Asas Kemanfaatan Hukum Memandang Legitimasi Terbentuknya

seimbang. 122 hal tersebut juga berkaitan dengan realitas bisnis yang kian berkembang khususnya dalam bisnis yang bergerak dibidang penyiaran. Sudah barang tentu media merupakan salah satu bidang usaha yang banyak dilirik kalangan pengusaha dalam mengembangkan usahanya, selain merupakan salah satu bisnis yang memiliki keuntungan besar, bisnis tersebut juga terkadang dimanfaatkan sedemikian rupa hingga berpeluang menciptakan propaganda dari tujuan awal yaitu mencari keuntungan ekonomis, serta dapat juga dijadikan sebagai media pencitraan bagi pemilik perusahaan ataupun mengambil keuntungan lain dari kepemilikan perusahaan dibidang penyiaran apabila perusahaan penyiaran tersebut dimiliki oleh seseorang atau pihak-pihak yang memiliki kepentingan terhadap opini pubik dan memiliki tendensi untuk mendapatkan apresiasi dan simpati dari masyarakat. Pada hakikatnya setiap orang dijamin oleh undang-undang dasar 1945 akan haknya untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi serta memiliki dan mengolah informasi untuk disampaikan melalui saluran yang tersedia, ketentuan ini diatur dalam pasal 27F UUD 1945. Namun ketentuan tersebut tidak dapat ditafsirkan secara bebas melainkan harus tetap menjunjung tinggi nilai-nilai yang terkandung dalam tujuan undang- undang yakni mensejahterakan bangsa.Dalam hal ini tentunya undang- undang mengamanatkan untuk pengaplikasian dari sebuah nilai yang terkandung di dalamnya untuk bertujuan memberikan manfaat kepada 122 Nur Rohim Yunus. Restorasi Budaya Hukum. Jurisprudence Press. 2012 h. 84 masyarakat secara umum. Dengan begitu penafsiran akan pasal 27F UUD 1945 harus ditafsirkan menegasikan kebebasan kepemilikan media yang berorientasi pada sebuah informasi media penyiaran tanpa batas melainkan harus dibatasi. Hal tersebut dikarenakan menghindari bahaya laten dari sebuah kebebasan memiliki sebuah perusahaan yang bergerak dibidang penyiaran dengan tanpa batas yang dikhawatirkan dapat menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat dalam bentuk penguasaan yang sentralistik dan monopolistik serta hal-hal lain yang dapat merugikan masyarakat. Oleh karena itu demi melindungi masyarakat, undang-undang harus dapat mengantisipasi peluang-peluang yang dapat di salah gunakan dari tendensi terciptanya persaingan usaha yang tidak sehat. Namun berdasarkan UUD 1945 pasal 1 ayat 3 yang menyebutkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum, dapat ditafsirkan melalui penafsirana contrario maka merujuk kepada sebuah asas yang bernama asas legalitas, yakni selama tidak diatur oleh undang-undang maka perbuatan hukum tidak dapat dipersangkakan melanggar undang-undang, dan apa yang tercantum didalam undang-undang adalah sesuatu yang harus dipatuhi. Oleh sebab itu, pesatnya metode usaha dengan konstruksi perusahaan grup dikarenakan undang-undang sendiri meskipun tidak mengatur secara khusus tentang konstruksi perusahaan grup namun memberikan peluang- peluang untuk dapat terciptanya bentuk usaha dengan model perusahaan grup. hal ini dijabarkan saat ketentuan pasal 7 ayat 1 undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas mengharuskan sebuah perseroan didirikan oleh 2 orang atau lebih. Dalam hal ini dimaksudkan karena pada dasarnya perseroan lahir dari sebuah hubungan perjanjian, yang mana perjanjian diharuskan terdapat dua orang atau lebih yang mengikatkan diri, pihak yang satu sebagai penerima prestasi dan pihak yang lain sebagai pelaksana prestasi. Ketentuan dalam pembentukan perseroan tersebut juga dimaksudkan kepada badan hukum, karena ketentuan yang terdapat didalam pasal 7 ayat 1 tersebut bukan hanya ditujukan kepada orang-perseorangan saja natuurlijke person melainkan juga terhadap badan hukum sebagai subjek hukum perseroan recht person. Dengan ketentuan seperti itu apabila yang melakukan hubungan hukum antar badan hukum perseroan, maka akan berpeluang bagi perseroan yang mengikatkan diri tersebut menciptakan anak perusahaan subsidiary. Pada kenyataan peluang ini belum direspon oleh undang- undang tentang perseroan terbatas dalam menangkap fenomena model usaha dengan konstruksi perusahaan grup yang sudah sangat berkembang.Dan ketentuan tersebut dapat dimanfaatkan bagi perseroan- perseroan yang ingin membantuk perusahaan anak. Dalam bidang penyiaran diatur ketentuan yang terdapat didalam peraturan