Perbandingan Perancangan Prestressed Concrete dengan Reinforced Concrete pada Suatu Rangka Portal Statis Tak Tentu

(1)

PERBANDINGAN PERANCANGAN PRESTRESSED

CONCRETE DENGAN REINFORCED CONCRETE PADA

RANGKA PORTAL STATIS TAK TENTU

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil

OLEH :

HADI HIDAYAT

06 0404 085

SUBJURUSAN STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRAK

Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi turut berpengaruh pada dunia konstruksi yang mengalami kemajuan dan peningkatan yang cukup pesat menuju kearah yang lebih baik. Seperti halnya pemakaian kayu yang selama ini digunakan penuh pada setiap pembangunan gedung kini sudah digantikan perannya dengan menggunakan material baja, begitu juga halnya dengan beton bertulang biasa. Setelah diciptakannya struktur prestress, pemakaian beton prestress telah menjadi alternatf pengganti yang cukup efektif untuk digunakan pada suatu konstruksi. Dengan diciptakannya sistem prestress ini, struktur dengan bentang-bentang panjang bukan lagi menjadi suatu masalah yang harus dihadapi, bahkan pemakaian struktur prestress ini sudah menjamur di berbagai penjuru dibelahan dunia.

Pada tugas akhir ini direncanakan rangka portal dengan panjang bentang 16 meter yang didesain menggunakan prestressed concrete yang mengacu pada ketentuan yang tertera pada ACI 318-08, dan kemudian dibandingkan dengan desain menggunakan reinforced concrete yang mengacu pada ketentuan yang tertera pada SNI 03-2847-2002.

Didalam metode perencanaan, terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara perencanaan prestressed concrete dengan perencanaan reinforced concrete yaitu pada perencanaan prestress concrete, gaya prategang pada penampang turut berpengaruh terhadap struktur sehingga menjadi beban tambahan yang perlu diperhitungkan, sedangkan hal tersebut tidak terjadi pada perencanaan reinforced concrete.

Dari hasil perencanaan dapat disimpulkan bahwa portal dengan bentang yang terlalu panjang lebih ekonomis didesain menggunakan Prestressed Concrete dibandingkan dengan Reinforced Concrete bila dilihat dari segi volume beton yang digunakan, serta lebih menghemat ruang yang digunakan karena desain yang menggunakan beton prestress memiliki dimensi beton yang lebih langsing daripada beton biasa.


(3)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah, serta innayah-Nya hingga terselesaikannya tugas akhir ini dengan judul “Perbandingan Perancangan Prestressed Concrete dengan Reinforced Concrete pada Suatu Rangka Portal Statis Tak Tentu”.

Tugas akhir ini disusun untuk diajukan sebagai syarat dalam ujian sarjana teknik sipil bidang studi struktur pada fakultas teknik Universitas Sumatera Utara (USU) Medan. Penulis menyadari bahwa isi dari tugas akhir ini masih banyak kekurangannya. Hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan dan kurangnya pemahaman penulis. Untuk penyempurnaannya, saran dan kritik dari bapak dan ibu dosen serta rekan mahasiswa sangatlah penulis harapkan.

Penulis juga menyadari bahwa tanpa bimbingan, bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, tugas akhir ini tidak mungkin dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua yang senantiasa penulis cintai yang dalam keadaan sulit telah memperjuangkan hingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan ini.

Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada :

1. Bapak Ir. Daniel Rumbi Teruna, MT. selaku pembimbing, yang telah banyak memberikan dukungan, masukan, bimbingan serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membantu saya menyelesaikan tugas akhir ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.


(4)

3. Bapak Ir. Syahrizal, M.Sc. Selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Bachrian Lubis, M.Sc ; Bapak Ir. Besman Surbakti, MT dan Bapak Ir. Sanci Barus, MT selaku pembanding yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam memberikan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

5. Bapak/Ibu staf pengajar jurusan teknik sipil Universitas Sumatera Utara.

6. Seluruh pegawai administrasi yang telah memberikan bantuan dan kemudahan dalam penyelesaian administrasi

7. Kedua orang tua penulis Bapak Asnawi dan Ibu Sri Karsita tersayang yang selalu mendo’akan dan terus memperjuangkan penulis untuk bisa menyelesaikan tugas akhir ini, juga kakak penulis Iva Hayuni yang telah memnbantu penulis dan memberi motivasi kepada penulis.

8. Seluruh rekan-rekan mahasiswa-mahasiswi jurusan teknik sipil terutama untuk teman-teman stambuk 2006 diantaranya (MUSTEKER yaitu Efni Fauzi, Muntashir Aidil, Fadhly Sasbuhky, Muhadri S, Nuriaman, Ichram, Nasrul amin, royhan , Dicky, Fadli Munawar, husni, sa’i, zainal, hery sanukri, septian, wahyudi, haikal, khoir, syawal, ulil), muhajir, Hardiansyah/tosek, alfi, zulkarnain, Anggi, Andi, Fauzi, didik, tami, yusuf, Fahim, rivan, agung, hary hadist, Avril, TM. Haikal, M. Atharudin, Joki, sammy, nasib, eka, sintong, santong, ricky, sinar, yosef, Malvin, Vega, Hotmasterman, Afdol serta stambuk 2006 lain yang tak tersebutkan penulis minta maaf kalian merupakan sahabat-sahabat terbaikku yang memberi motivasi tersendiri bagi penulis.. Adik-adik stambuk 2007, Didi santoso, Aulia rahman, Daniel, dan lain-lain. Serta adik-adik


(5)

stambuk 2008, 2009, 2010. Abang/kakak saya stambuk 2002, 2003, 2004, 2005, terima kasih atas masukannya selama ini.

9. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada bang Sigit, bang woyo, dan wak udin karena dengan bantuan mereka penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

Akhir kata penulis mengharapkan tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Agustus 2011

Hadi Hidayat 06 0404 085


(6)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... i

Abstrak ... iii

Daftar Isi ... iv

Daftar Tabel ... viii

Daftar Gambar ... x

Daftar Notasi ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

I.1. Umum ... 1

I.2. Permasalahan ... 4

I.3. Tujuan dan Manfaat ... 7

I.4. Pembatasan Masalah ... 7

I.5. Metode Penulisan ... 8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

II.1. Prinsip Dasar Prategang ... 9

II.2. Material Beton Prategang ... 11

II.2.1. Beton .. …………. ……… 11

II.2.2. Baja Prategang ... 14

II.3. Penampang Penampang Beton Prategang ... 20

II.4. Sistem Prategang dan Pengangkeran ... 23

II.4.1. Sistem Pratarik dan Pasca Tarik ... 28

II.4.1.1. Sistem Pratarik (Pretensioning) ... 28


(7)

II.5. Analisa Prategang ... 32

II.5.1.a. Tendon Konsentris ... 33

II.5.1.b. Tendon Eksentris ... 34

II.6. Keuntungan Beton Prategang dibanding beton bertulang ... 36

II.7.Keuntungan Beton Prategang Pada Sruktur Statis Tak Tentu ... 38

II.8. Rangka Portal Beton Statis Tak Tentu ... 39

II.9. Definisi Pembebanan ... 41

II.9.1. Beban dan Aksi yang bekerja ... 41

II.9.1.1. Beban Primer ... 41

II.9.1.1.a. Beban Mati Primer ... 42

II.9.1.1.b. Beban Mati Tambahan ... 42

II.9.1.1.c. Beban Hidup ... 42

II.9.1.2. Beban Sekunder ... 42

II.9.1.3. Metode Deformasi Konsisten ……….. 42

II.9.1.4. Beban Tersier ... 45

II.9.1.5. pengaruh Deformasi Aksial dan Momen Tersier ... 45

II.10. Desain Penampang Beton Prategang Terhadap Lentur ... 47

II.10.1. Modulus Penampang Minimum ... 48

II.10.2. Analisa Tegangan pada Peanmpang Beton Prategang ... 50

II.10.2..a. Analisa Tegangan pada penampang T ganda ... 50


(8)

II.11.Desain Tendon ... 55

II.12. Selubung Eksentrisitas yang membatasi ... 55

BAB III ANALISA PERMODELAN ... 59

III.1. Permodelan struktur ... 59

III.2. Tahap Perencanaan ... 59

III.3. Building Code ... 60

III.4. Syarat-syarat Batas pada beton prategang ………...60

III.5. Penyajian Data Dimensi Portal ...63

III.6. Penyajian Data Balok Prestress Precast T ganda ...64

III.6.1. Data Bahan ...64

III.6.2. Data Pembebanan ...65

III.6.2.1. Beban Mati Rencana ………..65

III.6.2.2. Beban Hidup Rencana ………66

III.6.2.3. Beban Mati Tambahan ………67

III.7. Kombinasi Pembebanan ………...………67

III.8. Permodelan Perletakan ………..68

BAB IV PEMBAHASAN ... 69

IV.1. Perencanaan Balok Prestress T ganda ... 69

IV.1.1.Pembebanan pada Balok Prestress T ganda ……...…..72

IV.1.1.1. Beban Mati Rencana ………...………... 72

IV.1.1.2. Beban Hidup Rencana ……… IV.1.1.3. Beban Mati Tambahan ………...…… 74

IV.1.2. Pemilihan Penampang ... 71

IV.1.3. Analisis Penampang ... 72 69 70 70 69


(9)

IV.1.3.1. Analisis Penampang Pada Saat Transfer ... 72

IV.1.3.2. Analisis Penampang Pada Saat Final ... 74

IV.1.4. Kehilangan Prategang (Losses) ... 77

IV.1.5. Kehilangan Prategang Total ... 77

IV.1.5.a. Kehilangan Prategang akibat deformasi elastis ... 77

IV.1.5.b. Kehilangan Prategang Akibat Rangkak ... 77

IV.1.5.c. Kehilangan Prategang Akibat Susut ... 77

IV.1.5.d. Kehilangan Akibat Relaksasi Tegangan ... 77

IV.1.6. Penentuan Daerah Aman Kabel ... 77

IV.1.7. Penempatan Kabel Tendon pada Profil ... 86

IV.2. Perencanaan Rangka Tumpuan Presressed Concrete ... 90

IV.2.1. Momen Primer ... ……… IV.2.1.1. Analisa Perhitungan Momen ... 94

IV.2.1.2. Karakteristik Beban ... 94

IV.2.2. Momen Sekunder ... 101

IV.2.3. Momen Tersier ... 103

IV.2.4. Analisis Tegangan ... 106

IV.2.5. Perencanaan Kabel Tendon Pada Penampang ... 108

IV.2.6. Penambahan Tulangan Non Prategang ... 111

IV.3. Rangka Tumpuan Reinforced Concrete ... 114

IV.3.1. Analisa Perhitungan Momen ... 114

IV.3.2. Karakteristik Beban ... 115

IV.3.3. Perencanaan Balok Beton Bertulang ... 121 93


(10)

