gambaran keluaran persalinan dengan preeklampsia yang ditangani di rumah sakit ini.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah : Bagaimanakah gambaran keluaran maternal dan perinatal pada kasus-
kasus preeklampsia di RSUP Haji Adam Malik??
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui gambaran keluaran maternal dan perinatal pada kasus-
kasus preeklampsia di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2011-2012. 1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui jumlah kasus preeklampsia di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2011-2012.
2. Untuk mengetahui jenis preeklampsia yang paling banyak ditemukan di RSUP HAM Medan tahun 2011-2012.
3. Untuk mengetahui karakteristik ibu hamil dengan preeklampsia yang dirawat di RSUP HAM Medan tahun 2011-2012.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberi informasi pada pihak-pihak yang membutuhkan, khususnya yang bergerak di bidang
kesehatan, tentang gambaran keluaran maternal dan perinatal pada kasus- kasus preeklampsia di RSUP Haji Adam Malik Medan, serta dapat
menjadi bahan evaluasi bagi petugas kesehatan, terutama dokter dan perawat maupun bidan, dalam hal kualitas manajemen ibu hamil dengan
preeklampsia beserta bayinya.
Universitas Sumatra Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Preeklamsi
2.1.1 Definisi dan Klasifikasi
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik ≥140
mmHg atau diastolik ≥90 mmHg.
The National High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy NHBPEP memberikan suatu klasifikasi
untuk mendiagnosa jenis hipertensi dalam kehamilan, yaitu : a Hipertensi kronik
b Preeklampsia-eklampsia c Preeklampsia pada hipertensi kronik preeclampsia superimposed
upon chronic hypertension. d Hipertensi gestasional
Hipertensi Kronik
Didefinisikan sebagai hipertensi yang sudah ada dan dapat diamati sebelum kehamilan atau didiagnosa sebelum usia gestasi 20 minggu. Hipertensi
yang didiagnosa pertama kali selama kehamilan dan tidak kembali normal postpartum juga diklasifikasikan sebagai hipertensi kronik.
Preeklampsia-Eklampsia
Kedua penyakit ini dikenal sebagai pregnancy-spesific syndrome dan merupakan jenis pregnancy-induced hypertensionPIH karena muncul hanya
dengan adanya kehamilan dan berakhir dengan terminasi kehamilan. Preeklampsia
Universitas Sumatra Utara
adalah hipertensi yang timbul setelah usia gestasi 20 minggu disertai dengan proteinuria pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah normal
normotensif. Berdasarkan manifestasi klinisnya, preeklampsia diklasifikasikan menjadi preeklampsia ringan dan preeklampsia berat. Eklampsia adalah kejadian
kejang pada wanita dengan preeklampsia yang tidak berkaitan dengan penyebab lain.
Preeklampsia pada hipertensi kronik preeclampsia superimposed upon
chronic hypertension.
Semua gangguan hipertensi kronik, apapun sebabnya, merupakan predisposisi timbulnya preeklampsia atau eklampsia. Pada sebagian wanita,
hipertensi kronik yang sudah ada sebelumnya semakin memburuk setelah usia gestasi 24 minggu. Apabila disertai dengan proteinuria, didiagnosa sebagai
preeklampsia pada hipertensi kronik superimposed preeclampsia. Preeklampsia pada hipertensi kronik ini biasanya muncul pada usia gestasi lebih dini daripada
preeklampsia “murni”, serta cenderung cukup parah dan pada banyak kasus disertai dengan hambatan pertumbuhan janin.
Hipertensi Gestasional
Wanita yang memiliki peningkatan tekanan darah yang dideteksi pertama kali setelah pertengahan masa kehamilan, tanpa proteinuria diklasifikasikan
memiliki hipertensi gestasional. Terminologi yang tidak spesifik ini memasukkan wanita dengan sindrom preeklampsia yang tidak memiliki proteinuria maupun
wanita yang tidak mengalami sindrom preeklampsia. Pada hipertensi gestasional, disebut sebagai 1 hipertensi transient pada
kehamilan jika tidak ada preeklampsia pada saat melahirkan dan tekanan darah kembali normal 12 minggu postpartum atau 2 hipertensi kronik jika peningkatan
tekanan darah tetap berlangsung.
