BAB IV KEPUTUSAN DIREKSI YANG MENOLAK MENYELENGGARAKAN
RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM LUAR BIASA DALAM PERSPEKTIF BUSINESS JUDGMENT RULE
A. Prinsip Business Judgment Rule bagi Direksi dalam Pengelolaan Perseroan
Direksi melakukan pengurusan Perseroan berdasarkan tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya oleh undang-undang dan atau anggaran dasar. Sebagai
organ Perseroan yang memiliki tugas untuk mengurus dan mewakili Perseroan, serta menjalankan kegiatan usaha Perseroan untuk kepentingan Perseroan, Direksi pasti
dihadapkan pada risiko bisnis. Risiko tersebut terkadang berada di luar kemampuan maksimal Direksi. Mengingat suasana bisnis yang cenderung berubah dengan cepat,
Direksi harus dapat mengambil keputusan dalam waktu yang cepat berdasarkan pertimbangan yang cermat.
Masalah akan timbul jika Direksi dipenuhi oleh kekhawatiran dan ketakutan dalam mengambil keputusan bisnisnya, terutama keputusan yang spekulatif. Direksi
dapat selalu dibayangi rasa kekhawatiran dan ketakutan akan dituntut secara pribadi akibat keputusannya yang salah dan merugikan Perseroan yang dipimpinnya. Rasa
kekhawatiran dan ketakutan dalam menjalankan tugas Direksi tersebut dapat membuat Perseroan berjalan pincang.
Apabila Direksi pada saat mengambil keputusan telah melakukannya dengan pertimbangan yang matang, dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab, maka,
mengingat suasana bisnis yang penuh dengan ketidakpastian, seandainya keputusan
149
150
tersebut ternyata merugikan Perseroan, Direksi tidak akan dituntut secara pribadi, melainkan sampai batas-batas tertentu masih dapat ditoleransi. Direksi tidak boleh
dibebani harus mendapat untung, mengingat bisnis merupakan pekerjaan yang memiliki risiko. Dalam hal tersebut, Perseroan juga harus ikut menanggung kerugian.
Dengan kata lain, Perseroan juga harus siap menanggung risiko bisnis, termasuk risiko kerugian. Ini adalah konsep business judgment rule.
Ada beberapa cara untuk menyeleksi keputusan bisnis Direksi, apakah telah dipikirkan dengan matang atau tidak, antara lain:
a. Apakah Direksi telah mencari dengan maksimal alternatif selain keputusan
yang telah diambilnya; b.
Apakah Direksi lain telah mempunyai informasi yang cukup lengkap sehingga dapat menyimpulkan untuk mengambil keputusan tersebut.
215
Business judgment rule lahir sebagai akibat telah dilaksanakannya fiduciary duty oleh seorang Direksi, atau dengan kata lain, fiduciary duty adalah pohon dari
buah yang bernama business judgment rule.
216
Business judgment rule akan membagi tanggung jawab di antara Perseroan dan Direksi, manakala terjadi kerugian Perseroan
akibat keputusan Direksi. Bainbridge
217
mengatakan bahwa fungsi business judgment rule adalah untuk mencapai jalan tengah dalam hal terjadinya pertentangan antara
215
Hendra Setiawan Boen. Bianglala Business Judgment Rule. Op. Cit. Hlm. 117-118.
216
Ibid. Hlm. 102.
217
Stephen M. Bainbridge mengatakan bahwa: My analysis grounded on the core proposition that business judgment rule, like all of corporate law, is designed to affect a compromise-on a case-by-
case basis between two competing values: authority and accountability. These values refer, respectively, to the need to preserve the board of director’s decision making discretion and the need to
hold the board accountable for its decision. Ibid. Hlm. 100-101.
151
otoritas Direksi dalam menjalankan Perseroan dan tuntutan akuntabilitas Direksi terhadap para pemegang saham.
Berdasarkan business judgment rule, manusia diposisikan pada proporsi yang
sebenarnya dengan segala kekurangannya, yang tidak mungkin selalu benar dalam menjalankan usahanya. Direksi tidak akan digeneralisir untuk bertanggung jawab atas
kesalahan dalam mengambil keputusan tanpa mempertimbangkan unsur manusiawinya, di mana ada kemungkinan kesalahan yang diakibatkan oleh suatu
keadaan yang wajar dan manusiawi.