IV.3.4. Perhitungan Tulangan Geser Balok ... 126

IV.3.5. Perencanaan Kolom Beton Bertulang ... 130

IV.4. Rangkuman Hasil Perancangan beton Prestress dengan Beton Bertulang ... 133

IV.5. Perbandingan Tinggi balok terhadap panjang bentang ... 134

IV.5. 1. Prestressed Concrete ... 134

IV.5. 2. Reinforced Concrete ... 135

IV.6. Perbandingan Desain Struktur ... 135

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 137

V.1. Kesimpulan ... 137

V.2. Saran ... 138 DAFTAR PUSTAKA


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel.II.1 : Strand Standar Tujuh Kawat Untuk Beton Prategang ... 19

Tabel.II.2 : Besaran dan kuat desain strands prategang ... 20

Tabel.II.3 : Tipikal Baja Prategang ... 20

Tabel.II.4 : Produk Integral Untuk Koefisien Pengaruh Fleksibilitas ... 44

Tabel III.1 : Data bahan yang digunakan dalam perencanaan balok T ganda 64 Tabel.III.2 : Beban Hidup rencana yang akan digunakan ……… ... . 66

Tabel. III.3 : Jenis-jenis beban Mati di Atap ……… .... ...67

Tabel.IV.1 : Jenis-jenis kehilangan prategang ... 77

Tabel.IV.2 : Koefisien Nilai C ... 81

Tabel.IV.3 : koefisien nilai ... 82

Tabel.IV.4 : Perhitungan Batas-batas daerah aman kabel ... 86

Tabel.IV.5 : Perhitungan Momen maksimum pada portal prestreesed concrete ... 101

Tabel.IV.6 : Distribusi Momen pada pehitungan momen tersier ... 104


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar.I.1 : Konstruksi Bangunan yang menggunakan beton prestress ... 6

Gambar I.2 : Konstruksi Bangunan yang menggunakan beton prestress ... 6

Gambar.II.1 : Prinsip-prinsip prategang linier dan melingkar ... 10

Gambar.II.2 : Diagram tegangan dan regangan pada beton ... 14

Gambar.II.3 : Jenis-jenis baja yang dipakai untuk beton prestress ... 16

Gambar.II.4 : Diagram Tegangan dan reangan pada kawat tunggal ... 17

Gambar.II.5 : Diagram Tegangan dan reangan pada untaian kawat ... 17

Gambar.II.6 : Diagram Tegangan dan reangan pada baja tulangan ... 18

Gambar.II.7 : Strand 7 kawat standar yang dipadatkan ... 18

Gambar II.8 : Berbagai jenis penampang beton prategang ... 21

Gambar II.9 : Berbagai jenis penampang beton prategang berikut bentuk penampang tumpuannya ... 22

Gambar II.10 : Penggunaan beton prategang penampang T ganda pada konstruksi ... 23

Gambar II.11 : Bangunan gudang yang menggunakan beton prestress ... 23

Gambar II.12 : Sistem pengangkeran pratarik ... 24

Gambar II.13 : Sistem perakitan kabel prategang ... 24

Gambar II.14 : Kabel tendon sesaat sebelum diberi gaya prategang ... 25

Gambar II.15 : Sistem pengangkeran pasca tarik ... 26

Gambar II.16 : Pengerjaan pemberian tegangan pada tendon ... 26

Gambar II.17 : Jenis-jenis pengangkeran ... 27


(13)

Gambar. II.19 : Proses prategang beton pratarik ... 29

Gambar. II.20 : Proses prategang beton pasca tarik ... 30

Gambar. II.21 : Proses prategang termo listrik ... 31

Gambar. II.22 : Prategang konsentris ... 33

Gambar. II.23 : Distribusi tegangan tendon konsentris ... 33

Gambar. II.24: Distribusi tegangan tendon eksentris ... 34

Gambar. II.25 : gaya-gaya penyeimbang beban pada tendon parabola ... 35

Gambar. II.26 : Pembangunan Konstruksi mengguanakan beton prategang ... 38

Gambar. II.27 : Rangka struktur tipikal ... 40

Gambar. II.28 : Pengaruh perpendekan aksial ... 46

Gambar. II.29 : Perletakan batas-batas pada penampang ... 62

Gambar. II.30 : Penentuan selubung cgs ... 73

Gambar. II.31 : selubung yang memungkinkan terjadinya tarik diserat beton ekstrim ... 62

Gambar.III.1 : Sketsa portal yang akan direncanakan ... 59

Gambar.III.2 : Permodelan perletakan pada struktur balok T ganda dan pada portal berikut sistem pembebanannya ... 68

Gambar.IV.1 : Penampang balok prategang Pretopped Double Tee ... 69

Gambar.IV.2 : Profil penampang PCI 12LDT34 ... 71

Gambar.IV.3 : Grafik daerah aman kabel ... 71

Gambar.IV.4 : Penempatan kabel pada penampang ditumpuan ... 71

Gambar.IV.5 : Penempatan kabel pada penampang ditengah bentang ... 71

Gambar.IV.6 : Potongan penampang ditumpuan ... 88


(14)

Gambar.IV.8 : Potongan Portal tampak depan ... 89

Gambar.IV.9 : Diagram produk integral pada portal ... 89

Gambar.IV.10 : Momen Sekunder ... 89

Gambar.IV.11 : Momen Tersier ... 89

Gambar.IV.12 : Desain tendon prategang dibalok dan kolom ... 89

Gambar.IV.13: Penampang balok prategang ditumpuan dan ditengah lapangan 89 Gambar.IV.14 : Penampang kolom prategang ... 89

Gambar.IV.15: Penampang balok beton bertulang ... 89

Gambar.IV.16: Penampang kolom beton bertulang ... 89

Gambar.IV.17: Desain struktur dengan rangka portal beton prategang ... 89

Gambar.IV.18: Desain struktur dengan rangka portal beton bertulang ... 89

Gambar.IV.19: Desain struktur dengan rangka portal beton prategang ... 89


(15)

DAFTAR NOTASI

A = Luas potongan melintang batang beton Agr = Luas penampang bruto kolom (mm2)

Ast = luas tulangan (mm2)

Ar = Luas penampang tulangan longitudinal (mm2)

Ast total = Luas tulangan total

= Luas tuangan prategang di daerah tarik

Av = Luas tulangan geser b = Lebar penampang

cb = jarak dari pusat berat penampang (garis cgc) ke serat bawah ct = jarak dari pusat berat penampang (garis cgc) ke serat atas d = Jarak dari serat tekan terluar ke pusat tulangan tarik d’ = Jarak dari serat tekan terluar ke pusat tulangan tekan ds = unsur panjang dari suatu bidang

e = eksentrisitas tendon dari pusat berat penampang beton, cgc Ec = Modulus elastisitas beton (MPa)

EI = ketegaran lentur dari penampang = Tegangan di serat atas

= Tegangan di serat bawah = Kuat tekan beton

= Kuat tekan beton pada saat prategang awal


(16)

= Tegangan tekan izin maksimum di beton pada kondisi beban kerja = Tegangan tarik izin maksimum di beton segera sesudah transfer dan sebelum terjadi kehilangan

= Tegangan tarik izin maksimum dibeton sesudah semua kehilangan pada taraf beban kerja

= Tegangan awal pada tendon

= Prategang efektif pada tendon = Tegangan awal pada tendon

= Kuat tarik tendon yang ditetapkan

= koefisien pengaruh fleksibilitas yang memberikan perubahan

kedudukan yang terjadi dititik i, akibat suatu reaksi satuan dititik j. fy = Tegangan leleh penampang (Mpa)

fc’ = Kuat tekan karakteristik beton (Mpa)

f atas = Prategang pada beton yang ditimbulkan pada serat paling atas dan f bawah = Prategang pada beton yang ditimbulkan pada serat paling bawah

h = Tinggi penampang

i = Jari-jari girasi

I = Inersia profil

= Jarak antara sumbu netral penampang (c.g.c) ke serat bawah penampang yang berbatasan dengan pusat kern

= Jarak antara sumbu netral penampang (c.g.c) ke serat atas penampang yang berbatasan dengan pusat kern

= jarak antara sumbu netral penampang (c.g.c) ke batas maksimum kern


(17)

L = Panjang bentang

= momen akibat suatu reaksi satuan dititik i

= momen akibat suatu reaksi satuan dititik j

= momen akibat beban luar pada struktur = Momen luar

MT = momen total (MD + MSD + ML)

MD = momen akibat berat sendiri

MSD = momen akibat beban mati tambahan, seperti lantai

ML = momen akibat beban hidup

Mu = Momen lentur perlu

= Momen yang terjadi di lapangan (tengah bentang)

= Momen yang terjadi di tumpuan

N = Beban putus pada tendon prategang

Nu = Kuat tekan perlu

P = Gaya Prategang ( positif apabila menghasilkan tekanan langsung)

! = Gaya Prategang dibalok

!" = Gaya Prategang dikolom

Pi = Prategang awal

Pe = Prategang efektif sesudah kehilangan Q = Kapasitas geser untuk penghubung geser (N) r = Jari-jari kelengkungan

rmin = Jari-jari girasi terkecil

r2 = kuadrat dari jari-jari girasi Smaks = Jarak sengkang maksimum


(18)

Smin = Jarak sengkang minimum

Sb = modulus penampang bawah beton St = modulus penampang atas beton

# = Perubahan kedudukan dititik I yang disebabkan oleh beban luar V = Gaya lateral desain total atau geser di dasar struktur

Vc = Kuat geser nominal pada beton Vs = Kuat geser nominal tulangan geser Vu = Gaya geser perlu

$ = Momen lembam

yt = Jarak antara serat paling atas terhadap titik berat panampang

yb = Jarak antara serat paling bawah terhadap titik berat panampang

Zt = Momen penampang serat paling atas

Zt = Momen penampang serat paling bawah

% = Rasio prategang residual

& = Rasio penulangan tarik

& = Rasio penulangan tekan

& = Rasio penulangan minimum

& " = Rasio penulangan maksimum

' = Factor reduksi kekuatan

∆ = Perpindahan

( = Tegangan pada sumbu netral penampang pada saat Prategang efektif

( = Tegangan pada sumbu netral penampang pada saat Prategang awal

() = Tegangan tekan izin maksimum pada sat prategang efektif (pada saat beban kerja)


(19)

() = Tegangan tekan izin maksimum pada sat prategang awal

( = Tegangan tarik izin maksimum pada sat prategang awal

( = Tegangan tarik izin maksimum pada sat prategang efektif (pada saat beban kerja)


(20)

ABSTRAK

Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi turut berpengaruh pada dunia konstruksi yang mengalami kemajuan dan peningkatan yang cukup pesat menuju kearah yang lebih baik. Seperti halnya pemakaian kayu yang selama ini digunakan penuh pada setiap pembangunan gedung kini sudah digantikan perannya dengan menggunakan material baja, begitu juga halnya dengan beton bertulang biasa. Setelah diciptakannya struktur prestress, pemakaian beton prestress telah menjadi alternatf pengganti yang cukup efektif untuk digunakan pada suatu konstruksi. Dengan diciptakannya sistem prestress ini, struktur dengan bentang-bentang panjang bukan lagi menjadi suatu masalah yang harus dihadapi, bahkan pemakaian struktur prestress ini sudah menjamur di berbagai penjuru dibelahan dunia.

