103
BAB IV HAMBATAN-HAMBATAN DAN UPAYA MENGATASI HAMBATAN YANG
DILAKUKAN OLEH FISKUS DALAM PELAKSANAAN SUNSET POLICY
A. Kepatuhan Perpajakan
Pelaksanaan pemungutan pajak memerlukan suatu sistem yang telah disetujui masyarakat melalui perwakilannya di dewan perwakilan, dengan menghasilkan suatu
peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pelaksanaan perpajakan bagi fiskus maupun bagi Wajib Pajak.
Kondisi perpajakan yang menuntut keikutsertaan aktif Wajib Pajak dalam menyelenggarakan perpajakan membutuhkan kepatuhan Wajib Pajak yang tinggi.
Yaitu, kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan yang sesuai dengan kebenarannya.
145
Karena, sebagian besar pekerjaan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan itu dilakukan oleh Wajib Pajak dilakukan sendiri atau dibantu tenaga ahli
misalnya praktisi perpajakan profesionaltax agent, bukan fiskus selalu pemungut pajak.
Kepatuhan diperlukan dalam self assessment system, dengan tujuan pada penerimaan pajak yang optimal. Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan
secara sukarela voluntary of compliance merupakan tulang punggung sistem self assessment,
di mana Wajib Pajak bertanggung jawab menetapkan sendiri kewajiban perpajakan dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar
dan melaporkan pajaknya tersebut.
146
Beberapa pengertian mengenai kepatuhan Wajib Pajak diberikan oleh beberapa pemikir untuk bahan kajian sebagai berikut :
145
Sony Devano, Op. Cit, hal. 109
146
Ibid
90
Universitas Sumatera Utara
104
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia istilah kepatuhan berarti tunduk atau patuh pada ajaran atau atauran. Dalam perpajakan dapat memberi serta
melaksanakan ketentuan perpajakan. Jadi, Wajib Pajak yang patuh adalah Wajib Pajak yang taat dan memenuhi serta melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Kepatuhan Wajib Pajak dikemukakan oleh Norman D. Nowak sebagai ”suatu
iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi di mana :
1. Wajib Pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan. 2.
Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas. 3.
Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar. 4.
Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.
147
Safri Nurmantu mengatakan bahwa kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan
dan melaksanakan hak perpajakannya. Ada dua macam kepatuhan, yaitu kepatuhan formal dan kepatuhan material.
1. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan di mana wajib pajak memenuhi
kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Perpajakan.
2. Kepatuhan material adalah suatu keadaan di mana wajib pajak secara
substantif atau hakikatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi atau jiwa Undang-Undang Perpajakan. Kepatuhan material
dapat juga meliputi kepatuhan formal.
148
147
Mohammad Zain, Manajemen Perpajakan, Salemba Empat, Jakarta, 2007, hal. 34
148
Safri Nurmantu, Pengantar Perpajakan, Granit, Jakarta, 2005, hal. 24
Universitas Sumatera Utara
105
Kepatuhan material dapat meliputi kepatuhan formal. Wajib Pajak yang memenuhi kepatuhan material adalah Wajib Pajak yang mengisi dengan jujur,
lengkap, dan benar Surat Pemberitahuan sesuai ketentuan dan menyampaikanya ke Kantor Pelayanan Pajak sebelum batas waktu berakhir.
Menurut Chaizi Nasucha, kepatuhan Wajib Pajak dapat diidentifikasi dari : 1.
Kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri ; 2.
Kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan ; 3.
Kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang ; dan 4.
Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan.
149
Erard dan Feinstin menggunakan teori psikologi dalam kepatuhan Wajib Pajak, yaitu rasa bersalah dan rasa malu, persepsi Wajib Pajak atas kewajaran dan
keadilan beban pajak yang mereka tanggung, dan pengaruh kepuasan terhadap pelayanan pemerintah.
150
Menurut Sony Devano, ”pembayaran pajak terbesar sekalipun belum tentu memenuhi kriteria sebagai Wajib Pajak patuh, meskipun memberikan kontribusi
besar pada negara, jika masih memiliki tunggakan maupun keterlambatan penyetoran pajak maka tidak dapat diberi predikat Wajib Pajak patuh”.
