Tinjauan Hukum Pelaksanaan Hapusnya Sanksi Dan Tidak Diperiksa Pajak Dengan Pemberlakuan Sunset Policy (Studi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia)
TINJAUAN HUKUM PELAKSANAAN HAPUSNYA SANKSI
DAN TIDAK DIPERIKSA PAJAK DENGAN
PEMBERLAKUAN
SUNSET POLICY
(STUDI PADA KANTOR
PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN POLONIA)
TESIS
OLEH:
DEASY CAROLINA PERANGIN-ANGIN
077011011/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
(2)
TINJAUAN HUKUM PELAKSANAAN HAPUSNYA SANKSI
DAN TIDAK DIPERIKSA PAJAK DENGAN
PEMBERLAKUAN
SUNSET POLICY
(STUDI PADA KANTOR
PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN POLONIA)
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan
pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
OLEH:
DEASY CAROLINA PERANGIN-ANGIN
077011011/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
(3)
Judul Tesis : TINJAUAN HUKUM PELAKSANAAN HAPUSNYA SANKSI DAN TIDAK DIPERIKSA PAJAK DENGAN PEMBERLAKUAN SUNSET POLICY (STUDI PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN POLONIA)
Nama Mahasiswa : Deasy Carolina Perangin-Angin Nomor Pokok : 077011011
Program Studi : Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum)
Pembimbing Pembimbing
(Drs. Bastari , MM ) (Dr. Faisal Akbar Nasution, SH, MHum)
Ketua Program Studi, Dekan,
(Prof.Dr.Muhammad Yamin, SH,MS,CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)
(4)
Telah diuji pada
Tanggal : 09 September 2009
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum Anggota : 1. Drs. Bastari, MM
2. Dr. Faisal Akbar Nasution, SH, MHum 3. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN 4. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum
(5)
ABSTRAK
Undang-Undang Nomor. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan ada keringanan yang diberikan bagi Wajib Pajak, bentuk keringanan pajak tersebut adalah semacam bentuk pengampunan pajak tercantum/termuat dalam Pasal 37 A, yaitu dengan Kebijakan yang dikenal sebagai Sunset Policy. alasan yang melatarbelakangi dirilisnya kebijakan Sunset Policy adalah Sistem Self Assessment, dan tuntutan mengenai transparansi pengelolaan pajak di Indonesia. Tujuan utama Sunset Policy adalah peningkatan penerimaan pajak dan peningkatan kepatuhan pajak (voluntary tax compliance). Dengan program ini diharapkan dapat menghasilkan tambahan penerimaan pajak yang selama ini belum atau kurang dibayar untuk mendongkrak tax ratio. Permasalahan dalam penulisan ini adalah: Apakah Sunset Policy sama dengan Tax Amnesty? Apakah manfaat yang diperoleh Wajib Pajak setelah menggunakan fasilitas Sunset Policy? Apakah hambatan-hambatan dan upaya mengatasi hambatan yang dilakukan oleh fiskus dalam pelaksanaan Sunset Policy?
Sifat penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach)dan pendekatan yuridis sosiologis. lokasi penelitian dilakukan di kota Medan. Yaitu pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia.
Fasilitas Sunset Policy adalah termasuk kepada pengampunan pajak atau Amnesti yang lebih longgar yaitu amnesti yang tetap mewajibkan pembayaran pokok pajak yang lama, namun mengampuni sanksi administrasi dan sanksi pidana pajaknya. Sunset Policy adalah suatu pengampunan pajak yang terselubung (disguised tax amnesty). Manfaat Wajib Pajak mempergunakan fasilitas Sunset Policy adalah: Tidak dikenakan sanksi administrasi perpajakan, Tidak dilakukan pemeriksaan, Apabila Wajib Pajak sedang diperiksa dan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan belum disampaikan maka pemeriksaan akan dihentikan, Data/informasi dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak atas jenis pajak lainnya. Hambatan-hambatan yang dialami oleh fiskus selama pelaksanaan Sunset Policy adalah: sikap resisten dan curiga Wajib Pajak. Masih awamnya pengetahuan Wajib Pajak, Keterlambatan penerbitan peraturan pelaksana, serta Keterlambatan sosialisasi pemberlakuan Sunset Policy. Sedangkan Upaya-upaya yang dilakukan oleh fiskus dalam mengatasi hambatan-hambatan adalah: Memberikan himbauan (tertulis) kepada Wajib Pajak, Sosialisasi yang berkelanjutan, Meningkatkan kegiatan konseling dan konsultasi, Memberikan pelayanan yang cepat, Diakhir masa pemberlakuan Sunset Policy Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia buka pada hari sabtu, libur, dan cuti bersama.
Adapun saran dalam penulisan ini adalah : Dalam Pasal 37A Undang-Undang KUP mengatur tentang sunset Policy seharusnya dibuat lebih jelas dan tegas sebagai pengampunan pajak. Hendaknya segera setelah berlakukannya Pasal tersebut, di terbitkan aturan-aturan pelaksanaanya. Untuk menanggulangi hambatan-hambatan yang dialami oleh fiskus, sosialisasi tentang sunset policy seharusnya dilaksanakan lebih awal secara serentak di seluruh Indonesia
(6)
ABSTRACT
Law No.28/2007 on General Provisions and Taxation Procedures provides relief for tax payers in the form of tax amnesty stated in Article 37A and known as Sunset Policy. This Sunset Policy was issued based on Self Assessment System and a demand regarding the transparency of tax administration in Indonesia. The main purpose of Sunset Policy is to improve tax revenue and voluntary tax compliance. It is expected that this program can generate additional tax revenue which has not or less paid to boost tax ratio. Thus, the research questions to answer in this study were whether or not Sunset Policy is the same as Tax Amnesty, what kind of benefit can be received by the tax payers after using the Sunset Policy, and what kind of constraints and attempts done by the tax authorities to solve the constraints during the implementation of Sunset Policy.
This is a descriptive study conducted in the Office of Pratama Tax Service Medan Polonia, Medan with statute and sociological juridical approaches.
Sunset Policy belongs to a more lenient tax amnesty which requires the tax payers to pay the principal of their previous tax but exempts its administrative and criminal sanctions. Sunset Policy is a disguised tax amnesty. The benefit got by the tax payers using the Sunset Policy facility are: they are exempted from tax administrative sanction and tax investigation. If the tax payers are being investigated and the letter of notification concerning the result of investigation has not been submitted to the tax payers then the investigation will be stopped. The data/information found in the notice of annual income tax cannot be used as a basis to issue an assessment of tax on other kinds of taxes. The constraints faced by tax authorities during the implementation of Sunset Policy were: tax payers’ resistant and suspicious attitude and lack of knowledge, delay of the issuance of regulation of implementation, and delay in socializing the enforcement of Sunset Policy. The attempts done by tax authorities in solving the constraints were: providing the tax payers with written notification, sustainable socialization, improving counseling and consultation activities and providing prompt service. At the end of Sunset Policy enforcement period, the Office of Tax Service Medan Polonia opened on Saturdays, Holidays and Collective Leaves.
It is suggested that Article 37A of Law No.28/2007 on Sunset Policy be made clearer and more definite as a tax amnesty. Soon after this Article is enforced, its regulation of implementation must be issued. To settle the constraints faced by tax authority, the socialization of Sunset Policy needs to be implemented earlier at the same time all over Indonesia.
(7)
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada ALLAH SWT yang Maha Pengasih dan lagi Maha Penyayang, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, yang sangat luar biasa, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini, dalam Penulisan tesis ini penulis memilih judul “TINJAUAN HUKUM PELAKSANAAN HAPUSNYA SANKSI DAN TIDAK DIPERIKSA PAJAK DENGAN PEMBERLAKUAN
SUNSET POLICY (STUDI PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN POLONIA)”.
Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam menyelesaikan studi pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dalam penyusunan tesis ini telah banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Terima kasih yang mendalam dan tulus saya ucapkan secara khusus kepada Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Drs. Bastari, MM serta bapak Dr. Faisal Akbar Nasution, SH, MHum masing-masing selaku anggota Komisi Pembimbing, yang telah memberikan pengarahan, nasehat serta bimbingan kepada penulis, dalam penulisan tesis ini.
Tidak lupa pula penulis sampaikan Terima kasih yang mendalam dan tulus secara khusus kepada Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN dan Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum, masing-masing selaku Dosen Penguji, yang telah memberikan pengarahan, nasehat serta masukan kepada penulis, dalam penulisan tesis ini.
Selanjutnya ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada : 1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, MSC, (CTM), DTM & H, Sp.A (K),
selaku Rektor Universitas Sumatra Utara yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Tesis ini.
(8)
2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH. MHum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara, yang telah memberi kesempatan dan fasilitas kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Tesis ini.
3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan dan Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara.
4. Bapak-bapak dan Ibu-ibu Guru Besar dan Staf Pengajar dan juga para karyawan pada Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu dalam penulisan ini dari awal sehingga selesai.
Secara khusus penulis menghaturkan sembah dan sujud dan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahnda Ngukur Perangin-angin terkasih dan Ibunda Nurhayati Barus tercinta yang telah bersusah payah melahirkan, membesarkan dengan penuh pengorbanan, kesabaran, ketulusan dan kasih sayang serta memberikan doa restu, sehingga penulis dapat melanjutkan dan menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara.