Pada tugas akhir ini direncanakan rangka portal dengan panjang bentang 16 meter yang didesain menggunakan prestressed concrete yang mengacu pada ketentuan yang tertera pada ACI 318-08, dan kemudian dibandingkan dengan desain menggunakan reinforced concrete yang mengacu pada ketentuan yang tertera pada SNI 03-2847-2002.

Didalam metode perencanaan, terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara perencanaan prestressed concrete dengan perencanaan reinforced concrete yaitu pada perencanaan prestress concrete, gaya prategang pada penampang turut berpengaruh terhadap struktur sehingga menjadi beban tambahan yang perlu diperhitungkan, sedangkan hal tersebut tidak terjadi pada perencanaan reinforced concrete.

Dari hasil perencanaan dapat disimpulkan bahwa portal dengan bentang yang terlalu panjang lebih ekonomis didesain menggunakan Prestressed Concrete dibandingkan dengan Reinforced Concrete bila dilihat dari segi volume beton yang digunakan, serta lebih menghemat ruang yang digunakan karena desain yang menggunakan beton prestress memiliki dimensi beton yang lebih langsing daripada beton biasa.


(21)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Umum

Konstruksi bangunan dimasa sekarang ini telah mengalami kemajuan dan peningkatan yang pesat. Hal ini dilihat dengan semakin banyaknya bermunculan perubahan perubahan dari segi pembangunan yang telah menuju kearah yang lebih baik. Seperti halnya struktur kayu yang sudah digantikan pemakaiannya oleh struktur baja, begitu juga dengan pemakaian beton yang sudah mengalami perkembangan dengan dipakainya beton pra tegang (prestress) pada berbagai jenis bangunan seperti pembangunan jembatan, apartemen, hotel, gedung-gedung bertingkat untuk perkantoran serta bangunan lainnya.

Pada konstruksi bangunan-bangunan tersebut, biasanya digunakan pemakaian bahan-bahan seperti : beton, besi, baja, kayu, dan bahan-bahan pelengkap lainnya. Beton memiliki peranan penting yang menjadi dasar dari sebuah konstruksi bangunan. Bahan dasar dari beton ini terdiri dari agregat kasar ditambah dengan agregat halus dan dicampur dengan semen. Apabila beton diberi tulangan, maka disebut beton bertulang, sehingga beton yang tadinya memiliki kekuatan tarik rendah menjadi beton yang memiliki kekuatan tarik yang diperlukan.

Seiring dengan perkembangan teknologi dan semakin banyaknya para ahli yang berupaya untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan yang dimiliki beton bertulang maka pada tahun 1886, beton prategang mulai ditemukan dan diterapkan pertama kali oleh P.H. Jackson dari California, Amerika Serikat. Pada tahun 1886


(22)

telah dibuat hak paten dari konstruksi beton prategang yang dipakai untuk pelat dan atap. Pada waktu yang hampir bersamaan yaitu pada tahun 1888, C.E.W. Doehting dari Jerman memperoleh hak paten untuk memprategang pelat beton dari kawat baja, tetapi gaya prategang yang diterapkan dalam waktu yang singkat menjadi hilang karena rendahnya mutu dan kekuatan baja. Permasalahan ini akhirnya diselesaikan dan disempurnakan oleh Eugen Freyssinet dari Prancis, dimana ia telah menemukan pentingnya kehilangan gaya prategang dan usaha untuk mengatasinya, hingga kemudian pada tahun 1940 diperkenalkan system prategang yang pertama dengan bentang 47 meter di Philadelphia (Walnut Lane Bridge). Dalam bidang teknik sipil ia dipandang telah berjasa karena telah memperkenalkan dan mengembangkan kawat baja berkekuatan tinggi disamping beton mutu tinggi sebagai beton prategang, yang kemudian dipatenkan dan sejak itu penggunaan system beton prategang berkembang dengan pesat.

Sistem prategang ini dapat memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada pada beton bertulang seperti terjadinya lendutan dan retak-retak rambut pada beban kerja, dan disamping itu juga dapat menambah efisiensi salam pelaksanaan kerja. Pada beton prategang, peranan tulangan digantikan dengan suatu kawat yang dinamakan tendon. Tendon dan beton bermutu tinggi dapat memikul beban yang sangat besar, sehingga ukuran dari bagian penampang struktur dapat diperkecil sehingga menjaikannya lebih ekonomis.

Struktur beton pratrgang didefenisikan sebagai suatu system struktur beton khusus dengan cara memberikan tegangan awal tertentu pada komponen sebelum digunakan untuk mendukung beban luar sesuai dengan yang diinginkan.


(23)

Dalam perkembangannya struktur beton prategang diklasifikasikan menjadi dua yakni; system pra-tarik (pre-tension) dan system pasca-tarik (post-tension). System pre-tension berarti penarikan baja dilakukan terlebih dahulu, kemudian beton mulai dicor. Sedangkan system post-tension berarti penarikan baja yang dilakukan setelah beton dicor dan mengeras. Menurut pemberian gaya prategangnya, beton prategang diklasifikasikan menjadi full prestressing dan partial prestressing. Full prestressing berarti, pemberian tegangan dilakukan secara penuh dan tidak boleh adanya tegangan tarik pada penampang, sedangkan pada partial prestressing, pemberian tegangan dilakukan sebagian dan diperbolehkan adanya tegangan tarik sampai batasan yang telah ditentukan, dimana pada partial prestressing ini diperluakn pemasangan beberapa tulangan baja.

Perkembangan historis beton prategang sebenarnya dimulai dengan cara yang berbeda dimana gaya prategang yang dibuat hanya ditujukan untuk menciptakan tekan permanen pada beton guna memperbaiki kekuatan tariknya. Kemudian menjadi lebih jelas bahwa memberikan gay gaya prategang pada baja juga penting untuk pemanfaatan baja mutu tinggi yang efisien. Memberikan gaya prategang berarti membuat tegangan yang permanen didalam struktur dengan tujuan memperbaiki perilaku dan kekuatannya pada bermacam-macam pembebanan.

Sistem prategang yang digunakan pada baja atau beton, tujuan pokoknya adalah untuk menimbulkan tegangan atau regangan yang dikehendaki pada struktur, dan untuk mengimbangi tegangan dan regangan yang tidak dikehendaki. Pada beton prategang, baja sebelumnya ditarik terlebih dahulu untuk mencegah terjadinya pemanjangan yang berlebihan pada saat pembebanan, sementara beton ditekan untuk mencegah retak-retak akibat tegangan tarik.


(24)

1.2. Permasalahan

Beton adalah suatu bahan yang mempunyai kekuatan yang tinggi terhadap tekan, tetapi sebaliknya mempunyai kekuatan relatif sangat rendah terhadap tarik, hal ini menyebabkan beton memiliki kelemahan jika digunakan pada struktur berbentang yang terlalu panjang.

Pada saat ini, aplikasi penggunaan beton bertulang pada bentang-bentang yang panjang biasanya menggunakan beton yang telah mengalami perubahan ukuran dimensi pada penampangnya menjadi lebih besar, hal ini disebabkan karena beton yang berukuran langsing tidak dapat menahan beban pada bentang yang terlalu panjang, sehingga ukuran beton ditambah dan mengakibatkan bertambahnya volume beton tersebut sehingga berat sendirinya akan menjadi lebih besar dan akan menghasilkan lendutan yang besar pula. Hal ini menyebabkan Beton tidak bekerja secara efektif didalam penampang-penampang struktur beton bertulang, hanya bagian tertekan saja yang efektif bekerja, sedangkan bagian beton yang retak dibagian tertarik tidak bekerja efektif dan hanya merupakan beban mati yang tidak bermanfaat.

Hal inilah yang menyebabkan tidak dapatnya diciptakan struktur-struktur beton bertulang dengan bentang yang panjang secara ekonomis, karena terlalu banyak beban mati yang tidak efektif. Disamping itu, retak-retak disekitar baja tulangan bisa berbahaya bagi struktur karena merupakan tempat meresapnya air dan udara luar kedalam baja tulangan sehingga terjadi karatan. Putusnya baja tulangan akibat karatan berakibat fatal bagi struktur. Oleh karena itu penggunan beton bertulang untuk bentang-bentang yang terlalu panjang dinilai kurang efisien dan


(25)

dipandang tidak ekonomis. Dengan kekurangan-kekurangan yang dirasakan pada struktur beton bertulang seperti yang telah diuraikan maka timbul gagasan untuk menggunakan kombinasi-kombinasi bahan beton secara lain, yaitu dengan memberikan pratekanan pada beton melalui kabel baja (tendon) yang ditarik atau biasa disebut beton pratekan. Beton pratekan ini kemudian menjadi salah satu alternative yang paling tepat digunakan untuk struktur berbentang panjang sebagai bahan pengganti beton bertulang.

Hal ini kemudian mendorong penulis untuk berencana mendesain sebuah struktur portal bangunan yang memiliki bentang yang panjang dan didesain menggunakan beton prategang. Dengan menggunakan beton prategang ini beton dapat didesain dengan bentuk yang langsing sehingga lebih aman terhadap lendutan dan juga baik dari segi ekonomis.

Gbr.I.2 Desain Rangka Portal Beton Prategang Gbr.I.1 Rangka Portal Statis Tak Tentu


(26)

Gambar. I.3. Konstruksi bangunan yang menggunakan beton prategang (tampak depan )

(Sumber: Beton Prategang, Edward G. Nawy)

Gambar. I.4. Konstruksi bangunan yang menggunakan beton prategang (tampak samping )


(27)

1.3. Tujuan dan manfaat

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan tugas akhir ini antara lain: 1. Agar mahasiswa dapat merencanakan dan mendesain rangka portal beton

prestress

2. Agar dapat membandingkan cara perhitungan, serta efisiensi penggunaan beton prestress dengan beton bertulang.

3. Tujuan lain adalah membuka wawasan kepada masyarakat, khususnya kaum intelektual seperti mahasiswa, maupun para kontraktor bangunan bahwa beton prategang dapat dijadikan alternative pengganti beton bertulang

Tugas akhir ini diharapkan bermanfaat bagi :

1. Pihak-pihak atau mahasiswa yang membahas hal yang sama

2. Pihak-pihak yang membutuhkan informasi dan mempelajari hal yang dibahas pada laporan tugas akhir ini

1.4. Pembatasan Masalah

Karena luasnya cakupan masalah dalam pembahasan tugas akhir ini maka penulis membuat beberapa batasan masalah yang sesuai dengan tingkat pendidikan penulis. Pada penulisan tugas akhir ini, batasan-batasan yang digunakan adalah :

1. Model struktur yang digunakan untuk desain adalah portal bidang diatas dua perletakan statis tak tentu.


(28)

2. Beban yang dipakai adalah beban mati (struktur bangunan) dan beban hidup. 3. Untuk menentukan momen-momen dalam yang bekerja pada portal dibantu

menggunakan program komputer untuk struktur seperti SAP 2000 .

4. Dimensi dan mutu beton serta tulangan yang dipakai pada balok dan kolom dirancang dan ditetapkan oleh perancang sendiri.

