Manajemen Preeklampsia Ringan Manajemen Preeklampsia Berat

aktif atau agresif. Pedoman tatalaksana preeklampsia menurut Persatuan Obstetrist-Ginekolog Indonesia POGI baik untuk preeklampsia ringan maupun untuk preeklamsia berat adalah sebagai berikut :

A. Manajemen Preeklampsia Ringan

Perawatan preeklampsia ringan dapat secara rawat jalan ambulatoir atau rawat inap hospitalisasi. a Rawat jalan ambulatoir 1. Tidak mutlak harus tirah baring, dianjurkan ambulasi sesuai keinginannya. Di Indonesia tirah baring masih diperlukan. 2. Diet regular ; tidak perlu diet khusus. 3. Vitamin prenatal. 4. Tidak perlu restriksi konsumsi garam. 5. Tidak perlu pemberian diuretik, antihipertensi, dan sedativum. 6. Kunjungan ke rumah sakit setiap minggu. b Rawat inap hospitalisasi Indikasi hospitalisasi pada preeklampsia ringan adalah : 1. Hipertensi yang menetap selama 2 minggu. 2. Proteinuria menetap selama 2 minggu. 3. Hasil tes laboratorium yang abnormal. 4. Adanya satu atau lebih tanda atau gejala preeklampsia berat. Selama di rumah sakit dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik serta laboratorik. Juga dilakukan pemeriksaan kesejahteraan janin, khususnya untuk evaluasi pertumbuhan janin dan jumlah cairan amnion. Terapi medikamentosa pada dasarnya sama dengan terapi ambulatoar. Bila terdapat perbaikan tanda dan gejala preeklampsia dna umur kehamilan ≥ 37 minggu, ibu masih perlu diobservasi selama 2-3 hari kemudian boleh dipulangkan. c Pengelolaan obstetrik tergantung usia kehamilan 1. Usia kehamilan 37 minggu Universitas Sumatra Utara Bila tanda dan gejala tidak memburuk, kehamilan dapat dipertahankan sampai aterm. 2. Usia kehamilan ≥ 37 minggu Kehamilan dipertahankan sampai timbul onset partus atau bila serviks matang pada tanggal taksiran persalinan dapat dipertimbangkan untuk dilakukan induksi persalinan.

B. Manajemen Preeklampsia Berat

Pengelolaan preeklampsia dan eklampsia mencakup pencegahan kejang, pegobatan hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan suportif terhadap penyulit organ yang terlibat, dan saat yang tepat untuk persalinan. a Pemberian terapi medikamentosa. 1. Segera masuk rumah sakit. 2. Tirah baring ke kiri secara intermiten. 3. Infus Ringer Laktat atau Ringer Dekstrose 5. 4. Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang, yang dibagi atas loading dose initial dose atau dosis awal dan maintenance dose dosis lanjutan. 5. Anti hipertensi. Diberikan bila tensi ≥ 180 110 atau MAP ≥ 126. 6. Diuretikum. Diuretikum tidak dibenarkan diberikan secara rutin karena memperberat penurunan perfusi plasenta, memperberat hipovolemia, dan meningkatkan hemokonsentrasi. Diuretikum hanya diberikan atas indikasi edema paru, paying jantung kongestif, dan edema anasarka. 7. Diet. Diet diberikan secara seimbang, hindari protein dan kalori berlebih. b Sikap terhadap kehamilannya 1. Perawatan konservatifekspektatif Tujuan : mempertahankan kehamilan sehingga mencapai umur kehamilan yang memenuhi syarat janin dapat dilahirkan dan Universitas Sumatra Utara meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa mempengaruhi keselamatan ibu. Indikasi : kehamilan ≤ 37 minggu tanpa disertai tanda dan gejala impending eclampsia. Bila penderita sudah kembali menjadi preeklamsi ringan, maka masih dirawat 2-3 hari lagi, baru diizinkan pulang. Pemberian MgSO 4 tidak diberikan loading dose intravena, tetapi cukup intramuskuler. Pemberian glukokortikoid diberikan pada umur kehamilan 32-34 minggu selama 48 jam. Selama di rumah sakit dilakukan pemeriksaan dan monitoring baik terhadap ibu maupun janin. Cara persalinan : bila penderita tidak inpartu, kehamilan dipertahankan sampai kehamilan aterm. Bila penderita inpartu, perjalanan persalinan diikuti seperti lazimnya dan persalinan diutamakan pervaginam, kecuali bila ada indikasi untuk seksio sesaria. 2. Perawatan aktifagresif Tujuan : terminasi kehamilan. Indikasi : a. Indikasi ibu : Kegagalan terapi medikamentosa setelah 6 jam sejak dimulai pengobatan medikamentosa, terjadi kenaikan darah yang persisten ; setelah 24 jam sejak dimulainya pengobatan medikamentosa terjadi kenaikan darah desakan darah yang persisten, tanda dan gejala impending eclampsia, gangguan fungsi hepar, g angguan fungsi ginjal, d icurigai terjadi solusio plasenta, t imbulnya onset partus, ketuban pecah dini, dan perdarahan. b. Indikasi janin : umur kehamilan ≥ 37 minggu, IUGR berat berdasarkan pemeriksaan USG, NST nonreaktif dan profil biofisik abnormal, timbulnya oligohidramnion. c. Laboratorik : adanya tanda-tanda “Sindrom HELLP” khususnya menurunnya trombosit dengan cepat. Cara persalinan dilakukan berdasarkan keadaan obstetrik pada waktu itu, apakah sudah inpartu atau belum. Universitas Sumatra Utara

2.2. Keluaran Maternal Pada Preeklamsi