Ucapan terima kasih penulisan persembahkan kepada Suami tercinta Syafruddin Adi Wijaya, SH, MKn, yang selalu memberikan cinta kasih, kasih sayang, perhatian dan doa, serta selalu memberikan dukungan moril, sehingga penulis dengan lapang dapat menyelesaikan penulisan dan pendidikan Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
(9)
Ucapan terima kasih juga penulis persembahkan kepada Kakanda Nayandra Maria P, SE tersayang dan Adinda-adinda Tri Oktadiana P. Dan Alvin Nayandra Mehuli P tercinta, yang selalu memberikan kasih sayang, perhatian dan doa, serta selalu memberikan dukungan moril, sehingga penulis dengan lapang dapat menyelesaikan penulisan dan pendidikan Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Ucapan terima kasih juga penulis persembahkan kepada Mertua H.A. Hamid Lubis dan Ibu Mertua Hj. Chairusmiaty tersayang dan kakak-kakak ipar dr. Hendra WP dan dr. Dewi A, Hendrika WKP, SST, dan Zainal A, Amd, dan adik ipar Tina Muhardika, SE, dan Dedek Kurniawan tercinta, yang selalu memberikan kasih sayang, perhatian dan doa, serta selalu memberikan dukungan moril, sehingga penulis dengan lapang dapat menyelesaikan penulisan dan pendidikan pada Program Studi Magister kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Ucapan terima kasih juga penulis persembahkan kepada teman-temanku dan sahabatku yang selalu mengingatkan pada saat lupa, memberi semangat dan selalu memberikan pemikiran, kritik dan saran, dan membantu penulis dalam proses penulisan tesis ini baik moril maupun materil dari awal penulisan hingga selesainya penulisan tesis ini.
Penulis berharap semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis, mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa, agar selalu dilimpahkan kebaikan, kesehatan, kesejahteraan dan rejeki yang melimpah.
(10)
Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, terutama kepada penulis dan kalangan yang mengembangkan nilmu, khususnya dalam bidang ilmu kenotariatan
Medan, September 2009 Penulis
(11)
RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
Nama : Deasy Carlina Perangion-angin
Tempat/Tanggal lahir : Palembang, 05 Juli 1984
Status : Menikah
Alamat : Jl. Dr. Mansyur Baru I No. 6 Medan Telp. 061-8221060, Hp. 08126450370 II. KELUARGA
Ayah : Ngukur Perangin-angin
Ibu : Nurhayati Br. Barus
Suami : Syafruddin Adi Wijaya, SH, MKn
III. PENDIDIKAN
Sekolah Dasar : Negeri LabuhanBatu (Tahun 1994) Sekolah Menengah Pertama : Methodist-VI. Medan (Tahun 1997) Sekolah Menengah Atas : Methodist-1. Medan (Tahun 2002)
Strata I : Fakultas Hukum UISU (Tahun 2006)
Strata II : Program Studi Magister Kenotariatan FH – USU (2009)
(12)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR... iii
RIWAYAT HIDUP ... vii
DAFTAR ISI ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 8
E. Keaslian Penelitian ... 9
F. Kerangka Teori dan Konsepsi... 10
1. Kerangka Teori... 10
2. Konsepsi... 20
G. Metode Penelitian ... 23
1. Sifat Penelitian ... 23
2. Pendekatan penelitian... 23
3. Lokasi Penelitian ... 24
4. Data ... 24
5. Bahan Penelitian ... 25
5. Cara Pengumpulan Data... 26
6. Analisis Data ... 26
BAB II. PERSAMAAN SUNSET POLICY DAN TAX AMNESTY ... 27
A. Perkembangan Sistem Perpajakan Di Indonesia... 27
B. Penegakan Hukum Di Bidang Pajak ... 32
(13)
BAB III MANFAAT YANG DIPEROLEH WAJIB PAJAK SETELAH MENGUNAKAN FASILITAS SUNSET
POLICY ... 50
0 A. Pemeriksaan Pajak ... 50
B. Sanksi-Sanksi Perpajakan ... 50
C. Manfaat Yang Diperoleh Wajib Pajak Setelah Mengunakan Fasilitas Sunset Policy ... 81
BAB IV HAMBATAN-HAMBATAN DAN UPAYA MENGATASI HAMBATAN YANG DILAKUKAN OLEH FISKUS DALAM PELAKSANAAN SUNSET POLICY... 90
A. Kepatuhan Pajak ... 90
B. Hambatan-Hambatan Yang Ditemui Dalam Pelaksanaan Sunset Policy ... 97
C. Upaya-Upaya Mengatasi Hambatan Yang Dilakukan Oleh Fiskus Dalam Pelaksaan Sunset Policy ... 107
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 115
A. Kesimpulan ... 115
B. Saran ... 117
(14)
ABSTRAK
Undang-Undang Nomor. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan ada keringanan yang diberikan bagi Wajib Pajak, bentuk keringanan pajak tersebut adalah semacam bentuk pengampunan pajak tercantum/termuat dalam Pasal 37 A, yaitu dengan Kebijakan yang dikenal sebagai Sunset Policy. alasan yang melatarbelakangi dirilisnya kebijakan Sunset Policy adalah Sistem Self Assessment, dan tuntutan mengenai transparansi pengelolaan pajak di Indonesia. Tujuan utama Sunset Policy adalah peningkatan penerimaan pajak dan peningkatan kepatuhan pajak (voluntary tax compliance). Dengan program ini diharapkan dapat menghasilkan tambahan penerimaan pajak yang selama ini belum atau kurang dibayar untuk mendongkrak tax ratio. Permasalahan dalam penulisan ini adalah: Apakah Sunset Policy sama dengan Tax Amnesty? Apakah manfaat yang diperoleh Wajib Pajak setelah menggunakan fasilitas Sunset Policy? Apakah hambatan-hambatan dan upaya mengatasi hambatan yang dilakukan oleh fiskus dalam pelaksanaan Sunset Policy?
Sifat penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach)dan pendekatan yuridis sosiologis. lokasi penelitian dilakukan di kota Medan. Yaitu pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia.
Fasilitas Sunset Policy adalah termasuk kepada pengampunan pajak atau Amnesti yang lebih longgar yaitu amnesti yang tetap mewajibkan pembayaran pokok pajak yang lama, namun mengampuni sanksi administrasi dan sanksi pidana pajaknya. Sunset Policy adalah suatu pengampunan pajak yang terselubung (disguised tax amnesty). Manfaat Wajib Pajak mempergunakan fasilitas Sunset Policy adalah: Tidak dikenakan sanksi administrasi perpajakan, Tidak dilakukan pemeriksaan, Apabila Wajib Pajak sedang diperiksa dan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan belum disampaikan maka pemeriksaan akan dihentikan, Data/informasi dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak atas jenis pajak lainnya. Hambatan-hambatan yang dialami oleh fiskus selama pelaksanaan Sunset Policy adalah: sikap resisten dan curiga Wajib Pajak. Masih awamnya pengetahuan Wajib Pajak, Keterlambatan penerbitan peraturan pelaksana, serta Keterlambatan sosialisasi pemberlakuan Sunset Policy. Sedangkan Upaya-upaya yang dilakukan oleh fiskus dalam mengatasi hambatan-hambatan adalah: Memberikan himbauan (tertulis) kepada Wajib Pajak, Sosialisasi yang berkelanjutan, Meningkatkan kegiatan konseling dan konsultasi, Memberikan pelayanan yang cepat, Diakhir masa pemberlakuan Sunset Policy Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia buka pada hari sabtu, libur, dan cuti bersama.
Adapun saran dalam penulisan ini adalah : Dalam Pasal 37A Undang-Undang KUP mengatur tentang sunset Policy seharusnya dibuat lebih jelas dan tegas sebagai pengampunan pajak. Hendaknya segera setelah berlakukannya Pasal tersebut, di terbitkan aturan-aturan pelaksanaanya. Untuk menanggulangi hambatan-hambatan yang dialami oleh fiskus, sosialisasi tentang sunset policy seharusnya dilaksanakan lebih awal secara serentak di seluruh Indonesia
(15)
ABSTRACT
Law No.28/2007 on General Provisions and Taxation Procedures provides relief for tax payers in the form of tax amnesty stated in Article 37A and known as Sunset Policy. This Sunset Policy was issued based on Self Assessment System and a demand regarding the transparency of tax administration in Indonesia. The main purpose of Sunset Policy is to improve tax revenue and voluntary tax compliance. It is expected that this program can generate additional tax revenue which has not or less paid to boost tax ratio. Thus, the research questions to answer in this study were whether or not Sunset Policy is the same as Tax Amnesty, what kind of benefit can be received by the tax payers after using the Sunset Policy, and what kind of constraints and attempts done by the tax authorities to solve the constraints during the implementation of Sunset Policy.
This is a descriptive study conducted in the Office of Pratama Tax Service Medan Polonia, Medan with statute and sociological juridical approaches.
Sunset Policy belongs to a more lenient tax amnesty which requires the tax payers to pay the principal of their previous tax but exempts its administrative and criminal sanctions. Sunset Policy is a disguised tax amnesty. The benefit got by the tax payers using the Sunset Policy facility are: they are exempted from tax administrative sanction and tax investigation. If the tax payers are being investigated and the letter of notification concerning the result of investigation has not been submitted to the tax payers then the investigation will be stopped. The data/information found in the notice of annual income tax cannot be used as a basis to issue an assessment of tax on other kinds of taxes. The constraints faced by tax authorities during the implementation of Sunset Policy were: tax payers’ resistant and suspicious attitude and lack of knowledge, delay of the issuance of regulation of implementation, and delay in socializing the enforcement of Sunset Policy. The attempts done by tax authorities in solving the constraints were: providing the tax payers with written notification, sustainable socialization, improving counseling and consultation activities and providing prompt service. At the end of Sunset Policy enforcement period, the Office of Tax Service Medan Polonia opened on Saturdays, Holidays and Collective Leaves.
It is suggested that Article 37A of Law No.28/2007 on Sunset Policy be made clearer and more definite as a tax amnesty. Soon after this Article is enforced, its regulation of implementation must be issued. To settle the constraints faced by tax authority, the socialization of Sunset Policy needs to be implemented earlier at the same time all over Indonesia.