5. Portal didesain dengan menggunakan prestressed concrete kemudian dibandingkan dengan desain reinforced concrete.

1.5. Metode penulisan

Dalam penyusunan tugas akhir ini penulis menggunakan beberapa metode penulisan, diantarnya adalah :

1. Metode study literature, yaitu mencari acuan dan petunjuk sebagai bahan masukan dari buku-buku daftar pustaka yang berisi formula – formula dari para ahli struktur ditambah dengan bantuan program komputer untuk menambah ketelitian dalam proses perhitungan.

2. Metode studi bimbingan, yaitu mengadakan konsultasi dengan dosen pembimbing tugas akhir yang memegang peranan penting dalam penulisan tugas akhir ini, dan yang terakhir adalah berkonsultasi dengan teman maupun rekan sejawat tentang tugas akhir sekaligus mengumpulkan data-data yang diperlukan agar tugas akhir ini dapat terselesaikan.


(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Prinsip Dasar Prategang

Beton adalah suatu bahan yang mempunyai kekuatan yang tinggi terhadap tekan, tetapi sebaliknya mempunyai kekuatan relatif sangat rendah terhadap tarik, sedangkan baja adalah suatu material yang mempunyai kekuatan tarik yang sangat tinggi. Dengan mengkombinasikan beton dan baja sebagai bahan struktur, maka tegangan tekan dipikulkan kepada beton sementara tegangan tarik dipikulkan kepada baja.

Pada struktur dengan bentang yang panjang, struktur bertulang biasa tidak cukup untuk menahan tegangan lentur sehingga terjadi retak-retak di daerah yang mempunyai tegangan lentur, geser, atau puntir yang tinggi. Timbulnya retak-retak awal pada beton bertulang disebabkan oleh ketidakcocokan (non compatibility) dalam regangan-regangan baja dan beton, hal ini yang merupakan titik awal dikembangkannya suatu material baru seperti beton prategang.

Beton prategang pada dasarnya merupakan beton dimana tegangan-tegangan internal dengan besar serta distribusi yang sesuai diberikan sedemikian rupa sehingga tegangan-tegangan yang diakibatkan oleh beban-beban luar diberikan perlawanan hingga pada suatu kondisi yang diinginkan. Pada batang beton bertulang, prategang pada umumnya diberikan dengan menarik baja tulangannya.


(30)

Pada proses pembuatan tong kayu yang diperkuat dengan sabuk logam serta pemasangan sabuk logam disekeliling roda kayu menunjukkan bahwa seni prategangan telah dipraktekkan sejak zaman dahulu. Pemberian gaya prategang, bersama besarnya, ditentukan terutama berdasarkan jenis sistem yang dilaksanakan dan panjang bentang serta kelangsingan yang dikehendaki. Gaya pratengang yang diberikan secara longitudinal di sepanjang atau sejajar dengan sumbu komponen struktur, maka prinsip-prinsip prategang dikenal sebagai pemberian prategang linier.

Gambar II.1 Pinsip-prinsip Prategang Linier dan Melingkar. (a) Pemberian prategang linier pada sederetan blok untuk membentuk balok. (b) Tegangan tekan di penmpang tengah bentang C dan penampang Atau B. (c) Pemberian prategang melingkar pada gentong kayu dengan pemberian tarik pada pita logam. (d) Prategang melingkar pada satu papan kayu. (e) Gaya tarik F pada detengah pita

logam akibat tekanan internal, yang harus diimbangi oleh prategang melingkar (Sumber: Beton Prategang, Edward G. Nawi)


(31)

Gambar II.1 menjelaskan bahwa aksi pemberian prategang pada kedua sestem structural dan respon tegangan yang dihasilkan. Pada bagian (a), blok-blok beton bekerja bersama sebagai sebuah balok pembarian gaya prategang tekan P. Pada blok-blok tersebut kemungkinan tergelincir pada arah vertikal yang mensimulasikan kegagalan gelincir geser, pada kenyataan tidak demikian karena adanya gaya longitudinal P. Dengan cara yang sama, papan-papan kayu di dalam bagian (c) kelihatan dapat terpisah satu sama lain sebagai akibat adanya tekanan yang radial internal yang bekerja padanya. Akan tetapi, karena adanya prategang tekan yang diberikan oleh pita logam sebagai prategang melingkar, papan-papan tersebut tetap menyatu.

II.2. Material Beton Prategang

II.2.1 Beton

Beton adalah campuran dari semen, air, dan agregat serta suatu bahan tambahan. Setelah beberapa jam dicampur, bahan-bahan tersebut akan langsung mengeras sesuai bentuk pada waktu basahnya. Beton yang digunakan untuk beton prategang adalah yang mempunyai kekuatan tekan yang cukup tinggi dimana ) beton minimal 30Mpa. Kuat tekan yang tinggi diperlukan untuk menahan tegangan tekan pada serat tertekan, pengangkuran tendon, mencegah terjadinya keretakan, mempunyai modulus elastisitas yang tinggi dan mengalami rangkak lebih kecil.

Beton adalah meterial yang kuat terhadap kondisi tekan, akan tetapi material yang lemah terhadap kondisi tarik. Kuat tarik beton bervariasi mulai dari 8 sampai 14 persen dari kuat tekannya. Rendahnya kapasitas tarik beton menimbulkan terjadinya


(32)

retak lentur pada taraf pembebanan yang masih rendah. Untuk mengurangi atau mencegah berkembangnya retak tersebut, gaya konsentris atau eksentris diberikan dalam arah longitudinal elemen struktural. Gaya ini mencegah berkembangnya retak dengan cara mengeliminasi atau sangat mengurangi tegangan tarik di bagian tumpuan dan daerah kritis pada kondisi beban kerja sehingga dapat meningkatkan kapasitas lentur, geser, dan torsional penampang tersebut. Penampang dapat berperilaku elastis, dan hampir semua kapasitas beton dalam memikul tekan dapat secara efektif dimanfaatkan di seluruh tinggi penampang beton pada saat semua beban bekerja di struktur tersebut.

Gaya longitudinal yang diterapkan tersebut di atas disebut gaya prategang, yaitu gaya tekan yang memberikan prategang pada penampang di sepanjang bentang suatu elemen struktural sebelum bekerjanya beban mati dan beban hidup transversal atau beban hidup horizontal transien. Gaya prategang ini berupa tendon yang diberikan tegangan awal sebelum memikul beban kerjanya, yang berfungsi mengurangi atau menghilangkan tegangan tarik pada saat beton mengalami beban kerja, mengantikan tulangan tarik pada struktur beton bertulang biasa.

Pada beton bertulang biasa, gaya tarik yang berasal dari momen lentur ditahan oleh lekatan yang terjadi antara tulangan dan beton. Akan tetapi, tulangan di dalam komponen struktur beton bertulang tidak memberikan gaya dari dirinya pada komponen struktur tersebut, suatu hal yang berlawanan dengan aksi baja (tendon) prategang yang menghasilkan gaya dari dirinya sehingga memungkinkan pemulihan retak dan defleksi akibat momen lentur tersebut. Pemberian gaya prategang berupa tendon, guna mengurangi atau menghilangkan tegangan tarik, ini yang dikenal sebagi beton prategang.


(33)

Beton prategang adalah material yang sangat banyak digunakan dalam kontruksi. Beton prategang pada dasarnya adalah beton di mana tegangan-tegangan internal dengan besar serta distribusi yang sesuai diberikan sedemikian rupa sehingga tegangan-tegangan yang diakibatkan oleh beban-beban luar dilawan sampai suatu tingkat yang diinginkan. Prategang meliputi tambahan gaya tekan pada struktur untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan gaya tarik internal dan dalam hal ini retak pada beton dapat dihilangkan.

Pada beton bertulang, prategang pada umumnya diberikan dengan menarik baja tulangan. Gaya tekan disebabkan oleh reaksi baja tulangan yang ditarik, mengakibatkan berkurangnya retak, elemen beton prategang akan jauh lebih kokoh dari elemen beton bertulang biasa. Prategangan juga menyebabkan gaya dalam yang berlawanan dengan gaya luar dan mengurangi atau bahkan menghilangkan lendutan secara signifikan pada struktur.

Beton yang digunkan dalam beton prategang adalah mempunyai kuat tekan yang cukup tinggi dengan nilai f’c min K-300, modulus elastis yang tinggi dan

mengalami rangkak ultimit yang lebih kecil, yang menghasilkan kehilangan prategang yang lebih kecil pada baja. Kuat tekan yang tinggi ini diperlukan untuk menahan tegangan tekan pada serat tertekan, pengangkuran tendon, mencegah terjadinya keretakan. Tipikal diagram tegangan-regangan beton dapat dilihat pada gambar II.2. Pemakaian beton berkekuatan tinggi dapat memperkecil dimensi penampang melintang unsur-unsur struktural beton prategang. Dengan berkurangnya berat mati material, maka secara teknis maupun ekonomis bentang yang lebih panjang dapat dilakukan.


(34)

Gambar II.2 Diagram Tegangan Regangan Pada Beton

Perubahan bentuk pada beton adalah langsung dan tergantung pada waktu. Pada beban tetap, perubahan bentuk bertambah dengan waktu dan jauh lebih besar dibandingkan harga langsungnya. Susut tidak disebabkan oleh tegangan, tetapi merupakan akibat dari hilangnya air dalam proses pengeringan beton, sementara rangkak oleh bekerjanya tegangan. Susut dan rangkak menyebabkan perubahan bentuk aksial, kelengkungan pada penampang, kehilangan tegangan lokal antara beton dan baja, redistribusi aksi internal pada struktur statis tertentu.

II.2.2 Baja Prategang

Untuk penggunaan pada beban layan yang tinggi, penggunaan baja tulangan (tendon) dan beton mutu tinggi akan lebih efisien. Hanya baja dengan tegangan elastis tinggi yang cocok digunakan pada beton prategang. Penggunaan baja tulangan mutu tinggi bukan saja merupakan suatu keuntungan, tetapi merupakan suatu

Regangan

Tegangan (Mpa)


(35)

keharusan. Prategangan akan menghasilkan elemen yang lebih ringan, bentang yang lebih besar dan lebih ekonomis jika ditinjau dari segi pemasangan dibandingkan dengan beton bertulang biasa.

Prategang pada dasarnya merupakan suatu beban yang menimbulkan tegangan dalam awal sebelum pembebanan luar dengan besar dan distribusi tertentu bekerja sehingga tegangan yang dihasilkan dari beban luar dilawan sampai tingkat yang diinginkan. Gaya pratekan dihasilkan dengan menarik kabel tendon yang ditempatkan pada beton dengan alat penarik. Setelah penarikan tendon mencapai gaya/tekanan yang direncanakan, tendon ditahan dengan angkur, agar gaya tarik yang tadi dikerjakan tidak hilang. Penarikan kabel tendon dapat dilakukan baik sebelum beton dicor (pre-tension) atau setelah beton mengeras (post-tension).

Baja (tendon) yang dipakai untuk beton prategang dalam prakteknya ada tiga macam, yaitu :

1. Kawat tunggal (wires), biasanya digunkan untuk baja prategang pada beton prategang dengan system pratarik (pre-tension).

