Agregat kasar adalah batuan yang ukuran butirnya lebih besar dari 4,80 mm 4,75 mm dan agregat halus adalah batuan yang lebih kecil dari 4,80 mm 4,74 mm.
Agregat dengan ukuran lebih besar dari 4,80 mm dibagi lagi menjadi dua : yang berdiameter antara 4,80 – 40 mm disebut kerikil beton dan yang lebih dari 40 mm
disebut kerikil kasar. Mulyono, 2005.
2.7 AIR
Air sebagai bahan pencampur semen berperan sebagai bahan perekat. Peranan air sebagai bahan perekat terjadi melalui reaksi hidrasi, yaitu semen, debu
terbang batubara fly ash, kulit kerang, dan air akan membentuk pasta semen dan mengikat fragmen-fragmen agregat.
Kekuatan beton sangat dipengaruhi oleh perbandingan jumlah air terhadap semen, faktor air semen FAS atau wc = ratio. Secara teori, reaksi hidrasi yang
sempurna akan terjadi bila wc = 0,4, artinya secara ideal semen akan habis bereaksi dengan air pada perbandingan tersebut Hidayat, 2009. Nilai FAS untuk
campuran beton secara umum antara 0,25 – 0,65 Mulyono, 2005.
Kontaminan yang terkandung dalam air dalam jumlah yang melebihi batas dapat menyebabkan reaksi hidrasi antara semen dan air tidak sempurna. Kadar
kontaminan ion Sulfat melebihi batas, dapat mengakibatkan deteriosasi beton kerusakan beton, sedangkan ion klorida akan mengakibatkan korosi pada beton
bertulang pada beton dalam kurun waktu tertentu.
2.8 KARAKTERISTIK BATAKO
2.8.1. Sifat Fisis 2.8.1.1 Densitas
Densitas adalah pengukuran massa setiap satuan volume benda. Semakin tinggi densitas massa jenis suatu benda , maka semakin besar pula massa setiap
volumenya. Densitas rata-rata setiap benda merupakan total massa dibagi total volumenya. Sebuah benda yang memiliki densitas lebih tinggi akan memiliki
Universitas Sumatera Utara
volume yang lebih rendah dari pada benda bermassa sama yang memiliki densitas lebih rendah. Air memiliki densitas yang dipandang sebagai referensi
nilai pada kondisi standar suhu 4 C tekanan 1 atmosfer secara internasional
massa jenis air 1 grcm
3
. Perhigungan densitas menggunakan persamaan :
................................. 2.1
V m
=
ρ dimana:
ρ = densitas benda gcm
3
m = massa benda g V = volume benda cm
3
2.8.1.2 Penyerapan Air
Besar kecilnya penyerapan air oleh beton sangat dipengaruhi oleh pori atau rongga yang terdapat pada beton. Semakin banyak pori-pori yang terkandung
dalam beton maka akan semakin besar pula penyerapan sehingga ketahanannya akan berkurang. Rongga pori yang terdapat pada beton terjadi karena kurang
tepatnya kualitas dan komposisi material penyusunnya. Pengaruh rasio yang terlalu besar dapat menyebabkan rongga, karena terdapat air yang tidak bereaksi
dan kemudian menguap dan meninggalkan rongga Bishop dan Smallman, 1991. Penyerapan air dirumuskan sebagai berikut :
..….. 2.2
−
2.8.2 Sifat Mekanik
2.8.2.1 Kuat Tekan Compressive Strength
Standar yang digunakan pada pengujian ini adalah ASTM C 270-04 dan ASTM C 780 . Alat yang digunakan pada tes uji tekan mortar adalah Hydraulic
= Kering
Sampel Massa
Kering Sampel
Massa Jenuh
Sampel Massa
air Penyerapan
100 ×
Universitas Sumatera Utara
Compresive Strength Machine tipe MAC-200. Pembebanan diberikan sampai benda uji runtuh, yaitu pada saat beban maksimum bekerja. Beban maksimum
dicatat sebagai F
max
.