(16)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu tugas negara adalah melakukan pembangunan dengan tujuan akhir yaitu kesejahteraan rakyat yang merata. Tugas untuk melakukan pembangunan tersebut dapat terlaksana dengan adanya organisasi yang luas beserta segala cabang-cabang memungkinkan negara dapat menunaikan tugasnya itu dengan sempurna, di mana tentunya untuk hal itu diperlukan biaya yang tidak sedikit.
Salah satu sumber biaya untuk melakukan tugas negara tersebut berasal dari sektor pajak. Pajak sebagai sumber utama penerimaan negera dipandang sangatlah perlu untuk terus ditingkatkan sehingga pembangunan dapat dilaksanakan dengan kemampuan sendiri berdasarkan prinsip kemandirian.
“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontra prestasi) yang langsung ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.1
Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terhutang oleh orang pribadi/badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.2
1
Mardiasmo, Perpajakan, Edisi Revisi, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2002, hal. 13
2
Lihat Pasal 1 Undang-Undang Nomor. Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor. 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
(17)
Pajak telah menjadi instrumen fiskal yang penting dalam perekonomian suatu negara atau pemerintah. Tanpa pajak, negara tidak mendapatkan pemasukan dan tidak akan mampu mengongkosi jalannya pemerintahan.
Pendapatan negara dari pajak yang tidak didorong secara optimal akan ada lubang dalam pemasukan negara, artinya peluang terjadinya defisit akan semakin terbuka. Namun disisi lain mendorong peningkatan pemasukan pajak pada saat ini, dapat menjadi sebuah langkah yang bukan saja ’sangat berat’ melainkan juga sangat tinggi sensitivitasnya.
Dalam rangka untuk lebih memberikan keadilan dan meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak dan untuk lebih memberikan kepastian hukum serta mengantisipasi perkembangan di bidang teknologi informasi dan perkembangan yang terjadi dalam ketentuan-ketentuan material di bidang perpajakan perlu dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000, terakhir dengan Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.
Dengan berpegang teguh pada prinsip kepastian hukum, keadilan, dan kesederhanaan, arah dan tujuan perubahan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan ini mengacu pada kebijakan pokok sebagai berikut:
1. Meningkatkan efisiensi pemungutan pajak dalam rangka mendukung penerimaan negara;
2. Meningkatkan pelayanan, kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat guna meningkatkan daya saing dalam bidang penanaman modal, dengan tetap mendukung pengembangan usaha kecil dan menengah;
(18)
3. Menyesuaikan tuntutan perkembangan sosial ekonomi masyarakat serta perkembangan di bidang teknologi informasi;
4. Meningkatkan keseimbangan antara hak dan kewajiban; 5. Menyederhanakan prosedur administrasi perpajakan;
6. Meningkatkan penerapan prinsip self assessment secara akuntabel dan konsisten;dan
7. Mendukung iklim usaha ke arah yang lebih kondusif dan kompetitif.3
Dengan dilaksanakannya kebijakan pokok tersebut diharapkan dapat meningkatkan penerimaan negara dalam jangka menengah dan panjang seiring dengan meningkatnya kepatuhan sukarela dan membaiknya iklim usaha.
Undang-Undang Nomor. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan memberikan kewenangan kepada Direktorat Jenderal Pajak untuk menghimpun data perpajakan dan mewajibkan instansi pemerintah, lembaga, asosiasi dan pihak lainnya untuk memberikan data kepada Direktorat Jenderal Pajak.
Ketentuan ini memungkinkan Direktorat Jenderal Pajak mengetahui ketidakbenaran pemenuhan kewajiban perpajakan yang telah dilaksanakan oleh masyarakat. Untuk menghindarkan masyarakat dari pengenaan sanksi perpajakan yang timbul apabila masyarakat tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya secara benar, Direktorat Jenderal Pajak di tahun 2008 memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mulai memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela dan melaksanakannya dengan benar.
Dalam transisi pemberlakuan Undang-Undang perpajakan yang baru, yaitu pemberlakuan Undang-Undang Nomor. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum
3
Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan
(19)
dan Tata Cara Perpajakan. Dalam ketentuan undang-undang tersebut ada keringanan yang diberikan bagi Wajib Pajak, adapun bentuk keringanan pajak tersebut adalah semacam bentuk pengampunan pajak, bentuk pengampunan pajak tersebut tercantum/termuat dalam Pasal 37 A, yang isinya sebagai berikut:
(1) Wajib Pajak yang menyampaikan pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebelum Tahun Pajak 2007, yang mengakibatkan pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar dan dilakukan paling lama dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah berlakunya Undang-Undang ini, dapat diberikan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. (2) Wajib Pajak orang pribadi yang secara sukarela mendaftarkan diri untuk
memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak paling lama 1 (satu) tahun setelah berlakunya Undang-Undang ini diberikan Penghapusan sanksi administrasi atas pajak yang tidak atau kurang dibayar untuk Tahun Pajak sebelum diperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan tidak dilakukan pemeriksaan pajak, kecuali terdapat data atau keterangan yang menyatakan bahwa Surat Pemberitahuan yang disampaikan Wajib Pajak tidak benar atau menyatakan lebih bayar.
Ketentuan baru dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pada Pasal 37 A memberikan fasilitas pengampunan pajak kepada Wajib Pajak, yaitu dengan Kebijakan yang dikenal sebagai Sunset Policy4.
Wadiyo Asmoro mengatakan “alasan yang melatarbelakangi dirilisnya kebijakan Sunset Policy adalah Sistem Self Assessment, dan tuntutan mengenai transparansi pengelolaan pajak di Indonesia”5.
4
Sunset Policy adalah kebijakan pemberian fasilitas perpajakan, yang berlaku hanya di tahun 2008, dalam bentuk penghapusan sanksi administrasi perpajakan berupa bunga yang diatur dalam pasal 37A (Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007).
5
Wadiyo Asmoro, Sunset Policy Di Ambang Senja, Hukumonline.com, di akses tanggal 23 Desember 2008
(20)
Hal ini terkait dengan pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan masa lalu yang dicurigai tidak cukup transparan. Jika wacana Tax Amnesty yang sempat bergulir beberapa tahun lalu belum terwujud karena aparat Dirjen Pajak(fiskus) dinilai belum siap, saat ini fiskus dianggap sudah siap melaksanakan Sunset Policy, dan kebijakan Sunset Policy dipandang siap untuk diberlakukan.
Kewajiban pajak pada dasarnya dimulai ketika Wajib Pajak telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif tanpa tergantung kepada NPWP. Dengan demikian pemenuhan kewajiban pajak berlaku juga untuk tahun-tahun sebelum diperolehnya NPWP. Pemenuhan kewajiban ini bisa dilakukan sendiri dengan menyampaikan SPT ataupun bisa ditetapkan dengan Surat Ketetapan.
Pasal 37 A ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif (yang berpenghasilan melebihi Pengahasilan Tidak Kena Pajak dalam setahun) untuk secara sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP.
Permohonan NPWP yang dilakukan pada tahun 2008, terhadap Wajib Pajak diberikan penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas pajak yang kurang dibayar untuk tahun pajak sebelum tahun 2008 serta tidak akan dilakukan pemeriksaan untuk tahun-tahun tersebut kecuali SPTnya menyatakan lebih bayar atau ada data yang menyatakan SPT tidak benar.
Ketentuan mengenai pemberian fasilitas perpajakan melalui Sunset policy, diatur dalam Pasal 37 A Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan
(21)
Umum dan Tata Cara Perpajakan, memiliki masa pemberlakuan yaitu selama satu tahun mulai 1 Januari sampai 31 Desember 2008. “Setelah 6 bulan pertama diimplimentasikan, Direktorat Jenderal Pajak optimis program ini akan berhasil. Namun, dilain pihak muncul pendapat, belum adanya tanggapan yang luas dari masyarakat, rendahnya respon masyarakat lebih dikarenakan kurangnya pemahaman tentang Sunset Policy itu sendiri”6.
Tujuan utama Sunset Policy adalah peningkatan penerimaan pajak dan peningkatan kepatuhan pajak (voluntary tax compliance). Dengan program ini diharapkan dapat menghasilkan tambahan bagi penerimaan pajak yang selama ini belum atau kurang dibayar untuk mendongkrak tax ratio(perbandingan antara jumlah penerimaan pajak dengan jumlah Produk Domestic Bruto) yang pada tahun 2007 selevel dengan Laos, belum beranjak dari kisaran 13,5% (Versi Bisnis Indonesia). 7
Disamping itu, pelaksanaan program Sunset Policy ini juga diharapkan dapat menaikkan kepatuhan pajak yang memprihatinkan. Wajib Pajak terdaftar sebagai salah satu indikator kepatuhan pajak, menunjukkan jumlah yang sangat kecil dibandingkan dengan jumblah penduduk. Di Indonesia, Pemegang NPWP hingga Juli 2008 baru 6 juta dari sekitar 225 juta penduduk (2,7%) atau dari sekitar 55 juta kepala keluarga (10,9%).8
6
Bastari, Sunset Policy 2008: Pengampunan Pajak Terselubung, Makalah Mata Kuliah Hukum Perpajakan, Magister Kenotariatan, SPS USU, Medan, 2009, hal .1
7
Bastari, Op. Cit, hal 2
(22)
Menurut Direktur Jenderal(Dirjen) Pajak Darmin Nasution, Indonesia masih ketinggalan dalam pengumpulan pajak dibanding negara-negara lain9. Harusnya penerimaan pajak itu 20-21 persen dari Produk Domestik Bruto(PDB). Artinya dibanding negara lain, Indonesia masih ketinggalan sekitar 4 persen atau setara dengan Rp 10 triliun. Untuk itulah Sunset Policy dibuat bukan merupakan jebakan melainkan murni ingin meningkatkan penerimaan Negara, karena Sunset Policy tidak berurusan dengan harta kekayaan tapi penghasilan.