2. Kawat untaian (strand), biasanya digunkan untuk baja prategang pada beton pratengang dengan system pascatarik (post-tension).

3. Kawat batangan (bar), biasanya digunakan untuk baja prategang pada beton prategang dengan system pratarik (pre-tension).


(36)

Kawat tunggal (wires) (b) Untaian Kawat (strand)

(c) Kawat batangan (bars)

Gambar II.3 Jenis-jenis Baja yang Dipakai Untuk Beton Prategang : (a) Kawat tunggal (wires). (b) Untaian Kawat (strand). (c) Kawat batangan (bars)

(Sumber: Prestressed Concrete Design, M.K. Hurst)

Kawat tunggal yang dipakai untuk beton prategang adalah yang sesuai dengan pesifikasi sepeti ASTM A 421; stress-relieved strands mengikuti standar ASTM A 416. Strands terbuat dari tujuh kawat dengan memuntir enam diantaranya pada pich sebesar 12 sampai 16 kali diameter di sekeliling kawat lurus yang sedikit


(37)

kebih besar. Ukuran dari kawat tunggal bervariasi dengan diameter antara 3 – 8 m, dengan tengangan tarik (fp) antara 1500 – 1700 Mpa dengan modulus elastisitas

Ep = 200 x 103 Mpa. Tipikal diagram tegangan-regangan dari ketiga jenis

tendon tersebut dapat dilihat pada gambar II.4, gambar II.5, dan gambar II.6.

Gambar II.4 Diagram Tegangan-Regangan Pada Kawat Tunggal (Sumber: Desain Praktis Beton Prategang, Andri Budiadi)

Gambar II.5 Diagram Tegangan-Tegangan Pada Untaian Kawat (Sumber: Desain Praktis Beton Prategang, Andri Budiadi)


(38)

Gambar II.6 Diagram Tegangan-Regangan Pada Baja Batangan (Sumber: Desain Praktis Beton Prategang, Andri Budiadi)

Untuk memaksimumkan luas baja strands 7 kawat untuk suatu diameter nominal, kawat standar dapat dibentuk menjadi strands yang dipadatkan seperti pada gambar II.7. Standar ASTM yang disyaratkan masing-masing tercantum pada table II.1.

Gambar II.7 Strands Prategang 7 Kawat Standard dan Dipadatkan.

(a) Penampang strand standar. (b) Penampang strand yang dipadatkan Sumber: Beton Prategang, Edward G. Nawi)


(39)

Tabel II.1 Strand Standar Tujuh Kawat Untuk Beton Prategang Diameter nominal strand (in) Kuat patah strand (min. lb) Luas baja nominal strand (in.2)

Berat nominal strand (lb/100 ft)* Beban minimum pada ekstensi 1% (lb) MUTU 250

1/4 (0,250) 9.000 0,036 122 7.650

5/16 (0,313) 14.500 0,058 197 12.300

3/8 (0,375) 20.000 0,080 272 17.000

7/16 (0,438) 27.000 0,108 367 23.000

1/2 (0,500) 36.000 0,144 490 30.600

3/5 (0,600) 54.000 0,216 737 45.900

MUTU 270

3/8 (0,375) 23.000 0,085 290 19.550

7/16 (0,438) 31.000 0,115 390 26.350

1/2 (0,500) 41.300 0,153 520 35.100

3/5 (0,600) 58.600 0,217 740 49.800

* 100.000 psi = 689,5 Mpa 0,1 in = 2,54 mm, 1 in2 = 645

berat: kalikan dengan 1,49 untuk mendapatkan berat dalam kg per 1000 m. 1000 lb = 4448 N


(40)

Tabel II.2 Besaran dan kuat desain strands prategang

Tabel II.3 Tipikal Baja Prategang

II.3. Penampang – Penampang Beton Prategang

Pemilihan bentuk penampang yang akan digunakan pda suatu konstruksi biasanya tergantung pada kesederhanaan cetakan dan kemungkinan cetakan tersebut

Material type and standard Nominal diameter (mm) Area (mm2)

Minimum breaking load Minimum tensile strength ( ) MPa

Wire 5 19.6 30.4 1550

5 19.6 33.3 1700

7 38.5 65.5 1700

7-wire strand super grade

9.3 54.7 102 1860

12.7 100 184 1840

15.2 143 250 1750

7-wire strand regular grade

12.7 94.3 165 1750

Bars (super grade)

23 415 450 1080

26 530 570 1080

29 660 710 1080

32 804 870 1080

38 1140 1230 1080

(Sumber: Beton Prategang, Edward G. Nawi)


(41)

untuk dapat dipakai kembali, penampilan penampang, derajat kesulitan penuangan beton, dan besaran teoritis penampang melintang batang. Semakin besar jumlah beton yang ditempatkan didekat serat terluar balok, semakin besar pula lengan momen antara gaya C dan T sehingga momen penahan akan semakin besar. Ada beberapa batasan pada lebar dan tebal flens, dan juga web harus cukup besar untuk menahan geser dan memungkinkan penuangan beton dapat berjalan dengan baik dan pada saat yang sama juga cukup tebal untuk menghindari tekuk. Penampang prategang bentuk T seringkali merupakan penampang yang sengat ekonomis karena adanya beton dalam proporsi besar pada flens tekan yang cukup efektif untuk menahan gaya tekan.

Gambar II.8 Berbagai jenis Penampang beton prategang (Sumber: Prestressed Concrete Analysis And Design, Antoine E.Naaman)


(42)

Gambar II.9 Berbagai jenis Penampang beton prategang berikut bentuk penampang tumpuannya (a) Penampang balok persegi panjang. (b) penampang balok I, (c) Penampang balok T, (d) Penampang T dengan sayap bawah, (e) Penampang T ganda, (f) Bagian ujung balok Penampang I, (g) Bagian ujung balok Penampang T, (h) Bagian ujung balok Penampang T bersayap bawah, (i) Bagian ujung balok Penampang T ganda

Penampang T ganda banyak digunakan untuk bangunan sekolah, bangunan kantor, took dan seterusnyadan merupakan penampang prategang yang paling banyak digunakan di Amerika Serikat saat ini. Lebar total fens yang umum digunakan berkisar antara 5 sampai 8 kaki dengan bentang antara 30 sampai 50 kaki. Penampang T ganda dletakkan secara berdampingan , TTTTTTT sehingga bekerja sebagai balok sekaligus pelat untuk sistem lantai atau atap. Penampang T tunggal biasanya digunakan untuk beban yang lebih berat dan bentang yang lebih panjang sampai 100 atau 120 kaki.


(43)

Gambar II.10 Penggunaan beton prategang penampang T ganda pada konstruksi

Gambar II.11 Bangunan gudang yang mengguanakan beton prategang

II.4. Sistem Prategang dan Pengangkeran

Sehubungan dengan perbedaan sistem untuk penarikan dan pengangkeran tendon, maka situasinya sedikit membingungkan dalam perancangan dan penerapan

(Sumber: Prestressed Concrete Analysis And Design, Antoine E.Naaman)


(44)

beton prategang. Seorang sarjana teknik wsipil harus mempunyai pengetahuan umum mengenai metode-metode yang ada dan mengingatnya pada saat menentukan dimensi komponen struktur, sehingga tendon-tendon dari beberapa sistem dapat ditempatkan dengan baik.

Gambar II.12 Sistem Pengangkeran Sistem Pratarik (Pre-tensioning) (Sumber: Prestressed Concrete Design, M.K. Hurst)

Gambar II.13 Sistem Perakitan kabel prategang

Berbagai metode dengan nama pratekanan (pre-compression) diberikan pada beton dapat dilakukan sebagai berikut :


(45)

1. Pembangkit gaya tekan antara elemen structural dan tumpuan-tumpuannya dengan pemakaian dongkrak (flat jack).

2. Pengembangan Tekanan Keliling (hoop compression) dalam struktur berbentuk silinder dengan mengulung kawat secara melingkar.

3. Pemakaian baja yang ditarik secara longitudinal yang ditanam dalam beton atau ditempatkan dalam selongsong.

4. Pemakaian prinsip distorsi suatu struktur statis tak tentu baik dengan perpindahan maupun dengan rotasi satu bagian relatif terhadap bagian lainnya.

5. Pemakaian pemotong baja structural yang dilendutkan dan ditanam dalam beton sampai beton tersebut mengeras.

6. Pengembangan tariakn terbatas pada baja dan tekanan pada beton dengan memakai semen yang mengembang

Gambar II.14 Kabel tendon sesaat senbelum diberi gaya prategang (Sumber: Prestressed Concrete Analysis And Design, Antoine E.Naaman)


(46)

Gambar II.15 Sistem Pengangkeran Sistem Pascatarik (Post-tensioning) dengan Mengunakan jack 1000 ton

(Sumber: Prestressed Concrete Design, M.K. Hurst)

Metode yang biasa dipakan untuk memberikan parategang pada semen beton strukural adalah dengan menarik baja ke arah longitudinal dengan alat penarik yang berbeda-beda. Prategang dengan menggunakan gaya-gaya langsung diantara tumpuan-tumpuan umumnya dipakai pelengkung dan perkerasan, dan dongkrak datar selalu dipakai untuk memberikan gaya-gaya yang diinginkan.


(47)

Pengankeran ada 2 macam yaitu : angker mati dan angker hidup. Angker mati adalah angker yang tidak bias dilakukan lagi penarikan setelah penegangan tendon dilakukan. Angker mati sering digunakan dalam prategang dengan sistem pratarik. Sedangkan angker hidup dapat dilakukan penarikan kembali jika hal itu diperlukan. Pegangkeran ini sering dijumpai dalam prategang dengan sistem pasca tarik.

(a)Angker hidup

(b) Angker mati.

Gambar II.17 Jenis Pengankeran (a) Angker hidup. (b) Angker mati.


(48)

Gambar II.18 Penempatan Angker Pada Beton Prategang (Post-tensioning)

II.4.1.a Sistem Pratarik (Pre-tensioning)

Didalam sistem pratarik (Pre-tensioning), tendon lebih dahulu ditarik antara blok-blok angker yang kaku (rigid) yang dicetak diatas tanah atau didalam suatu kolom atau perangkat cetakan pratarik seperti terlihat pada gambar II.19, dan selanjutnya dicor dan dipadatkan sesuai dengan bentuk serta ukuran yang diinginkan.

Metode ini digunakan untuk beton-beton pracetak dan biasanya digunakan untuk konstruksi-konstruksi kecil. Beton-beton pracetak biasanya digunakan pada konstruksi-konstruksi bangunan, kolom-kolom gedung, tiang pondasi atau balok dengan bentang yang panjang.

