110
dibidang perpajakan. Upaya yang dapat ditempuh untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak adalah penegakan hukum dibidang perpajakan tax law enforcement.
Penegakan hukum dibidang perpajakan ini melalui 3 pilar utama yaitu pemeriksaan pajak tax audit, penyidikan pajak tax investigation dan penagihan pajak tax
collection .
156
Selain dari ketiga pilar utama tersebut, untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dapat juga dilakukan melalui program pengampunan pajak. Apabila
pengampunan pajak dirancang dan dilaksanakan secara baik akan dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Namun demikian program pengampunan
pajak ini memerlukan kesepakatan ditingkat kebijakan perpajakan tax policy untuk kemudian
dituangkan dalam
bentuk Undang-Undang
tax law
untuk diimplementasikan pada tingkat administrasi perpajakan.
B. Hambatan-Hambatan Yang Ditemui Fiskus Dalam Pelaksanaan Sunset
Policy
Di setiap negara pada umumnya masyarakat memiliki kecenderungan untuk meloloskan diri dari pembayaran pajak. ”Membayar pajak adalah suatu aktivitas yang
tidak dapat lepas dari kondisi behavior Wajib Pajak”
157
. Faktor yang bersifat emosional akan selalu menyertai pemenuhan kewajiban perpajakan. Permasalahan
tersebut berakar pada kondisi membayar pajak adalah suatu pengorbanan yang dilakukan warga negara dengan menyerahkan sebagian hartanya kepada negara
156
Sony Devano, Op. Cit, hal. 113
157
Sony Devano, Op.Cit. hal. 115
Universitas Sumatera Utara
111
dengan sukarela, tentunya ini menjadi suatu hal yang memerlukan kesukarelaan yang luar biasa dari masyarakat dalam usahanya rnemenuhi kewajiban perpajakannya.
Usaha yang dilakukan Wajib Pajak untuk meloloskan diri dari pajak merupakan usaha yang disebut perlawanan terhadap pajak. Usaha tidak membayar
pajak atau memanipulasi jumlah pajak maupun meminimalisasikan jumlah pajak yang harus dibayar tentunya menjadi hambatan dalam pemungutan pajak.
Perlawanan terhadap pajak akan memengaruhi jumlah penerimaan negara dari sektor pajak. Berbagai bentuk perlawanan sebagai bentuk reaksi ketidakcocokan
ataupun ketidakpuasan terhadap diberlakukannya pajak. sering kali diwujudkan dalam bentuk perlawanan pasif dan perlawanan aktif.
1. Perlawanan Pasif
Perlawanan pasif merupakan kondisi yang mempersulit pemungutan pajak yang timbul dari kondisi struktur perekonomian, kondisi sosial masyarakat,
perkembangan intelektual penduduk, moral warga masyarakat, dan tentunya sistem pemungutan pajak itu sendiri.
2.
Perlawanan Aktif
Perlawanan aktif
Meliputi usaha
masyarakat untuk
menghindari, menyelundupkan, memanipulasi, melalaikan, dan meloloskan pajak yang
langsung ditujukan kepada fiskus.
158
Struktur perekonomian suatu negara berdasarkan pada fundamental ekonomi makro, apabila fundamental ekonomi Makronya kuat dan sehat tentunya struktur
perekonomian negara akan kuat. Faktor yang mendasari ekonomi yang kuat di antaranya adalah pertumbuhan ekonomi yang tinggi, dan jumlah penduduk.
Pembangunan ekonomi Indonesia masih belum mampu bebas dari keterbelakangan, kemiskinan, ketergantungan, dan kerusakan lingkungan hidup.
Faktor-faktor kondisi sosial seperti kemiskinan, keterbelakangan, dapat
158
Ibid
Universitas Sumatera Utara
112
menyebabkan investasi fisik maupun investasi sumber daya manusia rendah, sehingga mengakibatkan tingkat produktiviias rendah, yang berakibat pada
pendapatan rendah. Kondisi rendahnya tingkat pendapatan, menyebabkan kemampuan untuk menabung rendah dan kemampuan membayar pajak menjadi
rendah.