pemerintah nomor 50 tahun 2005 tentang penyelenggaraan penyiaran lembaga penyiaran swasta pasal 31 ayat 1 mengenai pembatasan kepemilikan silang, yakni Pemusatan kepemilikan dan penguasaan Lembaga Penyiaran Swasta jasa penyiaran radio oleh 1 satu orang atau 1 satu badan hukum, baik disatu wilayah siaran maupun di beberapa wilayah siaran. Meskipun didalam ketentuan pasal tersebut dibatasi hanya satu badan hukum, namun karena ketentuan pasal 7 ayat 1 undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas mengatur ketentuan pembentukan suatu badan hukum harus dilakukan oleh 2 orang, baik orang perseorangan maupun badan hukum, maka hal tersebut berlaku mutatis mutandis terhadap ketentuan badan hukum didalam undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran dan pasal 31 ayat 1 peraturan pemerintah nomor 5 tahun 2005 tentang penyelenggaraan penyiaran lembaga penyiaran swasta dikarenakan setiap perseroan wajib tunduk kepada undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas. Dengan demikian perusahaan dibidang penyiaran pun dapat membentuk anak perusahaan sehingga tercipta sebuah model usaha dengan sistem perusahaan grup.dan apabila kemungkinan tersebut terjadi maka dapat dipastikan hal demikian akan merugikan masyarakat umum, kerugian tersebut dikarenakan bahwa dalam hal bekerjanya lembaga penyiaran adalah tidak lain merupakan pemanfaatan atas spektrum frekuensi radio. Hal ini ditegaskan melalui pasal 1 ayat 2 undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran yang berbunyi “Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran danatau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, danatau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.” Yang berarti pemanfaatan spektrum frekuensi radio tersebut adalah harus dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kepentingan rakyat, dikarenakan merupakan ranah publik dan sumber daya alam terbatas, sebagaimana hak rakyat yang telah diakomodir oleh ketentuan pasal 33 ayat 3 Undang-undang dasar Negara republik Indonesia tahun 1945, yang menyebutkan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. dan spektrum frekuensi radio merupakan salah satu sumber kekayaan alam yang telah diamanatkan oleh ketentuan pasal 1 ayat 2 undang-undang nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar- dasar pokok agraria, yang menyebutkan “Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalam wilayah Republik Indonesia, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional “ oleh sebab itu sesuatu yang bersifat diperuntukan untuk kemakmuran rakyat haruslah dilindungi oleh Negara dengan tujuan untuk memberikan manfaat kepada rakyat dalam hal merefleksikan amanat pancasila dan undang-undang dasar Negara republik Indonesia 1945, dalam hal ini penafsiran a contrario dari kalimat tersebut adalah menegasikan adanya pengalokasian manfaat hanya kepada sebagian orang maupun golongan tertentu dalam hal ini pengusaha di bidang penyiaran. Namun dengan adanya ketentuan bahwa dalam pembentukan suatu badan hukum perseroan diwajibkan didirikan oleh minimal 2 orang, yakni baik perseorangan maupun badan hukum maka timbulah kesempatan untuk melakukan pembentukan suatu konstruksi perusahaan grup, yakni dapat dilakukan melalui pemisahan badan hukum, pembentukan badan hukum baru maupun pengambil alihan akuisisi. Pembentukan mekanisme perusahaan grup di bidang penyiaran dapat membuka peluang terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat, selain pemanfaatan spectrum frekuensi radio yang berlebihan dan dapat merugikan kepentingan rakyat banyak karena pada dasarnya kekayaan alam yang terdapat di Negara Indonesia adalah hak masyarakat secara umum yang dijamin oleh undang-undang dan apabila pemanfaatan spektrum frekuensi radio di monopoli oleh pihak-pihak tertentu maka hal tersebut merupakan kedzaliman yang dilegalkan akibat belum di elaborasikannya peraturan yang mengatur secara komprehensif mengenai konstruksi perusahaan grup. Selain itu, penguasaan media pun dapat digunakan untuk kepentingan golongan tertentu, sebagai contoh, apabila sebuah media dikuasai oleh calon peserta pemilihan legislatif, pemilihan presiden, maupun calon peserta pemilu raya, maka hal tersebut dikhawatirkan dapat menciptakan dekadensi kompetisi yang sehat antar para kandidat, yakni dengan pemanfaatan sarana tersebut untuk menciptakan opini-opini tidak