuk mengatasi masalah mereka. Tujuan dari program event penanaman pohon ini hanya disampaikan oleh ATB melalui pidato yang disampaikan oleh President Director (presiden direktur) pada pembukaan event.

10. Linkage Stakeholder dan Pemetaan Wilayah

Maksudnya membangun jaringan/hubungan dan kedekatan dengan stakeholder , yang bertujuan untuk melakukan brainstorming atau berdiskusi Maksudnya membangun jaringan/hubungan dan kedekatan dengan stakeholder , yang bertujuan untuk melakukan brainstorming atau berdiskusi

“Linkage stakeholder pasti ada dong, kan kita melakukan ini untuk stakeholder terutama masyarakat ya dek. Biasanya itu kalau berhubungan

dengan pihak luar itu mbak sih ya tapi lebih ke komunitas dan masyarakat luas, dibantu Roni biasanya. Kalau ke sekolah-sekolah itu Daniel, kalau media itu Iksa . . . ya komunikasi seperti bia sa lah dek menyangkut program penanaman, kadang ketemu langsung kalau memang perlu, kalau nggak memungkinkan misalnya gak sempat atau apa, atau gak terlalu urgent ya by phone aja, telpon, email atau chat kan bisa. Makanya kita usahain setiap stakeholder yang ketemu tuh kita kasih kartu nama dek jadi kalau ada apa- apa mereka tau mau menghubungi kemana.” (JD, 24 tahun, didokumentasikan November 2016)

Proses ini dilakukan kebanyakan oleh CSR Officer, Education Officer, dan Media Officer kepada berbagai kalangan stakeholder, di mana semua orang dapat menjadi komunikator maupun komunikan. Staff-staff ini berhubungan dengan stakeholders baik secara langsung tatap muka ataupun tidak langsung melalui perantara peralatan teknologi. Pesan dan umpan balik yang disampaikan adalah hal-hal menyangkut program penanaman pohon. Berbagai gangguan komunikasi baik itu fisik, semantik, maupun psikologis dapat terjadi. Misalnya komunikasi yang dilakukan di sekolah dapat terdengar tidak jelas apabila bel sekolah berbunyi, ini termasuk gangguan fisik. Prasangka dan kurang membuka diri terhadap orang yang baru ditemui juga bisa terjadi Proses ini dilakukan kebanyakan oleh CSR Officer, Education Officer, dan Media Officer kepada berbagai kalangan stakeholder, di mana semua orang dapat menjadi komunikator maupun komunikan. Staff-staff ini berhubungan dengan stakeholders baik secara langsung tatap muka ataupun tidak langsung melalui perantara peralatan teknologi. Pesan dan umpan balik yang disampaikan adalah hal-hal menyangkut program penanaman pohon. Berbagai gangguan komunikasi baik itu fisik, semantik, maupun psikologis dapat terjadi. Misalnya komunikasi yang dilakukan di sekolah dapat terdengar tidak jelas apabila bel sekolah berbunyi, ini termasuk gangguan fisik. Prasangka dan kurang membuka diri terhadap orang yang baru ditemui juga bisa terjadi

Kegiatan membangun hubungan dengan stakeholder sekaligus dapat dilakukan dengan pemetaan wilayah. Yusuf (dalam Hadi, 2014:140) memberikan gambaran pemetaan wilayah pelaksanaan CSR, agar skala prioritas pelaksanaan CSR tepat sasaran sesuai kebutuhan. Menurut Yusuf pemetaan wilayah didasarkan pada jarak antara pabrik dengan lokasi pelaksanaan CSR. Namun kegiatan pemetaan wilayah ini dilakukan ATB tidak sesuai dengan langkah di atas. JD menuturkan pemetaan wilayah oleh ATB seperti berikut:

“Nah ini dek di belakang adek ini kan ada peta nih, itu kan ada Kota Batam mainland nya kita melayani masyarakat di bagian situ. Nanti kita

tanya sama BP Batam, daerah-daerah di peta ini mana yang masih bisa ditanami mereka kan ada datanya. Ya kita nanti menyesuaikan dari situ

dengan survei dan berbagai cara.” (JD, 24 tahun, didokumentasikan November 2016)

