Dikatakan pula bahwa bangsal ini bergabung perawat pelaksana asuhan keperawatan yang memonopoli waktu pasien secara terus menerus selama 24 jam,
bahkan tengah malampun perawat dengan dedikasinya yang tinggi dengan setia mendampingi pasiennya dan melayani, memenuhi kebutuhannya, serta memecahkan
permasalahan yang dihadapi pasiennya.
2.3 Ketenagaan Rumah Sakit
Salah satu aspek terpenting dalam mewujudkan pelayanan kesehatan yang bermutu adalah sumber daya manusia. Sumber daya manusia atau ketenagaan di
rumah sakit merupakan titik sentral dalam penyelenggaraan rumah sakit, terutama di instalasi rawat inap yang merupakan ujung tombak dari arus pasien di rumah sakit.
Oleh karena itu, pihak rumah sakit dituntut harus mampu memahami keinginan dan kebutuhan pasien dengan upaya memberikan pelayanan prima, dengan harapan
pasien akan merasa puas pada pelayanan yang diberikan. Sumber daya manusia atau ketenagaan yang ada dirumah sakit sangat
komplek. Karena terdiri dari berbagai macam profesi. Menurut Sabarguna 2009 bahwa kompleksitas pelayanan di rumah sakit tercermin dari banyaknya jenis profesi
dan jumlah tenaga yang ada di rumah sakit. Jenis-jenis tenaga rumah sakit tertuang dalam Permenkes No 263MenkesPer1979.
Dalam Permenkes No 262MenkesPer1979 pasal 1 disebutkan bahwa: 1.
Tenaga medis adalah seorang lulusan fakultas kedokteran atau kedokteran gigi dan Pasca Sarjananya yang memberikan pelayanan medis dan pelayanan
penunjang medis. 2.
Tenaga para medis perawatan adalah seorang lulusan sekolah atau akademi perawat kesehatan yang memberikan pelayanan perawatan paripurna.
3. Tenaga paramedis non perawatan adalah seorang lulusan sekolah atau
akademi kesehatan lainnya yang memberikan pelayanan penunjang. 4.
Tenaga non medis adalah seorang yang mendapatkan pendidikan ilmu pengetahuan yang tidak termasuk pendidikan angka 1, 2 dan 3 diatas.
2.4 Keperawatan 2.4.1 Pengertian Keperawatan
International Council Of Nurses ICN, 1973 dalam Rabiah, Thinni dan Emma 2004 menyatakan bahwa keperawatan adalah fungsi yang unik dalam
membantu individu yang sakit atau sehat dengan penampilan kegiatan yang berhubungan dengan kesehatan atau meninggal dunia dengan damai, sehingga
individu tersebut dapat merawat kesehatannya sendiri apabila memiliki kekuatan dan pengetahuan.
Menurut Asmadi 2005 yang mengutip Lokakarya Keperawatan Nasional 1983 keperawatan adalah suatu bentuk layanan kesehatan profesional yang
merupakan bagian integral dari layanan kesehatan berbasis ilmu dan kiat
keperawatan, yang berbentuk layanan bio-psiko-sosio-spiritual komprehensif yang ditujukan bagi individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat baik sehat maupun
sakit, yang mencakup keseluruhan proses kehidupan manusia. Pada pengertian keperawatan tersebut menandakan bahwa peranan keperawatan sangat besar dalam
mewujudkan derajat kesehatan. Sedangkan Kelompok Kerja Keperawatan Konsorsium Ilmu-Ilmu Kesehatan
Indonesia 1983 dalam Rabiah, Thinni dan Emma 2004 menjelaskan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional, yang merupakan bagian integral dari
pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan adalah didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif,
ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok dan komunitas baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.
Sedangkan menurut Depkes RI 1997 keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan,
didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan biopsiko sosial spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada penyediaan pelayanan kesehatan
utama dalam usaha mengadakan perbaikan sistem pelayanan kesehatan sehingga memungkinkan setiap orang mencapai hidup sehat dan produktif.