Kuat tekan compressive strength batako merupakan perbandingan besarnya beban maksimum yang dapat ditahan bahan dengan luas penampang bahan yang
mengalami gaya tersebut.
Secara matematis besarnya kuat tekan suatu bahan Surdia dan Saito,1985:
................................ 2.3 A
F P
max
= dimana:
P = Kuat tekan Nm
2
F = Gaya maksimum N A = Luas permukaan m
2
Tekanan adalah suatu kuantitas scalar. Satuan dalam Sistem Internasional SI dari tekanan adalah Pascal yang sering disingkat Pa, 1 Pa = 1 Newtonmeter
2
.
2.8.2.2 Kekuatan Patah Bending Strength
Kekuatan patah sering disebut Modulus of Rapture MOR yang menyatakan ukuran ketahanan bahan terhadap tekanan mekanis dan tekanan panas
thermal stress. Pengukuran kekuatan patah sampel digunakan dengan metode titik tumpu triple point bending, nilai kekuatan patah dapat ditentukan dengan
standar ASTM C.733-79.
Persamaan kekuatan patah Bending Strength suatu bahan dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :
Kekuatan patah
2
. 2
. 3
h b
L P
= ............................. 2 .4
Universitas Sumatera Utara
P h
b L
Gambar. 2.5 Contoh Benda Uji Bending Strength
dimana: P = Gaya tekan kgf
L = Jarak dua penumpu cm b h = dimensi sampel lebar dan tinggi cm
2.8.2.3 Kuat Impak Impact Strength
Material mungkin mempunyai kekuatan tarik tinggi tetapi tidak tahan terhadap beban kejut. Untuk menentukannya diperlukan uji ketahanan impak.
Ketahanan impak biasanya diukur dengan uji impak liot atau charpy terhadap benda uji bertakik atau tanpa takik. Pada pengujian ini beban diayunkan dari
ketinggian tertentu dan mengenai benda uji, kemudian diukur energy disipasi pada patahan. Pengujian ini bermanfaat untuk memperlihatkan penurunan keuletan dan
kekuatan impak material.
Ketangguhan patahan KC suatu paduan dianggap lebih tepat dan lebih penting, karena berbagai paduan mengandung retak halus yang mulai merambat apabila
menerima beban kritis tertentu. KC mendefinisikan kombinasi kritis antara tegangan dan panjang retak Bishop dan Smallman, 1991.
Perhitungan nilai impak dilakukan dengan menghitung nilai Charpy, yaitu :
S AK
KC =
.................................. 2.5
Universitas Sumatera Utara
Gambar. 2.6 Contoh Benda Uji Impak
dengan: KC = nilai impak Charpy kg fcm
2
AK = harga impak takik kg f S
= luas semula di bawah takik dari batang benda uji cm
2
2.8.3 Syarat Mutu Batako
Syarat mutu batako yang dikeluarkan PUBI pada tahun 1982 dapat dilihat pada Tabel 2.5. Berdasarkan SNI 03-0349-1989 bahwa syarat fisis batako terlihat
pada table 2.6. Tabel 2.5 Persyaratan Fisik Batako PUBI
Kekuatan Tekan Bruto Minimum Kgfcm²
Batako Mutu
Rata-rata dari benda uji Masing-masing benda uji Penyerapan
Maksimum Berat
Benda Uji
A1 20
17 -
A2 35
30 -
B1 50
45 35
B2 70
65 25
Sumber:Departemen Pekerjaan Umum 1982, PUBI : 27
Batako mutu A1 adalah batako yang digunakan hanya untuk konstruksi yang tidak memikul beban, dinding penyekat serta konstruksi lainnya yang selalu terlindung
dari cuaca luar. Batako mutu A2 adalah batako yang digunakan hanya untuk hal – hal seperti tersebut dalam jenis A1, hanya saja permukaan dindingkonstruksi dari
Universitas Sumatera Utara
batako tersebut boleh tidak diplester. Batako dengan mutu B1 adalah batako yang digunakan untuk konstruksi yang memikul beban, tetapi penggunaannya hanya
untuk konstruksi yang terlindung dari cuaca luar untuk konstruksi di bawah atap. Batako dengan mutu B2 adalah batako untuk konstruksi yang memikul beban dan
dapat digunakan pula untuk yang tidak terlindung.