2.1.2 Epidemiologi
Universitas Sumatra Utara
Gangguan hipertensi yang menjadi penyulit kehamilan sering dijumpai dan termasuk di antara trias mematikan, bersama dengan perdarahan dan infeksi, yang
banyak menimbulkan morbiditas dan mortalitas karena kehamilan Cunningham et al., 2006. Diperkirakan 6-8 dari seluruh kehamilan mengalami penyulit ini
NHBPEP, 2000. Preeklampsia dan hipertensi gestasional merupakan jenis yang paling sering terjadi, yakni rata-rata 70 dari wanita-wanita yang didiagnosa
dengan hipertensi kehamilan mengalami jenis hipertensi ini Sibai, 2003.
2.1.3 Faktor Resiko
Banyak faktor yang berkaitan dengan meningkatnya resiko preeklampsia telah dapat diidentifikasi. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut, dengan
frekuensi dan tingkat keparahan penyakit ditemukan lebih tinggi pada lima faktor resiko pertama Sibai, 2003 :
a Kehamilan multipel 14 b Hipertensi kronik maupun penyakit ginjal sebelumnya
c Riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya 18. d Diabetes mellitus pregestasional
e Riwayat trombofilia f Nuliparitas 2-7
g Obesitas h Riwayat preeklampsia-eklampsia pada keluarga
2.1.4 Etiologi dan Mekanisme Patogenik Preeklamsi
Penyebab mendasar preeklampsia tetap tidak diketahui de Souza Rugolo et al., 2011 ; NHBPEP, 2000 ; Sibai et al., 2005. . Zweifel 1916 dalam Gant
dan Worley 1980 menyebut preeklampsia sebagai “disease of theories” karena terlalu banyak teori yang dikemukakan untuk menjelaskan penyakit ini terutama
berkaitan dengan etiologi serta patogenesisnya dan istilah ini telah menjadi suatu kekhasan untuk preeklampsia dan eklampsia selama bertahun-tahun. Meskipun
demikian, akhir-akhir ini ada kemajuan dalam pemahaman tentang penyakit ini
Universitas Sumatra Utara
yang memimpin pada prediksi yang akurat, pencegahan, dan pengobatan yang lebih baik Lindheimer et al., 2008 ; Roberts dan Cooper, 2001.
Pertimbangan utama mengarah pada plasenta sebagai fokus patogenik karena preeklampsia dan eklampsia hanya terjadi pada keberadaan plasenta dan
persalinan menjadi penyembuhan definitif satu-satunya pada penyakit ini NHBPEP, 2000 ; Roberts dan Cooper, 2001. Oleh sebab itu penelitian-penelitian
yang ada difokuskan pada perubahan pembuluh darah ibu yang menyuplai aliran darah ke plasenta. Cunningham et al. 2006 menyatakan preeklampsia sebagai
sindrom spesifik-kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan disfungsi endotel.
Teori plasenta sebagai dasar preeklampsia menjelaskan penyakit ini dalam dua tahap de Souza Rugolo, 2011 ; NHBPEP, 2000. Tahap pertama disebut
sebagai “silent placental events”, dimulai dengan plasentasi yang buruk dan berkurangnya aliran darah ke plasenta. Keadaan ini menjadi menyebabkan
hipoksia plasenta yang berakibat pada pelepasan faktor-faktor hasil produksi plasenta : mediator-mediator inflamasi seperti growth factors dan reseptor dapat
larut mereka, sitokin inflamasi, debris plasenta, dan stres oksidatif plasenta, yang memasuki aliran darah maternal
Tahap kedua adalah tahap maternal yang merupakan manifestasi nyata dari penyakit ini. Tahap ini bergantung tidak hanya pada aksi dari faktor plasenta yang
sudah bersirkulasi, tetapi juga pada kesehatan ibu termasuk penyakit-penyakit yang mengenai pembuluh darah riwayat penyakit kardiorenal, metabolik, faktor
genetik, obesitas. Produk-produk plasenta ini menyebabkan disfungsi sel endotelial dan sindrom inflamasi sistemik, yang menimbulkan manifestasi klinis
pada preeklampsi.