Menurut Nurachmah 2000 keperawatan merupakan salah satu profesi kesehatan yang memberikan pelayanan manusiawi kepada klien berdasarkan ilmu dan
kiat keperawatan serta standar dan etik profesi keperawatan. Dengan begitu dapat dikatakan bahwa keperawatan memiliki peran yang sangat penting di dalam
pelayanan kesehatan pada rumah sakit. Hal tersebut juga didukung oleh Yani 2000 yang menjelaskan baik buruknya pelayanan kesehatan suatu rumah sakit sangat
ditentukan oleh baik buruknya pelayanan keperawatan. Pengertian pelayanan keperawatan sesuai WHO Expert Commitee on Nursing
1982 dalam Aditama 2003 adalah gabungan dari ilmu kesehatan dan seni melayanimerawat care, suatu gabungan humanistik dari ilmu pengetahuan, filosofi
keperawatan, kegiatan klinik, komunikasi dan ilmu sosial. Hal ini dipertegas lagi dalam WHO Expert Commitee on Nursing Practice 1996 yang menyatakan bahwa
keperawatan adalah ilmu dan seni sekaligus. Menurut Sumiatun,dkk 2000 dalam Rijadi 2000 bahwa pelayanan
keperawatan di rumah sakit merupakan salah satu komponen yang sering dipakai sebagai indikator baik-buruknya kinerja di rumah sakit. Dikatakan pula oleh Hoffart
1996 dalam Pabuti dan Sumijatun 2003 pelayanan keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, yakni 90 dari pelayanan kesehatan di rumah sakit
adalah pelayanan keperawatan.
2.4.2 Tujuan Keperawatan
Menurut Depkes 1982 tujuan keperawatan antara lain sebagai berikut: a.
Untuk membantu individu menjadi bebas dari masalah kesehatan yang dirasakan dengan mengajak individu dan masyarakat untuk berpartisipasi
meningkatkan kesehatannya. b.
Untuk membantu individu mengembangkan potensinya dalam memelihara kesehatan seoptimal mungkin agar tidak selalu tergantung kepada orang lain
dalam memelihara kesehatannya. c.
Untuk membantu individu memperoleh derajat kesehatannya seoptimal mungkin.
Secara umum, keperawatan mempunyai beberapa tujuan. Menurut Asmadi 2005 tujuan-tujuan keperawatan adalah memberi bantuan yang paripurna dan efektif
kepada klien, memenuhi kebutuhan dasar manusia KDM klien, memberi kesempatan kepada semua perawat untuk mengembangkan tingkat kemampuan
profesionalnya, dan mengembangkan standar keperawatan yang ada, serta memelihara hubungan kerja yang efektif dengan semua anggota tim kesehatan.
Sedangkan Roy dalam Nursalam 2002 mendefinisikan bahwa tujuan keperawatan adalah meningkatkan respon adaptasi yang berhubungan dengan 4
empat mode respon adaptasi. Namun tidak dijelaskan secara lebih lanjut yang dimaksud dengan mode respon adaptasi.
2.4.3 Peran Keperawatan
Sebagai tenaga kesehatan, perawat memiliki sejumlah peran di dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan hak dan kewenangan yang ada. Peran perawat
menurut konsorsium ilmu kesehatan tahun 1989 dalam Alimul 2008 adalah sebagai berikut:
1. Peran Sebagai Pemberi Asuhan Keperawatan
Peran ini dapat dilakukan dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan
menggunakan proses keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar bisa direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat
kebutuhan dasar manusia. 2.
Peran Sebagai Advokat Klien Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga dalam
menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain khususnya dalam pengambilan keputusan atas tindakan keperawatan yang diberikan
kepada pasien, juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien. 3.
Peran Edukator Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat
pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan.
4. Peran Koordinator
Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan, serta mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian
pelayanan kesehatan dapat terarah sesuai dengan kebutuhan klien. 5.
Peran Kolaborator Peran perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan
yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi, dan lain-lain dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi dalam
penentuan bentuk pelayanan selanjutnya. 6.
Peran Konsultan Peran di sini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan
keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan.
7. Peran Pembaharu
Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerja sama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian
pelayanan keperawatan.
Menurut Asmadi 2005 peran perawat yang utama adalah sebagai pelaksana, pengelola, pendidik, dan peneliti.
1. Pelaksana layanan keperawatan care provider. Perawat memberikan layanan
berupa asuhan keperawatan secara langsung kepada klien. Asuhan keperawatan diberikan dengan berpedoman pada standar keperawatan serta
dilandasi oleh etik dan etika keperawatan dalam lingkup wewenang dan tanggung jawab keperawatan.