Tabel 2.6 Persyaratan Fisis Batako SNI Tingkat Mutu Bata
Beton Pejal Tingkat Mutu Bata
Beton Berlobang Syarat Fisis
Satuan I
II III
IV I
II III
IV Kuat Tekan Bruto
Rata – Rata Minimum
kgcm
2
100 70
40 25
70 50
35 20
Kuat Tekan Bruto Masing – Masing
Benda Uji kgcm
2
90 65
35 21
65 45
30 17
Penyerapan Air Rata – Rata Maksimum
25 35
- -
25 35
- -
Sumber: Badan Standardisasi Nasional 1989
Universitas Sumatera Utara
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 TEMPAT dan WAKTU PENELITIAN 3.1.1 Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di : Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan Departemen Perindustrian.
3.1.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2010 sampai bulan April 2010.
3.2 ALAT dan
BAHAN 3.2.1 Alat
1. Neraca Analitik 2. Jangka
sorong 3. Gelas
Ukur 4. Mesin penepung kapasitas 300 kgjam crusibal dan Mesin Penghancur Batu
5. Mesin Pengayak Tes Sive Shaker 6.
Cetakan benda uji mould steel 7.
Alat uji kekuatan impak Iberttest 8.
Alat uji tekan Universal Testing Machine 9.
Alat uji bending strength Universal Testing Machine 10.
Wadah pencampur bahan-bahan 11.
Oven untuk mengeringkan agregat dan pemanasan kulit kerang. 12.
Pengaduk mixer.
3.2.2 Bahan
1. Semen Portland Type I Semen Padang. 2. Pasir
Universitas Sumatera Utara
3. Debu Terbang Batubara Fly Ash 4. Kulit
Kerang 5. Batu Apung Pumice
6. Air
3.3 PENYEDIAAN DEBU TERBANG BATUBARA FLY ASH, KULIT KERANG dan BATU APUNG PUMICE
Debu Terbang Batubara Fly Ash pada penelitian ini diperoleh dari limbah pembakaran batubara yang berfungsi sebagai bahan bakar Pembangkit
Listrik Tenaga Uap PLTU Labuhan Angin yang terletak di Desa Labuhan Angin, Kecamatan Mela, Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara.
Sedangkan kulit kerang yang dimaksud adalah Kulit Kerang yang diperoleh dari limbah di Kota Tanjungbalai. Batu Apung Pumice diperoleh dari Sungai Bingei,
Kab. Langkat.
3.4 VARIABEL dan PARAMETER
Variabel dalam penelitian ini, yaitu : 1. Variasi campuran Fly Ash dan kulit kerang sebagai substitusi semen 5,
10, 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45, 50 pada kondisi substitusi pasir tetap 20 untuk mengetahui pengaruh jumlah kulit kerang, yang terdiri :
a. Fly Ash : Kulit Kerang = 2 : 1 b. Fly Ash : Kulit Kerang = 1 : 1
2. Variasi campuran Fly Ash dan kulit kerang sebagai substitusi semen 10, 20, 30, 40, 50 pada perbandingan Fly Ash : Kulit Kerang = 2 : 1
terhadap Variasi substitusi pasir oleh batu apung pumice 10, 20, 30, 40, 50.
3. Variasi substitusi pasir 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45, 50 pada kondisi substitusi semen 20 Fly Ash : Kulit Kerang = 2 : 1.
4. Waktu curing adalah 28 hari pada kondisi normal dan alami.
5. Parameter pengujian yang dilakukan meliputi densitas, penyerapan air, kuat tekan, kuat patah, dan kuat impak.
Universitas Sumatera Utara
3.5 DIAGRAM ALIR