115
B. Prinsip Fiduciary Duty Direksi dalam Pengelolaan Perseroan
Sebagai artificial person, Perseroan tidak mungkin dapat bertindak sendiri
tanpa bantuan organ-organnya, seperti yang di Indonesia dikenal dengan RUPS, Direksi dan Dewan Komisaris. Di antara organ-organ tersebut, Direksi adalah organ
yang, oleh undang-undang, diberikan hak dan kewajiban serta tugas untuk melaksanakan kegiatan pengurusan dan perwakilan untuk dan atas nama Perseroan,
bagi kepentingan Perseroan, di bawah pengawasan Dewan Komisaris. Organ-organ yang fiktif tersebut dikonkritisasikan dengan anggota-anggota yang merupakan orang-
orang yang memiliki kehendak untuk melaksanakan tugas organ-organ tersebut sesuai dengan maksud dan tujuan pendirian Perseroan.
Dalam menjalankan kegiatan dan aktivitasnya sehari-hari, Perseroan memiliki kepentingan tertentu yang dimuat dalam setiap akta pendirian dan anggaran dasar
Perseroan. Setiap tindakan Direksi memiliki peran ganda, yaitu di satu pihak menunjukkan keberadaan atau eksistensi Perseroan, dan di lain pihak menjadi
pembatasan bagi kecakapan bertindak Perseroan.
171
Direksi hanya berhak dan berwenang untuk bertindak atas nama dan untuk kepentingan Perseroan dalam batas-batas yang diizinkan oleh peraturan perundang-
171
Kecakapan bertindak Perseroan berkaitan dengan praktik hukum Perseroan yang menunjukkan adanya dua tindakan atau perbuatan yang merupakan tindakan yang tidak sesuai dengan
anggaran dasar Perseroan. Pertama, tindakan yang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku serta anggaran dasar Perseroan adalah tindakan yang berada di luar maksud dan tujuan
Perseroan. Sampai seberapa jauh suatu perbuatan dapat dikatakan telah menyimpang dari maksud dan tujuan Perseroan, dan oleh karena itu dapat dikategorikan sebagai perbuatan ultra vires, harus dapat
dilihat dari kebiasaan atau kelaziman yang terjadi dalam praktik dunia usaha. Kedua, tindakan dari Direksi Perseroan yang berada di luar kewenangan yang diberikan kepadanya berdasarkan ketentuan
yang berlaku, termasuk anggaran dasar Perseroan. Fred B. G. Tumbuan dalam Gunawan Widjaja. Risiko Hukum Sebagai Direksi, Komisaris Pemilik PT. Op. Cit. Hlm. 41-42.
116
undangan yang berlaku dan anggaran dasar Perseroan. Direksi memiliki limitasi pembatasan dalam bertindak atas nama dan untuk kepentingan Perseroan.
Sehubungan dengan hal tersebut, Direksi Perseroan dalam menjalankan tugas kepengurusannya senantiasa harus:
a. bertindak dengan itikad baik
172
; b.
memperhatikan kepentingan Perseroan semata-mata dan bukan kepentingan dari pemegang saham;
c. melakukan kepengurusan Perseroan dengan baik, sesuai dengan tugas dan
kewenangan yang diberikan kepadanya, dengan tingkat kecermatan yang wajar, dengan ketentuan bahwa Direksi tidak diperkenankan untuk
memperluas maupun mempersempit ruang lingkup geraknya sendiri;
d. tidak berada dalam suatu keadaan yang dapat mengakibatkan kepentingan
dan atau kewajibannya terhadap Perseroan berbenturan dengan kepentingan Perseroan, kecuali dengan pengetahuan dan persetujuan
Perseroan.
173
172
Itikad baik berkaitan dengan hati seseorang yang masih gaib, sehingga tidak mempunyai standar yang pasti. Itikad baik berada pada relung hati yang sulit dibuktikan. Try Widiyono. Op. Cit.
Hlm. 39, 47. Itikad baik memiliki definisi yang abstrak dan cenderung subyektif. Itikad baik biasanya dihubungkan
dengan fair dealing, yang mencakup makna: fairness, reasonable standard of fair dealing, decency, reasonableness, a common ethical sense, a spirit of solidarity, and community standards. Itikad baik
adalah sebuah isyarat agar setiap individu dalam berhadapan dengan individu lain untuk selalu mempertahankan perilaku jujur dan terhormat yang didasarkan kepada standar moral yang berlaku di
masyarakat setempat. Pada mulanya pelaksanaan itikad baik pada perjanjian yang tidak tertulis hanya digantungkan pada keinginan para pihak, tanpa memiliki konsekuensi apapun bagi yang tidak
melaksanakannya. Perkembangan selanjutnya, itikad baik mulai diberlakukan kepada semua warga negara yang mengadakan kesepakatan dengan pihak lain, walaupun karena belum tertulis, praktiknya
digantungkan kepada putusan hakim, tetapi bagi orang yang melanggar kewajiban itikad baiknya, orang tersebut dapat dikenakan tanggung jawab untuk mengganti kerugian. Lama kelamaan itikad baik sudah
diakui sebagai hukum tidak tertulis yang mengikat semua orang, sehingga kewajiban itkad baik yang pada mulanya hanya diletakkan pada kewajiban moral masing-masing individu, menjadi diterima
sebagai hukum yang mengikat, dan dilegitimasi dengan memasukkan kewajiban itikad baik melalui suatu peraturan perundang-undangan. Perintah undang-undang untuk melaksanakan itikad baik inilah
yang disebut sebagai statutory duty of good faith. Di Indonesia, statutory duty of good faith tersebut telah diatur dalam KUH Perdata pada Pasal 1338 ayat 3 sebagai dasar pemberlakuan doktrin itikad
baik, yang memuat ketentuan bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Hendra Setiawan Boen. Bianglala Business Judgment Rule. Jakarta: Tatanusa. 2008. Hlm. 150-156.