218
Prinsip fiduciary duty dari Direksi Perseroan akan sangat terasa eksistensinya ketika Direksi melakukan transaksi dengan Perseroan self dealing, transaksi
corporate opportunity, transaksi yang mengandung benturan kepentingan conflict of interest. Dalam hal tersebut, Direksi Perseroan harus mampu melaksanakannya
dengan keterbukaan penuh bahwa keputusan dan tindakannya adalah wajar, untuk kepentingan Perseroan semata-mata, terbaik bagi Perseroan, dan bukan merupakan
tindakan yang ultra vires, sehingga business judgment rule dapat melindunginya dari derivative action. Business judgment rule merupakan satu-satunya pertahanan yang
dapat dipakai oleh Direksi yang beritikad baik dalam melindungi dirinya dari gugatan pemegang saham ataupun kreditor akibat kerugian Perseroan yang disebabkan oleh
keputusan yang salah yang diambil oleh Direksi.
219
218
Try Widiyono. Op. Cit. Hlm. 46-47.
219
Hendra Setiawan Boen. Bianglala Business Judgment Rule. Op. Cit. Hlm. 108.
152
Fiduciary duty hanya dimiliki oleh Direksi yang memegang kebebasan cukup besar untuk menentukan jalannya Perseroan, sedangkan business judgment rule adalah
wujud pembelaan bagi Direksi apabila dia dituduh telah mengambil keputusan bertentangan dengan fiduciary duty-nya. Relevansi pemberlakuan business judgment
rule terhadap pelaksanaan fiduciary duty tersebut adalah sepanjang Direksi masih memiliki diskresi dan kewenangan penuh dalam menentukan kebijakan menjalankan
roda Perseroan. Business judgment rule akan menjadi sia-sia penerapannya jika dalam suatu Perseroan keputusan pemegang saham berpengaruh besar dalam Perseroan dan
Direksi hanya pelaksana di lapangan.
220
Sehubungan dengan diskresi tersebut, Borget, et al, mengatakan bahwa If these important representative relationships are to be employed with success, there
must be an ability on the part of the principal, or one represented, to deal openly and
220
Menurut Hendra Setiawan Boen, dalam suatu Perseroan, keputusan pemegang saham dapat berpengaruh besar dalam Perseroan dan Direksi hanya pelaksana di lapangan. Praktik tersebut banyak
ditemukan dalam PT tertutup, di mana RUPS memiliki posisi dominan untuk menentukan kebijakan yang harus diambil Direksi dalam mengurus PT. Boen merasa pesimistis UU PT dapat mengubah
secara drastis praktik RUPS sebagai organ tertinggi di PT tertutup, hal ini karena budaya masyarakat Indonesia terbiasa menjunjung tinggi pihak yang dituakan atau yang mempunyai kekuasaan penentu
kebijakan tanpa berani menentang keputusan yang diambil oleh pihak yang dituakan tersebut. Peran Direksi dalam PT tertutup biasanya sangat minimal, kecuali apabila Direksi tersebut juga merupakan
pemegang saham mayoritas dalam Perseroan. Sebaliknya, Boen berpendapat bahwa justru konsep fiduciary duty lebih berjalan pada PT terbuka perusahaan publik. Dalam PT terbuka, sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, khususnya dalam perusahaan publik yang jumlah pemegang sahamnya adalah 300, di antara organ Perseroan tidak akan ada organ
yang memegang posisi paling dominan. Nature dari sebuah perusahaan publik adalah untuk mencegah adanya pemegang saham individu yang berposisi sebagai pengendali kebijakan perusahaan, sehingga
Direksi dalam menjalankan arah kebijakan perusahaan sebagaimana telah digariskan oleh RUPS akan memiliki cukup kebebasan dalam menentukan sendiri apa yang harus dilakukan Perseroan agar
memenuhi keputusan RUPS. Hal ini menyebabkan setiap tindakan yang akan diambil oleh Direksi wajib memenuhi unsur-unsur fiduciary duty, karena tidak akan ada seorangpun yang dapat mencegah
dirinya mengambil keputusan tersebut. Konsekuensi kebebasan tersebut adalah Direksi harus mempertanggungjawabkan keputusan tersebut dalam RUPS Tahunan, dan apabila RUPS menerima
laporan pertanggungjawaban tersebut, maka untuk setiap keputusan Direksi akan diberikan pelunasan dan pembebasan. Ibid. Hlm. 198-201, Hlm. 109-110.
