Tanggung Jawab Holding terhadap Pihak Ketiga

tugasnya,baikdalam menjalankan fungsinya sebagai manajemen maupun sebagai representasi perseroan. 106 Serta direksi secara konstitusional diberikan hak untuk melakukan pengurusan perseroan secara mandiri berdasarkan prinsip business judgment rule.Dan jika seorang direksi melakukan kewenangan diluar dari wewenang yang diberikan dalam anggaran dasar maka seorang direksi tersebut diwajibkan bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian perusahaan yang timbul akibat perbuatannya ultra vires. Oleh karena perseroan didirikan berdasarkan perjanjian, maka perseroan dalam melakukan perbuatan hukum tidak dapat dilepaskan dari ketentuan-ketentuan yang diatur oleh kitab undang-undang hukum perdata, yakni ketentuan pasal 1320 KUH Perdata mengenai syarat sahnya perjanjian dan asas-asas perjanjian lainnya. Dalam kaitannya dengan konstruksi perusahaan grup yang masih berpedoman kepada prinsip perseroan tunggal, maka pertanggung jawaban holding terhadap.pihak ketiga yang melakukan hubungan hukum dengan anak perusahaan adalah merupakan bukan tanggung jawab holding atau perusahaan induk, melainkan tanggung jawab pribadi perusahaan induk. Hal ini dikarenakan sistem hukum di Indonesia yang masih berpedoman kepada keterpisahan tanggung jawab separate legal entity antara pemilik saham perusahaan induk dengan perusahaan perusahaan anak seperti yang diatur dalam pasal 3 ayat 1 undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas yang berimplikasi induk perusahaan tidak 106 Munir Fuady. Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law Dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti. 2002 h.32 bertanggung jawab atas perbuatan hukum yang dilakukan oleh anak perusahaan melebihi modal yang ditanamkan atau diinvestasikannya limited liability oleh sebab itu anak perusahaan harus memikul resiko sendiri atas ketidak mampuannya dalam menyelesaikan tanggung jawabnya kepada pihak ketiga. Tanggung jawab hukum dalam suatu perusahaan grup mengacu kepada prinsip hukum bahwa induk perusahaan tidak menanggung atas utang atau perbuatan hukum anggota perusahaan lainnya ketika setiap perusahaan grup merupakan badan hukum yang mandiri. 107 Hal ini dikarenakan tidak adanya peraturan yang secara khusus memaksa perusahaan induk ikut bertanggung jawab menanggung risiko atas kerugian yang diderita anak perusahaan.dikarenakan sifat alamiah yang melekat pada perusahaan grup menimbulkan masalah ketidaksesuaian mengenai standar tanggung jawab pada hukum perseroan yang di desain untuk kepentingan perseroan tunggal. 108 Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, bahwa bergabungnya induk dengan anak perusahaan dalam konstruksi perusahaan grup tidak melepaskan status masing-masing perusahaannya sebagai subjek hukum mandiri, Oleh sebab itu tidak ada kewajiban bagi induk perusahaan untuk ikut memikul risiko akibat perbuatan hukum yang dilakukan oleh anak perusahaan, hal ini secara tegas diatur oleh pasal 3 ayat 1 undang-undang nmor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas. Pada prinsipnya, induk perusahaan tidak 107 Sulistyowati.Aspek Hukum Dan Realita Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia. Jakarta: Erlangga. 2010 h.156 108 Sulistyowati.Aspek Hukum Dan Realita Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia. Jakarta: Erlangga. 2010 h.156 mempunyai kepentingan dengan hak dan kewajiban anak perusahaan dalam interaksinya dengan pihak ketiga dan juga tidak memperoleh hak dari mereka berdasarkan hubungan hukum antara salah satu perusahaan dalam konstruksi perusahaan grup dengan pihak ketiga. 109 Permasalahan krusial adalah menentukan fakta atas derajat pengendalian induk terhadap anak perusahaan yang menyebabkan ketidak mandirian anak perusahaan untuk menjalankan instruksi induk perusahaan. 110 Jika melihat dari perspektif hukum perikatan, maka perlu diketahui terlebih dahulu status antara perusahaan induk dengan anak perusahaan.Apabila perbuatan hukum yang dilakukan anak perusahaan dengan pihak ketiga adalah pelaksanaan tugas yang diberikan oleh induk perusahaan maka perusahaan induk wajib bertanggung jawab kepada pihak ketiga yang melakukan hubungan hukum dengan anak perusahaan, hal ini diatur oleh ketentuan pasal 1367 KUH Perdata. 111 Dalam konstruksi pasal tersebut dapat ditafsirkan secara grammatical analogic yakni apabila dapat dibuktikan bahwasanya anak perusahaan berada dibawah pengawasan induk perusahaan dalam hal menjalankan usahanya, maka induk perusahaan berkewajiban bertanggung jawab memikul kerugian yang diderita anak perusahaan akibat tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada pihak 109 Emmy Pangaribuan.Perusahaan Kelompok.Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada 1994. h.50 110 Sulistyowati.Aspek Hukum Dan Realita Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia. Jakarta: Erlangga. 2010 h.157 111 Bunyi pasal 1367 kitab undang- undang hukum perdata : “seorang tidak bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan sendiri,tetapi juga untuk perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada dibawah pengawasannya” ketiga.Apabila setelah dapat dibuktikan bahwasanya anak perusahaan adalah dibawah pengawasan induk perusahaan, namun induk perusahaan tidak mau bertanggung jawab kepada pihak ketiga sebagai akibat ketidak mampuan anak perusahaan memenuhi tanggung jawabnya, maka induk perusahaan dapat dikategorikan telah melanggar pasal 1365 KUH Perdata onreghmatighdaad.Karena telah membawa kerugian terhadap pihak lain yang dirugikan dalam hal ini adalah pihak ketiga. Berdasarkan hal tersebut, pada prinsipnya induk perusahaan dapat dikenakan tanggung jawab hukum atas kerugian pihak ketiga sebagai akibat hukum dominasi induk perusahaan terhadap pengurusan anak perusahaan yang menjalankan instruksi induk perusahaan. 112 sebaliknya hukum perseroan masih mempertahankan pengakuan yuridis terhadap status badan hukum induk dan anak perusahaan sebagai subjek hukum mandiri, sehingga induk perusahaan tidak memiliki kewajiban untuk bertanggung jawab atas perbuatan hukum yang dilakukan anak perusahaan. 113 oleh sebab itu permasalahan mengenai tanggung jawab hukum induk perusahaan terhadap pihak ketiga yang menderita kerugian akibat perbuatan hukum yang dilakukan anak perusahaan karena ketidak mandirian anak perusahaan yang menjalankan instruksi induk perusahaan merupakan permasalahan utama dalam konstruksi perusahaan grup. 112 Sulistyowati.Aspek Hukum Dan Realita Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia. Jakarta: Erlangga. 2010 h.158 113 Sulistyowati.Aspek Hukum Dan Realita Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia. Jakarta: Erlangga. 2010 h.158