173
Sebagaimana dinyatakan oleh Paul L. Davies dalam Gower’s Principles of Modern Company Law, bahwa: In applying the general equitable principle to company directors, four
separate rules have emerged. These are: a.
that directors must act in good faith in what they believe to be the best interest of the company;
117
Keempat hal tersebut di atas menjadi penting karena mencerminkan suatu hubungan saling ketergantungan di antara Perseroan dan Direksi, dimana kegiatan dan
aktivitas Perseroan bergantung pada Direksi sebagai organ yang dipercayakan untuk melakukan pengurusan Perseroan. Keberadaan Perseroan merupakan sebab
keberadaan Direksi raison d’ etre, sehingga tanpa Perseroan, Direksi tidak akan pernah ada. Hubungan ini dinamakan dengan fiduciary relation, yang selanjutnya
melahirkan fiduciary duty bagi Direksi terhadap Perseroan yang telah mengangkatnya sebagai pengurus dan perwakilan bagi Perseroan.
174
Direksi mempunyai posisi dan kekuasaan yang besar dalam mengelola perusahaan, oleh karena itu, mengontrol perilaku para Direksi adalah sangat penting,
termasuk menentukan standar perilaku standard of conduct untuk melindungi pihak- pihak yang dirugikan apabila Direksi berperilaku tidak sesuai dengan kewenangannya
atau berperilaku tidak jujur. Kebutuhan untuk melindungi pemegang saham pada akhirnya sangat memengaruhi konsep pengelolaan perusahaan, di mana konsep
tersebut dititikberatkan pada tanggung jawab Direksi berdasarkan fiduciary duty dan perlindungan terhadap pemegang saham.
175
b. that they must not exercise the powers conferred upon them for purposes different from those for
which they were conferred; c.
that they must not fetter their discretion as to how they shall act; d.
that, without the informed consent of the company, they must not place themselves in a position in which their personal interests or duties to other persons are liable to conflict with their duties.
Gunawan Widjaja. Risiko Hukum Sebagai Direksi, Komisaris Pemilik PT. Op. Cit. Hlm. 43.
174
Ibid. Hlm. 44.
175
Bismar Nasution. Pengelolaan Stakeholder Perusahaan. Disampaikan pada Pelatihan Mengelola Stakeholder, yang dilaksanakan PT. Perkebunan Nusantara III Persero tanggal 17 Oktober
2008 di Sei Karang, Sumatera Utara. Hlm. 2.
118
Fiduciary duty, pada dasarnya, merupakan suatu tugas dari seseorang yang disebut dengan trustee yang terbit dari suatu hubungan hukum antara trustee dengan
pihak lain yang disebut dengan beneficiary. Pihak beneficiary memiliki kepercayaan yang tinggi kepada trustee, dan sebaliknya pihak trustee juga mempunyai kewajiban
yang tinggi untuk melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya, dengan itikad baik yang tinggi dan penuh tanggung jawab.
176
176
Hubungan fiduciary berasal dari suatu perbuatan hukum yang disebut dengan trust. Pranata hukum trust berasal dari common law system dan telah berkembang di Inggris sejak pemerintahan Raja
Alfred. Dalam hukum trust, seorang trustee mengelola suatu aset milik pihak lain, yaitu beneficiary dengan sebaik-baiknya. Terhadap aset yang dikelola tersebut berlaku kepemilikan ganda, di mana
trustee memiliki aset tersebut secara hukum legal owner dan beneficiary memiliki aset tersebut berdasarkan asas kemanfaatan beneficial owner.
Sedangkan dalam hukum romawi, yang menjadi dasar civil law system, pranata hukum trust tidak dikenal. Konsep kepemilikan ganda dari trust juga ditolak oleh Code Napoleon yang dengan sangat
tegas mempertahankan konsep kepemilikan yang mandiri unitaris, absolut dan abstrak. Dengan konsep kepemilikan yang unitaris dan absolut, konsep kepemilikan ganda dualistis dan borjuistis,
yakni antara kepemilikan raja dengan kepemilikan rakyat, dihapus. Namun, akibat globalisasi di berbagai bidang, termasuk bidang hukum, pranata asli trust dari negara-
negara penganut common law system masuk menyusup juga ke negara-negara penganut civil law system. Dengan demikian, terjadilah interaksi antara pranata-pranata hukum yang berasal dari common
law system dengan civil law system, sehingga benturan-benturan hukum pun tidak bisa dihindari, dan oleh sebab itu mengundang legislatif, pengadilan maupun pemerintah untuk ikut menyelesaikannya.