2. Pengelola Manager. Perawat mempunyai peran dan tanggung jawab dalam
mengelola layanan keperawatan di semua tatanan layanan kesehatan rumah sakit, puskesmas, dan sebagainya.
3. Pendidik dalam keperawatan. Perawat bertugas memberikan pendidikan
kesehatan kepada klien sebagai upaya menciptakan perilaku yang kondusif bagi kesehatan. Pendidikan kesehatan bertujuan untuk membangun perilaku
kesehatan dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Peran perawat sebagai pendidik tidak hanya ditujukan untuk klien, tetapi juga
tenaga keperawatan lain. Upaya ini dilakukan untuk memberi pemahaman yang benar tentang keperawatan agar tercipta kesamaan pandangan dan gerak
bersama antara perawat dalam meningkatkan profesionalisme.
4. Peneliti dan pengemban ilmu keperawatan. Berbagai tantangan, persoalan,
dan pertanyaan seputar keperawatan harus mampu dijawab dan diselesaikan dengan baik. Salah satu upayanya adalah riset. Riset keperawatan akan
menambah dasar pengetahuan ilmiah keperawatan dan meningkatkan praktik keperawatan bagi klien.
2.4.4 Jenis Tindakan Keperawatan
Beban kerja perawat tentunya juga ditentukan dari jenis kegiatan yang harus dilakukannya. Dalam pemberian pelayanan keperawatan menurut Rohmah, Nikmatur
dan Saiful Walid 2012 bahwa terdapat tiga jenis bentuk kegiatan yaitu: a.
Kegiatan keperawatan langsung. Aktivitas perawatan yang diberikan oleh perawat yang ada hubungannya
secara khusus dengan kebutuhan fisik, psikologis, dan spiritual pasien. Kebutuhan ini meliputi: komunikasi, pemberian obat, pemberian makan dan
minum, kebersihan diri, serah terima pasien dan prosedur tindakan, seperti: mengukur tanda vital, merawat luka, persiapan operasi, melaksanakan
observasi, memasang dan observasi infus, dan memberikan serta mengontrol pemasangan oksigen.
b. Kegiatan keperawatan tidak langsung.
Kegiatan keperawatan tidak langsung meliputi kegiatan-kegiatan untuk menyusun rencana perawat, menyiapkanmemasang alat, melakukan
konsultasi dengan
anggota tim,
menulis dan
membaca catatan
kesehatankeperawatan, melaporkan kondisi pasien, menyusun perencanaan, melaksanakan tindak lanjut dan melakukan koordinasi.
c. Kegiatan non keperawatan.
Kegiatan penyuluhan kesehatan yang diberikan pada pasien bersifat individual. Hal ini dimaksudkan agar materi pengajaranpenyuluhan sesuai
dengan diagnosa, pengobatan yang ditetapkan dan keadaan pola hidup pasien. Umumnya, pasien memerlukan arahan yang meliputi tingkat aktivitas,
pengobatan serta tindak lanjut perawatan dan dukungan masyarakat. Menurut Situmorang 1994 dalam Kurniadi 2013 menyebutkan tindakan
keperawatan yang terbagi menjadi 3 tiga kategori, yaitu: a.
Kegiatan keperawatan langsung Direct Care. Kegiatan keperawatan langsung adalah semua kegiatan yang difokuskan
langsungdirasakan langsung oleh pasien dan keluarganya, seperti mengukur tanda vital, tindakan keperawatan, tindakan kolaborasi, termasuk pendidikan
kesehatan.
b. Kegiatan keperawatan tidak langsung Indirect Care.
Kegiatan keperawatan tidak langsung adalah kegiatan yang tidak langsung dirasakan pasien atau sebagai pelengkap tindakan keperawatan langsung,
seperti dokumentasi tindakan keperawatan atau hasil pemeriksaan, diskusi dan prepost
conference, visite
dokter atau
tenaga kesehatan
lain, konsultasikoordinasi
dengan bagian
lain, bantuan
persiapan dan
pengambilanpengantaran alat dan bahan pemeriksaan, dan lainnya. c.
Kegiatan Pribadi. Kegiatan non keperawatan adalah semua kegiatan untuk keperluan pribadi
perawat atau tidak ada hubungannya dengan pasien, seperti makan, minum, membaca buku, ke toilet, sholat, menonton tv, mengobrol, dan lainnya.