netral yang menyerang kandidat lainnya, ataupun opini-opini pencitraan yang menguntungkan pihak pemilik media tersebut yang mana jelas mencederai hak rakyat untuk mendapatkan informasi secara benar, jujur dan tidak memihak. Oleh karena itu kelemahan yang diatur dalam undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas sebagai based on daripada pembentukan badan hukum perseroan di Indonesia, termasuk badan hukum perseroan di bidang penyiaran dengan tidak diaturnya ketentuan-ketentuan terkait perusahaan grup secara khusus dan komprehensif akan menimbulkan kedzaliman bagi masyarakat secara umum karena berpeluang menciptakan iklim persaingan usaha yang tidak sehat dan merugikan pihak-pihak lain didalamnya, seperti pemegang saham minoritas, dan pencederaan terhadap asas pemisahan kepemilikan badan hukum separate legal entity. Karena dalam praktik perusahaan grup di Indonesia , sebagian besar induk perusahaan pada perusahaan grup di Indonesia menjalankan kegiatan usaha sendiri serta mengendalikan anak-anak perusahaan. 123 ketentuan tersebut jelas melanggar prinsip kemandirian perusahaan berbadan hukum, oleh sebab itu suatu undang-undang dapat di perdebatkan terkait kemanfaatannya apabila terdapat suatu celah dari legitimasi yang diberikan oleh undang-undang yang berpeluang menyebabkan bahaya laten dari keberadaan ketentuan-ketentuan tersebut. Larangan perbuatan yang menimbulkan kedzaliman terhadap hak orang lain secara sistematis juga terdapat didalam kandungan kitab suci Al-Quran surat An-Nisa ayat 29 yang berbunyi : 123 Rudhi Prasetya. Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas Disertai Dengan Ulasan UU No.1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas. Bandung : Citra Aditya Bakti,1996. h.64   Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”Q.S. An-Nisa4: 29 Secara a contrario ayat diatas berpesan agar setiap manusia mencari rezeki dengan jalan yang halal dengan tidak mendatangkan kerugian bagi orang lain, termasuk dalam hal berniaga, oleh sebab itu perbuatan yang berpeluang menciptakan kerugian terhadap orang lain tidak diperbolehkan baik didalam ajaran Agama maupun Undang-undang.

B. Akibat hukum dari pelaksanaan konstruksi perusahaan grup

terhadap pelaku usaha di bidang penyiaran dikaitkan dengan undang-undang nomor 5 tahun 1999 Pada dasarnya setiap badan hukum perseroan adalah tunduk kepada undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas selanjutnya disebut UUPT 2007, hal tersebut di akomodir didalam ketentuan pasal 4 undang-undang tersebut, oleh sebab itu perseroan dibidang penyiaran pun tidak luput dari kewajiban-kewajiban yang di amanatkan dalam ketentuan undang-undang dimaksud, yakni UUPT 40 tahun 2007. Bahwa terdapat teori perjanjian didalam pembentukan suatu badan hukum perseroan.hal tersebut diatur dalam pasal 1 ayat 1 UUPT 40 tahun 2007, yang mana disebutkan bahwa perseroan merupakan suatu persekutuan modal yang didirikan oleh para pendiri berdasarkan perjanjian. Artinya pendirian perseroan dilakukan secara konsensual, yakni perjanjian yang diamanatkan oleh kitab undang-undang hukum perdata yakni pasal 1313 mengenai suatu pengikatan persetujuan oleh pihak-pihak yang mengikatkan dirinya satu sama lain untuk melakukan hubungan hukum, dalam hal ini adalah untuk mendirikan perseroan. dengan demikian pelaksanaan perjanjian pembentukan suatu perseroan tersebut tunduk kepada hukum perikatan yang diatur oleh kitab undang-undang hukum perdata. Selain itu, penegasan dari pemberlakuan teori perjanjian didalam pembentukan perseroan adalah dengan diwajibkannya suatu perseroan didirikan oleh dua orang atau lebih yang mengikatkan diri sebagai pemegang saham.Ketentuan dua orang atau lebih tersebut ditujukan baik untuk orang perseorangan natuurlijke person maupun badan hukum recht person .Oleh sebab, itu suatu badan hukum perseroan pun dianggap sebagai subjek hukum yang tunduk kepada kitab undang- undang hukum perdata. Terkait ketentuan tersebut, dalam hal pembentukan perusahaan dan pelaksanaan kegiatan perusahaan, termasuk perseroan di bidang penyiaran haruslah dapat dibuktikan syarat sahnya perjanjian seperti yang terdapat didalam pasal 1320 Kitab undang-undang hukum perdata, yang menyebutkan bahwa syarat sahnya perjanjian meliputi sepakat, cakap, suatu hal tertentu, dan sebab yang halal. Syarat sepakat dan cakap merupakan syarat subjektif perjanjian yang artinya