Pranata trust yang melahirkan hubungan fiduciary ini menyusup ke berbagai bidang, terutama perbankan.
Di Indonesia, pranata hukum trust juga tidak dikenal, walaupun ada pranata waqaf yang mirip dengan konsep trust tersebut. Sebagai akibat globalisasi, pranata trust juga menyusup masuk ke hukum
Indonesia, termasuk hukum Perseroan. Doktrin fiduciary duty, yang lahir dari pranata hukum trust tersebut, mulai diakui dan dikembangkan dalam tata hukum dan praktik Perseroan di Indonesia,
khususnya bagi Direksi Perseroan, sejak berlakunya Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas UU PT lama.
Perbedaan antara prinsip fiduciary duty yang dimiliki oleh Direksi dengan yang dimiliki oleh trustee adalah bahwa:
a.
Berbeda dengan Direksi, trustee demi hukum sepenuhnya bertanggung jawab terhadap segala tindakannya yang melebihi kewenangannya;
b. Dalam menjalankan tugasnya masing-masing, diskresi kebebasan dan judgment Direksi lebih
luas dibandingkan dengan trustee; c.
Derajat kepedulian, loyalitas dan keterampilan dari trustee dalam hukum trust jauh lebih tinggi daripada yang dibebankan kepada Direksi.
d. Trustee memiliki fungsi pengelolaan aset milik beneficiary dengan sebaik-baiknya, hal mana tidak
dimiliki Direksi Perseroan;
119
Seseorang dikatakan mempunyai fiduciary duty manakala dia dipercayakan untuk berbuat sesuatu untuk kepentingan seorang lain atau untuk kepentingan pihak
ketiga, di mana dia seolah-olah berbuat untuk kepentingan dirinya sendiri. Berkaitan dengan hal tersebut, Benjamin N. Cardozo dalam kasus People v. Mancuse 1931
177
di Amerika Serikat, menyebutkan bahwa fiduciary duty merupakan suatu derajat kepedulian dan kehati-hatian yang sama jika seseorang karena kepentingan sendiri
umumnya melakukan tindakan terhadap masalahnya sendiri the same degree of care and prudence that men prompted by self interest generally exercise in their own
affairs. Hubungan antara Direksi dengan Perseroan adalah unik, sebab sungguhpun
ada hubungan fiduciary, tidaklah sama persis dengan hubungan antara trustee dengan beneficiary dalam suatu trustee agreement. Umumnya tugas untuk mengelola dengan
penuh keahliannya duty of care and skill dari Direksi kepada Perseroan derajatnya tidaklah setinggi yang terdapat dalam hubungan antara trustee dengan beneficiary
dalam fiduciary relation dari suatu perjanjian trustee.
178
Menurut negara-negara penganut civil law system, hubungan antara Direksi dengan Perseroan adalah bersifat kontraktual. Sungguhpun antara Perseroan dengan
e. Terhadap aset yang dikelola oleh trustee, dalam hukum trust, berlaku kepemilikan ganda, di mana
trustee sebagai legal owner dan beneficiary sebagai beneficial owner, hal mana tidak terdapat pada Direksi Perseroan;
f. Dalam hukum trust, trustee tidak bertindak sebagai risk-taker pengambil risiko, sedangkan
Direksi Perseroan menjalankan bisnis Perseroan dengan penuh risiko risk-taking entrepreneur. Munir Fuady. Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law. Op. Cit. Hlm. 36-38.
177
Ibid. Hlm. 34.
178
Ibid. Hlm. 36.
120
Direksi tidak terdapat suatu kontrak tertentu, tetapi oleh hukum dianggap, secara fiksi, ada kontrak pemberian kuasa. Oleh sebab itu, tindakan Direksi adalah tindakan yang
memiliki tanggung jawab keperdataan. Hubungan hukum yang terjadi antara Direksi dengan perseroannya merupakan
hubungan hukum pemberian kuasa saja, bukan sebagai hubungan antara trustee dan beneficiary seperti halnya pada common law system. Menurut civil law system, Direksi
hanya orang upahan saja yang didasarkan pada pemberian kuasa maupun hubungan ketenagakerjaan.
179
Dalam hal ini, Direksi sebagai penerima kuasa dari Perseroan hanya akan bertanggung jawab secara pribadi, seandainya dalam mengurus dan
mewakili Perseroan, tindakan Direksi melampaui amanat atau kuasa yang diberikan kepadanya melalui anggaran dasar.