ATB memetakan lokasi pelaksanaannya berdasarkan peta vegetasi dari BP Batam. Peta akan menunjukkan lokasi-lokasi yang masih kurang ditanami, oleh ATB lokasi tersebut dijadikan target atau sasaran. Biasanya lokasi tersebut adalah sekolah-sekolah dan fasilitas umum atau perumahan masyarakat. Namun pada 2016 lalu, ATB melaksanakan penanaman pohon di daerah resapan air yang berada di dekat waduk dan Instalasi Pengolahan Air (IPA). ATB bukanlah perusahaan yang aktivitas produksinya di dalam pabrik, melainkan di sekitar waduk. Maka menurut Yusuf, daerah ini digolongkan ATB memetakan lokasi pelaksanaannya berdasarkan peta vegetasi dari BP Batam. Peta akan menunjukkan lokasi-lokasi yang masih kurang ditanami, oleh ATB lokasi tersebut dijadikan target atau sasaran. Biasanya lokasi tersebut adalah sekolah-sekolah dan fasilitas umum atau perumahan masyarakat. Namun pada 2016 lalu, ATB melaksanakan penanaman pohon di daerah resapan air yang berada di dekat waduk dan Instalasi Pengolahan Air (IPA). ATB bukanlah perusahaan yang aktivitas produksinya di dalam pabrik, melainkan di sekitar waduk. Maka menurut Yusuf, daerah ini digolongkan

III, maupun Ring IV.

11. Penentuan Sumber Dana Kualitas praktik CSR selain ditentukan oleh ketepatan strategi dan kemampuan SDM yang menyelenggarakannya, juga ditentukan oleh dana yang dianggarkan oleh perusahaan, karena sebaik apapun perencanaannya praktik CSR tidak akan dapat berjalan tanpa adanya dana. Berdasarkan undang-undang, ATB berkewajiban untuk menyisihkan sampai dengan 3% dari keuntungannya untuk menyelenggarakan CSR. Diakui oleh CSR & Branding Supervisor ATB bahwa setiap tahun memang terjadi kenaikan jumlah dana untuk praktik CSR. Kenaikan ini menyesuaikan dengan biaya operasional yang juga semakin meningkat dan usaha ATB untuk melakukan CSR yang lebih baik. BP menjelaskan mengenai hal ini seperti berikut:

“Anggaran itu merupakan kebijaksanaan direksi ya, mereka memberikan keputusan ke kita biasanya di rapat tahunan. Anggaran itu selalu naik sih

setiap tahun, karena menyesuaikan juga dengan pasaran yang setiap tahun selalu naik. Seperti biaya sewa panggung, pengiriman pohon, dan lain- lain itu, tapi biasanya selalu di atas hitungan seratus juta.” (BP, 45 tahun, didokumentasikan Desember 2016) Penentuan sumber dana dilakukan oleh pihak direksi dalam rapat tahunan.

Dalam proses ini terjadi komunikasi transaksional di mana semua pihak dapat

menjadi baik komunikator maupun komunikan. Pesan yang disampaikan adalah ide-ide, saran, koreksi, dan perbaikan mengenai sumber dan besaran dana yang akan dianggarkan oleh perusahaan, begitu pula dengan umpan baliknya (feedback ). Media yang digunakan dalam penetapan strategi adalah tatap muka dalam sebuah diskusi. Lingkungan dalam proses ini adalah ruangan rapat, yang sengaja dipilih untuk meminimalisir gangguan fisik. Pada garis besarnya, proses komunikasi ini menghasilkan efek kognitif, afektif, dan konatif. Efek kognitif berupa dihasilkannya keputusan mengenai anggaran dana yang dipahami oleh pelaku komunikasi. Efek afektif berupa diyakininya dan dijiwainya hasil diskusi bahwa anggaran dana tersebut memang tepat untuk dijalankan oleh ATB. Efek konatif dari proses ini adalah ditindaklanjutinya anggaran dana tersebut oleh departemen corporate communication dan departemen finance.

