131
C. Prinsip Fiduciary Duty Direksi dalam UU PT
Sebelum berlakunya Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas UU PT lama, hukum Indonesia tidak menganut prinsip fiduciary duty. Hal
ini disebabkan oleh karena KUHD Indonesia merupakan penjelmaan dari KUHD Belanda Wetboek van Koophandel yang diambil dari Code du Commerce Prancis
pasca Code Napoleon. Code Napoleon tidak mengakui adanya prinsip fiduciary duty atau pranata hukum trust, sehingga prinsip fiduciary duty terhadap Direksi tidak
diakui dalam sistem hukum Eropa Kontinental civil law system. Hubungan antara Direksi dengan Perseroan yang dipimpinnya dalam sistem hukum Eropa Kontinental
adalah hubungan keagenan atau pemberian kuasa. Setelah berlakunya UU PT lama, banyak teori hukum Perseroan yang semula
tidak ada atau tidak berlaku menjadi diadopsi dan diberlakukan di Indonesia. Ketentuan fiduciary duty dalam UU PT lama dapat ditemukan dalam Pasal 79 ayat
1, Pasal 82, Pasal 84, dan Pasal 85.
207
Namun pengaturannya masih tergolong sederhana.
207
Pasal 79 Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas UU PT lama menentukan bahwa Kepengurusan Perseroan dilakukan oleh Direksi.
Pasal 82 UU PT lama menentukan bahwa Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, serta mewakili Perseroan baik di dalam maupun di luar
pengadilan. Pasal 84 UU PT lama menentukan bahwa:
1 Anggota Direksi tidak berwenang mewakili Perseroan apabila:
a. terjadi perkara di pengadilan antara Perseroan dengan anggota Direksi yang bersangkutan;
atau
b.
anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan. 2
Dalam anggaran dasar ditetapkan yang berhak mewakili Perseroan apabila terdapat keadaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1.
3 Dalam hal anggaran dasar tidak menetapkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2,
RUPS mengangkat 1 satu orang pemegang saham atau lebih untuk mewakili Perseroan.
132
Setelah berlakunya UU PT yang baru pada tahun 2007, teori hukum Perseroan yang sudah ada sebelumnya semakin disempurnakan, termasuk bagaimana pengaturan
fiduciary duty dan business judgment rule bagi Direksi di Indonesia. Penyempurnaan pengaturan fiduciary duty tersebut, menurut Prasodjo
208
, adalah bertujuan supaya Direksi dan Dewan Komisaris tidak main-main dalam menjalankan usahanya.
Sehubungan dengan hal tersebut, Blanchard juga mengatakan bahwa keseriusan Direksi dalam melaksanakan kewajibannya terhadap Perseroan adalah lebih berguna
untuk mencegah tanggung jawab secara pribadi, dibandingkan dengan lusinan prinsip business judgment rule dikombinasikan.
209
Pemberlakuan prinsip fiduciary duty di Indonesia berdasarkan UU PT diadopsi pada beberapa pasal sebagai berikut:
1. Pasal 92 ayat 1 dan 2 yang menentukan bahwa Direksi menjalankan
pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan dan berwenang menjalankan pengurusan Perseroan sesuai
Pasal 85 UU PT lama menentukan bahwa: 1
Setiap anggota Direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha Perseroan.
2 Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan
bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1.
3 Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 110 satu persepuluh bagian
dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian
pada Perseroan.
208
Ratnawati W. Prasodjo, Ketua Tim Perumus UU PT Depkumham, dalam Hukumonline. UU PT Pertegas Tanggung Jawab Direksi dan Komisaris. 2007. Available at Hukumonline.com.
http:www.hukumonline.com. Diakses tanggal 31 Maret 2009.
209
Convincing directors to take their duties seriously and educating them as to their legal responsibilities will do more to prevent liability than a dozen new formulations of the business
judgment rule combined. Gerald L. Blanchard. Op. Cit.
133
dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan dalam UU PT danatau anggaran dasar intra vires act. Ketentuan pasal ini menunjuk pada
fungsi manajemen dari Direksi berupa tindakan pengurusan Perseroan. Duty of loyalty ditujukan pada pengurusan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan
maksud dan tujuan Perseroan, sedangkan sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat menggambarkan suatu duty of care.