2.5 Beban Kerja 2.5.1 Pengertian Beban Kerja
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 75 Tahun 2004
disebutkan bahwa beban kerja adalah sejumlah target pekerjaan atau target hasil yang harus dicapai dalam satu satuan waktu tertentu. Sedangkan menurut Depkes 2004
beban kerja adalah banyaknya jenis pekerjaan yang harus diselesaikan oleh tenaga kesehatan profesional dalam satu tahun sarana pelayanan kesehatan.
Beban kerja yang didefinisikan oleh Marquis dan Houston 2000 dalam Kurniadi 2013 yaitu seluruh kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh seorang
perawat selama bertugas di suatu unit pelayanan keperawatan. Menurut Gaudine
2000 dalam Kurniadi 2013 mendefinisikan beban kerja yaitu jumlah total waktu keperawatan baik secara langsung atau tidak langsung dalam memberikan pelayanan
keperawatan yang diperlukan oleh pasien dan jumlah perawat yang diperlukan untuk memberikan pelayanan tersebut.
Oleh karena itu, penting adanya untuk melakukan pengukuran beban kerja dengan cara analisa beban kerja. Analisa beban kerja akan menghasilkan jumlah rata-
rata dalam melakukan setiap kegiatan keperawatan atau tindakan keperawatan. Dijelaskan dalam Permendagri No. 12 Tahun 2008 bahwa analisis beban kerja
dilaksanakan untuk mengukur dan menghitung beban kerja setiap jabatanunit kerja dalam rangka efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas
.
Selain itu, menurut mutiara 2004 menjelaskan bahwa analisa beban kerja adalah proses penentuan jumlah jam
kerja man hours yang digunakan untuk menyelesaikan beban kerja tertentu, jumlah jam karyawan dan menentukan jumlah karyawan yang dibutuhkan.
Adapun pendapat Irnalita 2008 analisa beban kerja adalah proses untuk menetapkan jumlah jam kerja seseorang yang digunakan atau dibutuhkan untuk
merampungkan suatu pekerjaan dalam waktu tertentu atau dengan kata lain analisa beban kerja bertujuan untuk menentukan berapa jumlah personalia dan berapa jumlah
tanggung jawab atau beban kerja yang tepat dilimpahkan kepada seorang petugas.
Menurut Carayon dan Gurses 2005 dalam Kurniadi 2013 bahwa bila beban kerja terlalu tinggi akan menyebabkan komunikasi yang buruk antara perawat dan
pasien, kegagalan kolaborasi perawat dan dokter, tingginya drop out perawat atau turn over dan rasa ketidakpuasan kerja perawat. Sedangkan menurut Palestin dalam
Andini 2013 beban kerja yang terlampau tinggi pada akhirnya akan berdampak buruk, misalnya kesalahan dalam pengerjaan pasien yang nantinya akan berujung
pada kematian. Menurut Sedarmayanti 2007 bahwa manfaat analisa beban kerja adalah
untuk menetapkan bilangan atau jumlah tenaga yang diperlukan dalam pelaksanaan sejumlah pekerjaan tertentu selama waktu tertentu. Sehingga diperoleh jumlah tenaga
yang benar-benar dibutuhkan untuk menghindarkan dari keadaan beban kerja yang tinggi.
Trisna 2007 menyatakan bahwa kegiatan yang banyak dilakukan adalah kegiatan keperawatan tidak langsung dan faktor yang mempengaruhi beban kerja
perawat adalah jumlah pasien dan jumlah perawat serta jumlah aktivitas. Sedangkan Connor 1960 dalam Kurniadi 2013 mempelajari pengukuran intensitas pelayanan
keperawatan atau tindakan keperawatan berdasarkan jumlah tempat tidur atau BOR.
2.5.2 Waktu Standar
Menurut ILO 1983 dalam Rifki 2009 yang dimaksud waktu standar adalah jumlah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan menurut
prestasi standar yaitu isi kerja, kelonggaran untuk hal-hal yang tidak terduga karena kelambatan, waktu kosong, dan kelonggaran gangguan bila terjadi.
Berdasarkan ketentuan dari Undang-undang No.13 Tahun 2003 pasal 77 terkait waktu kerja, yaitu pegawai yang bertugas selama 7 jam sehari dan 40 jam
perminggu maka jam kerjanya yaitu 6 hari kerja dalam seminggu, sedangkan yang bertugas selama 8 jam sehari dan 40 jam perminggu maka jam kerjanya yaitu 5 hari
kerja dalam seminggu.