12. Implementasi Program Penanaman Pohon Perencanaan yang sudah disusun sebelumnya diaplikasikan pada tahap ini. Meskipun berbagai forum baik dalam skala nasional maupun internasional digelar untuk merumuskannya, pada dasarnya belum terdapat formula yang dapat dijadikan acuan ideal dalam implementasi CSR (Hadi, 2014:142). Apabila dilihat dari sudut pandang keterlibatan perusahaan dalam pelaksanaan CSR, terdapat dua strategi implementasi yakni: (1) self managing dimana pelaksanaan dilakukan sendiri oleh perusahaan dengan menugaskan karyawan atau melalui yayasan dan organisasi yang dibentuk oleh perusahaan; atau (2) pola outsourcing dimana pelaksanaan CSR diserahkan pada pihak ke tiga

seperti bermitra dengan pihak profesional, universitas, lembaga swadaya masyarakat, dan lain-lain. ATB menerapkan pola self managing dimana departemen Corporate Communication dibentuk langsung oleh direksi sejak 2011 untuk mengurus penyelenggaraan CSR dan CSR & Branding section menjadi bagian yang paling bertanggungjawab. Program penanaman pohon ini pun bercorak sentralistik, praktik CSR terpusat pada perusahaan. ATB yang merencanakan, menentukan jenis program, merumuskan strategi, sekaligus menjalankan program yang telah direncanakan. Namun dalam pelaksanaannya ATB tetap bekerja sama dengan masyarakat, komunitas, pemerintah, media, dan lain-lain di bawah koordinasi perusahaan. Hal ini dijelaskan oleh BP sebagai berikut:

“Kita sendiri yang melakukan, makanya dibentuk departemen corpcomm ini yang notabene memang tugas utamanya untuk melaksanakan CSR itu.

Cuma kan kita gak bisa sendiri ke masyarakat, maka dari itu kadang kita minta bantuan juga sama pihak-pihak lain. Misalnya kayak kemarin mau festival ini, masyarakat kan kebanyakan sibuk jadi agak malas tuh kalau disuruh daftar ke ATB untuk ikut festival. Jadilah kita minta bantuan sama komunitas RMB dan BatamPos, nah mereka ini pun ada minta bantuan juga sama toko-toko olahraga yang kecil-kecil yang mudah dijangkau dari rumah masyarakat lah. Tapi tetap, standar, ketentuan, panduan, dan lain- lain ya dari kita, sehingga kalau ada kesalahan atau yang tidak sesuai bisa kita tegur saat itu juga untuk diperbaiki.” (BP, 45 tahun,

didokumentasikan Desember 2016) Perencanaan disusun paling lambat tiga bulan sebelum pelaksanaan

penanaman pohon. Supervisor CSR & Branding section bertindak sebagai Person in Charge (PIC) atau penanggung jawab. Penyusunan proposal didasari atas analisa keadaan tahun berjalan dan evaluasi pelaksanaan program tahun sebelumnya. Dalam tahap ini terjadi komunikasi intrapersonal yakni komunikasi dalam diri sendiri oleh penanggung jawab. Proposal yang sudah penanaman pohon. Supervisor CSR & Branding section bertindak sebagai Person in Charge (PIC) atau penanggung jawab. Penyusunan proposal didasari atas analisa keadaan tahun berjalan dan evaluasi pelaksanaan program tahun sebelumnya. Dalam tahap ini terjadi komunikasi intrapersonal yakni komunikasi dalam diri sendiri oleh penanggung jawab. Proposal yang sudah

Di bagian direksi, proposal didiskusikan secara informal antar direktur. Setiap orang dapat menjadi komunikator dan komunikan secara transaksional untuk membangun kesepahaman mengenai proposal. Pesan dan umpan balik komunikasi

apakah itu persetujuan/sanggahan/koreksi terhadap proposal. Efek kognitif pada proses ini adalah dipahaminya proposal tersebut, efek afektif yakni diyakininya proposal tersebut sudah tepat, sedangkan efek konatifnya adalah dilaksanakannya proposal tersebut. Direksi akan memberikan kembali proposal tersebut kepada departemen corporate communication untuk dilaksanakan .