Dalam upaya untuk meningkatkan penerimaan Negara dari sektor perpajakan, dengan payung hukum Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan maka permberlakuan Sunset Policy diharapkan dapat meningkatkan penerimaan Negara tersebut. Oleh karena itu judul penelitian ini adalah :“Tinjauan Hukum Pelaksanaan Hapusnya Sanksi Dan Tidak Diperiksa Pajak Dengan Pemberlakuan Sunset Policy” (Studi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia).
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang perlu dibahas adalah sebagai berikut :
1. Apakah Sunset Policy sama dengan Tax Amnesty?
2. Apakah manfaat yang diperoleh Wajib Pajak setelah menggunakan fasilitas
Sunset Policy?
3. Apakah hambatan-hambatan dan upaya mengatasi hambatan yang dilakukan oleh fiskus dalam pelaksanaan Sunset Policy?
9
Harian Analisa, Sunset Policy Hanya Berurusan Dengan Penghasilan, Tanggal 18 Desember 2008
(23)
C. Tujuan Penelitian
Mengacu pada judul dan permasalahan dalam penelitian ini maka dapat dikemukakan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui kesamaan dan perbedaan Sunset Policy dengan Tax Amnesty.
2. Untuk mengetahui manfaat yang diperoleh Wajib Pajak setelah menggunakan fasilitas Sunset Policy.
3. Untuk mengetahui hambatan-hambatan dan upaya mengatasi hambatan yang dilakukan oleh fiskus dalam pelaksanaan Sunset Policy.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang didapat dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Secara teoritis hasil penelitian ini merupakan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum bidang publik khususnya bidang hukum pajak serta menambah khasanah perpustakaan.
2. Secara praktis bahwa penelitian ini adalah sebagai sumbangan pemikiran bagi ilmu pengetahuan hukum publik tentang hukum pajak dan diharapkan penelitian ini juga dapat sebagai bahan pegangan dan rujukan dalam mempelajari hukum pajak, khususnya pada pemberian fasilitas perpajakan dengan diberlakukannya
Sunset Policy baik akademisi, praktisi hukum pajak, seluruh Wajib Pajak dan pihak-pihak yang terkait lainnya.
(24)
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelitian pada kepustakaan, khususnya di lingkungan Perpustakaan Hukum Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, belum ada penelitian yang menyangkut masalah “Tinjauan Hukum Pelaksanaan Hapusnya Sanksi Dan Tidak Diperiksa Pajak Dengan Pemberlakuan Sunset Policy (Studi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia)”.
Namun, penulis ada menemukan beberapa tesis karya mahasiswa, yang mengangkat tentang Perpajakan, namun permasalahan dan bidang kajiannya sangat jauh berbeda, yaitu :
1. Tesis atas nama Tresna Yunarsih, dengan judul, “Kajian Hukum Atas Pemberian Fasilitas Pengampunan Pajak Dalam Perspektif Hukum Pajak Indonesia” adapun permasalahan dalam tesis tersebut adalah: 1. Mengapa pemerintah selaku pemungut pajak memberikan fasilitas pengampunan pajak kepada Wajib Pajak? 2. Apakah dalam pemberian pengampunan pajak akan dapat meningkatkan penerimaan pajak bagi Negara? 3. Apakah dalam pemberian pengampunan pajak akan dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam memnuhi kewajiban pajak?
Dari penelusuran kepustakaan tersebut diatas, maka dengan demikian penelitian ini adalah asli, serta dapat dipertanggung jawabkan keasliannya.
(25)
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Teori adalah untuk menerangkan dan menjelaskan gejala spesifik untuk proses tertentu terjadi10, dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya11.
M. Solly Lubis, yang menyebutkan: “Bahwa landasan teori adalah suatu kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui yang dijadikan masukan dalam membuat kerangka berpikir dalam penulisan”12.
Adapun teori menurut Maria S.W. Sumardjono adalah:
“Seperangkat preposisi yang berisi konsep abstrak atau konsep yang sudah didefinidikan dan saling berhubungan antar variable sehingga menghasilkan pandangan sistematis dari fenomena yang digambarkan oleh suatu variable dengan
variable lainnya dan menjelaskan bagaimana hubungan antar variable tersebut”13 Fungsi teori dalam penelitian tesis ini adalah untuk memberikan arahan/petunjuk dan ramalan serta menjelaskan gejala yang diamati. Karena penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, kerangka teori diarahkan secara khas ilmu hukum. Maksudnya adalah penelitian ini berusaha untuk memahami pelaksanaan hapusnya sanksi dan tidak diperiksa pajak dengan pemberlakuan Sunset
10
J.J.J M. Wuisman, dengan penyunting M. Hisman. Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid. 1, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1996, hal. 203
11
Ibid, hal. 216
12
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu Dan Penelitian, Bandung, Mandar Madju, 1994, hal. 80
13
Maria S.W. Sumarjono, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian, Yogyakarta,, Gramedia, 1989, hal.12
(26)
Policy secara yuridis, sebagai kaidah hukum atau sebagai isi kaidah hukum yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
Teori yang dipakai dalam penulisan tesis ini adalah teori yang menjelaskan atau memberikan justifikasi pemberian hak kepada negara untuk memungut pajak. Teori-teori tersebut antara lain adalah :
1. Teori Asuransi
Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyatnya. Oleh karena itu rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut.
2. Teori Kepentingan
Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan (misalnya perlindungan) masing-masing orang. Semakin besar kepentingan seseorang terhadap negara, makin tinggi pajak yang harus dibayar.
3. Teori Daya Pikul
Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang. Untuk mengukur daya pikul dapat digunakan 2 pendekatan yaitu :
• Unsur objektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang
dimiliki oleh seseorang.
• Unsur subjektif, dengan memperhatikan besarnya kebutuhan materiil yang
harus dipenuhi 4. Teori Bakti
Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dengan negaranya. Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai suatu kewajiban.
5. Teori Asas Daya Beli
Dasar keadilan pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara. Selanjutnya negara akan menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian kepentingan seluruh masyarakat lebih diutamakan.14
Dalam pembahasan mengenai tinjauan hukum pelaksanaan hapusnya sanksi dan tidak diperiksa pajak dengan pemberlakuan Sunset Policy, teori utama yang
14
(27)
dipergunakan dalam penelitian ini adalah teori kedaulatan negara
(staatssouvereniteit) yang dikemukakan oleh Jean Bodin dan George Jellinek15
Teori pendukung lainnya adalah teori kedaulatan hukum dan kedaulatan rakyat. Teori kedaulatan negara berhubungan dengan teori kedaulatan hukum, hukum memiliki kekuasaan tertinggi dalam suatu negara. Negara yang menciptakan hukum, hukum merupakan penjelmaan dari kehendak dan kemauan negara.16
Menurut teori kedaulatan rakyat, kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat. Hukum dibuat oleh wakil-wakil rakyat dan rakyat wajib mentaati dan melaksanakan ketentuan hukum yang dibuat oleh wakil-wakil rakyat melalui organ-organ negara yang dibentuk berdasarkan hukum administrasi negara.17
“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontra prestasi) yang langsung ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.18 Pemungutan pajak sendiri merupakan perwujudan dari pengabdian dan peran serta wajib pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang diperlukan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
15
Soehino, Ilmu Negara, Liberty, Yogyakarta,1998, hal.154
16Ibid
, hal. 14
17Ibid
, hal. 16
18 Ibid
(28)
Pajak memiliki unsur-unsur yaitu: 1. Iuran dari rakyat kepada Negara
yang berhak memungut pajak hanyalah Negara. Iuran tersebut berupa uang(bukan barang)
2. Berdasarkan Undang-Undang
Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksananya
3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari Negara yang secara langsung dapat ditunjukkan adanya kontra prestasi individual oleh pemerintah
4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat.19
Hukum Pajak mengatur hubungan antara pemerintah (fiscus) selaku pemungut pajak dengan rakyat sebagai Wajib Pajak. Ada 2 macam hukum pajak yakni :
1. Hukum pajak materiil, memuat norma-norma yang menerangkan antara lain keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenai pajak (objek pajak), siapa yang dikenakan pajak (subjek), berapa besar pajak yang dikenakan (tarif), segala sesuatu tentang timbul dan hapusnya utang pajak, dan hubungan hukum antara pemerintah dan Wajib Pajak.20
2. Hukum Pajak Formil, memuat bentuk / tata cara untuk mewujudkan hukum materiil menjadi kenyataan (cara melaksanakan hukum pajak materiil). Hukum ini memuat antara lain :
a. Tata cara penyelenggaraan (prosedur) penetapan suatu utang pajak.
b. Hak-hak fiskus untuk mengadakan pengawasan terhadap para Wajib Pajak mengenai keadaan, perbuatan dan peristiwa yang menimbulkan utang pajak. c. Kewajiban Wajib Pajak misalnya menyelenggarakan pembukuan/ pencatatan,
dan hak-hak Wajib Pajak misalnya mengajukan keberatan dan banding21 Istilah penegakan hukum yang sering kali digunakan untuk menerjemahkan istilah law enforcement yang merupakan serangkaian upaya, proses, dan aktivitas untuk menjadikan hukum berlaku sebagaimana seharusnya.
19Ibid.
20Ibid
(29)
Menurut Satjipto Raharjo, penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum menjadi kenyataan. Yang disebut sebagai keinginan-keinginan hukum dalam hal ini tidak lain adalah pikiran-pikiran badan pembuat undang-undang yang dirumuskan dalam peraturan-peraturan hukum tersebut.22
Dalam bidang hukum pajak, penegakan hukum juga harus berkaitan dengan cita-cita dasar pembentukan serangkaian ketentuan dibidang pajak. ”Penegakan hukum pajak bukan hanya diartikan sebagai tindakan memaksa orang atau pihak yang tidak menaati ketentuan yang berlaku untuk menaati peraturan tersebut, dimana hal ini lebih bersifat represif. Penegakan hukum dibidang perpajakan dalam arti luas juga mencakup sosialisasi, penyuluhanm dan pendidikan pajak bagi masyarakat yang merupakan hal yang tidak terpisahkan dari penegakan hukum pajak”23.