2.5.3 Waktu Produktif
Menurut ILO 1976 dalam Corry 2011 bahwa pekerja tidak dapat terus menerus bekerja, tetapi ada kelonggaran yang diperbolehkan untuk mengadakan
interupsi di dalam jam kerja sebesar 15 dari waktu kerja yang seharusnya. Angka tersebut diperoleh dari rata-rata perkenaan tetap untuk keletihan dasar dan keletihan
pribadi sebesar 10 serta perkenaan penundaan untuk hal-hal yang tidak terduga sebesar 5. Dengan demikian waktu kerja produktif sebesar 85 dari total kerja
100.
Adapun menurut Ilyas 2004, perawat dikatakan produktif bila memanfaatkan waktu kerja mencapai 80. Parameter tersebut digunakan untuk
mengukur beban kerja. Bila seorang perawat bekerja diatas 80 dari waktu produktifnya maka dapat dikatakan bahwa beban kerjanya berlebihan sehingga harus
ditambah dengan perawat baru. Menurut Rahman 2012 menyebutkan beban kerja perawat yang termasuk kategori berat bila waktu produktif diatas 80, sedangkan
kategori sedang bila waktu produktif diantara 60-80 dan dikatakan kategori ringan apabila waktu produktif di bawah 60.
2.5.4 Pengukuran Beban Kerja
Pengukuran beban kerja juga dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti yang telah disebutkan oleh Finkler et.al. 1993, Yaslis Ilyas 2004, dan Swanburg
1999 yaitu work sampling, time and motion study, daily log. a.
Work Sampling. Menurut Finkler et.al. 1993 dalam Ruth 2003 work sampling merupakan
teknik pengukuran kerja yang berasal dari industri. Tujuannya adalah untuk menginvestasi waktu profesional untuk macam-macam kegiatan yang terbentuk oleh
pekerja atau situasi kerja. Hasil dari work sampling efektif untuk menentukan waktu yang diperlukan untuk sebuah pekerjaan, untuk menentukan utilisasi tenaga, dan
untuk menentukan standar produksi. Cara ini sangat bermakna untuk perkembangan dan dapat dengan mudah diaplikasi untuk efisiensi pekerjaan.
Kelebihan penggunaan metode ini adalah cocok digunakan untuk mengumpulkan data mengenai jenis dan waktu perawatan serta dapat lebih obyektif
karena langsung diamati kegiatannya. Oleh karena itu peneliti dalam melakukan penelitian akan melakukan metode work sampling dalam pengukuran beban kerja.
Sedangkan kelemahan pada metode ini adalah peneliti tidak dapat mengetahui kualitas tenaga perawat pada setiap pekerjaan yang dilakukan karena metode work
sampling hanya melihat pekerjaan yang dilakukan bukan terhadap kualitas dari pekerjaan tersebut.
Menurut Ilyas 2004 terdapat beberapa tahap yang dilaksanakan dalam melakukan survei pekerjaan dengan menggunakan work sampling adalah sebagai
berikut: 1.
Langkah Pertama: Menentukan jenis personel misal: perawat rumah sakit yang ingin
diteliti. 2.
Langkah Kedua: Bila jenis personel yang akan diteliti jumlahnya banyak perlu dilakukan
pemilihan sampel dengan menggunakan simple random sampling untuk mendapatkan personel sebagai representasi populasi perawat yang akan
diamati.
3. Langkah Ketiga:
Membuat formulir daftar kegiatan perawat yang dapat diklasifikasikan sebagai kegiatan produktif atau tidak produktif.
4. Langkah Keempat:
Melatih pelaksana peneliti tentang cara pengamatan kerja dengan menggunakan work sampling.
5. Langkah Kelima:
Pengamatan kegiatan perawat dilakukan dengan interval yang ditetapkan adalah tiap 5 menit. Karena semakin pendek jarak waktu pengamatan
makin banyak sampel pengamatan yang dapat diamati oleh peneliti, sehingga akurasi penelitian menjadi lebih akurat. Pengamatan dapat
dilakukan selama 7 hari kerja terus menerus selama 24 jam setiap harinya. Hal tersebut juga didukung oleh penelitian Irnalita 2008, dan Nursalam
2011. Selain itu, menurut Susanto 2002 dalam Fredna2009 bahwa lamanya
pengamatan dapat dilihat dari lamanya hari perawatan. Lamanya hari perawatan dapat menggambarkan beban kerja perawat. Semakin lama
seorang pasien dirawat, maka semakin besar pula beban kerja yang akan ditanggung oleh perawat.
