Tanggung Jawab Holding Company Karena Doktrin Piercing The

pribadi atas kerugian yang diterima oleh pereseroan sebagai upaya melindungi hak-hak pemegang saham lainnya atas segala kerugian- kerugian yang tidak sepatutnya diterima. Karena pada dasarnya misi utama diterapkannya prinsip piercing the corporate veil ini adalah untuk mencapai “keadilan” khususnya bagi pihak ketiga dengan pihak perusahaan yang mempunyai hubungan hukum tertentu. 114 Dalam piercing the corporate veil, pengadilan akan mengabaikan status badan hukum dari perusahaan tersebut dan membebankan tanggung jawab kepada pihak “organizer” dan “manager” dari perseroan tersebut dengan mengabaikan prinsip tanggung jawab terbatas dari perseroan sebagai badan hukum yang biasanya dinikmati oleh mereka. 115 Penerapan teori piercing the corporate veil secara universal dilakukan dalam hal-hal sebagai berikut 116 : 1. Penerapan teori piercing the corporate veil karena perusahaan tidak mengikuti formalitas tertentu 2. Penerapan teori piercing the corporate veil terhadap badan-badan hukum yang hanya terpisah secara artificial 3. Penerapan teori piercing the corporate veil berdasarkan hubungan kontraktual 114 Munir Fuady. Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law Dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti. 2002 h.7 115 Munir Fuady. Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law Dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti. 2002. h.8 116 Munir Fuady. Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law Dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti. 2002 h.10 4. Penerapan teori piercing the corporate veil karena perbuatan melawan hukum atau tindak pidana 5. Penerapan teori piercing the corporate veil dalam hubungan holding company dengan anak perusahaan. Didalam pandangan hukum secara universal terkait penerapan doktrin piercing the corporate veil pada perusahaan grup adalah sangat dimungkinkan apabila terdapat bukti-bukti intervensi induk kepada anak perusahaan, misalnya terdapat beberapa perseroan yang terpisah secara artifisial , tetapi bisnisnya dilakukan sedemikian rupa sehingga seolah-olah bisnis tersebut dilakukan oleh satu unit perusahaan saja, karena itu dengan menerapkan doktrin piercing the corporate veil beban tanggung jawab akan diberikan kepada seluruh perseroan yang saling terkait. 117 Didalam tatanan hukum perusahaan Indonesia, penerapan doktrin piercing the corporate veil tersebut sudahlah diatur, mengenai penerobosan tirai tanggung jawab bagi pihak-pihak yang telah melanggar ketentuan dan kewajiban yang telah ditetapkan dalam anggaran dasar perseroan maupun undang-undang, yakni telah ditetapkan dalam beberapa pasal dalam undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas. Pihak- pihak tersebut antara lain adalah pemegang saham, pihak direksi, dan juga pihak komisaris. Dalam hal pemindahan beban tanggung jawab ke pundak pemegang saham, undang-undang memberikan ketentuan pada pasal 3 117 Munir Fuady. Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law Dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti. 2002 h.12 ayat 2 undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas, yakni penerobosan tanggung jawab kepada pihak pemegang saham adalah apabila seiring berjalannya perseroan pihak pemegang saham baik langsung maupun tidak langsung memanfaatkan perseroan untuk kepentingan pribadi yang dapat menimbulkan kerugian kepada perusahaan, ataupun secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan yang mengakibatkan kekayaan perseroan tidak cukup untuk melunasi hutang-hutang perseroan. Apabila terjadi peristiwa seperti itu maka pemegang saham dapat dibebankan kewajiban untuk secara pribadi bertanggung jawab atas segala perbuatannya yang merugikan perseroan.Selain kepada pemegang saham, pengalihan beban tanggung jawab secara pribadi yang menerobos tirai pertanggung jawaban terbatas limited liability juga dapat diterapkan kepada pihak direksi maupun pihak komisaris. Memang pada prinsipnya dan secara klasik, dengan diterapkannya teori piercing the corporate veil, maka pemegang sahamlah yang biasanya dimintakan tanggung jawab atas kegiatan yang dilakukan perseroan, akan tetapi dalam perkembanganya teori ini juga dapat diterapkan kepada pihak direksi dan pihak komisaris. 118 Pembebanan tanggung jawab pribadi kepundak pihak direksi dan komisaris ini diberlakukan dalam hal direksi dan komisaris tidak menjalankan dengan baik prinsip fiduciary duty yang diberikan oleh para pemangku kepentingan didalam suatu perseroan.fiduciary duty sendiri memiliki 118 Munir Fuady. Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law Dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti. 2002 h.23 pengertian sebagai kepercayaan pemegang saham menyerahkan pengurusan perseroan kepada direksi dan karenanya menjadi kewajiban direksi untuk menjalankan pengurusan perseroan dengan sebaik baiknya duty of care. 119 Karena itu sesuai dengan prinsip fiduciary duty, seyogyanya di pundak direksilah terletak kewajiban untuk memperhatikan dengan sungguh-sungguh kepentingan segenap stakeholder, termasuk mewakili perseroan di pengadilan. 120 Hal tersebut saat ini juga dibebankan pada pihak komisaris yang lalai akan kepercayaan yang diberikan oleh para stakeholder perseroan. pembebanan tanggung jawab secara pribadi kepundak direksi yang telah lalai atas prinsip fiduciary duty diatur oleh pasal 97 ayat 3 undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas, dimana dalam penjelasannya direksi dibebankan pada tanggung jawab secara pribadi apabila tidak menjalankan maksud dan tujuan perseroan yang terkandung dalam anggaran dasar perseroan secara baik. Hal senada juga dibebankan kepada pihak komisaris yang telah lalai menjalankan pengawasan terhadap perseroan, ketentuan tersebut diatur dalam penjelasan pasal 114 ayat 3 undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas. Hal pembebanan tanggung jawab perusahaan induk terhadap anak perusahaan berdasarkan prinsip piercing the corporate veil ini, maka selayaknya perusahaan induk sebagai pemegang saham dalam perusahaan 119 Cornelius simanuntak .urgensi keberadaan direksi independen. Dalam surat kabar bisnis Indonesia, edisi 1 september 2004 120 Munir Fuady. Perlindungan Pemegang Saham Minoritas. Bandung: CV Utomo. 2005 h78 anak dapat dibebankan untuk ikut bertanggung jawab atas ketidak mampuan anak perusahaan melaksanakan kewajibannya, apabila dapat dibuktikan adanya unsur sebagai berikut 121 : 1. Pengontrolan anak perusahaan holding 2. Penggunaan kontrol oleh perusahaan holding untuk melakukan penipuan,ketidakjujuran atau tindakan tidak fair lainnya‟ 3. Terdapat kerugian sebagai akibat dari breach of duty dari perusahaan holding penyalah gunaan kepercayaan. Hal tersebut terjadi karena perusahaan induk sebagai pemegang saham dari anak perusahaan telah menerobos hakikatnya sebagai pemegang saham dengan melakukan intervensi terhadap pengurusan perseroan, dan perusahaan induk sebagai pemegang saham anak perusahaan telah melakukan apa yang telah ditetapkan dalam pasal 3 ayat 2 UUPT 2007 oleh sebab itu pembebanan terhadap doktrin piercing the corporate veil ini dapat diterapkan kepada perusahaan induk. Dan direksi sebagai pemegang kepercayaan sebagai representative dari perseroan juga dapat dipertanggung jawabkan apabila telah membuat kerugian terhadap perseroan apabila dapat dibuktikan telah melakukan intervensi kepada pengurusan perusahaan anak karena telah melanggar pasal 97 ayat 3 undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas. 121 Munir Fuady. Doktrin-Doktrin Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya dalam Hukum Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti. 2002. h.14