Universitas Sumatra Utara
Gambar 2.1. Patogenesis Preeklampsia
Sumber : Preeclampsia : Effect on the Fetus and Newborn American Academy of Pediatrics, 2011.
2.1.5 Patologi dan Patofisiologi Manifestasi Multisistem Maternal Pada Preeklampsia
Kardiovaskular
Gangguan-gangguan fungsi kardiovaskular yang parah sering terjadi pada preeklampsia dan eklampsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan
dengan meningkatnya afterload jantung akibat hipertensi, preload jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis, dan aktivasi endotel
disertai ekstravasasi ke dalam ruang ekstraselular, terutama paru Cunningham et al., 2006.
Tekanan darah yang tinggi pada preeklampsia disebabkan oleh meningkatnya tahanan vaskular perifer akibat vasokonstriksi. Keadaan ini
berlawanan dengan kondisi kehamilan normal dimana yang terjadi adalah vasodilatasi. Wanita dengan preeklampsia biasanya tidak mengalami hipertensi
Universitas Sumatra Utara
yang nyata hingga pertengahan kedua masa gestasi, namun vasokonstriksi dapat sudah muncul sebelumnya NHBPEP, 2000.
Mekanisme yang mendasari vasokontriksi dan perubahan reaktivitas vaskular pada preeklampsia masih belum sepenuhnya jelas. Tetapi penelitian-
penelitian kini difokuskan untuk mempelajari perbandingan antara prostanoid vasodilatasi dan vasokontriksi, sebab ada bukti yang menunjukkan penurunan
prostasiklin dan peningkatan tromboksan pada pembuluh darah wanita dengan preeklampsia. Selain itu, pada kehamilan normal respon pembuluh darah
pembuluh darah tehadap peptida dan amin vasoaktif khususnya angiotensin II AII menurun, sedangkan wanita dengan preeklampsia hiperresponsif terhadap
hormon-hormon ini NHBPEP, 2000.
Ginjal
Patofisiologi ginjal pada preeklampsia disebabkan oleh hal-hal berikut : a Selama kehamilan normal, aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus
meningkat cukup besar. Dengan timbulnya preeklampsia, terjadi hipovolemia sehingga perfusi ginjal dan filtrasi glomerulus menurun bahkan
dapat mencapai kadar yang jauh di bawah kadar nonhamil normal. Keadaan ini menyebabkan sekresi asam urat menurun sehingga kadar asam urat serum
meningkat, umumnya ≥ 5 mgcc. Klirens kreatinin juga menurun sehingga
kadar kreatinin plasma meningkat, dapat mencapai ≥ 1 mgcc.
Juga dapat terjadi gagal ginjal akut akibat nekrosis tubulus, yang ditandai oleh oliguria
atau anuria dan azotemia progresif peningkatan kreatinin serum sekitar 1 mgdl per hari, umumnya dipicu oleh syok hipovolemik yang biasanya
berkaitan dengan perdarahan saat melahirkan yang tidak mendapat penggantian darah yang memadai.
b Selain itu juga terdapat perubahan anatomis ginal pada preeklampsia yang dapat dideteksi dengan mikroskop cahaya atau elektron. Glomerulus
membesar dan bengkak tetapi tidak hiperselular. Lengkung kapiler dapat melebar atau menciut. Sel-sel endotel membengkak sehingga menghambat
lumen kapiler secara total maupun parsial, dan terdapat fibril serabut-
Universitas Sumatra Utara
serabut yang merupakan materi protein, yang dahulu disangka sebagai penebalan membran basal, mengendap di dalam dan di bawah sel-sel tersebut.