159
Intelektual penduduk yang merupakan hasil dari fundamental ekonomi yang belum sehat dan kuat tentunya akan menghasilkan tingkat intelektual yang rendah.
Kurangnya kemampuan pengetahuan dan kualitas sumber daya manusia yang rendah akan berdampak pada penerimaan informasi yang tidak optimal. Intelektualitas
pendudak akan memengaruhi penyerapan pengetahuan dan informasi mengenai perpajakan. Jika intelektualitas tinggi, maka pemahaman mengenai perpajakan akan
terserap baik bagi penduduk. Maka, pemenuhan kewajiban perpajakan akan lebih baik.
Moral masyarakat akan mempengaruhi pengumpulan pajak oleh fiskus. Dengan integritas tinggi tentunya pemenuhan kewajiban perpajakan akan lebih baik,
di mana voluntary compliance Wajib Pajak berada pada posisi yang baik. Kepatuhan Wajib Pajak akan lebih baik jika moral penduduk baik. Keinginan untuk meloloskan
diri dari pajak baik ilegal maupun legal akan lebih termotivasi dengan kondisi moral masyarakat yang rendah. Moral masyarakat yang buruk akan menghambat
pemungutan pajak, ketidakpatuhan akan mendominir kewajiban perpajakan Wajib Pajak.
Sistem pemungutan pajak suatu negara yang baik, adalah yang berdasarkan pada prinsip-prinsip adil, kepastian hukum, ekonomis, dan convenience. Keadilan
159
Ibid
Universitas Sumatera Utara
113
ditujukan bagi Wajib Pajak, disertai dengan kepastian hukum yang menjadi dasar pelaksanaan pemungutan pajak baik bagi Wajib Pajak maupun bagi fiskus.
Ekonomis ditujukan bagi pelaksanaan pemungutan pajak bagi fiskus dengan tidak mengenyampingkan masalah biaya yang dikeluarkan oleh tiskus dalam rangka
pengumpulan pajak. Convenience ditujukan untuk pembebanan pajak pada saat yang tepat kepada Wajib Pajak.
Dengan sistem perpajakan yang baik tentunya pengumpulan pajak akan lebih optimal. Ternyata tidak ada sistem perpajakan suatu negara yang sempurna, sistem
perpajakan di Indonesia juga ternyata belum mengarah pada dasar prinsip-prinsip sistem perpajakan yang baik. Banyak aspek perpajakan yang belum memiliki
kepastian hukum, rasa keadilan bagi Wajib Pajak juga belum terwujud dengan baik. Keadaan yang demikian itu tentunya akan menghambat pemungutan pajak.
Merupakan suatu kenyataan dan pengalaman di beberapa negara bahwa perlawanan pasif tidak begitu kuat terhadap pajak tidak langsung daripada
terhadap pajak langsung. Itulah sebabnya mengapa pada umumnya kebanyakan negara cenderung untuk mengadakan pajak tak langsung. Sebaliknya suatu
kecerdasan, suatu pengertian yang jelas mengenai tugas kewajiban terhadap negara dan keharusan membayar pajak, juga perasaan mendalam mengenai
solidaritas nasional pada penduduk, akan mengurangi perlawanan pasif
160
. Menurut Mohammad Zain, ”Penghindaran pajak adalah cara mengurangi
pajak yang masih dalam batas ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan dapat dibenarkan terutama melalui perencanaan perpajakan”.