180
Dalam perkembangannya, pranata hukum trust yang melahirkan konsep fiduciary duty tersebut berhasil berinteraksi dengan hukum negara civil law, sehingga
banyak ketentuan hukum negara civil law mulai memberlakukan konsep fiduciary duty tersebut dalam hukum perseroannya. Walaupun demikian, beberapa ahli hukum
menganggap bahwa fiduciary duty selama ini adalah sebuah konsep yang cukup familiar di kalangan praktisi hukum civil law, yaitu statutory duty of good faith, yaitu
kewajiban dari setiap orang dalam berhadapan dengan sesamanya untuk bertindak
179
Sampai batas-batas tertentu, Direksi dapat dikategorikan sebagai pekerja dalam suatu Perseroan, sehingga sampai batas-batas tertentu hukum tenaga kerja berlaku kepadanya, di mana
Direksi sebagai buruh dan Perseroan bukan pemegang saham sebagai majikannya. Namun, dalam hal ini Direksi adalah sebagai the officer of the company yang memiliki kedudukan hukum mendekati para
profesional, sehingga dia berkedudukan mandiri, terbebas dari campur tangan pihak lain. Ibid. Hlm. 58-59.
180
Rachmadi Usman. Op. Cit. Hlm. 177.
121
dengan itikad baik good faith, bona fide kepada mereka dalam melakukan segala sesuatu, yang diperintahkan oleh undang-undang.
181
Dalam hukum Perseroan, fiduciary duty merupakan suatu tindakan untuk dan atas nama orang lain, di mana seseorang mewakili kepentingan orang lain yang
merupakan standar tertinggi dalam hukum. Fiduciary duty adalah menyangkut tugas Direksi yang dilaksanakan berdasarkan suatu kepercayaan trust, kecakapan, kehati-
hatian dan ketekunan duty of skill, care, and diligence, serta dengan itikad baik, kejujuran dan loyalitas kepada Perseroan.
Prinsip fiduciary duty mengharuskan Direksi Perseroan menjalankan tugasnya untuk kepentingan Perseroan, di mana Perseroan mempunyai kepercayaan yang besar
great trust kepadanya. Sementara di lain pihak, Direksi wajib mempuyai itikad baik good faith, loyalitas loyalty, kejujuran honesty, kepedulian dan kemampuan care
and skill dengan derajat yang tinggi high degree
182
dalam menjalankan tugasnya kepada Perseroan.
183
Standar dari pelaksanaan duty of skill and care adalah bahwa Direksi harus melaksanakan tugasnya untuk mengelola Perseroan dengan itikad baik
181
Pelanggaran statutory duty of good faith dapat digugat melalui Pasal 1365 jo. 1366 KUH Perdata mengenai Perbuatan Melawan Hukum onrechtmatigedaad. Hendra Setiawan Boen. Bianglala
Business Judgment Rule. Op. Cit. Hlm. 95, 105.
182
Dalam memahami hubungan pemegang kepercayaan fiduciary relationship, common law system mengakui bahwa orang yang memegang kepercayaan fiduciary secara natural memiliki potensi
untuk menyalahgunakan wewenangnya. Oleh sebab itu hubungan pemegang kepercayaan tersebut harus didasarkan pada standar atau derajat yang tinggi. Bismar Nasution. Pertanggungjawaban Direksi
Dalam Pengelolaan Perseroan. Op. Cit. Hlm. 3.
183
Munir Fuady. Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law. Op. Cit. Hlm. 51-52.
122
dan hati-hati sebagaimana orang biasa prudent man melaksanakan pengelolaan terhadap kekayaannya.
184
Itikad baik Direksi tersebut, sebagaimana pertimbangan Hakim pada kasus In re the Walt Disney Co. Derivative Litigation, harus dijalankan dengan kejujuran,
kesetiaan, dan maksud yang terbaik bagi perusahaan. Itikad baik tersebut harus berdasarkan informasi yang memadai, namun harus tidak bertentangan dengan hukum
yang berlaku, serta tidak merugikan perusahaan serta pihak-pihak yang berkepentingan lainnya.
185
Pada prinsipnya, ada 2 dua fungsi utama dari Direksi Perseroan, yaitu sebagai berikut:
186
a. Fungsi manajemen, dalam arti Direksi melakukan tugas memimpin
perusahaan. William mengatakan bahwa manajemen berarti penyelesaian pekerjaan melalui orang lain.
187
Terry berpendapat bahwa manajemen meliputi proses yang terdiri dari kegiatan planning, organizing, actuating,
dan controlling, yang diikuti dengan suatu ilmu pengetahuan dan keahlian
184
Hendra Setiawan Boen. Bianglala Business Judgment Rule. Op. Cit. Hlm. 106.
185
In re the Walt Disney Co. Derivative Litigation. In this case, the shareholders of The Walt Disney Company brought claims against corporate directors and officers. The court prescribed that to
act in good faith, a director must act at all times with an honesty of purpose and in the best interest and welfare of the corporation. The court indicated that a failure to act in good faith may be shown ...
where the fiduciary intentionally acts with a purpose other than that of advancing the best interest of the corporation, where the fiduciary acts with the intent to violate applicable positive law or where the
fiduciary intentionally fails to act in the face of a known duty to act, demonstrating a conscious disregard for his duties. Further, directors also fail to act in good faith if they knew that they were
making material decisions without adequate information and without adequate deliberation, and that they simply did not care if the decisions caused the corporation and its stockholders to suffer injury or
loss. The Bureau of National Affairs, Inc. Duties and Liabilities of Individual Board Members. WestLaw Journal: BNA Corporate Practice Series The Board of Directors 63-2nd. Diakses dari
www.westlaw.com pada tanggal 19 Juni 2009.