151
Kepatuhan Wajib Pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kondisi sistem administrasi perpajakan suatu negara, pelayanan pada Wajib Pajak, penegakan
149
Chaizi Casucha, Reformasi Administrasi Publik, Gramedia Widia Sarana Indonesia, Yakarta, 2004, hal. 27
150
Ibid
151
Ibid
Universitas Sumatera Utara
106
hukum perpajakan, pemeriksaan pajak, dan tarif pajak.
152
Administrasi perpajakan di Indonesia masih perlu diperbaiki, dengan perbaikan diharapkan Wajib Pajak lebih
termotivasi dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Dengan alat untuk mencapai suatu sistem telah diperbaiki maka faktor-faktor
lain akan terpengaruh. Administrasi baik tentunya karena instansi pajak, sumber daya aparat pajak, dan prosedur perpajakannya baik. Dengan kondisi tersebut maka usaha
memberikan pelayanan bagi Wajib Pajak akan lebih baik, lebih cepat, dan menyenangkan Wajib Pajak.
Dampaknya akan tampak pada kerelaan Wajib Pajak untuk membayar pajak. Wajib Pajak akan patuh karena tekanan karena mereka berfikir adanya sanksi berat
akibat tindakan ilegal dalam usahanya untuk menyelundupkan pajak. Tindakan pemberian sanksi tersebut terjadi jika Wajib Pajak terdeteksi dengan administrasi
yang baik dan terintegrasi serta melalui aktivitas pemeriksaan oleh aparat pajak yang berkompeten dan memiliki integritas tinggi, melakukan tindakan tax evasion.
Penurunan tarif pajak juga akan memengaruhi motivasi Wajib Pajak membayar pajak. Dengan tarif pajak yang rendah otomatis pajak yang dibayar pun tidak banyak.
Kesadaran dan kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan tidak hanya tergantung kepada masalah-masalah teknis saja yang menyangkut metode
pemungutan, tarif pajak, teknis pemeriksaan, penyidikan, penerapan sanksi sebagai perwujudan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dan
pelayanan kepada Wajib Pajak selalu pihak pemberi dana bagi negara dalam hal
152
Ibid
Universitas Sumatera Utara
107
membayar pajak. Disamping itu juga tergantung pada kemauan Wajib Pajak juga, sampai sejauh mana Wajib Pajak tersebut akan mematuhi ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan. Membayar pajak bukanlah merupakan tindakan yang semudah dan
sesederhana membayar untuk mendapatkan sesuatu konsumsi bagi masyarakat, tetapi di dalam pelaksanannya penuh dengan hal yang bersifat emosional. Pada
dasarnya tidak seorang pun yang menikmati kegiatan membayar pajak seperti menikmati kegiatan berbelanja. Disamping itu, potensi bertahan untuk tidak
membayar pajak sudah menjadi tax payers behavior. Pada umumnya mereka cenderung untuk meloloskan diri dari setiap pajak.
Kecenderungan melakukan kecurangan oleh Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya lebih banyak terjadi dalam sistem pemungutan pajak self
assessment . Walaupun tidak menutup kemungkinan dalam sistem withholding tax
juga kecenderungan Wajib Pajak melakukan kecurangan terjadi. Menurut Sony Devano Wajib Pajak patuh adalah “Wajib Pajak yang sadar
pajak, paham hak dan kewajiban perpajakannya, dan diharapkan peduli pajak”
153
, yaitu melaksanakan kewajiban perpajakan dengan benar dan paham akan hak
perpajakannya. Sebenarnya pemberian predikat Wajib Pajak patuh, yang sekaligus sebagai suatu pemberian penghargaan bagi Wajib Pajak, sudah pasti akan memberi
motivasi dan defferent effect yang positif bagi Wajib Pajak yang lain untuk menjadi Wajib Pajak patuh.