2. Pasal 97 ayat 1, 2 dan 3 yang menentukan bahwa Direksi bertanggung jawab
atas pengurusan Perseroan, yang dilaksanakan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab, serta bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian
Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya tersebut. Ketentuan pasal ini telah mendekati prinsip fiduciary duty, yaitu
bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan berdasarkan itikad baik duty of loyalty dan penuh tanggung jawab duty of care, serta dilengkapi dengan
tanggung jawab secara pribadi Direksi yang melanggar fiduciary duty-nya tersebut. Ketentuan ini memang dapat dikatakan belum sempurna dalam
menerapkan prinsip fiduciary duty, bahkan tidak secara tegas memberlakukan prinsip fiduciary duty, melainkan masih secara implisit mengaturnya.
210
210
Munir Fuady, dengan menyoroti ketentuan Pasal 85 ayat 1 UU PT lama yang tidak jauh berbeda dengan Pasal 97 ayat 1 dan 2 UU PT, mengatakannya sebagai prinsip semi-fiduciary duty.
Munir Fuady. Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law. Op. Cit. Hlm. 68. Hendra Setiawan Boen bahkan menganggap Pasal 97 ayat 1 dan 2 tersebut bukan
manifestasi prinsip fiduciary duty. Kewajiban beritikad baik hanyalah sebuah statutory duty of good faith, yang telah mengakar pada negara civil law. Jadi, fiduciary duty yang berasal dari negara common
law tersebut belum secara lengkap diwujudkan dalam UU PT. Hendra Setiawan Boen. Bianglala Business Judgment Rule. Op. Cit. Hlm. 198.
134
3. Pasal 98 ayat 1 yang menentukan bahwa Direksi mewakili Perseroan baik di
dalam maupun di luar pengadilan. Ketentuan pasal ini menunjuk pada fungsi representasi dari Direksi Perseroan.
4. Pasal 99 ayat 1 yang menentukan bahwa anggota Direksi tidak berwenang
mewakili Perseroan apabila: a.
terjadi perkara di pengadilan antara Perseroan dengan anggota Direksi yang bersangkutan; atau
b. anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai benturan kepentingan dengan
Perseroan. Ketentuan pasal ini sebenarnya tidak memperlihatkan secara sempurna konsep
fiduciary duty, karena pasal tersebut tidak mengindikasikan bahwa Direksi Perseroan harus mengalah dan mengutamakan kepentingan Perseroan dalam hal
terdapat transaksi yang mengandung conflict of interest antara Direksi dengan Perseroan, melainkan hanya meniadakan fungsi representasi saja, dan diganti oleh
pihak lain. UU PT tidak menyebutkan dengan jelas mengenai pemberlakuan prinsip
fiduciary duty, tetapi secara malu-malu kucing memberlakukan asas-asasnya, walaupun secara tidak penuh. Kedudukan Direksi belum sampai menjadi trustee atau
agen dari Perseroan, karena yang diberlakukan oleh UU PT sebenarnya hanya prinsip semi fiduciary duty.
211
211
Rachmadi Usman. Op. Cit. Hlm. 178.
135
Pembentuk UU PT seperti menyerahkan kepada pengadilan atau doktrin hukum untuk mengembangkannya lebih lanjut, sehingga dapat dipergunakan sebagai
pedoman dalam menerapkan doktrin itikad baik dan tanggung jawab seperti yang dimaksud dalam Pasal 92 dan Pasal 97 UU PT. Peluang ini setidaknya memberikan
kesempatan kepada pengadilan maupun para legislator untuk mengembangkan lebih lanjut standar kehati-hatian anggota Direksi Perseroan dalam menjalankan tugas dan
kewajiban untuk mengurus dan mewakili Perseroan. Ketentuan Pasal 97 UU PT setidaknya telah mengindikasikan diterapkannya
prinsip fiduciary duty. Menurut Pasal 97 tersebut, tindakan Direksi terhadap Perseroan harus dilakukan dengan memenuhi 3 tiga syarat yuridis, yaitu:
a. itikad baik good faith;
b. penuh tanggung jawab;
c. untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.
Sebagai ganjarannya, ayat 3 ketentuan pasal tersebut mengatakan bahwa setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan
apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya.
D. Kewajiban Direksi Dalam Menyelenggarakan RUPS Luar Biasa Ditinjau