Bila mengamati kegiatan 5 perawat setiap shift, interval pengamatan setiap 5 menit selama 24 jam 3 shift dalam 7 hari kerja. Dengan demikian
jumlah pengamatan = 5 perawat x 60 menit 5 menit x 24 jam x 7
hari kerja = 10.080 sampel pengamatan. Dengan jumlah data pengamatan yang besar akan menghasilkan data akurat yang akan
menggambarkan kegiatan personel yang sedang diteliti. Menurut Ilyas 2004 bahwa hasil pencatatan pada hari pertama dan kedua
tidak dimasukan untuk dianalisis. Hasil pengamatan yang dianalisis bila personel yang diamati telah kembali bekerja kepada ritme semula,
biasanya hari pengamatan ketiga. Adapun formulir yang akan dilakukan peneliti adalah seperti formulir yang
telah dilakukan oleh Irnalita 2008, Rifki 2009, dan Corry 2011 adalah seperti pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.2 Formulir Work Sampling
Unit :
Tanggal :
Dinas :
Waktu Kegiatan
Langsung Tidak Langsung
Pribadi 07.00
07.05 07.10
07.15
Selain work sampling juga terdapat metode lain yaitu time and motion study dan daily log. Namun peneliti tidak memakai metode-metode tersebut karena pada
metode time and motion study, pelaksana pengamatan untuk pengambilan data ini haruslah seorang yang mengetahui secara benar tentang kompetensi dan fungsi
perawat mahir. Menurut Ilyas 2004 sebaiknya pelaksana pengamatan adalah perawat mahir pada bidang yangsama dari rumah sakit yang berbeda. Sedangkan
pada daily log, responden yang akan diteliti dipersilahkan menulis sendiri kegiatan yang telah dilakukan dan waktu yang dibutuhkan untuk tiap kegiatan. Sehingga hal
tersebut dikhawatirkan responden kurang obyektif dan kadang sulit mengatur waktu dalam menuliskan kegiatannya pada formulir daily log. Menurut Kurniadi 2013,
metode ini memiliki kecendrungan perawat akan menuliskan kegiatan yang bermutu tinggi dan memerlukan waktu yang lama sedangkan tindakan kegiatan kurang
bermutu tidak dicatat. Selanjutnya akan dijelaskan lebih lanjut mengenai metode time and motion study dan daily log di bawah ini.
b. Time and Motion Study.
Time and Motion Study merupakan suatu pengukuran waktu kegiatan yang pengamatannya dilakukan secara terus menerus terhadap setiap jenis tugas yang
dilakukan perawat dan lamanya waktu yang diperlukan untuk melaksanakan tugas. Hasil pengamatan time and motion study dapat lebih menggambarkan kualitas
pekerjaan daripada work sampling.
Menurut Ilyas 2004 penelitian dengani menggunakan time and motion study dapat digunakan untuk mengevaluasi tingkat kualitas suatu pelatihan atau pendidikan
bersetifikat keahlian. Pengamat sebaiknya orang luar rumah sakit yang diteliti guna mencegah personel bias.
Kelebihan metode ini adalah dapat menentukan kualitas pekerjaan yang dilakukan oleh perawat. Sedangkan kelemahan dari metode time and motion study
adalah pengamat pada peneliti ini adalah profesi yang sama yaitu perawat, sehingga agak sulit untuk melakukan observasi kegiatan perawat apabila tidak berasal dari
profesi yang sama. c.
Daily Log Menurut Ilyas 2004 terdapat satu cara lagi dalam menganalisa beban kerja
personel yaitu dengan menggunakan daily log pencatatan kegiatan sendiri. Daily log adalah bentuk sederhana dari work sampling, dimana orang yang diteliti menuliskan
sendiri kegiatan dan waktu yang digunakan untuk kegiatan tersebut. Penggunaan cara atau teknik ini sangat tergantung terhadap kerja sama dan kejujuran dari personel
yang sedang diteliti. Daily log mencatat semua kegiatan informan, mulai masuk kerja sampai
pulang. Hasil analisis daily log dapat digunakan untuk melihat pola beban kerja seperti: kapan beban kerjanya tinggi? Apa jenis pekerjaan yang membutuhkan waktu
banyak? Metoda ini sangat memerlukan kerja sama karyawan yang diteliti agar akurat
hasilnya. Kelebihan metode ini adalah dapat menggambarkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh perawat karena perawat menuliskan sendiri kegiatan-kegiatannya.