Perubahan-perubahan ini disebut endhoteliosis kapiler glomerulus yang menjadi kelainan ginjal yang khas pada preeklampsia-eklampsia.
c Terjadi hiperkalsiuria, sementara pada kehamilan normal terjadi hipokalsiuria
akibat meningkatknya ekskresi kalsium. d Ekskresi natrium dapat terganggu pada preeklampsia meskipun bervariasi.
e Proteinuria. Kerusakan glomerulus mengakibatkan meningkatnyaa permeabilitas membran basalis sehingga terjadi kebocoran protein. Pada
preeklampsia, umumnya proteinuria terjadi jauh pada akhir kehamilan, sehingga sering dijumpai preeklampsia tanpa proteinuria, karena janin sudah
lahir terlebih dahulu.
Hepar
Dasar perubahan pada hepar ialah vasospasme, iskemia, dan perdarahan. Kerusakan hepar pada preeklampsia dapat berkisar mulai dari nekrosis
hepatoselular ringan nekrosis hemoragik periporta dengan abnormalitas enzim serum aminotransferase dan laktat dehidrogenase sampai dengan sindrom
HELLP Hemolysis, Elevated liver enzymes, Low platelet. Selain itu perdarahan dari lesi nekrosis hemoragik periporta dapat menyebabkan ruptur hepatika, atau
dapat meluas di bawah kapsul hepar dan membentuk hematom subkapsular, yang memerlukan tindakan pembedahan.
Sistem Saraf Pusat
Manifestasi preeklampsia pada susuanan saraf pusat telah lama diketahui. Perubahan neurologik yang terjadi pada preeklampsia dapat berupa :
a Nyeri kepala akibat vasogenik edema yang disebabkan oleh hiperperfusi otak. b Gangguan visuspenglihatan, terutama pada preeklampsia berat, akibat
spasme arteri retina dan edema retina. Gangguan visus yang terjadi dapat berupa pandangan kabur, skotoma, dan buta kortikal jarang. Prognosisnya
baik dan penglihatan biasanya pulih dalam seminggu.
Universitas Sumatra Utara
c Tanda neurologik fokal seperti hiperrefleksi dapat timbul dan memerlukan pemeriksaan radiologik segera.
d Edema serebri, yang merupakan hal yang sangat mengkhawatirkan. Gambaran utama adalah kesadaran berkabut dan kebingungan, dan gejala ini
hilang timbul. Sebagian pasien ada yang mengalami koma. Pada keadaan yang serius , pasien dapat mengalami herniasi batang otak.
e Kejang eklamptik. Eklampsia, yang merupakan fase konvulsi dari preeklampsia, menjadi penyebab yang signifikan dari kematian maternal pada
penyakit ini.
Paru
Penderita preeklampsia berat mempunyai resiko besar terjadinya edema paru, yang dapat disebabkan oleh payah jantung kiri, kerusakan sel endotel pada
pembuluh darah kapiler paru, dan menurunnya diuresis.
Perubahan Hematologis
Trombositopenia adalah ciri memburuknya preeklampsia, dan mungkin disebabkan oleh akativasi dan agregasi tombosit serta hemolisis mikroangiopati
yang dipicu oleh vasospasme yang hebat. Kondisi ini merupakan abnormalitas darah yang paling sering dijumpai pada preeklampsia. Hitung trombosit yang
sangat rendah meningkatkan resiko perdarahan dan bila tidak segera dilakukan persalinan akan berakibat fatal.
2.1.6 Diagnosa Preklampsia
Sesuai dengan definisinya, kriteria minimum untuk mendiagnosis preeklampsia adalah hipertensi plus proteinuria minimal. Semakin parah
hipertensi atau proteinurianya, semakin pasti diagnosis preeklampsia.
Universitas Sumatra Utara
Tabel 2.1. Kriteria Diagnosa Preeklampsia
• Tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau diastolik ≥ 90
mmHg yang muncul setelah usia gestasi 20 minggu pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah normal.
• Proteinuria minimal, yang didefinisikan sebagai ≥ 0,3 gr
protein dalam spesimen urin 24 jam.
Sumber : Diagnosis and Management of Preeclampsia and Eclampsia ACOG Practice Bulletin, 2002.