186
Munir Fuady. Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law. Op. Cit. Hlm. 32.
187
William Chuck. Management. USA: South-Western College Publishing. 2000. Hlm. 4.
123
188
Fungsi-fungsi manajemen secara efektif dipengaruhi kemampuan para manager dalam
merespons faktor-faktor lingkungan, seperti teknologi, kondisi sosial, etika, termasuk politik dan hukum.
189
b. Fungsi representasi, dalam arti Direksi mewakili Perseroan di dalam
maupun di luar pengadilan. Prinsip mewakili Perseroan di luar pengadilan menyebabkan Perseroan sebagai badan hukum akan terikat dengan
transaksi-transaksi atau kontrak-kontrak yang dibuat oleh Direksi atas nama dan untuk kepentingan Perseroan.
Prinsip umum dalam hukum Perseroan adalah bahwa teori fiduciary duty dari Direksi berlaku, baik dalam kedudukan Direksi dalam menjalankan tugas manajemen,
maupun terhadap pelaksanaan tugas-tugas representatif.
190
Berkaitan dengan
fiduciary duty tersebut, secara umum ada dua hal yang dapat dikemukakan, yaitu:
a. Direksi sebagai trustee bagi Perseroan. Sebagai trustee, Direksi
bertanggung jawab kepada Perseroan sehubungan dengan berkurangnya nilai harta kekayaan Perseroan yang dipercayakan untuk diurus olehnya;
b. Direksi adalah agen bagi Perseroan dalam mencapai tujuan dan
kepentingannya. Sebagai agen, Direksi mewakili Perseroan dalam setiap hubungan hukum Perseroan dengan pihak ketiga serta Direksi tidak
bertanggung jawab atas setiap perbuatan yang dilakukan olehnya untuk dan atas nama Perseroan.
191
Director Fiduciary Duties After Sarbanes-Oxley menentukan adanya 4 jenis
fiduciary duty dengan 2 jenis kewajiban pokok, yaitu:
192
188
J. Soegiastuti, P. Anoraga. Pengantar Bisnis Modern. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya. 1996. Hlm. 91.
189
Abdul R. Saliman, Hermansyah, Ahmad Jalis. Hukum Bisnis untuk Perusahaan. Teori Contoh Kasus Ed. 2. Jakarta: Kencana. 2005. Hlm. 4.
190
Ibid. Hlm. 49.
191
Gunawan Widjaja. Risiko Hukum Sebagai Direksi, Komisaris Pemilik PT. Op. Cit. Hlm. 44-45.
192
Kilpatrick Stockton dalam Ibid. Hlm. 45-46.
124
a. Duty of Loyalty requires a director, affirmatively and in good faith, to
protect the interests of the company and its stockholders, and to refrain from doing anything that would injure the company or deprive the
company of profit or an advantage that might properly be brought to the company for it to pursue. Untuk memenuhi duty of loyalty, a director must
act in a manner that he or she believes in good faith to be in the best interest of the company and its stockholders.
193
b. Duty of care requires a director to perform his or her responsibilities with
a care that a reasonably prudent person would exercise under similar circumstances, while acting in an inform manner. Untuk memenuhi duty of
care, a director must proceed with a “critical eye” in assessing information presented to him or her, and with inquisitive nature in
confirming that he or she has been presented with all material information. Dua jenis kewajiban fidusia lainnya, dengan merujuk pada putusan
pengadilan Delware, yaitu:
c. Duty of good faith; dan
d. Duty of disclosure.
Di samping pembagian fiduciary duty ke dalam dua jenis kewajiban pokok sebagaimana tersebut di atas, perkembangan selanjutnya ilmu hukum juga
memperlihatkan kewajiban-kewajiban tambahan yang terkait dengan fiduciary duty. Dalam perkembangan selanjutnya tersebut, menurut penulis, tambahan-tambahan
tersebut timbul sebagai interpretasi dari kedua jenis kewajiban pokok dalam fiduciary duty yang telah ada tersebut.
Tambahan tersebut antara lain sebagaimana dikemukakan oleh Anthony Collins dalam The Duties and Responsibilities of Directors. Anthony Collins
mengemukakan adanya tujuh jenis fiduciary duty, yaitu:
194
193
The directors fiduciary duties include the duty to deal with their stockholders honestly. Malone v. Brincat, 722 A.2d 5 Del. 1998. Stephen G. Christianson. Liability of a Director to a
Corporation for Mismanagement. WestLaw Journal: American Jurisprudence Proof of Facts 3d December, 2008. Diakses dari www.westlaw.com pada tanggal 19 Juni 2009.