161
160
R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar singkat Hukum Pajak, PT. Eresco, Bandung, 1991, hal. 24
161
Mohammad Zain, Op. Cit, hal. 56
Universitas Sumatera Utara
114
Menghindari pajak merupakan gejala biasa, biasanya dilakukan dengan penahanan diri, yang mengurangi atau menekan konsumsinya dalam barang-barang
yang dapat dikenakan pajak. Warga negara dapat menghindari pajak, penghindaran pajak merupakan hal yang dapat dibenarkan. Karena bukan merupakan hal yang
dapat merugikan negara. Menghindari membayar pajak dilakukan dengan tidak melakukan hal-hal
yang berhubungan dengan pengenaan pajak. Penghindaran pajak ini menyebabkan permintaan akan barang yang dikenakan pajak berkurang, yang berakibat
meningkatnya penabungan, atau bertambahnya permintaan akan barang lain dan sekaligus terjadi penambahan dalam produksi barang terakhir dan berkurangnya
barang-barang yang dikenakan pajak berat. Penyeludupan pajak adalah usaha aktif Wajib Pajak dalam hal mengurangi,
menghapus, manipulasi ilegal terhadap utang pajak atau meloloskan diri untuk tidak membayar pajak sebagaimana yang telah terutang menurut aturan perundang-
undangan. Pengelakan pajak ini terutama terdapat pada pajak-pajak yang untuk
penentuan besarnya, para Wajib Pajak harus bekerja sendiri dengan menggunakan pemberitahuan dan dokumen-dokumen lain. Para Wajib Pajak dapat mengabaikan
sama sekali formalitas-formalitas yang harus dilakukannya, atau memalsukan dokumen, atau mengisinya kurang lengkap. Pembukuan juga memberi kemungkinan
untuk mengelakkan pajak.
Universitas Sumatera Utara
115
Menurut Mohammad Zain melalaikan pemenuhan kewajiban perpajakan disebabkan oleh:
1. Ketidaktahuan ignorance, yaitu wajib pajak tidak sadar atau tidak tahu akan
adanya ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersebut. 2.
Kesalahan error, yaitu wajib pajak paham dan mengerti mengenai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tetapi salah hitung.
3. Kesalahpahaman negligance, yaitu wajib pajak alpa untuk menyimpan buku
beserta bukti-buktinya secara lengkap.
162
Melalaikan pajak menurut R. Santoso Brotodihardjo merupakan upaya menolak untuk membayar pajak yang telah ditetapkan dan menolak memenuhi formal
itas-formalitas yang harus dipenuhinya.
163
Penghindaran pajak tax avoidance merupakan tindakan legal, dapat dibenarkan karena tidak melanggar undang-undang, dalam hal ini sama sekali tidak
ada suatu pelanggaran hukum yang dilakukan. Tujuan penghindaran pajak adalah menekan atau meminimalisasi jumlah pajak yang harus dibayar:
Pada kenyataannya di dalam praktik Wajib Pajak selalu berusaha untuk membayar pajak yang terutang sekecil mungkin, dan cenderung melakukan
penyelundupan pajak, yang tentunya melanggar peraturan perundang-undangan perpajakan. Kondisi ini merupakan tindakan peminimalan pajak yang melanggar
peraturan perundang-undangan perpajakan, tindakan ilegal yang dilakukan oleh Wajib Pajak ini disebut sebagai tax evasion.
Menurut Mohammad Zain bahwa ”perilaku Wajib Pajak mengarah pada tindakan meminimalkan pajak yang harus dibayar adalah bahwa Wajib Pajak selalu
162
Ibid
163
R. Santoso Brotodihardjo, Op. Cit, hal. 57
Universitas Sumatera Utara
116
berusaha untuk membayar pajak yang terutang sekecil mungkin, sepanjang hal itu dimungkinkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan”.
164
Menyelundupkan pajak tax evasion, yaitu usaha penghindaran pajak yang terutang secara ilegal, sepanjang Wajib Pajak tersebut mempunyai alasan yang
meyakinkan bahwa akibat dari perbuatannya tersebut kemungkinan besar mereka tidak akan dihukum serta yakin pula bahwa rekan-rekannya melakukan hal yang
sama. Menurut Mohammad Zain Perilaku Wajib Pajak yang tidak sepenuhnya
memenuhi kewajiban perpajakan dibedakan menjadi tiga, yakni tax evasion, tax avoidance
, dan tax delinquency.