Adapun tahap urutan pengerjaan beton pre-tension adalah sebagai berikut : Kabel tendon dipersiapkan terlebih dahulu pada sebuah angkur yang mati (fixed anchorage) dan sebuah angkur yang hidup (live anchorage). Kemudian live anchorage ditarik dengan dongkrak (jack) sehingga kabel tendon bertambah panjang. Jack biasanya dilengkapi dengan manometer untuk mengetahui besarnya gaya yang


(49)

ditimbulkan oleh jack. Setelah mencapai gaya yang diinginkan, beton dicor. Setelah beton mencapai umur yang cukup, kabel perlahan-lahan dilepaskan dari kedua angkur dan dipotong. Kabel tendon akan berusaha kembali ke bentuknya semula setelah pertambahan panjang yang diakibatkan oleh penarikan pada awal pelaksanaan. Hal inilah yang menyebabkan adanya gaya tekan internal pada beton. Oleh karena sistem pratarik besandar pada rekatan yang timbul antara baja dan tendon sekelilingnya, hal itu penting bahwa setiap tendon harus merekat sepanjang deluruh panjang badan. Setelah beton mengeras, tendon dilepaskan dari alas prapenarikan dan gaya prategang ditranfer ke beton.

Gambar II.19 Proses Pengerjaan Beton Pratarik (Pre-tensioning)


(50)

( a ) B e t o n d i c o r

( b ) T e n d o n d i t a r i k d a n g a y a t e k a n d i t r a n s f e r

( c ) T e n d o n d i a n g k u r d a n d i g r o u t i n g II.4.1.b Sistem Pascatarik (Post-tensioning)

Kebanyakan pelaksanaan pretensioning dilapangan dilaksanakan dengan metode post-tensioning. Pascatarik dipakai untuk memperkuat bendungan beton, prategang melingkar dari tangki-tangki beton yang besar, serta perisai-perisai biologis dari reactor nuklir. Pascatarik (Post-tensioning) juga banyak digunakan konstruksi beton prategang segmental pada jembatan dengan bentang yang panjang.

Gambar II.20 Proses Pengerjaan Beton Pascatarik (Post-tensioning)

(Sumber: Desain Praktis Beton Prategang, Andri Budiadi)

Adapun metode dalam pelaksanaan pengerjaan beton pasca tarik (Post-tensioning) adalah sebagai berikut :

Selongsong kabel tendon dimasukkan dengan posisi yang benar pada cetakan beton beserta atau tanpa tendon dengan salah satu ujungnya diberi angkur hidup dan ujung lainnya angkur mati atau kedua ujungnya dipasang angkur hidup. Beton dicor dan dibiarkan mengeras hingga mencapai umur yang mencukupi. Selanjutnya,


(51)

B lo k U ju ng

B atan g D id ing inkan

B atan g D ip an askan

C etak an

B atang setelah P en gang ku ran

L L = (L y

-L t > -L y

L y L )

dongkrak hidrolik dipasang pada angkur hidup dan kabel tendon ditarik hingga mencapai tegangan atau gaya yang direncanakan seperti terlihat pada gambar II.20.

Untuk mencegah kabel tendon kehilangan tegangan akibat slip pada ujung angkur terdapat baji. Gaya tarik akan berpindah pada beton sebagai gaya tekan internal akibat reaksi angkur.

II.4.2. Prategang Termo-Listrik

Metode prategang dengan tendon yang dipanaskan, yang dicapai dengan melewatkan aliran listrik pada kawat yang bermutu tinggi, umumnya disebut sebagai “Prategang Termo-Listrik”. Prosesnya terdiri atas pemanasan batang dengan arus listrik sampai temperature 300 – 400 ºC selama 3 – 5 menit. Batang tersebut mengalami perpanjangan kira-kira 0,3 – 0,5 persen. Setelah pendinginan batang tersebut berusaha memperpendek diri ada ini dicegah oleh jepitan angkur pada kedua ujungnya seperti yang ditunjukan dengan gambar II.21. Waktu pendinginan diperhitungkan 12 – 15 menit.

Gambar II.21 Proses Prategang Termo-Listrik (Sumber: Beton Pratekan, N. Krishna Raju)


(52)

II.5. Analisa Prategang

Tegangan yang disebabkan oleh prategang umumnya merupakan tegangan kombinasi yang disebabkan oleh beban langsung dan lenturan yang dihasilkan oleh beban yang ditempatkan secara eksentris.

Analisa tegangan-tegangan yang timbul pada suatu elemen struktur beton prategang didasarkan atas asumsi-asumsi berikut :

1. Beton prategang adalah suatu mineral yang elastic serta homogen

2. Didalam batas-batas tegangan kerja, baik beton maupun baja berperilaku elastis, tidak dapat menahan rangkak yang kecil yang terjadi pada kedua material tersebut pada pembebanan terus-menerus.

3. Suatu potongan datar sebelum melentur dianggap tetap datar meskipun sudah mengalami lenturan, yang menyatakan suatu distribusi regangan linier pada keseluruhan tinggi batang.

Selama tegangan tarik tidak melampaui batas modulus keruntuhan beton (yang sesuai dengan tahap retakan yang terlihat pada beton), setiap perubahan dalam pembebanan batang menghasilkan perubahan tegangan pada beton saja, satu-satunya fungsi dari tendon prategang adalah untuk memberikan dan memelihara prategang pada beton.

Tegangan yang disebabkan oleh prategang umumnya merupakan tegangan kombinasi yang disebabkan oleh aksi beban langsung dan lenturan yang dihasilkan oleh beban yang ditempatkan secara eksentris maupun kosentris.


(53)

c.g.c

Tendon Konsentris (Gaya F)

F F

Tegangan = F/A II.5.1.a Tedon Konsentris

Balok beton prategang dengan satu tedon konsentris yang ditunjukan dalam gambar II.22.

Gambar II.22 Prategang Konsentris

(Sumber: Beton Pratekan, N. Krishna Raju)

Gambar di atas menunjukkan sebuah beton prategangan tanpa eksentrisitas, tendon berada pada garis berat beton (cental grafity of concrete,c.g.c). Prategang seragam pada beton = F/A yang berupa tekan pada seluruh tinggi balok. Pada umumnya beban-beban yang dipakai dan beban mati balok menimbulkan tegangan tarik terhadap bidang bagian bawah dan ini diimbangi lebih efektif dengan memakai tendon.


(54)

II. 5.1.b Tendon Eksentris

Sebuah balok yang mengalami suatu gaya prategang eksentris sebesar P yang ditempatkan dengan eksentrisitas e. Tendon ditempatkan secara eksentris terhadap titik berat penampang beton. Eksentrisitas tendon akan menambah kemampuan untuk memikul beban eksternal.

Gambar II.24 Distribusi Tegangan Tendon Eksentris

Eksentisitas akan menambah kemampuan untuk menerima/memikul tegangan tarik yang lebih besar lagi (serat bawah).

Prategangan juga menyebabkan perimbangan gaya-gaya dalam komponen beton prategang. Konsep ini terutama terjadi pada beton prategang post-tension.


(55)

Gambar II.25 Gaya-gaya Penyeimbang Beban Pada Tendon Parabola

Tegangan yang ditimbulkan pada serat-serat bagian atas dan bagian bawah balok diperoleh dengan hubungan :

) 1 . 2 ...( ... ... ... ... ... ... ...

1 2

     + =       + = i ey A P Z Pe A P f b b bawah ) 2 . 2 ...( ... ... ... ... ... ... ...

1 2

     + =         − = i ey A P Z Pe A P f t t atas Dimana :

P = Gaya Prategang ( positif apabila menghasilkan

tekanan langsung)

E = Eksentrsitas gaya prategang

A = Luas potongan melintang batang beton


(56)

f atas dan f bawah = Prategang pada beton yang ditimbulkan pada serat paling atas dan paling bawah (positif apabila tekan dan negatif apabila tarik)

yt dan yb = Jarak antara serat paling atas dan serat paling bawah

terhadap titik berat panampang

i = Jari-jari girasi

II.6. Keuntungan Beton Prategang Dibanding Beton Bertulang

Beton prategang memberikan keuntungan-keuntungan teknis besar dibandingkan dengan bentuk-bentuk konstruksi lainnya, seperti beton bertulang dan baja. Dalam hal batang prategang penuh, yang bebas dari tegangan-tegangan tarik pada beban kerja, penampang melintangnya dimanfaatkan secara lebih efisien apabila dibandingkan dengan penampang beton bertulang yang retak pada beban kerja. Dalam batas-batas tertentu, suatu beban mati permanen dapat dilawan dengan menambah eksentrisitas gaya prategang dalam suatu unsure struktur prategang, sehingga lebih menghemat pemakaian material.

Batang beton prategang memiliki perlawanan yang meningkat terhadap gaya geser, disebabkan oleh pengaruh prategang tekan, yang mengurangi tegangan tarik utama. Pemakaian kabel yang dilengkungkan, khususnya pada batang berbentang panjang membantu mengurangi gaya geser yang timbul pada penampang ditumpuan.

Suatu batang lentur beton prategang menjadi lebih kaku pada beban kerja daripada suatu batang tendon bertulang dengan tebal yang sama. Namun, setelah


(57)

permulaan retak, perilaku lentur suatu batang prategang adalah sama dengan batang beton bertulang. Pemakaian beton dan baja berkekuatan tinggi pada batang prategang menghasilkan batang-batang yang lebih ringan dan lebih langsing daripada yag dimungkinkan dengan pemakaian beton bertulang. Kedua ciri-ciri struktural beton prategang yaitu beton berkekuatan tinggi dan bebas dari retak, memberikan sumbangan terhadap peningkatan daya tahan struktur pada kondisi lingkungan yang agresif. Prategang pada beton akan meningkatkan kemampuan material untuk menyerap energi pada saat menerima tumbukan. Kemampuan untuk melawan beban kerja yang berulang-ulang telah dibuktikan sama baiknya pada beton prategang maupun pada beton bertulang.

Komponen struktur prategang mempunyai tinggi yang lebih kecil dibandingkan beton bertulang untuk kondisi bentang dan beban yang sama. Pada umumnya, tinggi komponen struktur beton prategang berkisar antara 65 sampai 80 persen dari tinggi komponen struktur beton bertulang. Dengan demikian, komponen struktur prategang membutuhkan lebih sedikit beton, dan sekitar 20 sampai 35 persen banyaknya tulangan. Cetakan untuk beton prategang menjadi lebih kompleks, karena geometri penampang prategang biasanya terdiri atas penampang bersayap dengan beberapa badan yang tipis. Walaupun terdapat penghematan yang besar dalam kuantitas material yang dipakai dalam beton prategang dibandingkan dengan beton bertulang, penghematan dalam biaya tidak sedemikian besar disebabkan oleh tambahan biaya-biaya untuk beton dan baja bermutu tinggi, angkur, dan peralatan berat lainnya yang diperlukan untuk menghasilkan beton prategang. Namun, terdapat suatu kondisi yang ekonomis secara menyeluruh didalam pemakaian beton


(58)

prategang, karena berkurangnya bobot mati akan mengurangi beban rencana dan biaya pondasi.

Gambar II.26 Pembangunan konstruksi mengguanakan beton prategang

II.7. Keuntungan Prategang Pada Struktur Statis Tak Tentu

Pemakaian beton prategang pada struktu statis tak tentu memberikan beberapa keuntungan-keuntungan diantaranya adalah :

1. Momen lentur lebih terbagi sama antara tengah-tengah bentang dan tumpuan batang.

2. Reduksi ukuran batang menghasilkan struktur yang lebih ringan

3. Kapasitas dukung beban ultimit lebih tinggi daripada struktur statis tertentu karena gejala redistribusi momen-momen


(59)

4. Kontinuitas batang-batang pada struktur rangka mengarah kepada stabilitas yang meningkat

5. Gelagar-gelagar kontinu dibentuk oleh konstruksi secara bagian-bagian dengan memakai unit-unit pracetak yang disambung dengan kabel-kabel prategang.