Penegakan hukum pajak dilakukan oleh fiskus, dalam hal ini, yang melakukan penegakan hukum adalah jajaran Direktorat Jenderal Pajak. Dalam Penegakan hukum pajak digunakan sanksi administrasi.
Sanksi administrasi yang dapat diterapkan terhadap pelanggaran dibidang pajak, meliputi:
1. Sanksi bagi Wajib Pajak atau penanggung Pajak a. Bunga, yang meliputi
1) Bunga pembayaran 2) Bunga penagihan 3) Bunga ketetapan
b. Kenaikan 50 persen dan 100 persen c. Denda
22
Satjipto Raharjo, Masalah Menegakan Hukum, Suatu Tinjauan Sosiologi, Sinar Baru, Bandung, 1984, hal. 24
23
Y. Sri Pudyatmoko, Penegakan Dan Perlindungan Hokum Dibidang Pajak, Salemba Empat, Jakarta, 2007, hal.18
(30)
2. Sanksi bagi pihak ke-3
3. Sanksi bagi pihak aparatur pemerintah.24
Selain penegakan hukum administrasi yang menggunakan sanksi administrasi sebagai instrumennya dalam bidang hukum pajak juga dikenal penegakan hukum pidana. Penegakan hukum pidana dalam bidang pajak tentunya juga mempunyai tujuan, yaitu agar ketentuan hukum dibidang pajak tersebut dapat dijalankan sebagaimana mestinya sehingga dapat mewujudkan keadilan, kepastian, dan keseimbangan antara para pihak yang terlibat didalamnya.
Tindak pidana yang ada dibidang pajak, adalah: 1. Tidak pidana oleh aparat pajak
2. Tindak pidana oleh wajib pajak dan penaggung pajak 3. Tidak pidana oleh pihak ke-3.25
Kondisi perpajakan yang menuntut keikutsertaan aktif Wajib Pajak, dalam menyelengarakan perpajakannya membutuhkan kepatuhan Wajib Pajak yang tinggi. Yaitu kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan yang sesuai dengan kebenarannya.
Ada bermacam-macam sistem pemungutan pajak yang dikenal, yaitu : 1. Official Assesment System
Official assesment system adalah dimana wewenang pemungutan pajak ada pada fiskus. Fiskus berhak menentukan besarnya utang pajak orang pribadi maupun badan dengan mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak, yang merupakan bukti timbulnya
24Ibid. hal. 24
25Ibid, hal.
(31)
suatu utang pajak. Jadi dalam sistem ini para Wajib Pajak bersifat pasif dan menunggu ketetapan fiskus mengenai utang pajaknya. Dilaksanankan di Indonesia sejak jaman belanda sampai dengan pada tahun 1967.
2. Semi Self Assessment System
Semi self assessment siystem adalah suatu sistem pemungutan pajak dimana wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang dari Wajib Pajak berada pada kedua belah pihak, yaitu Wajib Pajak dan fiskus26. Mekanisme pelaksanaan dalam sistem ini berdasarkan suatu anggaran bahwa Wajib Pajak pada awal tahun menaksir sendiri besarnya utang pajak yang harus dibayarkan dan pada akhir tahun pajak besarnya pajak terutang yang sesungguhnya ditetapkan oleh fiskus.
Penerapan semi self assesment system bersama-sama dengan withholding system, yang pada waktu itu dikenal dengan sebutan tata cara menghitung pajak sendiri(MPS) dan menghitung pajak orang(MPO) dilaksanakan pada priode 1968-1983.
3. Withholding System27
Withholding system adalah suatu sistem pemungutan pajak dimana pihak ketiga memungut dan menyetorkan pajak ke kas negara atas nama Wajib Pajak, kewenangan tersebut diatur dalam peraturan pajak. Sehingga pada prinsipnya
withholding system telah diatur dalam undang-undang perpajakan dengan tarif yang pasti besarnya dan pembayarannya dapat sebagai angsuran pajak atau bersifat final.
26
Rimsky K. Judisme, Perpajakan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1996, hal. 3
(32)
4. Self Assessment System28
Self assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak dimana Wajib Pajak menghitung dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus disetorkan. Penekanannya adalah wajib pajak harus aktif menghitung dan melaporkan jumlah pajak terutangnya tanpa campur tangan fiskus.
Dalam sistem self assessment, Wajib Pajak diberi kepercayaan dan tanggung jawab untuk menghitung sendiri besarnya pajak terutang, membayar pajak terutang melalui mekanisme pemotongan atau pemungutan pajak dan pajak dibayar sendiri oleh Wajib Pajak.
Fungsi Direktorat Jenderal Pajak adalah melakukan pembinaan, pelayanan, pengadministrasian dan pengawasan. Fungsi pengawasan dilakukan dengan pemeriksaan pajak. Pemeriksaan pajak bukan mencari kesalahan Wajib Pajak, tetapi untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.29
Dalam sistem self assessment tidak semua Surat Pemberitahuan(SPT) dilakukan pemeriksaan pajak, kriteria SPT yang dilakukan pemeriksaan pajak adalah SPT lebih Bayar karena dalam jangka waktu paling lama 12(duabelas) bulan sejak tanda terima penerimaan SPT lebih bayar, Direktorat Jenderal Pajak harus sudah memberikan ketetapan pajak.
Pengertian pemeriksaan pajak menekankan pada pemeriksaan bukti yang berupa buku-buku, dokumen dan catatan yang dilaksanakan secara objektif oleh pemeriksa pajak yang profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan;
28
Mardiasmo, Op. Cit, hal. 8
29
(33)
pemeriksaan pajak tidak mencari-cari kesalahan Wajib Pajak tetapi untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan
Kriteria pemeriksaan pajak merupakan kebijakan pemeriksaan pajak dari Direktorat Jenderal Pajak, seperti yang dituangkan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor. SE-10/PJ.7/2004 tanggal 31 Desember 2004, kriteria pemeriksaan adalah:
a. Pemeriksaan rutin
b. Pemeriksaan kriteria Seleksi c. Pemeriksaan khusus
d. Pemeriksaan bukti permulaan
Pemeriksaan pajak yang dilakukan pemeriksa pajak Direktorat Jenderal Pajak bertujuan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.30
Kepatuhan pajak diperlukan dalam Self Assessment System, dengan tujuan pada penerimaan pajak yang optimal. Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela merupakan tulang punggung sistem self assessment, dimana Wajib Pajak bertanggung jawab menetapkan sendiri kewajiban perpajakannya dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar dan melaporkan pajaknya tersebut.
30Ibid
(34)
Perilaku Wajib Pajak yang tidak sepenuhnya memenuhi kewajiban perpajakan, dibedakan menjadi 2, yaitu:
1. Tax avoidance
Penghindaran pajak (Tax Avoidance) merupakan tindakan legal, dapat dibenarkan karena tidak melanggar undang-undang, dalam hal ini sama sekali tidak ada suatu pelanggaran hukum yang dilakukan. Tujuan penghindaran pajak adalah menekan atau meminimalisasikan jumlah pajak yang harus dibayarkan
2. Tax Evasion
Wajib Pajak yang berusaha untuk membayar pajak yang terutang sekecil mungkin dan cenderung melakukan penyeludupan pajak, yang tentunya melanggar peraturan perundang-undangan perpajakan. Kondisi ini merupakan tindakan peminimalan pajak yang melanggar peraturan perundang-undangan perpajakan.31
Untuk mencapai tujuan dari pemungutan pajak, diperlukan suatu asas dari pemungutan pajak tersebut. Adapun asas pemungutan pajak menurut Adam smith dengan ajaran yang terkenal dengan “The Four Maxims”, pemungutan pajak terdiri dari beberapa asas pemungutan, yaitu:
1. Asas Equity (asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan)32 Menurut asas ini pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan Wajib Pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap Wajib Pajak.
2. Asas Certainty(Asas kepastian hukum)33
Semua pemungutan pajak harus didasarkan Undang-Undang, sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenai saksi hukum
31
Sony Devano, dan Siti Kurnia, Perpajakan,: Konsep , Teori Dan Isu, Kencana, Jakarta, 2006, hal. 111
32
F.X Sutejo, Asas-Asas Pemungutan Pajak, Harian Neraca, Terbitan tanggal 16 Januari 2008, hal. 5
(35)
3. Asas Convinience of Payment34
Pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi Wajib Pajak(saat yang paling baik), misalnya disaat Wajib Pajak baru menerima penghasilannya atau disaat Wajib Pajak menerima hadiahnya.
4. Asas Efficiency(Asas Episiensi atau asas ekonomis)35
Menurut asas ini biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak tersebut.
2. Konsepsi
Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menghubungkan teori dan observasi, antara abstraksi dan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut definisi operasional36.
Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil dalam penelitian ini yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan.
Konsep merupakan alat yang dipakai oleh hukum disamping yang lain-lain, seperti asas dan standar. Oleh karena itu kebutuhan untuk membentuk konsep merupakan salah satu dari hal-hal yang dirasakan penting dalam hukum.
Selanjutnya, konsep atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu penelitian, kalau masalahnya dan kerangka konsep teoritisnya sudah jelas, biasanya sudah diketahui pula fakta mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian, dan
34Ibid
35Ibid
36
(36)
suatu konsep sebenarnya adalah definisi secara singkat dari kelompok fakta atau gejala itu. “Maka konsep merupakan definisi dari apa yang perlu diamati, konsep menentukan antara variabel-variabel yang ingin menentukan adanya hubungan empiris”37.