194
Gunawan Widjaja. Risiko Hukum Sebagai Direksi, Komisaris Pemilik PT. Op. Cit. Hlm. 47-50.
125
a. Duty to act in good faith. Dalam hal ini terkandung kewajiban bagi Direksi
untuk hanya mengutamakan kepentingan Perseroan semata-mata, menghindari terjadinya keadaan dimana kepentingan dan kewajiban
pribadi Direksi berada dalam benturan kepentingan dengan kepentingan Perseroan dan atau kewajiban Direksi terhadap Perseroan, serta tidak
memanfaatkan harta kekayaan Perseroan untuk kepentingan dirinya pribadi.
b. Duty to manage the company’s affairs with the proper degree of skill and
care. Dalam hal ini terkandung kewajiban bagi Direksi untuk bertindak dengan penuh kehati-hatian. Misalnya jika Direksi tidak mengetahui
dengan tepat mengenai suatu perbuatan hukum yang harus dilakukan olehnya, maka ia wajib untuk memperoleh pendapat ahli dalam bidangnya
mengenai hal yang bersangkutan. Namun, Direksi tetap memiliki kebebasan dan kewenangan untuk memutuskan jadi tidaknya perbuatan
hukum tersebut dilaksanakan.
c. Duty to act strictly within the provisions of the constitution and to satisfy
yourself of its terms. Direksi dalam bertindak untuk dan atas nama Perseroan, haruslah memenuhi semua aturan main yang ada dalam undang-
undang dan anggaran dasar Perseroan.
d. Duty to act within the scope of any given authority for proper purpose.
Direksi hanya akan bertindak sesuai dengan kewenangan yang telah diberikan kepadanya, termasuk pembatasan-pembatasan yang diatur dalam
undang-undang dan atau anggaran dasar Perseroan intra vires. Hal ini penting untuk menghindari tanggung jawab pribadi.
e. Duty to act personally. Hal ini menunjuk pada sifat tanggung jawab
kolegial Direksi
195
, meskipun masing-masing anggota Direksi diberikan hak dan kewenangan untuk bertindak untuk dan atas nama Perseroan.
Setiap anggota Direksi berhak dengan bebas untuk menyatakan persetujuan atau keberatannya terhadap keputusan Direksi. Keputusan
Direksi adalah mengikat seluruh anggota Direksi sebagai satu kesatuan dewan, namun setiap anggota Direksi yang keberatan terhadap keputusan
195
Dengan ditegaskannya tanggung jawab kolegial tersebut, dimaksudkan agar sesama anggota Direksi:
a. melakukan keterbukaan atau transparansi disclosure mengenai setiap tindakan dan atau perbuatan
hukum yang hendak diambil atau telah diambil oleh satu atau lebih masing-masing anggota Direksi atas hal-hal yang berada dalam kewenangannya, demikian pula mengenai kepemilikan saham yang
dimiliki anggota Direksi yang bersangkutan danatau keluarganya dalam Perseroan, termasuk pada Perseroan-Perseroan lain, dalam daftar khusus;
b. melakukan check and balance tentang kegiatan, tindakan atau keputusan yang menghendaki agar
sedapat mungkin atau seyogiyanya diambil berdasarkan pada keputusan rapat Direksi. Dengan tanggung jawab secara tanggung renteng ini diharapkan dapat terjadi saling mengawasi di antara
sesama anggota Direksi Perseroan atas setiap perbuatan, tindakan atau keputusan Direksi yang dikhawatirkan dapat mengakibatkan terjadinya pelanggaran terhadap fiduciary duty, yang
menyebabkan tidak berlakunya business judgment rule. Ibid. Hlm. 81.
126
Direksi, berhak untuk mencatatkan pendapatnya yang berbeda dissenting opinion tersebut pada risalah rapat Direksi. Dalam hal ini derajat kehati-
hatian Direksi dipertaruhkan.
f. Duty not to take personal benefitprofit. Direksi diwajibkan untuk tidak
mengambil keuntungan pribadi atas setiap transaksi yang dilakukannya untuk dan atas nama Perseroan. Dalam hal ini diperlukan keterbukaan
disclose, termasuk kewajiban Direksi untuk melaporkan pemilikan saham miliknya dan keluarganya untuk dicatatkan dalam Daftar Khusus
Perseroan, sehingga dengan demikian setiap anggota Direksi dapat saling mengawasi dan mengingatkan.
g. Duty to secure the proper and effective use of property. Dalam hal ini
berkaitan dengan refleksi kegiatan Direksi sehari-hari, antara lain menjaga, mengawasi dan memelihara dengan baik segala aset Perseroan.
Selanjutnya, Phillip Lipton dan Abraham Herzberg membagi fiduciary duty ke dalam duty of loyalty and good faith dan duty to exercise care and diligence.