Hipertensi didefinisikan sebagai sebagai peningkatan tekanan darah
sistolik ≥ 140 mmHg atau diastolik ≥ 90 mmHg yang timbul pada wanita dengan
tekanan darah normal sebelumnya. Diagnosis preeklampsia yang akurat bergantung pada keakuratan pengukuran tekanan darah misalnya ukuran manset
yang digunakan, posisi lengan setinggi level jantung, dan kalibrasi alat yang sangat penting pada wanita dengan obesitas.
Proteinuria minimal didefinisikan sebagai terdapatnya
≥ 300 mg 0,3 gr protein dalam urin per 24 jam atau 30 mgdl +1 pada dipstick secara menetap
pada sampel acak urin. Derajat proteinuria dapat berfluktuasi sangat luas dalam periode 24 jam, bahkan pada kasus yang parah. Dengan demikian, satu sampel
acak mungkin tidak mampu memperlihatkan adanya proteinuria yang signifikan. Dibutuhkan minimal dua sampel acak urin yang pengambilannya terpisah
setidaknya 6 jam. Pada preeklampsia berat, nilai dipstick urin sebaiknya tidak digunakan.
Adanya kelainan temuan laboratorium pada tes fungsi ginjal, hati, dan hematologis meningkatkan kepastian preeklampsia sekaligus menjadi penanda
beratnya preeklampsia yang terjadi. Kelainan yang ditemukan mencakup jumlah urin yang semakin sedikit diikuti dengan klirens yang menurun sehingga kreatinin
plasma meningkat, abnormalitas enim-enzim hati, dan trombositopenia. Tanda- tanda hemolisis yang berat seperti hemoglobinemia, hemoglobinuria, atau
hiperbilirubinemia menunjukkan preeklampsia yang parah.
Universitas Sumatra Utara
Gejala-gejala klinis yang bertambah juga menunjukkan keparahan preeklampsia yang terjadi. Preeklampsia berat dibagi menjadi 1 preeklampsia
berat tanpa impending preeclampsia dan 2 preeklampsia berat dengan impending preeclampsia. Disebut impending preeclampsia bila preeklampsia berat disertai
gejala-gejala subjektif berupa nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah- muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan darah.
Nyeri epigastrium atau kuadran kanan tampaknya merupakan akibat nekrosis, iskemia, dan edema hepatoselular yang meregangkan kapsul Glisson.
Nyeri khas ini sering disertai oleh peningkatan enzim hati dalam serum dan biasanya adalah tanda untuk mengakhiri kehamilan karena nyeri ini menandai
infark dan perdarahan hati serta ruptur suatu hematom subkapsul yang sangat berbahaya. Gejala lain yang ditemukan pada preeklampsia yang memberat adalah
disfungsi jantung dengan edema paru, gejala sistem saraf pusat yang berat dan menetap misalnya perubahan status mental, nyeri kepala, pandangan kabut, dan
kebutaan, serta pertumbuhan janin terhambat yang nyata. Tanpa adanya proteinuria, preeklampsia tetap harus dipertimbangkan jika
hipertensi disertai dengan kelainan temuan laboratorium dan gejala-gejala memberat sebagaimana ditemukan pada preeklampsia berat.
Universitas Sumatra Utara
Tabel 2.2. Diagnosa Preeklampsia Berat
Preeklampsia dipertimbangkan berat bila salah satu atau lebih dari kriteria ini ditemukan pada pasien :
• Tekanan darah sistolik ≥160 mmHg atau diastolik ≥110
mmHg pada dua kali pengukuran yang terpisah 6 jam sementara pasien dalam keadaan istirahat.
• Proteinuria ≥5 gr dalam urin 24 jam atau ≥3 gr dalam dua
sampel urin yang dikumpulkan terpisah setidaknya 4 jam. • Oliguri 500 mL24 jam.
• Gangguan serebrum atau penglihatan. • Edema pulmonum atau sianosis.
• Nyeri epigastrik atau kuadran kanan atas. • Fungsi hepar terganggu
• Trombositopenia trombosit
≤ 100.000 mm
3
• Restriksi pertumbuhan janin
Sumber : Diagnosis and Management of Preeclampsia and Eclampsia ACOG
Practice Bulletin, 2002.