Sedangkan kelemahan pada metode ini adalah dibutuhkan kerja sama yang sangat baik dengan perawat disertai dengan kejujuran yang tinggi untuk menuliskan setiap
kegiatan yang dilakukan oleh perawat tersebut.
2.5.5 Metode perhitungan kebutuhan jumlah tenaga perawat
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa peneliti memilih metode work sampling dalam pengukuran beban kerja. Metode work sampling tidak secara khusus
digunakan pada metode perhitungan secara spesifik tapi dapat diadaptasikan pada beberapa metode perhitungan tersebut.
Menurut Ilyas 2004 metode perhitungan kebutuhan tenaga perawat dengan menggunakan formula pada dasarnya menghitung kebutuhan perawat pada instalasi
rawat inap. Hal ini disebabkan formula yang dikembangkan berasal dari karakteristik rumah sakit maju seperti Amerika Serikat yang tidak lagi memberikan pelayanan
rawat jalan atau tidak tersedia layanan poloklinik. Formula untuk menghitung kebutuhan perawat rumah sakit terdiri dari komponen BOR Bed Occupancy Rate,
sensus harian, produktivitas, jumlah tempat tidur, jam kerja dan jumlah hari libur. Beberapa metode atau formula perhitungan yang dapat digunakan untuk menentukan
jumlah kebutuhan perawat adalah sebagai berikut:
1. Formula Gillies
Jumlah Tenaga =
� � 365 365
− � � �� � �� ℎ��
Keterangan: A= Jam Perawatan24 jam waktu perawatan yang dibutuhkan pasien.
B= Sensus Harian BOR x Jumlah tempat tidur. C= Jumlah Hari Libur.
365= Jumlah hari kerja pertahun. Pada formula ini, komponen A adalah jumlah waktu perawatan yang
dibutuhkan pasien selama 24 jam. Jam waktu perawatan berkisar 3-4 jam tergantung aplikasi keperawatan di rumah sakit. Komponen B adalah hasil perkalian BOR
dengan jumlah tempat tidur. Komponen C adalah jumlah hari libur resmi yang ditentukan oleh pemerintah dan jumlah hari libur karena cuti tahunan personel.
2. Formula Hasil Lokakarya Keperawatan Persatuan Perawat Nasional Indonesia
PPNI
Jumlah Tenaga =
�52�7��� � 41
� ��� � 40 �
+ 125
Keterangan: A= Jam Perawatan24 jam waktu perawatan yang dibutuhkan pasien.
52= Jumlah Hari Minggu dalam 1 tahun. TT= Jumlah Tempat Tidur.
BOR= Rata-rata tempat tidur terisi. 7= Jumlah hari dalam seminggu.
125= Penyesuaian untuk produktivitas. 41= Jumlah hari efektif perminggu.
Formula ini tidak berbeda jauh dengan yang dikembangkan oleh Gillies, hanya satuan hari diubah menjadi satuan minggu. Adapun jumlah hari kerja efektif
kerja dihitung dalam minggu sebanyak 41 minggu. Disini PPNI berusaha menyesuaikan lama hari kerja dan libur yang berlaku di Indonesia.
Pada formula ini, komponen A adalah jumlah waktu perawatan yang dibutuhkan oleh pasien selama 24 jam. Jam waktu perawatan berkisar antara 3-4 jam
tergantung aplikasi di rumah sakit. BOR rumah sakit adalah prosentase rata-rata
jumlah tidur yang digunakan selama periode tertentu misalnya dalam setahun. Sedangkan hari kerja efektif selama 41 minggu diperoleh berdasarkan pada
perhitungan: 365 – 52 hari minggu – 12 hari libur nasional – 12 hari libur cuti
tahunan = 289 hari : 7 hariminggu = 41 minggu. Hasil perhitungan tenaga perawat selanjutnya dikalikan 125 karena tingkat
produktivitas diasumsikan PPNI dihitung sebesar 75 sehingga jumlah perawat tenaga perawat dengan formula ini lebih besar. Bila dibandingkan dengan formula
Gillies, hasil perhitungan dengan formula PPNI selalu lebih besar. Sedangkan jumlah perhitungan dengan formula Gillies selalu lebih kecil karena formula tersebut
mengasumsikan seluruh perawat di Amerika Serikat bekerja profesional dengan produktivitas optimal dan jumlah hari libur yang lebih kecil daripada di Indonesia.