165
Melihat dari hal diatas, Pada pelaksanaan Sunset Policy pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia, dilihat dari Jumlah Wajib Pajak di Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia sampai dengan April 2009 berjumlah 73.035 Wajib Pajak yang terdiri dari Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak
Badan Hukum.
166
Sedangkan yang memanfaatkan program Sunset Policy tersebut hingga akhir masa berlaku sunset policy adalah 1.984 Wajib Pajak, yang terdiri dari 1.882 Wajib
Pajak orang pribadi, dan 102 Wajib Pajak Badan. Sehingga tidak lebih 1 dari Wajib Pajak terdaftar maupun Wajib Pajak baru yang memanfaatkan fasilitas Sunset Policy
yang berada pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia.
164
Mohammad Zain, Op. Cit, hal 58
165
Ibid
166
Hasil Wawancara dengan Martono Priadi, Kepala Bagian Umum, A.n Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia, dilakukan pada tanggal 14 April 2009.
Universitas Sumatera Utara
117
Apabila dilihat dari segi pemasukan negara, pada pelaksanaan Sunset Policy di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia, jumlah pemasukan Negara dari
pelaksanaan Sunset Policy di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia adalah sebesar Rp. 14.763.752.261,- yang terdiri dari Wajib Pajak badan sebesar
Rp. 4.439.929.419,- dan dari Wajib Pajak orang pribadi sebesar Rp. 10.323.822.842,
167
. bagi pemerintah, melalui Sunset Policy Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia bisa memasukkan uang pajak kedalam penerimaan pemerintah mencapai
sebesar Rp. 14.763.752.261
168
Hambatan-hambatan yang dialami oleh fiskus selama pelaksanaan Sunset Policy
169
. Pada awal pelaksanaan Sunset Policy, sikap resisten dan curiga Wajib Pajak
tidaklah berjalan sesuai yang diinginkan oleh pembuat undang-undang. Akan tetapi mengalami hambatan-hambatan yang pada akhirnya dapat menggangu pelaksanaan
Sunset Policy tersebut. Sikap resistensi atau sikap antipati Wajib Pajak yang selama
ini masih cenderung miring terhadap pemberlakuan Sunset Policy, yang pada akhirnya sifat ini mengarah kepada sikap kecurigaan Wajib Pajak terhadap
pemberlakuan Sunset Policy, yang mana masih banyak Wajib Pajak yang memberikan opini bahwasannya Sunset Policy merupakan suatu jebakan, yang pada
akhirnya akan memberikan ketidakpastian hukum bagi Wajib Pajak setelah melaksanakan Sunset Policy.
167
Hasil Wawancara dengan Martono Priadi, Kepala Bagian Umum, A.n Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia, dilakukan pada tanggal 14 April 2009.
168
Hasil Wawancara dengan Gerik Simbolon, Petugas pajak Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia, dilakukan pada tanggal 14 April 2009
169
Hasil Wawancara dengan Martono Priadi, Kepala Bagian Umum, A.n Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia, dilakukan pada tanggal 14 April 2009.
