Motif Kognitif dan Gratifikasi Media

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Motif dan Gratifikasi Media

Motif berasal dari bahasa latin movere yang berarti bergerak atau to move. Karena itu motif diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri organisme yang mendorong untuk berbuat atau merupakan driving force. Motif sebagai pendorong pada umumnya tidak berdiri sendiri, tetapi saling kait mengkait dengan faktor-faktor lain. Hal-hal yang dapat mempengaruhi motif disebut motivasi . Kalau orang ingin mengetahui mengapa orang berbuat atau berperilaku ke arah sesuatu seperti yang dikerjakan, maka orang tersebut akan terkait dengan motivasi atau perilaku yang termotivasi Motivated Behaviour. Para pakar komunikasi membagi motif menjadi dua bagian berdasarkan penggunaan dan gratifikasi media. Pertama, motif kognitif dan gratifikasi media, kedua motif afektif dan gratifikasi media. Motif kognitif menekankan kebutuhan manusia akan informasi dan kebutuhan untuk mencapai tingkat ideasional tertentu. Motif afektif menekankan aspek perasaan dan kebutuhan mencapai tingkat emosional tertentu.

2.1.1 Motif Kognitif dan Gratifikasi Media

Pada kelompok motif kognitif yang berorientasi pada pemeliharaan keseimbangan, Mc Guire menyebut empat teori: teori konsistensi yang menekankan kebutuhan individu untuk memelihara orientasi eksternal pada lingkungannya. Teori kategorisasi yang menjelaskan upaya manusia untuk memberikan makna tentang dunia berdasarkan kategori internal dalam diri kita; dan teori objektifitas yang menerangkan upaya manusia untuk memberikan makna tentang dunia berdasarkan hal-hal eksternal. 1. Teori Konsistensi – memandang manusia sebagai makhluk yang dihadapkan pada berbagai konflik. Konflik itu mungkin terjadi di antara beberapa kepercayaan yang dimilikinya sepertti antara “merokok itu merusak kesehatan” dan “merokok itu membantu proses berpikir”, atau di antara beberapa hubungan sosial, atau di antara beberapa pengalaman masa lalu dan masa kini. Dalam suasana konflik, 19 manusia resah dan berusaha mendamaikan konflik itu dengan sedapat mungkin mencari kompromi. Kompromi diperoleh dengan rasionalisasi, atau melemahkan salah satu kekuatan penyebab konflik. Dalam hubungan ini, komunikasi massa mempunyai potensi untuk menyampaikan informasi yang menggoncangkan kestabilan psikologis individu. Tetapi, pada saat yang sama, karena individu mempunyai kebebasan untuk memilih media, media massa memberikan banyak peluang untuk memenuhi kebutuhannya. 2. Teori Atribusi – memandang individu sebagai psikolog amatir yang mencoba memahami sebab-sebab yang terjadi pada berbagai peristiwa yang dihadapinya. Ia mencoba menemukan apa menyebabkan apa, atau apa yang mendorong siapa melakukan apa. Respons yang kita berikan pada suatu peristiwa bergantung pada interprestasi kita tentang peristiwa itu. Kita tidak begitu gembira dipuji oleh orang yang menurut persepsi kita – menyampaikan pujian kepada kita karena ingin meminjam uang. Kita sering dipuji oleh orang asing yang – menurut persepsi kita – memberikan pujian yang objektif. 3. Teori Kategorisasi – memandang manusia sebagai makhluk yang selalu mengelompokkan pengalamannya dalam kategorisasi yang sudah dipersiapkannya. Untuk setiap peristiwa sudah disediakan tempat dalam prakonsepsi yang dimilikinya. Dengan cara itu individu menyederhanakan pengalaman, tetapi juga membantu mengkoding dengan cepat. Menurut teori ini orang memperoleh kepuasan apabila sanggup memasukkan pengalaman dalam kategori-kategori yang sudah dimilikinya, dan menjadi kecewa bila pengalaman itu tidak cocok dengan prakonsepsinya. 4. Teori objektifitas – memandang manusia sebagai makhluk yang pasif, yang tidak berpikir, yang selalu merumuskan konsep-konsep tertentu. Teori ini menyimpulkan bahwa kita mengambil kesimpulan tentang diri kita dari perilaku yang tampak. Keempat teori di atas menekankan aspek kognitif dari individu sebagai makhluk yang memelihara stabilitas psikologisnya. Empat teori kognitif berikutnya – otonomi, stimulasi, teori teleologis, dan ultilitarian – melukiskan individu sebagai makhluk yang berusaha mengembangkan kondisi kognitif yang dimilikinya. 1. Teori otonomi – memandang manusia sebagai makhluk yang berusaha mengaktualisasikan dirinya sehingga mencapai identitas kepribadian yang otonom. 2. Teori stimulasi – memandang manusia sebagai makhluk yang “lapar stimuli”, yang senantiasa mencari pengalaman-pengalaman baru, yang selalu berusaha memperoleh hal-hal yang memperkaya pemikirannya. Komunikasi massa selalu menyajikan hal-hal yang baru, yang aneh, yang spektakuler, yang menjangkau pengalaman yang tidak terdapat pada pengalaman individu sehari-hari. 3. Teori teleologis – memandang manusia sebagai makhluk yang berusaha mencocokkan persepsinya tentang situasi sekarang dengan representasi internal dari kondisi yang dikehendak. Isi media massa sering memperkokoh moralitas konvensional dan menunjukkan bahwa orang yang berpegang teguh kepadanya memperoleh ganjaran dalam hidupnya. 4. Teori ultilitarian - memandang individu sebagai orang yang memperlakukan setiap situasi sebagai peluang untuk memperoleh informasi yang berguna atau keterampilan baru yang diperlukan dalam menghadapi tantangan hidup.

2.1.2 Motif Afektif dan Gratifikasi Media