Untuk menjawab permasalahan dalam penelitian tesis ini perlu didefinisikan beberapa konsep dasar dalam rangka menyamakan persepsi, yaitu sebagai berikut :
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.38
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.39
Kepatuhan perpajakan adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya.40
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
37
Koentjoroningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Edisi Ketiga, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997, hal. 21
38
Lihat Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan
39
Lihat Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan
40
(37)
kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan41
Pemberian fasilitas perpajakan merupakan pemberian kemudahan atau keringanan perpajakan dalam bentuk tidak diterapkannya undang-undang yang berlaku umum42. Pemberian fasilitas perpajakan dimaksudkan untuk memberikan intensif dan kemudahan bagi Wajib Pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakannya.
Salah satu fasillitas perpajakan yaitu pengampunan pajak(tax amnesty), adapun Jenis-jenis tax amnesty yaitu:
1. Penghapusan sanksi pidana pajak saja, pokok pajak beserta sanksi bunga dan sanksi denda harus bayar.
2. Penghapusan sanksi denda dan sanksi pidana pajak beserta sanksi bunga harus bayar
3. Penghapusan sanksi bunga, sanksi denda, dan sanksi pidana pajak, pokok pajak saja harus bayar.
4. Penghapusan pokok pajak, sanksi bunga, sanksi denda, dan sanksi pidana pajak43
Sunset Policy adalah kebijakan pemberian fasilitas perpajakan berupa penghapusan sanksi administrasi perpajakan atas bunga, sesuai Pasal 37 A Undang-Undang Nomor. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan.
41
Lihat Pasal 1 angka 25 Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan
42
Suwarta, Fasilitas PPh Indonesia, Indonesia Tax Review, Vol.II/Nomor 10, 2006
43
Erwin Silitonga, Ekonomi Bawah Tanah, Pengampunan Pajak, dan Referendum, Majalah Berita Pajak, Nomor. 1516 Tahun XXXVIII April 2006
(38)
Tujuan pengampunan pajak, antara lain:
1. Meningkatkan kesadaran bagi calon Wajib Pajak
2. Meningkatkan kepatuhan bagi Wajib Pajak untuk melaporkan atas seluruh penghasilan yang diterimanya secara benar.
3. Melaporkan kekayaan yang dimilikinya yang didapatkan berdasarkan penghasilannya
4. Membantu pemerintah atas keuangan negara melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara(RAPBN)44
G. Metode Penelitian
1. Sifat Penelitian
Penelitian yang dalam bahasa asing disebut dengan istilah research, pada hakikatnya merupakan sebuah upaya pencarian. Lewat penelitian (research) orang mencari (search) temuan-temuan baru, berupa pengetahuan yang benar (truth, true, knowledge), yang dapat dipakan untuk menjawab suatu pertanyaan atau untuk memecahkan suatu masalah.45
Sifat penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian yang bersifat deskriptif merupakan suatu “penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan menganalisis suatu peraturan hukum baik dalam bentuk teori maupun praktek pelaksanaan dari hasil penelitian dilapangan.46
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach)dan pendekatan yuridis sosiologis.
44
Sony Devano, dan Siti Kurnia, Op. Cit, hal. 113
45
M. Syamsuddin, Operasional Penelitian Hukum, Jakarta, Raja Grafindo, 2007, hal. 1
46
(39)
Pendekatan perundang-undangnan (statute approach) yaitu melakukan pendekatan yang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan masalah penelitian untuk mengetahui kesesuaian antara Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dengan pelaksanaan hapusnya sanksi dan tidak diperiksa pajak dengan pemberlakuan Sunset Policy pada undang-undang tersebut.47
Sedangkan pendekatan yuridis sosiologis dimaksud untuk melihat kenyatan secara langsung mengenai kenyataan yang terjadi didalam masyarakat,48 khususnya mengenai implementasi pemberlakuan Sunset Policy.
3. Lokasi Penelitian
Sesuai dengan judul penelitian ini, maka lokasi penelitian dilakukan di kota Medan. Yaitu pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia. Penulis memilih Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia karena merupakan Kantor Pelayanan Pajak yang melaksanakan program Sunset Policy di kota Medan, dan merupakan Kantor Pelayanan Pajak yang memiliki jumlah Wajib Pajak terbesar di Kota Medan. 4. Data
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer yang dimaksud disini adalah data yang dikumpulkan dengan menggali secara langsung dilapangan dengan cara observasi dan wawancara dengan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia, Kepala Bagian Umum Kantor
47
M. Syamsuddin, Op. Cit. hal.58
48
Roni Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Semarang, Ghalia Indonesia, 1998, hal. 34
(40)
pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia, dan informan. Sedangkan data sekunder yang dimaksud disini adalah data yang dikumpulkan dengan cara studi dokumen dan bahan pustaka.
5. Bahan Penelitian
a. Hasil observasi dan hasil wawancara dengan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia, Kepala bagian umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia, dan informan.
b. Bahan hukum primer, yaitu berupa Undang-Undang Dasar Negara Repubik Indonesia tahun 1945 Amandemen ke IV(keempat), Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan yang merupakan perubahan ketiga dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
c. Bahan hukum skunder, yaitu berupa bahan yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer antara lain Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia, Peraturan Direktur Jenderal Pajak, Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak. Serta buku-buku rujukan yang relevan dengan penelitian ini, hasil karya tulis ilmiah, berbagai makalah yang ada kaitannya dengan pelaksanaan Sunset Policy.
d. Bahan hukum tertier, yaitu kamus umum, Kamus bahasa, kamus hukum, majalah, surat kabar, artikel dan jurnal umum serta internet juga menjadi tambahan bagi penulisan tesis ini sepanjang memuat informasi yang relevan dengan pelaksanaan
(41)
6. Cara Pengumpulan Data
Cara pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:
a. Untuk memperoleh data primer dilakukan dengan cara studi lapangan (field research) antara lain dengan cara observasi dan wawancara dengan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia, Kepala Bagian Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia, dan Informan tiga orang pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia, yaitu: Iman Pinem, Gerik Simbolon, Suherman.
b. Untuk memperoleh data sekunder dilakukan dengan cara studi dokumen atau pustaka (library reseach)
7. Analisis Data
Data primer dan data sekunder yang telah diperoleh diolah untuk kemudian dianalisis. Analisis data merupakan hal yang terpenting dalam suatu penelitian dalam rangka memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti.
Analisis data adalah kegiatan pemaknaan dan penafsiran terhadap hasil pengolahan data.49
Adapun analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif yang lebih menekankan analisisnya pada proses penyimpulan deduktif dengan catatan bahwa kebenaran material dari data yang dianalaisis tadi diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan mengenai pelaksanaan hapusnya sanksi dan tidak diperiksa pajak dengan pemberlakuan Sunset Policy, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia.
49
(42)
BAB II
PERSAMAAN SUNSET POLICY DENGAN TAX AMNESTY
A. Perkembangan Sistem Perpajakan di Indonesia
Laju inflasi yang relatif tinggi selama 1971-1978 berakibat merosotnya daya saing ekonomi Indonesia baik dalam maupun luar negeri. Kesulitan lainnya adalah berasal dari Perusahaan Tambang Nasional (Pertamina), menurut laporan The Asian Wall Street Journal Pertamina tidak mampu membayar utang kepada beberapa kontraktor dan leveransirnya yang diperkirakan mencapai ratusan juta Dolar. Dan, kesulitan ketiga adalah masalah pangan di mana produksi padi tidak memenuhi sasaran sebagai akibat musim kering yang berkepanjangan dan serangan hama.50
Penerimaan negara dari pajak perseorangan, minyak dan gas alam yang mulanya mencapai Rp. 4.259,6 miliar pada tahun 1978/1979, Rp. 4.259,6 Miliar pada tahun 1979/1980, dan Rp. 8,869,1 Miliar pada tahun 1983/1984 mengalami penurunan setelah tahun 1983/1984 karena adanya resesi dunia yang berakibat menurunnya permintaan dan harga minyak di pasaran dunia. Harga minyak Arab di pasaran tunai cenderung turun setelah sidang OPEC di Wina gagal mencapai kesepakatan kuota produksi. Produsen non-OPEC mengambil bagian lebih besar dari pasaran OPEC. Semua pasaran OPEC mewakili 63 persen pasaran dunia sejak tahun 1983 mengalami penurunan menjadi 44,2 persen.51
Akibatnya, harapan terhadap hasil ekspor minyak dan gas tidak seperti sebelumnya, sehingga Indonesia tidak lagi memegang migas sebagai variabel permanen untuk jangka waktu lama. Patokan harga minyak yang menurun memengaruhi pajak perseroan migas Indonesia, sehingga pemerintah perlu
50
Sony Devano, Siti Kurnia Rahayu, Perpajakan Konsep, Teori, dan Isu, Kencana, Jakarta, 2006, hal. 74
(43)
melakukan rancangan ulang untuk menutup kekurangan target penerimaan APBN 1983/1984 yang sebagian dicari dari utang luar negeri.
Pinjaman luar negeri telah mengandung banyak aspek politik dan modal asing juga memiliki aspek yang berada di luar kekuasaan Indonesia. Sehingga, jika state
dan teknokrasi tak didukung oleh kemampuan menciptakan mobilisasi dana dalam negeri yang lebih terkontrol, maka tidak akan mampu membawa keberhasilan pembangunan.52
Usaha ekstensifikasi dan intensifikasi pajak untuk meningkatkan jumlah penerimaan negara dengan tidak mengandalkan pada penerimaan dari sektor migas kemudian dilakukan. Reformasi perpajakan sebagai perubahan peraturan lama sampai keakar-akarnya, dasar falsafah dan sistem pemungutan diterapkan di Indonesia. Karena, bagaimanapun juga dengan mengandalkan sistem perpajakan yang sebelumnya akan menghalangi usaha peningkatan efisiensi industri dalam negeri, di mana sistem perpajakan. Dan, secara jelas IGGI (International Government Group of Indonesia) menyebutkan bahwa sistem perpajakan di Indonesia berada di bawah standar sistem perpajakan Internasional.