153
Ibid
Universitas Sumatera Utara
108
Wajib Pajak yang berpredikat patuh dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya tentunya akan mendapat kemudahan dan fasilitas yang lebih
dibandingkan dengan pemberian pelayanan pada Wajib Pajak yang belum atau tidak patuh. Fasilitas yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak terhadap Wajib Pajak
patuh adalah: Pemberian batas waktu penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pajak SKPPKP paling lambat 3 tiga bulan sejak permohonan kelebihan pembayaran pajak yang diajukan Wajib Pajak diterima untuk Pajak
Penghasilan PPh dan 1 satu bulan untuk Pajak Pertambahan Nilai PPN, tanpa melalui penelitian dan pemeriksaan oleh Dirjen Pajak.
154
Adanya kebijakan percepatan penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak SKPPKP menjadi paling lambat 2 dua bulan untuk
PPh dan 7 tujuh hari untuk PPN. Bagi Wajib Pajak belum atau tidak patuh, fasilitas tersebut tidak diberikan
padanya, penerbitan SKPPKP harus menunggu penelitian dan pemeriksaan. yang memakan waktu, biaya, dan menjadi sumber terjadinya korupsi, kolusi, dan
nepotisme KKN. Diberikannya fasilitas tidak dilakukan penelitian dan pemeriksaan untuk
permohonan kelebihan pembayaran pajak adalah dengan alasan bahwa Wajib Pajak patuh merupakan Wajib Pajak yang taat dalam pembayaran pajak, dan dalam mengisi
Surat Pemberitahuan SPT dilakukan dengan benar, lengkap, dan jelas. Sehingga tidak perlu dilakukan penelitian dan pemeriksaan.
154
Ibid
Universitas Sumatera Utara
109
Tentunya dengan penekanan penerimaan pajak sebagai kontribusi terbesar penerimaan negara diharapkan semua Wajib Pajak di Indonesia berpredikat patuh,
yang akan berimplikasi pada optimalisasi penerimaan pajak, pengurangan biaya Wajib Pajak compliance cost, dan biaya bagi pemerintah administrative cost
dalam kewajiban administrasi perpajakan. Dalam pelaksanaan pemungutan pajak yang berlaku saat ini adalah adanya
kendala yang selalu timbul yaitu kurangnya penciptaan, kondisi yang kondusif, saling pengertian dengan baik antara masyarakat sebagai pembayar pajak dengan aparat
pemungut pajak dan dengan negara selaku pemungut dan sekaligus pengguna pajak yang telah dikumpulkan.
Kepatuhan Wajib Pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : 1.
Kondisi sistem administrasi perpajakan suatu negara 2.
Pelayanan pada wajib pajak 3.
Penegakan hukum perpajakan 4.
Pemeriksaan pajak 5.
Tarif pajak
155
Bila disederhanakan ke lima faktor yang mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak tersebut dapat dikelompokkan menjadi kebijakan perpajakan tax policy,
Undang-undang perpajakan tax law, dan administrasi perpajakan tax administration
yang merupakan unsur-unsur utama dari sistem perpajakan suatu negara.
Kepatuhan perpajakan dapat didekati dari berbagai perspektif. Dari perspektif hukum kepatuhan perpajakan dapat dipandang sebagai masalah penegakan hukum
155
Direktorat Jenderal Pajak Tahun 2006
Universitas Sumatera Utara
110
dibidang perpajakan. Upaya yang dapat ditempuh untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak adalah penegakan hukum dibidang perpajakan tax law enforcement.
Penegakan hukum dibidang perpajakan ini melalui 3 pilar utama yaitu pemeriksaan pajak tax audit, penyidikan pajak tax investigation dan penagihan pajak tax
collection .
156
Selain dari ketiga pilar utama tersebut, untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dapat juga dilakukan melalui program pengampunan pajak. Apabila
pengampunan pajak dirancang dan dilaksanakan secara baik akan dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Namun demikian program pengampunan
pajak ini memerlukan kesepakatan ditingkat kebijakan perpajakan tax policy untuk kemudian
dituangkan dalam
bentuk Undang-Undang
tax law
untuk diimplementasikan pada tingkat administrasi perpajakan.
B. Hambatan-Hambatan Yang Ditemui Fiskus Dalam Pelaksanaan Sunset