Setelah sampai di departemen, PIC akan membagi tugas masing-masing staff untuk menjalankan proposal. Staff akan mengadakan linkage stakeholders dan pemetaan wilayah yang proses dan komunikasinya sudah dibahas pada bagian sebelumnya. Kemudian mendekati pelaksanaan penanaman, staff (terkadang juga diiringi oleh penanggung jawab/PIC) akan memastikan semua perencanaan untuk pelaksanaan tersusun dengan baik.

“Setelah dapat persetujuan dari direksi biasanya kita rapat dek, Pak Bagus kan yang jadi PIC/penanggung jawab. Jadi ntar ya bagi-bagi

tugas, tapi nggak yang kaku gitu jadi fleksibel dan saling membantu. Kayak mbak kan harus lihat lokasi, ngurus sama penyedia pohon, tugas, tapi nggak yang kaku gitu jadi fleksibel dan saling membantu. Kayak mbak kan harus lihat lokasi, ngurus sama penyedia pohon,

yang bagian dokumentasi.” (JD, 24 tahun, didokumentasikan November 2016)

Khusus tahun 2016 karena pelaksanaan berbentuk festival, Design & Branding officer mendesain flyer atau brosur acara untuk dipublikasikan agar peserta sesegera mungkin mendaftarkan diri. Komunikasi intrapersonal terjadi dalam diri pendesain. Flyer/ undangan tergolong sebagai komunikasi tidak langsung dari perusahaan kepada pihak eksternal yang memiliki model komunikasi satu arah. Pesan dari flyer tersebut berisi ajakan untuk mengikuti ATB Festival Hijau. Reaksi dari pesan berupa flyer tersebut memang ada, namun umpan balik tersebut tertunda.

Setelah desain flyer disetujui oleh PIC, PR & Education supervisor menghubungi beberapa media massa yang ada di kota Batam untuk memasang iklan. Perbincangan mengenai pemasangan iklan terjadi secara informal meskipun dalam kerangka pekerjaan. Setiap orang dapat menjadi komunikator dan komunikan. Pesan dan umpan balik tentu mengenai pemasangan iklan program. Komunikasi pada tahap ini bisa terjadi secara langsung tatap muka ataupun tidak langsung melalui telepon, email, dan lain-lain. Media yang dikelola oleh ATB sendiri seperti website, facebook, twitter, dan instagram di- update informasinya mengenai festival tersebut oleh media relation officer . Penyebaran informasi melalui media milik perusahaan tergolong secara tidak Setelah desain flyer disetujui oleh PIC, PR & Education supervisor menghubungi beberapa media massa yang ada di kota Batam untuk memasang iklan. Perbincangan mengenai pemasangan iklan terjadi secara informal meskipun dalam kerangka pekerjaan. Setiap orang dapat menjadi komunikator dan komunikan. Pesan dan umpan balik tentu mengenai pemasangan iklan program. Komunikasi pada tahap ini bisa terjadi secara langsung tatap muka ataupun tidak langsung melalui telepon, email, dan lain-lain. Media yang dikelola oleh ATB sendiri seperti website, facebook, twitter, dan instagram di- update informasinya mengenai festival tersebut oleh media relation officer . Penyebaran informasi melalui media milik perusahaan tergolong secara tidak

PIC dan manager berkoordinasi untuk mendatangkan pohon-pohon yang akan ditanam dengan pihak yang menjual. Meskipun setiap orang dapat menjadi komunikator dan komunikan, perusahaan lebih banyak menjadi komunikator. Pesan dan umpan balik yang dikomunikasikan mencakup hal- hal mengenai pohon yang akan ditanam. Tahap ini menggunakan media tatap muka maupun perangkat teknologi. Komunikasi dapat disampaikan dalam bentuk verbal melalui dan nonverbal berupa kata-kata, bahasa tubuh, faktur- faktur penjualan/pembelian dan lain-lain.

Satu bulan mendekati hari pelaksanaan, CSR Officer akan memberikan undangan dan menghubungi tamu dimulai dari yang paling penting atau padat jadwalnya seperti Kepala Dinas, pegawai pemerintah, pimpinan media, dan lain-lain. Undangan diberikan secara formal tertulis dan dihubungi kembali melalui telepon. Seminggu sebelum hari pelaksanaan event, supervisor PR & Education Section mengirimkan press release kepada berbagai media massa di kota Batam. Press release dikirimkan secara komunikasi tidak langsung melalui email dalam bentuk verbal tertulis.