6. Didalam gelagar pascatarik menerus, kabel-kabel yang melengkung dapat ditempatkan secara baik untuk menahan momen-momen bentangan dan tumpuan.

7. Reduksi dalam banyaknya angkur pada suatu balok prategang menerus bila dibandingkan dengan serangkaian balok yang ditumpu secara sederhana, dan sepasang angkur pascatarik serta operasi penegangan tunggal dapat melayani beberapa batang

8. Pada struktur prategang menerus, lendutannya kecil bila dibandingkan dengan batang dengan tumpuan sederhana

II.8. Rangka Portal Beton Statis Tak Tentu

Seperti pada beton bertulang dan bahan struktur lainnya, kontinuitas dapat terjadi di tumpuan-tumpuan antara pada balok menerus dan dipertemuan balok dan kolom pada portal. Rangka beton adalah struktur statis tak tentu yang terdiri atas komponen struktur horizontal, vertical atau miring yang disambung satu sama lain sedemikian hingga sambungannya dapat menahan tegangan dan momen lentur yang bekerja padanya. Derajat statis tak tentu bergantung pada banyaknya bentang,


(60)

banyaknya komponen truktur vertical dan jenis reaksi ujung. Konfigurasi rangka tipikal ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar II.27 Rangka struktur tipikal

Apabila n adalah banyaknya joints, b adalah banyaknya komponen struktur, r adalah banyaknya reaksi, dan s adalah derajat statis tak tentu, maka derajat statis tak tentu dapat dihitung dari rumus berikut :

3n + s > 3b + r (tidak stabil)

3n + s = 3b + r (statis tertentu)

3n + s < 3b + r (statis tak tentu)

Derajat statis tak tentu adalah

S = 3b + r – 3n


(61)

Agar sebuah rangka portal memadai, maka ada beberapa kondisi yang harus dipenuhi, diantaranya adalah :

1. Desain rangka tersebut harus didasarkan atas kombinasi momen dan geser yang paling tidak menguntungkan. Apabila pembalikan momen mungkin terjadi sebagai akibat dari berbaliknya arah beban hidup, maka nilai momen lentur positif dan negative terbesar harus ditinjau didalam desain.

2. Pondasi yang memadai untuk memikul gaya horizontal harus ada. Apabila rangka tersebut didesain sebagai sendi, suatu prosedur pelaksanaan yang mahal, system sendi actual harus digunakan.

II.9. Definisi Pembebanan

II.9.1. Beban dan aksi yang bekerja

Pembebanan untuk merencanakan portal prategang merupakan dasar dalam menentukan beban-beban dan gaya-gaya untuk perhitungan tegangan-tegangan yang terjadi pada setiap bagian jembatan jalan raya. Penggunaan pembebanan ini dimaksudkan agar dapat mencapai perencanaan yang aman dan ekonomis sesuai dengan kondisi setempat, tingkat keperluan, kemampuan pelaksanaan dan syarat teknis lainny, sehingga proses pelaksanaan dalam perencanaan menjadi efektif. Beban-beban dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu :

II. 9.1.1 Beban Primer

Beban utama dalam perhitungan perhitungan gaya-gaya dalam pada perencanaan rangka portal


(62)

a. Beban Mati Primer

Berat sendiri dari balok atau penampang yang dipikul langsung oleh struktur rangka portal

b. Beban Mati Tambahan

Berat beban mati tambahan yang dipikul oleh struktur, beban ini dapat berupa beban akibat balok, pelat maupun topping

c. Beban Hidup

Beban hidup adalah beban bergerak yang direncanakan akan dipikul oleh struktur rangka portal.

II. 9.1. 2. Beban Sekunder

Pada struktur rangka portal statis tak tentu, struktur akan dipengaruhi oleh beban sekunder, dimana beban ini terjadi sebagai akibat dari gaya pratgang itu sendiri. Untuk menghitung struktur dengan tingkat ketidaktentuan yang tinggi maka digunakan metode kekakuan (perpindahan) dan metode gaya (kompaktibilitas), dimana salah satunya adalah metode deformasi konsisten.

Untuk menghitung beban sekunder pada portal dapat digunakan metode deformasi konsisten

II. 9.1.3 . Metode deformasi konsisten (koefisien pengaruh fleksibilitas)

Metode-metode yang paling umum dipakai untuk analisis struktur dengan derajat statis tak tentu yang tinggi ialah metode kekakuan (perubahan kedudukan)


(63)

dan metode gaya (kompatibilitas). Metode yang disebut belakangan, didasarkan atas prinsip deformasi konsisten, cocok untuk menghitung momen-momen sekunder pada struktur beton prategang statis tak tentu.

Metode kompaktibilitas dilakukan dengan membentuk persamaan secara berurutan dalam bentuk komponen reaksi yang tidak diketahui, koefisien fleksibilitas dan perpindahan pada titik tertentu akibat beban luar pada struktur. Jika R1, R2, R3, ……., Rn adalah komponen reaksi yang tidak diketahui (gaya, momen) pada titik 1, 2, 3, ……, n dengan :

= koefisien pengaruh fleksibilitas yang memberikan perubahan kedudukan yang

terjadi dititik i, akibat suatu reaksi satuan dititik j.

Dan,

# = perubahan kedudukan dititik I yang disebabkan oleh beban luar pada struktur.

Persamaan-persamaan kompatibilitas dapat ditulis sebgai :

**+* + *,+, + …………..+ * + + #* = 0 ,*+* + ,,+, + ………... + , + + #, = 0

…….. ……... ……... ……… ……..

*+* + ,+, + …………..+ + + # = 0

Koefisien pengaruh untuk pembentukan matrik fleksibilitas dapat diperoleh dengan integral-integral sebagai berikut:


(64)

2 -. 31 / ds ……… Dimana ; = mome

= mome

= momen a

ds = unsure

EI = ketega

Beberapa integral ha koefisien pengaruh fle

Untuk menghi prategang pada suatu momen primer yang tendon. Integral dari m

Tabel II.4 Produk

(Sumber: Beton P

………(2.4)

omen akibat suatu reaksi satuan dititik i

omen akibat suatu reaksi satuan dititik j

en akibat beban luar pada struktur

ure panjang dari suatu bidang

egaran lentur dari penampang

hasil kali yang umum dipakai untuk meng fleksibilitas ditunjukkan dalam Tabel berikut :

nghitung momen-momen sekunder yang timbul uatu struktur beton statis tak tentu, suku be

ng ditimbulkan diseluruh panjang batang a ri momen ini sama dengan hasil perkalian gaya uk Integral Untuk Koefisien Pengaruh Fleksibilitas

on Pratekan, N. Krishna Raju)

(2.4)

enghitung koefisien-kut :

bul akibat pemberian bersesuaian dengan akibat eksentrisitas ya prategang dan luas


(65)

bidang yang terpotong diantara profil tendon dan sumbu batang. Momen-momen yang ditimbulkan oleh reaksi-reaksi satuan yang ditunjukkan dengan pada umumnya adalah linear dan integral hasil perkalian untuk masing-masing bentangan dapat dihitung dengan memakai Tabel tsb.

Pengali numerik yang digunakan pada aksi nominal untuk menghitung aksi rencana. Diambil untuk adanya perbedaan yang tidak diinginkan pada beban dalam memperkirakan pengaruh pembebanan dalam pelaksanaan.

II. 9.1.4. Beban Tersier

Pada struktur rangka portal beton prategang tiga dmensi (dengan bagian-bagiannya yang membentang ke berbagai arah); pemberian prategang dapat menyebabkan perpendekan elastis akibat perpindahan lateral pada sambungan dan kolom. Hal inilah yang kemudian dapat menyebabkan momen-momen tersier pada portal tersebut.

II. 9.1.5. Pengaruh Deformasi Aksial Dan Momen Tersier

Dalam hal struktur prategang yang terdiri dari batang-batang satu arah seperti balok menerus, kontraksi aksial akibat pengaruh prategang tidak berpengaruh besar terhadap gaya dan momen pada struktur menerus. Namun, pada struktur seperti rangka portal yang arah batang-batangnya berlainan, pemberian prategang pada balok mendatar (transom) menghasilkan suatu kontraksi aksial, yang selanjutnya memberikan momen-momen tersier ke dalam kerangka akibat pergeseran lateral pertemuan balok mendatar dan batang kolom.


(66)

Pengaruh-pengaruh utama yang perlu diperhatikan dalam rangka portal beton prategang adalah :

1. Reduksi besarnya gaya prategang pada suatu batang tertentu akibat kekangan batang-batnag yangb berdekatan.

2. Timbulnya momen-momen tersier akibat deformasi lentur struktur yang diakibatkan oleh perpendekan elastic dan aksi gaya prategang.

3.

Untuk kompatibilitas, lendutan lateral ∆ ujung B dari kolom AB harus sama dengan kontraksi aksial dari separuh balok mendatar BC, untuk lebih jelasnya dapat dilhat pada gambar berikut. Dimana hal ini memberikan syarat:

Gambar. II.28. Pengaruh Perpendekan Aksial


(67)

5678679 *, 167 = ∆ =

56: 86:

, ;6: ………...(2.5).. 567

56: =

< 86: 167

8679;6: ………...(2.6)

Untuk suatu batas kepraktisan dari penampang dan gaya prategang, karena

rasio 567

56: adalah kecil, maka dapat diabaikan. Seluruh gaya prategang dapat

diasumsikan ditahan oleh balok BC. Tetapi titik B bergerak horizontal sebesar ∆ akibat aksi gaya prategang P yang dapat mengakibatkan momen berlawanan arah

jarum jam sebesar < 167∆

867= berkembang di A dan B. momen tersier sebagai akibat

dari momen jepit pada tumpuan A dan B dapat dievaluasi untuk memperoleh besarannya.

II.10. Desain Penampang Beton Prategang Terhadap Lentur

Pada waktu pendesainan penampang beton prategang pada dasarnya dilakukan dengan cara coba-coba (trial & error). Ada kerangkan struktur yang harus dipilih sebagai permulaan dan mungkin dimodifikasi pada waktu proses desain berlangsung. Ada berat sendiri komponen strktur yang mempengaruhi desain, tetapi harus diasumsikan sebelum melakukan perhitungan momen. Ada bentuk perkiraan penampang beton yang ditentukan oleh pertimbangan-pertimbangan praktis dan teoritis yang harus diasumsikan untuk percobaan. Karena adanya variabel-variabel ini, disimpulkan bahwa prosedur yang terbaik adalah suatu cara coba-coba yang


(68)

berpedoman pada hubungan-hubungan yang diketahui sehingga memungkinkan diperolehnya hasil akhir yang lebih cepat.