2.1.7 Manajemen Preeklampsia
Tujuan utama perawatan preeklampsia adalah untuk mencegah kejang, perdarahan intrakranial, mencegah gangguan fungsi organ vital, dan melahirkan
bayi yang sehat Angsar, 2009. Manajemen preeklampsia bergantung pada tingkat keparahan penyakit. Secara umum pada setiap kehamilan yang disertai
penyulit suatu penyakit, ada dua hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu 1 sikap terhadap penyakitnya, yang berarti pemberian obat-obatan atau terapi
medikamentosa dan 2 sikap terhadap kehamilannya, yang berarti tindakan terhadap kehamilan tersebut, apakah akan diteruskan sampai aterm perawatan
konservatif atau ekspektatif atau akan diakhiriditerminasi perawatan kehamilan
Universitas Sumatra Utara
aktif atau agresif. Pedoman tatalaksana preeklampsia menurut Persatuan Obstetrist-Ginekolog Indonesia POGI baik untuk preeklampsia ringan maupun
untuk preeklamsia berat adalah sebagai berikut :
A. Manajemen Preeklampsia Ringan
Perawatan preeklampsia ringan dapat secara rawat jalan ambulatoir atau rawat inap hospitalisasi.
a Rawat jalan ambulatoir 1. Tidak mutlak harus tirah baring, dianjurkan ambulasi sesuai
keinginannya. Di Indonesia tirah baring masih diperlukan. 2. Diet regular ; tidak perlu diet khusus.
3. Vitamin prenatal. 4. Tidak perlu restriksi konsumsi garam.
5. Tidak perlu pemberian diuretik, antihipertensi, dan sedativum. 6. Kunjungan ke rumah sakit setiap minggu.
b Rawat inap hospitalisasi Indikasi hospitalisasi pada preeklampsia ringan adalah :
1. Hipertensi yang menetap selama 2 minggu. 2. Proteinuria menetap selama 2 minggu.
3. Hasil tes laboratorium yang abnormal. 4. Adanya satu atau lebih tanda atau gejala preeklampsia berat.
Selama di rumah sakit dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik serta laboratorik. Juga dilakukan pemeriksaan kesejahteraan janin, khususnya
untuk evaluasi pertumbuhan janin dan jumlah cairan amnion. Terapi medikamentosa pada dasarnya sama dengan terapi ambulatoar. Bila
terdapat perbaikan tanda dan gejala preeklampsia dna umur kehamilan ≥
37 minggu, ibu masih perlu diobservasi selama 2-3 hari kemudian boleh dipulangkan.
c Pengelolaan obstetrik tergantung usia kehamilan 1. Usia kehamilan 37 minggu
Universitas Sumatra Utara
Bila tanda dan gejala tidak memburuk, kehamilan dapat dipertahankan sampai aterm.
2. Usia kehamilan ≥ 37 minggu
Kehamilan dipertahankan sampai timbul onset partus atau bila serviks matang pada tanggal taksiran persalinan dapat dipertimbangkan untuk
dilakukan induksi persalinan.
B. Manajemen Preeklampsia Berat
Pengelolaan preeklampsia dan eklampsia mencakup pencegahan kejang, pegobatan hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan suportif terhadap
penyulit organ yang terlibat, dan saat yang tepat untuk persalinan. a Pemberian terapi medikamentosa.
1. Segera masuk rumah sakit. 2. Tirah baring ke kiri secara intermiten.
3. Infus Ringer Laktat atau Ringer Dekstrose 5. 4. Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang,
yang dibagi atas loading dose initial dose atau dosis awal dan maintenance dose dosis lanjutan.
5. Anti hipertensi. Diberikan bila tensi
≥ 180 110 atau MAP ≥ 126. 6. Diuretikum.
Diuretikum tidak dibenarkan diberikan secara rutin karena memperberat penurunan perfusi plasenta, memperberat hipovolemia,
dan meningkatkan hemokonsentrasi. Diuretikum hanya diberikan atas indikasi edema paru, paying jantung kongestif, dan edema anasarka.