Terdapat begitu banyak pengertian mengenai reformasi perpajakan di berbagai negara maju maupun negara berkembang. Hal tersebut disebabkan karena adanya perbedaan pengertian dan pola reformasi perpajakan yang dianut oleh negara berkembang dan yang dianut oleh negara maju. Hal ini dikarenakan terdapat
(44)
perbedaan struktur pajak yang umumnya seragam di negara maju tapi ada bermacam-macam struktur pajak di negara berkembang.
Menurut Ghaizi Nasucha, reformasi administrasi perpajakan adalah penyempurnaan atau perbaikan kinerja administrasi, baik secara individu, kelompok, maupun kelembagaan agar lebih efisien, ekonomis, dan cepat.53
Malcolm Gillis mengemukakan atribut yang menjadi dasar suatu reformasi perpajakan :
1. Breadth of reform
Reformasi perpajakan memfokuskan pada struktur pajak atau sistem pajak, dan administrasi pajak.
2. Scope of reform
Reformasi perpajakan dilakukan secara comprehensive (semua sumber penerimaan yang penting), atau dilakukan secara parsial (hanya meliputi satu atau dua komponen penting dari sistem perpajakan.
3. Revenue goals
Reformasi perpajakan untuk meningkatkan penerimaan dalam persentase terhadap PDB, yaitu rasio pajak (revenue enhancing) ; untuk mengganti penerimaan (revenue neutral reform) ; atau bahkan untuk mengurangi penerimaan (revenue decreasing reform).
4. Equity goals
Reformasi perpajakan untuk menegakkan keadilan (redistributive). Orang berpenghasilan tidak sama, pajaknya diperlakukan tidak sama juga, namun jika reformasi perpajakan tidak dimaksudkan untuk mengubah distribusi pendapatan yang sudah ada, maka disebut distributionally neutral reform.
5. Resource allocations goals
Reformasi perpajakan yang berusaha mengurangi pengenaan pajak pada sumber daya agar dapat dialokasikan lebih efisien (euconomically neutral), jika sistem perpajakan untuk mempengaruhi aliran sumber daya sektor ekonomi atau aktivitas tertentu, maka disebut interventionist reforms.
6. Timing of reform
Dilakukan dengan mengubah seluruh kebijakan perpajakan secara bersamaan disebut contemporaneous reforms, dengan implementasi bertahap disebut
phased reforms, atau perubahan kebijakan perpajakan yang tidak berkaitan dilakukan dalam beberapa tahun lebih disebut successive reforms.54
53Ibid,
hal. 75
54Ibid,
(45)
Tujuan dari reformasi administrasi perpajakan adalah bahwa administrasi perpajakan yang ada di suatu negara mengimplementasikan struktur perpajakan yang efisien dan efektif, guna mencapai sasaran penerimaan pajak yang optimal. Hal ini meliputi pengembangan sumber daya manusia, baik itu peningkatan kuantitas dan kualitas pegawai pajak maupun peningkatan kesadaran Wajib Pajak untuk patuh dalam kewajiban perpajakannya.
Selain itu, pengembangan teknologi informasi pada instansi perpajakan untuk mengimbangi keberadaan teknologi informasi yang telah dimiliki terlebih dahulu oleh Wajib Pajak untuk menjawab tantangan globalisasi. Kemudian, masalah perbaikan struktur organisasi instansi pajak, proses, dan prosedur administrasi perpajakan, serta sumber daya finansial bagi pengembangan sarana dan prasarana yang menunjang perbaikan secara menyeluruh sistem perpajakan dan insentif yang cukup bagi pegawai pajak.
Reformasi perpajakan yang dilakukan oleh suatu negara merupakan suatu cara untuk memperbaiki dan meningkatkan perekonomian global melalui pajak. Reformasi dalam perpajakan akan berimplikasi terhadap luasnya dasar pengenaan pajak (tax base), dalam hal ini menambah jenis penghasilan sebagai objek pajak dan mempengaruhi pengenaan tarif pajak (tax rate), dan usaha memperbaiki administrasi perpajakan menjadi lebih sempurna.
Suatu negara mengharapkan memiliki suatu sistem perpajakan yang sempurna, agar apa yang menjadi tujuan dari suatu pemerintahan negara dapat tercapai. Setiap usaha penyempurnaan memerlukan suatu perubahan, baik secara parsial maupun secara keseluruhan atau mendasar.
(46)
Alasan negara melakukan reformasi dalam perpajakan antara lain adalah : 1. Untuk menstabilkan perekonomian yang tidak menentu karena pengaruh
perekonomian internasional maupun nasional.
2. Upaya mengalihkan sektor penerimaan APBN dari migas yang semula sebagai sektor primadona menjadi pajak sebagai sumber yang lebih dapat menjanjikan, karena secara rasional pajak adalah penerimaan yang berkelanjutan, tidak seperti migas.
3. Usaha mengikuti ketentuan dunia terutama dalam hal pendanaan (pinjaman luar negeri) yang mensyaratkan struktur pajak yang ada harus disesuaikan dengan kondisi seharusnya.
4. Meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak.55
Adapun Tujuan Reformasi Perpajakan, menurut Sony Devano, yaitu:
1. Meningkatkan kualitas pelayanan kepada wajib pajak (taxpayer’s quality services) sebagai sumber aliran dana untuk mengisi kas negara.
2. Menekan terjadinya penyeludupan pajak (tax evasian) oleh wajib pajak. 3. Meningkatkan kepatuhan bagi wajib pajak dalam penyelenggaraan kewajiban
perpajakannya.
4. Menerapkan konsep good governance, adanya transparansi, responsibility, keadilan, dan akuntabilitas dalam meningkatkan kinerja instansi pajak sekaligus publikasi jelasnya pos penggunaan pengeluaran dana pajak.
5. Meningkatkan penegakan hukum pajak, pengawasan yang tinggi dalam pelaksanaan administrasi pajak, baik kepada fiskus maupun kepada wajib pajak.56
Reformasi perpajakan yang dilakukan di Indonesia dimulai sejak tahun 1984. Diawali dengan reformasi perpajakan (first tax reform) dilakukan pada tahun 1984, perubahan mendasar pada ketentuan peraturan perundang-undang perpajakan dilakukan di Indonesia.
Pembaruan sistem perpajakan di Indonesia ini diusahakan tersusun sistem perpajakan yang sederhana, adanya kepastian hukum, dan bertujuan untuk memberikan pemerataan perekonomian. Kesederhanaan diperlukan agar mudah
55Ibid,
hal. 78
56
(47)
dimengerti dan dilaksanakan oleh wajib pajak ataupun fiskus. Dan, penyerahanaan di sini bukan berarti harus mengorbankan pemerataan, karena sistem yang baru tetap mempunyai progresivitas.
Pembaruan sistem perpajakan melakukan pembenahan aparatur perpajakan dengan meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam rangka memahami, menguasai, dan melaksanakan peraturan perpajakan yang baru. Bagi instansi pajak juga menekankan pada peningkatan pelayanan kepada Wajib Pajak, agar dapat mendorong kepatuhan Wajib Pajak yang akhirnya akan mempengaruhi peningkatan pajak. Selain itu juga membenahi baik menyangkut prosedur, tata kerja, disiplin, maupun mental.
B. Penegakan Hukum Dibidang Pajak
Istilah penegakan hukum yang sering kali digunakan untuk menerjemahkan istilah law enforcement yang merupakan serangkaian upaya, proses, dan akitivitas untuk menjadikan hukum berlaku sebagaimana seharusnya.
Menurut Satjipto Rahardjo, “penegakkan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum menjadi kenyataan. Yang disebut sebagai keinginan-keinginan hukum dalam hal ini tidak lain adalah pikiran-pikiran badan pembuat undang-undang yang dirumuskan dalam peraturan-peraturan hukum tersebut”.57
57
Satjipto Raharjo, Masalah pengakan Hukum, Suatu Tinjauan Sosiologis, Sinar Baru, Bandung, 1984, hal. 24
(48)
Dengan demikian apabila membicarakan mengenai penegakan hukum maka pada hakikatnya berbicara mengenai penegakan ide-ide serta konsep-konsep yang bersifat abstrak. Dengan kata lain, penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide tersebut menjadi kenyataan. Proses mewujudkan idi-ide inilah yang merupakan hakikat dari penegakan hukum.
Dengan melihat uraian tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa penegakan hukum merupakan serangkaian aktivitas, upaya, dan tindakan melalui organisasi berbagai instrument untuk mewujudkan apa yang dicita-citakan oleh penyusun hukum tersebut. Selain itu dapat dikatakan bahwa penegakan hukum bukan merupakan upaya yang sama sekali terpisah dari proses hukum itu sendiri. Khususnya dalam bidang pajak, penegakan hukum juga harus berkaitan dengan cita-cita dasar pembentukan serangkaian ketentuan dibidang pajak dan perumusan cita-cita hukum tersebut dalam norma hukum yang luas dan banyak.