Universitas Sumatera Utara
118
Masih awamnya pengetahuan Wajib Pajak terhadap perundang-undangan Perpajakan
170
. Ketidaktahuan mengenai perundang-undangan perpajakan merupakan suatu hambatan yang sering dihadapi oleh fiskus, sebagai aparat pelaksana kebijakan
Sunset Policy , hal ini disebabkan oleh masih tidak pro aktifnya Wajib Pajak atau
masih kurangnya kesadaran Wajib Pajak untuk mencari tahu mengenai perkembangan hukum pajak yang berlaku di Indonesia, yang pada akhirnya dapat
memberikan dampak negatif terhadap pelaksanaan Sunset Policy. Dan dampak negatif tersebut yang dapat menghambat pelaksanaan Sunset Polcy. Karena fiskus
harus menjelaskan secara detail mengenai Sunset Policy kepada seluruh Wajib Pajak yang akan mengunakan fasilitas Sunset Policy yang pada akhirnya akan memakan
waktu dalam hal penjelasan sehingga dapat membatasi penguna fasilitas Sunset Policy
lainnya yang akan mengunakannya, karena dalam pelaksanan Sunset Policy ini memiliki batas waktu, yaitu hanya selama satu tahun dimulai dari tanggal 1 Januari
2008 hingga pada tangal 31 Desember 2008. Keterlambatan penerbitan peraturan pelaksana, serta Keterlambatan sosialisasi
pemberlakuan Sunset Policy. Keterlambatan penerbitan peraturan pelaksanaan Sunset Policy
ini dapat dilihat dari penerbitan Peratuaran Menteri Keuangan PerMenKeu Nomor. 15PMK.032008 tanggal 6 Februari 2008 sebagai peraturan pelaksanaan dari
Pasal 37A Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara
170
Hasil Wawancara dengan Martono Priadi, Kepala Bagian Umum, A.n Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia, dilakukan pada tanggal 14 April 2009.
Universitas Sumatera Utara
119
Perpajakan. Sehingga awal pelaksaan Sunset Policy didalam Undang-undang dikatakan pada tanggal 1 Januari 2008 akan tetapi aturan pelaksana baru dikeluarkan
pada tanggal 6 Februari 2008. dan pada akhirnya pada tanggal 29 April 2008 Menteri Keuangan menerbitkan kembali PerMenKeu Nomor. 66PMK.032008 tentang Tata
Cara Penyampaian atau Pembetulan Surat Pemberitahuan dan Persyaratan Wajib Pajak yang dapat diberikan Penghapusan Sanksi Administrasi dalam rangka
penerapan Pasal 37A Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007. mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dan mempunyai daya laku surut terhitung sejak tanggal 1 Januari
2008. Selain keterlambatan yang disebabkan oleh penerbitan peraturan pelaksana
diatas juga memiliki hambatan dalam hal sosialisasi mengenai pemberlakuan Sunset Policy
. Direktorat Jenderal Pajak mulai melaksanakan sosialisasi sejak Juli 2008, jika dihubungkan dengan tanggal 1 Januari 2008 sebagai saat mulai berlakunya Undang-
Undang Nomor. 28 Tahun 2007 yang mendasari kebijakan Sunset Policy, sosialaisasi yang baru dimulai Juli 2008 dinilai sangatlah lambat, yang mana batas akhir
pemberlakuan Sunset Policy berdasarkan ketentuan UUKUP yaitu pada tanggal 31 Desember 2008.
Wajib Pajak banyak memanfaatkan Sunset Policy pada hari-hari terakhir pemberlakuan Sunset Policy.
171
Dengan adanya batas waktu pemberlakuan Sunset Policy
yang diawali pada tanggal 01 Januari 2008 dan diakhiri pada 31 Desember
171
Hasil Wawancara dengan Iman Pinem, Petugas Pajak Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia, dilakukan pada tanggal 14 April 2009
Universitas Sumatera Utara
120
2008, sehinga pada akhir masa pemberlakuan Sunset Policy Wajib Pajak banyak yang memanfaatkan fasilitas Sunset Policy yang mengakibatkan banyaknya Wajib Pajak
diakhir masa pelaksanaan Sunset Policy, yang mana hal ini berbanding terbalik dengan jumlah fiskus yang relatif tetap, yaitu ”dalam hal pelayanan Sunset Policy
hanya ada 5 fiskus yang melakukan pelayanan terhadap Wajib Pajak yang akan mengunakan fasilitas Sunset Policy, sehingga mengakibatkan banyaknya Wajib Pajak
yang akan memanfaatkan fasilitas Sunset Policy di akhir-akhir pemberlakuan Sunset Policy
tersebut.
172
C. Upaya-Upaya Mengatasi Hambatan Yang Dilakukan Oleh Fiskus Dalam