II.10.1. Modulus Penampang Minimum

pemilihan penampang beton prategang khususnya beton prategang precast dapat ditentukan dengan mencari nilai modulus penampang minimum yang dibutuhkan untuk mengetahui penampang minimum yang efisien untuk mengevaluasi tegangan serat beton di serat atas dan bawah. nilai modulus penampang tersebut dapat ditentukan berdasarkan bentuk tendonnya

a. Untuk tendon lurus, gunakan penampang tumpuan ujung sebagai penampang yang menentukan:

> ≥ @AB@CAB@DEF

G/HFI ……….(2.7)

> ≥ @AB@CAB@DFGHEFI/ ………(2.8)

b. Untuk tendon berbentuk harped atau dropped , gunakan penampang tengah bentang sebagai penampang yang menentukan:

> ≥ J*HE K@EFAB@CAB@D

G/HFI ………..………(2.9)

> ≥ J*HE K@AB@CAB@DEFGHFI/ ………..……(2.10) % = 5L

5/ =

;MN× FM/

;MN× FML ……….(2.11)

jika diketahui nilai P = (1- kehilangan tegangan) × maka persamaan tersebut menjadi persamaan berikut:


(69)

% = ;MN× FM/

;MN× J*HQRSTUVWXVW YRXVWXVW K ×FM/ ………..………(2.12)

sehingga persamaan diatas dapat direduksi sehingga menghasilkan persamaan berikut

% = (1- kehilangan tegangan); kehilangan tegangan dalam % ………(2.13) Dimana :

MT = momen total (MD + MSD + ML)

MD = momen akibat berat sendiri

MSD = momen akibat beban mati tambahan, seperti lantai

ML = momen akibat beban hidup, termasuk beban kejut dan gempa

Pi = prategang awal

Pe = prategang efektif sesudah kehilangan

t menunjukkan serat atas dan b menunjukkan serat bawah

e = eksentrisitas tendon dari pusat berat penampang beton, cgc

ct & cb = jarak dari pusat berat penampang (garis cgc) ke serat atas dan serat bawah

% = rasiso prategang residual

St & Sb = modulus penampang atas & modulus penampang bawah beton

penampang dipilih dengan modulus penampang yang paling mendekati dari penampng yang dibutuhkan


(70)

II.10.2. Analisa Tegangan Pada Penampang Beton Prategang

Pada beton partegang akan terjadi tegangan yang diakibatkan oleh interaksi antara teganagn yang diakibatkan oleh tendon dengan beban yang diterima oleh penampang . untuk kondisi prategang awal (transfer) tegangan yang terjadi diakibatkan oleh tegangan akibat tendon dengan beban sendiri profil, tetapi pada kondisi beban kerja maka bebabn yang terjadi berupa beban mati yang ditambahkan dengan beban mati tambahan dan beban hidup.

II. 10.2. a Analisa Teganagn pada Penampang T ganda

analisa tegangan yang terjadi pada penampgn diserat tekan dan tarik pada kondisi transfer

= −5/ ;I \1 −

P)G

^=_ −@A`G ………...………(2.14)

= −;I5/ \1 +P)b^=_ +@A`b ………...………(2.15)

dimana :

MT = momen total (MD + MSD + ML)

MD = momen akibat berat sendiri

MSD = momen akibat beban mati tambahan, seperti lantai

ML = momen akibat beban hidup, termasuk beban kejut dan gempa

Pi = prategang awal


(71)

t menunjukkan serat atas dan b menunjukkan serat bawah

e = eksentrisitas tendon dari pusat berat penampang beton, cgc

ct & cb = jarak dari pusat berat penampang (garis cgc) ke serat atas dan serat bawah

r2 = kuadrat dari jari-jari girasi

St & Sb = modulus penampang atas & modulus penampang bawah beton

analisa tegangan yang terjadi pada penampgn diserat tekan dan tarik pada kondisi Final

= −;I5/ \1 −P)G^=_ −@A`G ………..………(2.16)

= −;I5/ \1 +P)b^=_ +@A`b ………..……(2.17)

dimana :

MT = momen total (MD + MSD + ML)

MD = momen akibat berat sendiri

MSD = momen akibat beban mati tambahan, seperti lantai

ML = momen akibat beban hidup, termasuk beban kejut dan gempa

Pi = prategang awal

Pe = prategang efektif sesudah kehilangan


(72)

e = eksentrisitas tendon dari pusat berat penampang beton, cgc

ct & cb = jarak dari pusat berat penampang (garis cgc) ke serat atas dan serat bawah

r2 = kuadrat dari jari-jari girasi

St & Sb = modulus penampang atas & modulus penampang bawah beton

Jika tegangan yang tejadi tidak melebihi tegangan izin, maka profil yang digunakan telah sesuai, tetapi jika ada tegangan yang melebihi tegangan izin, maka profil harus diperbesar atau eksentrisitas harus diubah.

II. 10.2. b. Analisa tegangan pada Rangka tumpuan

Analisa tegangan pada rangka tumpuan meliputi tegangan di lapangan, tegangan di tumpuan, dan tegangan di kolom.

Tegangan di lapangan :

= −5;+5Pc−@c ………(2.18)

= −5

;− 5P c +

@

c ………(2.19)

Tegangan di tumpuan :

= −5

;− 5P c+

@

c ………(2.20)

= −5

;+5Pc −c@ ………(2.21)

Tegangan di kolom :

= −5

;−5Pc+@c ……….…………(2.22)

= −5

;+ 5P c −

@


(73)

Dimana :

= Tegangan di serat atas = Tegangan di serat bawah

! = gaya prategang

d = eksentrisitas pada penampang

$ = Momen lembam = luas penampang

= Momen luar

Jika kontrol tegangan memenuhi maka desain penampang telah memenuhi, jika tidak memenuhi maka profil harus diperbesar atau eksentrisitas dirubah

Penentuan gaya prategang:

Gaya prategang dapat ditentukan dengan menghitung persamaan tegangan di serat bawah yaitu Persamaan (2.28) yaitu:

= −5;−5Pc +c@ ……….……(2.24)

Dengan mengasumsikan bahwa tegangan yang terjadi diserat bawah ( ) = 0, maka persamaan (2.24 )menjadi :

0 = −5

;− 5P c+

@

c ………. (2.24.1)

Sehingga gaya prategang yang terjadi di balok dan kolom dapat ditentukan denagn persamaan-persamaan berikut

Gaya prategang dibalok :

0 = −5b

; − 5bP

c +

@efMfghfg


(74)

Maka akan didapat nilai ! Gaya prategang dikolom :

0 = −5i

; − 5iP

c +

@GjkMjfg

c ………(2.26)

Maka akan didapat nilai !" Dimana :

! = Gaya Prategang dibalok

!" = Gaya Prategang dikolom = Luas penampang

d = Eksentrisitas tendon

$ = Momen Lembam

= Momen yang terjadi di lapangan (tengah bentang)

= Momen yang terjadi di tumpuan

II. 11. Desain tendon

Jumlah tendon yang digunakan dapat ditentukan dengan persamaan-persamaan berikut:

Pada balok : 5b

l ……….…(2.27).

Pada kolom : 5i

l ………(2.28)

Dimana :


(75)

!" = Gaya Prategang dikolom

N = Beban putus pada tendon prategang

II. 12. Selubung Eksentrisitas yang Membatasi

Eksentrisitas tendon yang didesain di sepanjang bentang diharapkan

sedemikian hingga tarik yang terjadi di serat ekstrim balok hanya terbatas atau tidak ada sama sekali di penampang yang menentukan dalam desain. Jika tarik tidak dikehendaki sama sekali di sepanjang bentang balok dengan tendon berbentuk draped, maka eksentrisitasnya harus ditentukan di penampang-penampang berikut di sepanjang bentang.

Untuk mengetahui apakah eksentrisitas tendon ditumpuan dan di tengah bentang terletak di daerah aman, maka perlu perlu ditentukan terlebih dahulu batas-batas daerah aman yang terletak pada penampang.

Batas-batas daerah aman pada penampang dapat ditentukan berdasarkan persamaan-persamaan berikut:

( = 5L

;I ……….…..(2.29)

( = 5/

;I ……….…....(2.30)

= `G

;I ………..………..(2.31)

= −`b


(76)

Batas maksimum daerah aman

m1 −nINnho ……….………….(2.33)..

m1 −nGNnho ………..(2.34)

= Batas maksimum daerah aman diambil dari nilai yang terbesar dari pers (2.41) dan (2.42)

Batas minimum daerah aman

m1 −nG/

nh/o ………..(2.35)

m1 −nI/nh/o ………..(2.36)

= Batas maksimum daerah aman diambil dari nilai yang terbesar dari pers (2.43) dan (2.44)

Dimana :

Ac = Luasan penampang beton

> & > = modulus penampang atas & modulus penampang bawah beton

! = prategang awal

!P = prategang awal prategang efektif sesudah kehilangan

( = Tegangan pada sumbu netral penampang pada saat Prategang efektif

( = Tegangan pada sumbu netral penampang pada saat Prategang awal

= Jarak antara sumbu netral penampang (c.g.c) ke serat bawah penampang yang berbatasan dengan pusat kern


(1)

9 1.524 DEAD -34508.10268 18195.1 136075.3769

10 0 DEAD -34508.10268 31452.44 136075.3769

10 0.381 DEAD -34508.10268 32275.4 123935.2234 10 0.762 DEAD -34508.10268 33098.36 111481.5221 10 1.143 DEAD -34508.10268 33921.32 98714.27305 10 1.524 DEAD -34508.10268 34744.28 85633.47625

11 0 DEAD -34508.10268 48001.62 85633.47625

11 0.381 DEAD -34508.10268 48824.58 67188.08515 11 0.762 DEAD -34508.10268 49647.54 48429.14629 11 1.143 DEAD -34508.10268 50470.5 29356.65967 11 1.524 DEAD -34508.10268 51293.46 9970.625286

12 0 DEAD -34508.10268 64550.8 9970.625286

12 0.381 DEAD -34508.10268 65373.76 -14780.00339 12 0.762 DEAD -34508.10268 66196.72 -39844.17983 12 1.143 DEAD -34508.10268 67019.68 -65221.90403 12 1.524 DEAD -34508.10268 67842.64 -90913.17599

13 0 DEAD -34508.10268 81099.98 -90913.17599

13 0.380666667 DEAD -34508.10268 81922.22 -121941.7347 13 0.761333333 DEAD -34508.10268 82744.46 -153283.2928 13 1.142 DEAD -34508.10268 83566.7 -184937.8503

14 0 DEAD -83566.7 34508.10268 91126.97119

14 4 DEAD -83566.7 34508.10268 -46905.43954

14 8 DEAD -83566.7 34508.10268 -184937.8503


(2)

PENAMPANG STANDAR PRACETAK T GANDA PROFIL 12DT34 DAN 12LDT34


(3)

PENAMPANG STANDAR PRACETAK T GANDA PROFIL 10DT36 DAN 10LDT36


(4)

PENAMPANG STANDAR PRACETAK T GANDA PROFIL 10DT36 DAN 10LDT36


(5)

TABEL STRAND STANDAR TUJUH KAWAT DAN KAWAT PRATEGANG


(6)

TABEL BEBAN MATI DI LANTAI, PLAFON, ATAP, DAN DINDING