Penegakan hukum tidak hanya diartikan sebagai tindakan memaksa orang atau pihak yang tidak menaati ketentuan yang berlaku untuk mentaati peraturan tersebut, dimana hal ini lebih bersifat represif. Penegakan hukum juga dapat diartikan sebagai kemungkinan untuk mempengaruhi orang atau berbagai pihak yang terkait dengan pelaksanaan ketentuan hukum, sehingga hukum tersebut dapat berlaku sebagaimana adanya dan sebagaimana mestinya.58
Dalam pelaksanaan ketentuan dibidang perpajakan, dikenal adanya penegakan hukum administrasi maupun penegakan hukum pidana. ”Penegakan hukum administrasi bertujuan agar sesuatu yang menyimpang dapat dibenahi. Dalam hal ini
58
Y. Sri Pudyatmoko, Penegakan dan Perundangan Hukum di Bidang Pajak, Salemba Empat, Jakarta, 2007, hal. 11
(49)
yang menjadi fokus perhatian untuk mendapatkan penanganan adalah perbaikan atau perubahan sikap atau perilaku dari subjek pajak”.59
Penegakan hukum administrasi kurang memberikan tekanan pada si subjek atau pelaku pelanggaran, melainkan lebih menekankan pada perbuatannnya. Penegakan hukum administrasi dilakukan oleh aparat pemerintah di bidang pajak, jadi bukan melalui hakim. Dalam penegakan hukum administrsai, prosedur penegakan hukum dilakukan secara langsung tanpa melalui pengadilan. Oleh kerena itu dalam penegakan hukum administrasi ini diperlukan instrument yang memungkinkan aparat yang melakukan penegakkan dapat melaksanakan tugasnya dengan mudah dan tanpa hambatan atau kesulitan yang berarti. Instrument tersebut dapat berupa ketentuan yang lebih jelas serta uraian prosedur yang cukup rinci dan pasti.
Penegakan hukum administrsi tidak hanya terbatas pada uraian mengenai bagaimana sanksi itu akan diterapkan. Penegakan hukum administrasi dapat ditujukan kepada pelaku pelanggaran, baik Wajib Pajak maupun aparat pemerintah yang menjalankan tugasnya dibidang pajak.
1. Penegakan Hukum Administrasi Dalam Pajak
Penegakan hukum administrasi (handhaving van get bestuursrecht) merupakan bagian dari “bestuuren”60 atau kewenangan pemerintahan. Sementara,
59Ibid
60
Van Wijk Knijnenbelt, Hoofdstukken van Administratief Rech, Vijfde Druk, S-gravenhage, 1984, hal. 281
(1)
d. Memberikan apresiasi kepada wajib pajak yang memanfaatkan sunset policy
dengan menerbitkan surat ucapan terima kasih.
e. Diakhir-akhir masa pemberlakuan Sunset Policy Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia membuka Kantor pada hari-hari libur dan cuti bersama untuk melayani Wajib Pajak yang akan memanfaatkan Sunset Policy.
B. Saran
1. Pasal 37A Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara perpajakan yang mengatur tentang sunset Policy seharusnya dibuat lebih jelas dan tegas sebagai pengampunan pajak demi adanya kepastian hukum. 2. Agar pasal 37A Undang-Undang nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan sebagai dasar hukum diberlakukannya Sunset Policy
dapat berjalan lebih efektif sehingga dapat dimanfaatkan secara optimal baik oleh Wajib Pajak maupun Fiskus, hendaknya segera setelah berlakukanya Pasal tersebut, di terbitkan aturan-aturan pelaksanaanya.
3. Untuk menanggulangi hambatan-hambatan yang dialami oleh fiskus, sosialisasi tentang sunset policy seharusnya dilaksanakan lebih awal secara serentak di seluruh Indonesia, bukan dimulai setelah pertengahan tahun 2008. Bila sosialisasi tersebut dimulai lebih cepat, jangka waktu pelaksanaan sosialisasi akan lebih panjang sehingga, Sunset Policy dapat lebih dipahami oleh masyarakat dan dapat secara optimal dimanfaatkan oleh wajib pajak dan fiskus. Bila dikaitkan dengan kompleksitas peraturan perpajakan yang bersangkut paut dengan Sunset Policy,
(2)
kampanye dalam bentuk sosialisasi dipandang baru diberikan secara umum, belum sepenuhnya mampu menjelaskan kepada masyarakat secara jelas, konkret, tegas dan tuntas mengenai tujuan yang sebenarnya, manfaat yang diperoleh, sanksi yang akan dikenakan jika tidak mematuhi, serta cara memanfaatkan secara detail dan teknis program Sunset Policy.
(3)
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-Buku dan Makalah
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta, 2002
Analisa, Harian, Sunset Policy Hanya Berurusan Dengan Penghasilan, Tanggal 18 Desember 2008
____________, Pengusaha Minta Batas Akhir Sunset Policy di Undur, Tanggal 22 Desember 2008
Asmoro, Wadiyo Sunset Policy Di Ambang Senja, Hukumonline. com, di akses tanggal 23 Desember 2008
Badrulzaman, Mariam, Darus, KUHPerdata Buku III, Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, Alumni, 1983.
Bastari, Sunset Policy 2008: Pengampunan Pajak Terselubung, Makalah Mata Kuliah Hukum Perpajakan, Magister Kenotariatan, SPS USU, Medan, 2009 Binjarsono, Tugiman, “Rekonsilasi Tax Amnesty,” Indonesia Tax Review disguest,
Volume II/Nomor 5/2005
Brotodihardjo, R. Santoso, Pengantar singkat Hukum Pajak, PT. Eresco, Bandung, 1991
Budi, Chandra, Makalah: Sunset Policy sebagai Pengampunan Pajak, Direktorat Jenderal Pajak, Departemen Keuangan, 2008
Casucha, Chaizi, Reformasi Administrasi Publik, Gramedia Widia Sarana Indonesia, Yakarta, 2004
Devano, Sony, dan Siti Kurnia, Perpajakan,: Konsep , Teori Dan Isu, Kencana, Jakarta, 2006
G, Kartasapoetro, Pajak Bumi dan Bangunan Prosedur dan Pelaksanaannya, Bina Aksara, Jakarta, 1989
(4)
Judisme, Rimsky K. Perpajakan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1996
Koentjoroningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Edisi Ketiga, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997.
Langen, W.J, Asas-asas Pemungutan Pajak, Djembatan, Jakarta, 1975
Lubis, M. Solly, Filsafat Ilmu Dan Penelitian, Bandung, Mandar Madju, 1994 Mardiasmo, Perpajakan, Edisi Revisi, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2002
Moleong, J. Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2005
Nurmantu, Safri, Pengantar Perpajakan, Granit, Jakarta, 2005 Pardiat, Pemeriksaan Pajak, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2007
Pudyatmoko, Y. Sri, Penegakan Dan Perlindungan Hukum Dibidang Pajak, Salemba Empat, Jakarta, 2007
Priantara,Diaz,Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak, Djambatan, Jakarta, 2000 Van Wijk Knijnenbelt, Hoofdstukken van Administratief Rech, Vijfde Druk,
S-gravenhage, 1984
Rahadjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Percetakan PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996. Raharjo, Satjipto, Masalah Menegakan Hukum, Suatu Tinjauan Sosiologi, Sinar
Baru, Bandung, 1984
Saidi, Muhammad Djafar, Pembaharuan Hukum Pajak, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007
Siahaan, Marihot Pahala, Bea perolehan hak atas Tanah dan/atau Bangunan, Teori dan Praktek, Cetakan Pertama, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003
Silitonga, Erwin Ekonomi Bawah Tanah, Pengampunan Pajak, dan Referendum,
Majalah Berita Pajak, Nomor. 1516 Tahun XXXVIII April 2006
Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Universitas Indonesia Press, 1986
(5)
___________dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatrif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995
Soemitro, Ronny Hantijo, Metode Penelitian Hukum, Ghalian Indonesia, Jakarta, 1982.
Soemitro, Rochman, Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan, Cet VIII, PT. Eresco, Jakarta, 1977.
Sumarjono, Maria S.W, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian, Yogyakarta, Gramedia, 1989
Sukadji, Untung, Pajak Pertambahan Nilai, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001 Soehino, Ilmu Negara, Liberty, Yogyakarta,1998
Surjoputro, Djoko Slamet (Direktur Humas dan Penyuluhan Ditjen Pajak)
Manfaatkan Sunset Policy dan Nyenyak Tidur, Sabtu, 03 Januari 2009
Sutejo, F. X, Asas-Asas Pemungutan Pajak, Harian Neraca, Terbitan tanggal 16 Januari 2008
Sungono, Bambang, Metodelogi Penelitian Hukum, Raja Grafindo, Jakarta, 1997 Suryabrata, Samadi, Metodelogi penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta,1998 Suwarta, Fasilitas PPh Indonesia, Indonesia Tax Review, Vol.II/Nomor 10, 2006 Tjahyono, Achmad, dan Wahyudi, Triyono, Perpajak Indonesia, PT. Grafindo
Persada, Jakarta, 2004
Waluyo, Perpajakan Indonesia Buku 2, Salemba Empat, 2002
Waluyo, Bambang, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1996.
Wigjosoebroto, Sutandyo, Apakah Sesungguhnya Penelitian Itu, Kertas Kerja, Universitas Erlangga, Surabaya.
Wuisman, J.J.J M. dengan penyunting Hisman, M, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid. 1, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1996
(6)
Yunarsih, Tresna, Thesis, Kajian Hukum atas Pemberian Fasilitas Pengampunan Pajak dalam Perspektif Hukum Pajak, Magiaster Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, 2008
Zain, Mohammad, Manajemen Perpajakan, Salemba Empat, Jakarta, 2007
B. Peraturan Perundang-Undangan Republik Indonesia Republik Indonesia Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Republik Indonesia Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor Nomor 16 Tahun 2000 dan diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan
Republik Indonesia Peraturan Menteri Keuangan Nomor 66/PMK.03/2008
Republik Indonesia Peraturan Dirjen Pajak Nomor 27/PJ/2008 stdd Peraturan Dirjen Pajak Nomor 30/PJ/2008
Republik Indonesia Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-33/PJ/2008 Tentang Tata Cara Pemberian NPWP Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi
C. Website
Http//www.HukumOnline.com Http//www.Google.com
Http//www.TempoInteraktif.com Http//www.Pajak.com
Http//www.Yahoo.com
Http//www. Blog I Yoman Widia. com, Sunset Policy : Soft Tax Amnesty, diakses tanggal 23 Februari 2009
Http//www.Kominfo/Newsroom.com, Sunset Policy untuk Tingkatkan Penerimaan Negara, diakses tanggal 23 Februari 2009.