3. Formula Ilyas
Jumlah Tenaga =
� � 365 255
� � �� � ��� ℎ��
Keterangan: A= Jam Perawatan24 jam waktu perawatan yang dibutuhkan pasien.
B= Sensus Harian BOR x Jumlah tempat tidur. 365= Jumlah hari kerja pertahun.
255= Hari kerja efektif perawat pertahun. Jam kerja Perhari=6jam Perhari.
Pengembangan formula Ilyas untuk menghitung jumlah kebutuhan tenaga perawat di rumah sakit akibat adanya keluhan dari para manajer rumah sakit bahwa
formula Gillies kurang pas karena jumlah perawat menjadi kecil sehingga didapatkan beban kerja perawat yang tinggi. Serta adanya keluhan pada formula PPNI karena
menghasilkan jumlah perawat yang besar sehingga pihak manajemen mengeluh kebanyakan perawat.
Pada formula ini yang berbeda adalah jumlah hari kerja efektif perawat di rumah sakit yaitu 255 hari pertahun. Jumlah hari kerja efektif pertahun ini berasal
dari jumlah hari pertahun dikurangi jumlah hari libur dan cuti dikali
3 4
. Indeks
3 4
merupakan indeks yang berasal dari karakteristik yang berasal dari karakteristik jadwal kerja perawat di rumah sakit pemerintah, tentara, polisi, dan swasta yang
berbentuk yayasan. Dengan mengetahui formula tersebut, maka akan lebih mudah dalam
menghitung kebutuhan tenaga perawat. Formula ini akan menghasilkan jumlah kebutuhan tenaga perawat yang lebih rendah dari formula PPNI dan lebih besar dari
Gilles.
2.5 Kerangka Teori
Berdasarkan teori-teori yang telah dijelaskan pada bagian tinjauan pustaka, maka dapat disimpulkan bahwa dalam menentukan jumlah kebutuhan tenaga perawat
dibutuhkan perhitungan berdasarkan pengukuran beban kerja. Sesuai penjelasan yang telah dipaparkan pada bagian tinjauan pustaka maka dibuatlah kerangka teori sebagai
berikut:
Bagan 2.1 Kerangka Teori
Analisis Beban Kerja Sebagai Dasar Penentuan Jumlah Kebutuhan Tenaga Perawat di Instalasi Rawat Inap RSU KotaTangerang Selatan
Pada Tahun 2013
Kegiatan Keperawatan
1. Kegiatan Langsung
2. Kegiatan Tidak Langsung
3. Kegiatan Pribadi
Jumlah Kebutuhan Tenaga Perawat
Pengukuran Beban Kerja
1. Work Sampling
2. Time and Motion Study
3. Daily Log
47
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan pendekatan analisis beban kerja dengan menggunakan metode work sampling berdasarkan beban
kerja riil atau nyata yang dilaksanakan oleh perawat di instalasi rawat inap RSU Kota Tangerang Selatan.
Pengukuran beban kerja dilakukan dengan mengamati kegiatan keperawatan antara lain: kegiatan langsung, kegiatan tidak langsung dan kegiatan pribadi.
Kegiatan langsung yang dimaksud adalah komunikasi dengan pasien atau keluarga, tindakan keperawatan, mengukur tanda vital, hygiene pasien, dan serah terima pasien.
Sedangkan kegiatan tidak langsung adalah administrasi pasien, menyiapkan alat dan obat, koordinasi atau konsultasi dengan bagian lain.
Jenis kegiatan selanjutnya adalah kegiatan pribadi. Kegiatan pribadi yang dimaksud adalah semua kegiatan yang tidak berhubungan dengan pasien, seperti
kegiatan pribadi yang berhubungan dengan kebutuhan primer manusia yaitu makan dan minum, ke toilet, ibadah, mengganti baju. Serta kegiatan pribadi yang tidak
bermanfaat yaitu menonton tv, mengobrol, menggunakan handphone untuk kepentingan pribadi dan istirahat yang berlebihan.