196
Duty of loyalty and good faith dikelompokkan ke dalam:
a. the duty to act bona fide in the interest of the company. Hal ini
mencerminkan kewajiban Direksi untuk melakukan pengurusan Perseroan hanya untuk kepentingan Perseroan semata-mata. Direksi Perseroan harus
mengetahui dan memiliki penilaian sendiri tentang tindakan yang menurut pertimbangannya adalah sesuatu yang harus atau tidak dilakukan untuk
kepentingan Perseroan. Suatu putusan yang dikeluarkan oleh Lord Greene MR dalam Smith and Fawcett Ltd [1942] 1 All ER. 542 telah mengambil
pertimbangan bahwa they must exercise their discretion bona fide in what they consider – not what the court may consider – to be in the interest of
the company, and not for any collateral purposes. Kepentingan Perseroan dalam hal ini adalah kepentingan stakeholders
197
, yang meliputi:
1 pemegang saham shareholders;
2 karyawan atau pegawai employees;
3 managers;
4 pelanggan customers;
196
Ibid. Hlm. 50-57.
197
Bismar Nasution membagi stakeholder ke dalam 2 bagian, yaitu stakeholder internal dan stakeholder external. Yang termasuk sebagai stakeholder internal adalah pemegang saham
shareholder dan karyawan. Sedangkan yang termasuk stakeholder external adalah pihak-pihak yang tidak terlibat secara langsung dalam pengurusan Perseroan, seperti konsumen, masyarakat, pemerintah,
dan lingkungan hidup. Bismar Nasution. Pengelolaan Stakeholder Perusahaan. Op. Cit. Hlm. 6, 13.
127
5 pemasok suppliers;
6 kreditor debtholders;
7 masyarakat communities;
8 pemerintah government.
b. the duty to exercise power for their proper purpose. Direksi sebagai satu-
satunya organ Perseroan yang diberikan hak dan wewenang untuk bertindak untuk dan atas nama Perseroan, membawa konsekuensi bahwa
Direksi bertanggung jawab atas jalannya aktivitas Perseroan serta melakukan tugas pengelolaan harta kekayaan Perseroan dengan sebenar-
benarnya dan tidak memihak bagi keuntungan atau kepentingan mana pun juga.
c. the duty to retain their discrenatory powers. Direksi memiliki diskresi
dalam bertindak untuk kepentingan Perseroan. Namun, Direksi tidak dilarang untuk melakukan pembatasan diri atau membuat suatu perjanjian
yang mengekang kebebasan mereka untuk bertindak untuk tujuan dan kepentingan Perseroan.
d. the duty to avoid conflicts of interests. Kewajiban ini bertujuan untuk
mencegah Direksi secara tidak layak memperoleh keuntungan dari Perseroan, serta mencegah Direksi untuk menempatkan dirinya pada suatu
keadaan yang memungkinkan Direksi bertindak untuk kepentingan mereka sendiri, di mana pada saat yang bersamaan mereka harus bertindak untuk
dan atas nama Perseroan.
Di negara-negara yang menganut common law system, acuan yang dipakai adalah standard of care atau standar kehati-hatian. Apabila Direksi telah bersikap dan
bertindak melanggar standard of care, Direksi tersebut dianggap telah melanggar duty of care.
198
Dalam melaksanakan tugasnya, Direksi harus melaksanakannya secara due care, acting in good faith, and have a rational basis for the business judgment.
199
Dari kasus Carry vs Woodruff, 49 N.Y.S. 2d 625, 643 S.Ct 1944, secara klasik prinsip duty of care dari Direksi adalah:
198
Sutan Remy Sjahdeini dalam Rachmadi Usman. Op. Cit. Hlm. 181.
199
Munir Fuady. Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek. Buku Kesatu. Bandung: Citra Aditya Bakti. 1994. hlm. 62-63.
128
a. a conscious exercise of judgment;
b. an informal decision;
c. good faith and no self interest;
d. a rational basis.
200
Dalam kasus Francis vs United Yersey Bank, 423 A 2d 814 N.J. 1981, penerapan prinsip duty of care mengharuskan Direksi:
a. get a redimentary understanding of the business;
b. keep informed about the corporation’s activities.
201
Dalam teori ilmu hukum, prinsip kepedulian due care dari Direksi terhadap Perseroan memiliki 2 dua persyaratan, sebagai berikut:
a. Syarat prosedural; yaitu Direksi haruslah menaruh perhatian dengan
sungguh-sungguh terhadap jalannya aktivitas Perseroan, serta selalu berusaha mendapatkan informasi yang lengkap well informed terhadap
perseroannya.
b. Syarat substantif; yaitu Direksi dalam mengambil keputusan harus
berdasarkan pertimbangan yang rasional. Rasionalitas pertimbangan tersebut tidak harus melahirkan keputusan yang benar-benar optimal,
melainkan cukup berupa keputusan yang lahir sebagai respon yang wajar terhadap situasi yang ada.
202
Dalam duty of loyalty and good faith, Direksi dipercayakan untuk mengelola
harta kekayaan Perseroan, sedangkan dalam duty to exercise care and diligence, Direksi diharapkan dapat menjalankan Perseroan hingga memberikan keuntungan
bagi Perseroan. Dalam hal ini kewajiban Direksi terkait dengan the decision-making
200
Rachmadi Usman. Op. Cit. Hlm. 184.
201
Ibid. Hlm. 184.