7. Diet. Diet diberikan secara seimbang, hindari protein dan kalori berlebih.
b Sikap terhadap kehamilannya 1. Perawatan konservatifekspektatif
Tujuan : mempertahankan kehamilan sehingga mencapai umur kehamilan yang memenuhi syarat janin dapat dilahirkan dan
Universitas Sumatra Utara
meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa mempengaruhi keselamatan ibu.
Indikasi : kehamilan ≤ 37 minggu tanpa disertai tanda dan gejala
impending eclampsia. Bila penderita sudah kembali menjadi preeklamsi ringan, maka masih
dirawat 2-3 hari lagi, baru diizinkan pulang. Pemberian MgSO
4
tidak diberikan loading dose intravena, tetapi cukup intramuskuler.
Pemberian glukokortikoid diberikan pada umur kehamilan 32-34 minggu selama 48 jam. Selama di rumah sakit dilakukan pemeriksaan
dan monitoring baik terhadap ibu maupun janin. Cara persalinan : bila penderita tidak inpartu, kehamilan
dipertahankan sampai kehamilan aterm. Bila penderita inpartu, perjalanan persalinan diikuti seperti lazimnya dan persalinan
diutamakan pervaginam, kecuali bila ada indikasi untuk seksio sesaria. 2. Perawatan aktifagresif
Tujuan : terminasi kehamilan. Indikasi :
a. Indikasi ibu : Kegagalan terapi medikamentosa setelah 6 jam sejak dimulai pengobatan medikamentosa, terjadi kenaikan darah yang
persisten ; setelah 24 jam sejak dimulainya pengobatan medikamentosa terjadi kenaikan darah desakan darah yang
persisten, tanda dan gejala impending eclampsia, gangguan fungsi hepar,
g
angguan fungsi ginjal,
d
icurigai terjadi
solusio plasenta, t
imbulnya onset partus, ketuban pecah dini, dan perdarahan. b. Indikasi janin : umur kehamilan
≥ 37 minggu, IUGR berat berdasarkan pemeriksaan USG, NST nonreaktif dan profil biofisik
abnormal, timbulnya oligohidramnion. c. Laboratorik : adanya tanda-tanda “Sindrom HELLP” khususnya
menurunnya trombosit dengan cepat. Cara persalinan dilakukan berdasarkan keadaan obstetrik pada waktu
itu, apakah sudah inpartu atau belum.
Universitas Sumatra Utara
2.2. Keluaran Maternal Pada Preeklamsi
Preeklamsi merupakan masalah obstetrik utama yang mengarah pada morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal di seluruh utama, terutama di
negara-negara sedang berkembang. Keluaran maternal dan perinatal pada preeklamsi bergantung pada satu atau lebih faktor berikut : usia gestasi saat onset
preeklamsi dan saat persalinan, keparahan penyakit, kualitas manajemen penyakit, adanya kehamilan kembar, dan adanya faktor komorbid atau penyakit sebelumnya
misalnya diabetes pregestasional, penyakit ginjal, dan trombofilia. Secara umum, keluaran maternal dan perinatal biasanya lebih baik pada
wanita dengan preeklamsi ringan yang muncul saat usia gestasi di atas 36 minggu. Sebaliknya, morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal meningkat pada saat
onset preeklamsi di bawah 33 minggu usia gestasi, pada wanita dengan penyakit medis sebelumnya, dan pada mereka yang berada di negara-negara sedang
berkembang Sibai Dekker, 2005. Beberapa keluaran maternal, baik akut maupun jangka panjang, yang dapat
muncul sebagai komplikasi pada preeklamsi dapat dilihat pada tabel berikut .
Tabel 2.3. Keluaran Maternal Pada Preeklamsi Akut
Jangka Panjang
Sindrom HELLP Edema pulmonumaspirasi
Solusio plasenta Gagal ginjal akut
Eklampsia Sindrom distres pernapasan
Perdarahanruptur hepar Stroke
Kematian Hipertensi kronik
Diabetes mellitus Gagal ginjal kronik
Penyakit arteri koroner Defisit neurologik
Kematian
Sumber : Maternal Mortality from PreeclampsiaEclampsia Semin Perinatol 36:56-59, 2012.
Universitas Sumatra Utara
2.3. Keluaran Perinatal