Pada saat penanaman di lakukan, koordinasi antara perusahaan dengan stakeholders terjadi baik melalui telepon maupun bertemu langsung. Setiap orang dapat menjadi komunikator dan komunikan dalam tahap ini. Pesan dan umpan balik komunikasi adalah hal-hal mengenai pelaksanaan penanaman pohon. Komunikasi kebanyakan dilaksanakan dalam kerangka informal.

Komunikasi dapat dilakukan kepada internal sesama staff perusahaan (bisa horizontal dan vertikal) ataupun kepada eksternal yakni berbagai stakeholders . Lingkungan komunikasi yang berada di luar ruangan outdoor memungkinkan banyaknya gangguan fisik yang terjadi. Gangguan fisik misalnya suara kendaraan, suara dari pengeras/ mic/speaker , suara orang lain, panasnya matahari yang menyilaukan pandangan, dan lain-lain. Gangguan psikologis bisa terjadi misalnya karena belum terlalu mengenal satu sama lain, atau gangguan semantik karena salah mengartikan pesan akibat latar belakang yang berbeda.

Jalannya acara penanaman pohon diliput oleh berbagai media massa dan dipublikasikan. Staff perusahaan sendiri juga ikut mendokumentasikan jalannya penanaman pohon ini untuk dipublikasikan di berbagai media perusahaan. Pengkomunikasian jalannya penanaman pohon ini tergolong komunikasi massa yang audiensnya bisa dari berbagai lapisan masyarakat. Apabila dipublikasikan oleh media cetak seperti koran, majalah, dan buletin ATB, maka pesan disampaikan dalam bentuk verbal berupa tulisan kata-kata dan nonverbal berupa gambar saat berlangsungnya acara. Apabila dipublikasikan oleh media radio, maka pesan disampaikan dalam bentuk verbal berupa kata-kata penyiar dan nonverbal yakni cara penyiar berbicara dan musik/ backsound yang mengikuti. Apabila dipublikasikan melalui media internet, pesan dapat disampaikan dalam berbagai bentuk baik itu visual, audio, maupun audio visual. Pesan yang disampaikan berkaitan dengan jalannya acara penanaman pohon yang telah diselenggarakan. Dalam hal ini Jalannya acara penanaman pohon diliput oleh berbagai media massa dan dipublikasikan. Staff perusahaan sendiri juga ikut mendokumentasikan jalannya penanaman pohon ini untuk dipublikasikan di berbagai media perusahaan. Pengkomunikasian jalannya penanaman pohon ini tergolong komunikasi massa yang audiensnya bisa dari berbagai lapisan masyarakat. Apabila dipublikasikan oleh media cetak seperti koran, majalah, dan buletin ATB, maka pesan disampaikan dalam bentuk verbal berupa tulisan kata-kata dan nonverbal berupa gambar saat berlangsungnya acara. Apabila dipublikasikan oleh media radio, maka pesan disampaikan dalam bentuk verbal berupa kata-kata penyiar dan nonverbal yakni cara penyiar berbicara dan musik/ backsound yang mengikuti. Apabila dipublikasikan melalui media internet, pesan dapat disampaikan dalam berbagai bentuk baik itu visual, audio, maupun audio visual. Pesan yang disampaikan berkaitan dengan jalannya acara penanaman pohon yang telah diselenggarakan. Dalam hal ini

13. Pelaporan Program Penanaman Pohon Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tidak hanya mewajibkan perusahaan

untuk melaksanakan tanggung jawab sosial/CSR, melainkan juga mewajibkan melaporkan pelaksanaan CSRnya. Laporan CSR merupakan laporan aktivitas CSR yang telah dilakukan perusahaan baik berkaitan dengan perhatian masalah dampak sosial maupun lingkungan. Laporan tersebut menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan laporan tahunan (annual report ) yang dipertanggungjawabkan direksi di depan sidang Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Laporan ini berisi laporan program-program sosial dan lingkungan perusahaan yang telah dilaksanakan selama tahun buku berakhir. JD menjelaskan mengenai laporan seperti berikut:

“Laporannya biasanya seminggu setelah acara itu udah selesai dek sama Pak Bagus, ya paling lama dua minggu lah tergantung juga apakah ada acara lain yang berdekatan, tergantung kesibukan Bapak juga sih karena kan Bapak sendiri yang nulis, ya kita ada laporin tugas kita masing- masing juga, tapi secara keseluruhan Bapak yang tanggung jawab. Laporan nya di kita terbagi dua aspek, kualitatif sama kuantitatif. Kalau kuantitatif biasanya berhubungan dengan anggaran, bera pa jumlah peserta, berapa jumlah pohon, kalau kualitatif itu lebih ke tanggapan dari

kita dan direksi mengenai programnya.” (JD, 24 tahun, didokumentasikan November 2016)

Program penanaman pohon yang sudah dilaksanakan oleh ATB ditulis laporannya oleh penanggung jawab/PIC. Laporan disusun secara kuantitatif dan kualitatif. Pada bagian kuantitaif laporan berisi kebanyakan mengenai Program penanaman pohon yang sudah dilaksanakan oleh ATB ditulis laporannya oleh penanggung jawab/PIC. Laporan disusun secara kuantitatif dan kualitatif. Pada bagian kuantitaif laporan berisi kebanyakan mengenai

Pada penyusunan laporan pelaksanaan CSR, terjadi komunikasi intrapersonal dalam diri penanggung jawab. Selain itu kerap kali penanggung jawab juga bertanya/mendapat informasi atau masukan dari staff lainnya, yang memungkinkan terjadinya komunikasi interpersonal. Pesan dan umpan balik yang adalah seputar pelaksanaan CSR dan pelaporannya. Laporan disajikan dalam bentuk tertulis, menggunakan komunikasi verbal berupa kata-kata dan komunikasi nonverbal berupa gambar/foto/ilustrasi. Sebelum laporan dipublikasikan, setelah selesai laporan disampaikan dahulu kepada manajer departemen corporate communication . Setelah disetujui oleh manajer, baru lah diteruskan kepada pihak direksi dan setelah menerima persetujuan dari direksi, laporan dapat dipublikasikan. Laporan CSR ini bersifat formal dan bisa ditujukan kemana saja baik kepada stakeholders internal maupun stakeholders eksternal.

14. Evaluasi Program Penanaman Pohon

Evaluasi program ini ditujukan untuk memantau sejauh mana ketercapaian kinerja dalam pelaksanaan program dan melihat apakah terdapat Evaluasi program ini ditujukan untuk memantau sejauh mana ketercapaian kinerja dalam pelaksanaan program dan melihat apakah terdapat

“Kalau evaluasi biasanya kan nanti Bapak (manajer corpcomm) udah tau tanggapan dari direksi tuh, ya ntar disampaikan ke kita pas rapat. Proses

rapatnya gimana ya sama aja kayak yang biasa dek.” (JD, 24 tahun, didokumentasikan November 2014)

Tahap evaluasi dilakukan oleh seluruh anggota departemen corporate communication dalam sebuah diskusi. Lingkungan diskusi ini adalah ruang rapat yang sengaja dipilih untuk meminimalisir gangguan fisik komunikasi. Gangguan psikologis dan gangguan semantik hampir tidak ada karena seluruh staff sebelumnya sudah membangun kesamaan makna dalam komunikasi transaksional mengenai pelaksanaan program CSR, begitu pula pada tahap evaluasi ini. Pesan dan umpan balik yang disampaikan adalah hal- hal seputar evaluasi program yang sudah dilaksanakan. Efek kognitif dari proses ini adalah dipahami dan disepakatinya ketercapaian kinerja dan hal-hal apa saja yang perlu dikoreksi/diperbaiki untuk ke depannya. Efek afektif dari proses ini kemungkinan rasa senang/lega karena sudah menjalankan pekerjaan dengan baik, serta bersemangat untuk melaksanakannya kembali. Efek konatif dari tahap evaluasi adalah dengan ditindaklanjutinya kekurangan yang ingin diperbaiki dan direncanakannya program kembali pada tahun berikutnya. Komunikasi pada tahap evaluasi terjadi secara langsung melalui media tatap muka dan menggunakan alat penunjang lainnya.