C. Tanggung Jawab Holding Company Karena Doktrin Piercing The

Corporate Veil Bagi perseroan yang berbentuk badan hukum, pada prinsipnya terdapat pemisahan antara harta perseroan dengan harta pribadi para pemegang sahamnya, hal ini dikarenakan setelah perseroan telah resmi berstatus badan hukum, pemegang saham tidak dapat lagi mencampuri kepengurusan perseroan yang secara konstitusional menjadi hak daripada seorang direksi sebagai representatif sekaligus manajemen dalam suatu perseroan, begitupun sebaliknya, perseroan juga tidak berhak menuntut pemegang saham untuk turut serta menanggung rugi atas harta pribadinya terhadap kerugian yang dialami perseroan. Hal ini diatur oleh pasal 3 ayat 1 undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas mengenai pertanggung jawaban terbatas perseroan limited liability .Namun, hal tersebut dapat disimpangi apabila terdapat perbuatan- perbuatan yang menimbulkan penerobosan keterbatas tanggung jawab perseroan atau dalam bahasa hukum modern dikenal dengan teori piercing the corporate veil. Penerobosan tanggung jawab ini dilegitimasikan didalam ketentuan pasal 3 ayat 2 undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas. Yakni perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh pemegang saham dengan itikad buruk yang dapat menyebabkan perseroan merugi.Oleh karena hal tersebut undang-undang memberikan kewajiban bagi pihak-pihak yang menyebabkan kerugian perusahaan karena didasari dengan itikad buruk untuk bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian yang diterima oleh pereseroan sebagai upaya melindungi hak-hak pemegang saham lainnya atas segala kerugian- kerugian yang tidak sepatutnya diterima. Karena pada dasarnya misi utama diterapkannya prinsip piercing the corporate veil ini adalah untuk mencapai “keadilan” khususnya bagi pihak ketiga dengan pihak perusahaan yang mempunyai hubungan hukum tertentu. 114 Dalam piercing the corporate veil, pengadilan akan mengabaikan status badan hukum dari perusahaan tersebut dan membebankan tanggung jawab kepada pihak “organizer” dan “manager” dari perseroan tersebut dengan mengabaikan prinsip tanggung jawab terbatas dari perseroan sebagai badan hukum yang biasanya dinikmati oleh mereka. 115 Penerapan teori piercing the corporate veil secara universal dilakukan dalam hal-hal sebagai berikut 116 : 1. Penerapan teori piercing the corporate veil karena perusahaan tidak mengikuti formalitas tertentu 2. Penerapan teori piercing the corporate veil terhadap badan-badan hukum yang hanya terpisah secara artificial 3. Penerapan teori piercing the corporate veil berdasarkan hubungan kontraktual 114 Munir Fuady. Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law Dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti. 2002 h.7 115 Munir Fuady. Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law Dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti. 2002. h.8 116 Munir Fuady. Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law Dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti. 2002 h.10