BAB IV ANALISIS YURIDIS

HOLDING COMPANY

A. Asas Kemanfaatan Hukum Memandang Legitimasi Terbentuknya

Perusahaan Grup Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Pada dasarnya hukum dibentuk dengan tujuan melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.Kutipan tersebut tertera didalam alinea pembukaan undang-undang dasar Negara republik Indonesia tahun 1945. Jika ditafsirkan maka UUD 1945 mengamanatkan agar pemerintahan menjunjung tinggi nilai-nilai yang bersifat memberikan kesejahteraan umum bagi seluruh masyarakat tanpa terkecuali, dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam penerapan hukum harus dapat memberikan manfaat kepada masyarakat selain memberikan keadilan dan kepastian hukum. Karena dalam penegakan hukum, paling tidak ada tiga asas yang harus diperhatikan, yaitu asas keadilan gerechtigkeit, asas kepastian hukum rechtssicherheit dan asas kemanfaatan zweckmassigkeit.Dalam penegakan hukum, ketiga asas tersebut harus sama-sama diperhatikan secara proporsional dan seimbang. 122 hal tersebut juga berkaitan dengan realitas bisnis yang kian berkembang khususnya dalam bisnis yang bergerak dibidang penyiaran. Sudah barang tentu media merupakan salah satu bidang usaha yang banyak dilirik kalangan pengusaha dalam mengembangkan usahanya, selain merupakan salah satu bisnis yang memiliki keuntungan besar, bisnis tersebut juga terkadang dimanfaatkan sedemikian rupa hingga berpeluang menciptakan propaganda dari tujuan awal yaitu mencari keuntungan ekonomis, serta dapat juga dijadikan sebagai media pencitraan bagi pemilik perusahaan ataupun mengambil keuntungan lain dari kepemilikan perusahaan dibidang penyiaran apabila perusahaan penyiaran tersebut dimiliki oleh seseorang atau pihak-pihak yang memiliki kepentingan terhadap opini pubik dan memiliki tendensi untuk mendapatkan apresiasi dan simpati dari masyarakat. Pada hakikatnya setiap orang dijamin oleh undang-undang dasar 1945 akan haknya untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi serta memiliki dan mengolah informasi untuk disampaikan melalui saluran yang tersedia, ketentuan ini diatur dalam pasal 27F UUD 1945. Namun ketentuan tersebut tidak dapat ditafsirkan secara bebas melainkan harus tetap menjunjung tinggi nilai-nilai yang terkandung dalam tujuan undang- undang yakni mensejahterakan bangsa.Dalam hal ini tentunya undang- undang mengamanatkan untuk pengaplikasian dari sebuah nilai yang terkandung di dalamnya untuk bertujuan memberikan manfaat kepada 122 Nur Rohim Yunus. Restorasi Budaya Hukum. Jurisprudence Press. 2012 h. 84