202
Munir Fuady. Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law. Op. Cit. Hlm. 49-50.
129
function pembuat keputusan bagi jalannya usaha untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan dan the oversight function
203
pengawas atas seluruh jalannya Perseroan dengan baik.
Keputusan RUPS bisa saja melanggar ketentuan fiduciary duty. Lipton mengatakan bahwa keputusan RUPS yang tidak dilakukan dengan bona fide for the
benefit of the company as a whole, yaitu keputusan yang:
204
a. mengambil alih harta kekayaan Perseroan;
b. mensahkan tindakan Direksi yang melanggar fiduciary duty. Pensahan
setiap tindakan anggota Direksi yang melanggar fiduciary duty dapat memungkinkan terjadinya penyelahgunaan kekuasaan dari seorang
anggota Direksi yang juga merangkap sebagai pemegang saham mayoritas dalam Perseroan. Setiap tindakan pelanggaran terhadap fiduciary duty
dapat dengan mudah disahkan oleh Perseroan melalui RUPS, yang pada akhirnya dapat merugikan kepentingan Perseroan. Namun demikian
ternyata tidak semua tindakan atau perbuatan Direksi yang melanggar fiduciary duty yang dapat disahkan oleh RUPS mengikat pemegang saham
minoritas. Atas tindakan-tindakan anggota Direksi yang mengutamakan kepentingannya sendiri di atas kepentingan Perseroan dapat digugat
derivatif oleh pemegang saham minoritas.
c. mengambil alih harta kekayaan minoritas.
Sehubungan dengan hal tersebut, Pasal 97 ayat 6 UU PT memberikan hak kepada
pemegang saham, terutama pemegang saham minoritas, untuk dan atas nama Perseroan mengajukan gugatan terhadap Direksi yang melakukan pelanggaran
fiduciary duty, baik dalam bentuk kesalahan maupun kelalaian yang menimbulkan kerugian pada Perseroan.
203
Di negara-negara penganut common law system, tidak dikenal komisaris sebagai pengawas atas jalannya usaha atau kegiatan Perseroan. Tugas pengurusan dan pengawasan berada dalam tugas
dan kewenangan Direksi. Berbeda halnya dengan di Indonesia, peran Direksi atas pengawasan jalannya usaha atau kegiatan Perseroan berada pada tugas dan kewenangan komisaris Perseroan.
204
Gunawan Widjaja. Risiko Hukum Sebagai Direksi, Komisaris Pemilik PT. Op. Cit. Hlm. 71-72.
130
Lipton mengatakan bahwa tindakan yang dapat diambil remedies oleh Perseroan terhadap pelanggaran fiduciary duty meliputi antara lain:
205
a. ganti rugi atau kompensasi damages or compensation;
b. pengembalian keuntungan yang diperoleh oleh anggota Direksi tersebut
sebagai akibat dari tindakannya yang menguntungkan dirinya secara tidak sah tersebut account of profits;
c. permohonan untuk membatalkan perjanjian yang dibuat oleh anggota
Direksi tersebut rescission of contract; d.
pengembalian harta kekayaan yang diperoleh anggota Direksi tersebut return of property sebagai akibat pelanggarannya terhadap fiduciary
duty-nya.
Sepanjang sejarah penerapan prinsip fiduciary duty, muncul beberapa pedoman dasar bagi Direksi dalam menjalankan fiduciary duty terhadap Perseroan
yang dipimpinnya. Pedoman dasar tersebut adalah sebagai berikut: a.
Fiduciary duty merupakan unsur wajib mandatory element dalam hukum Perseroan;
b. Dalam menjalankan tugasnya, Direksi tidak hanya harus memenuhi unsur
itikad baik, tetapi juga harus memenuhi unsur tujuan yang layak proper purpose;
c. Pada prinsipnya Direksi dibebani prinsip fiduciary duty terhadap
Perseroan, bukan terhadap pemegang saham. Karena itu, hanya perusahaanlah yang dapat memaksakan Direksi untuk melaksanakan
fiduciary duty tersebut;
d. Dalam menjalankan fungsinya, Direksi juga harus memperhatikan
kepentingan stakeholders, seperti pemegang saham dan buruh perusahaan; e.
Direksi bebas dalam memberikan suara dan pendapat sesuai dengan keyakinan dan kepentingannya dalam setiap rapat yang dihadirinya;
f. Direksi bebas dalam mengambil keputusan sesuai dengan pertimbangan
bisnis dan sense of business yang dimilikinya, bahkan Pengadilan tidak boleh ikut campur mempertimbangkan sense of business Direksi tersebut;
g. Direksi dilarang atau setidak-tidaknya dibatasi atau diawasi dalam
menjalankan tugasnya. Pengawasan tersebut misalnya dengan memberlakukan prinsip keterbukaan informasi disclosure terhadap setiap
transaksi yang ada conflict of interest.
206
205
Ibid. Hlm. 73-74.
206
Munir Fuady. Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law. Op. Cit. Hlm. 61-62.
131
C. Prinsip Fiduciary Duty Direksi dalam UU PT