153
without reservation. He must be free from any necessity to be on his guard, to comply with formalities, or to take undue precautions to protect himself. Equity has always
taken an active interest in the fostering and protection of these intimate relationships which it calls “fiduciary.
221
Keberhasilan Direksi dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pengurus dan yang mewakili Perseroan tergantung pada
kebebasan yang dimilikinya dalam koridor kepercayaan yang diamanatkan kepadanya. Konsep
business judgment rule, yang berasal dari Amerika Serikat, mencegah pengadilan-pengadilan di Amerika Serikat untuk mempertanyakan kembali
pengambilan keputusan bisnis oleh Direksi, yang telah dilakukan dengan itikad baik, tanpa kepentingan pribadi, dan dengan keyakinan yang dapat dipertanggungjawabkan
bahwa Direksi telah mengambil suatu keputusan yang menguntungkan Perseroan.
222
Business judgment rule melindungi Direksi atas setiap keputusan bisnis yang merupakan transaksi Perseroan, selama hal tersebut dilakukan dalam batas-batas
kewenangan dengan penuh kehati-hatian dengan itikad baik. Business judgment rule, secara tradisional, memang dikonsep untuk
melindungi kepentingan anggota Direksi dari tanggung jawab atas setiap keputusan bisnis tertentu yang diambilnya yang menerbitkan atau mengakibatkan kerugian bagi
Perseroan.
223
Selanjutnya, Salomon mengutip pertimbangan pengadilan dalam perkara
221
George Gleason Bogert, George Taylor Bogert, Amy Morris Hess. Breach of fiduciary obligation. WestLaw Journal: The Law Of Trusts And Trustees 481 2008. Diakses dari
www.westlaw.com pada tanggal 19 Juni 2009.
222
Gunawan Widjaja. Risiko Hukum Sebagai Direksi, Komisaris Pemilik PT. Op. Cit. Hlm. 57.
223
Ibid. Hlm. 57.
154
Gries Sports Enterprises, Inc. v. Cleveland Browns Football Co., Inc. 496 NE 2
nd
959 Ohio, 1986, di mana dikatakan bahwa:
224
The business judgment rule is a principle of corporate governance that has been part of the common law for at least one hundred fifty years. It has
traditionally operated as a shield to protect directors from liability for their decisions. If the directors are entitled for the protection of the rule, then the
courts should not interfere with or second-guess their decisions. If the directors are not entitled to the protection of the rule, then the court scrutinize
the decision as to its intrinsic fairness to the corporation and the corporation’s minority shareholders.
The rule is a rebuttable presumption that directors are better equipped than the courts to make business judgments and that the directors acted without
self-dealing or personal interest and exercised reasonable diligence and acted with good faith. A party challenging a board of directors’ decision bears the
burden of rebutting the presumption that the decision was a proper exercise of the business judgment of the board.
Selanjutnya, sebagaimana menurut pertimbangan pengadilan dalam perkara Gries Sports Enterprises, Inc. v. Cleveland Browns Football Co., Inc. 496 NE 2
nd
959 Ohio, 1986 tersebut, menunjukkan bahwa business judgment rule adalah salah satu
aturan main dalam corporate governance. Siapa yang menyangkal berlakunya business judgment rule bagi Direksi terhadap suatu keputusan atau tindakan bisnis
tertentu yang mengatasnamakan Perseroan, orang tersebut harus membuktikannya. Yang harus dibuktikan adalah bahwa Direksi dalam mengambil keputusan atau
tindakan tidak mendasarkannya semata-mata pada kepentingan Perseroan terdapat kepentingan pribadi di dalamnya, melakukannya tidak dengan kehati-hatian yang
sewajarnya atau tidak dengan itikad baik. Dengan demikian tidak ada seorangpun
224
Lewis D. Salomon dalam Ibid. Hlm. 57-58.
155
yang berhak untuk mempertanyakan keputusan bisnis yang diambil oleh Direksi Perseroan.
225
Salomon mengatakan
bahwa Delware Supreme Court menyatakan bahwa
business judgment rule melibatkan dua hal, yaitu proses dan substansi.
226
Sebagai proses, business judgment rule melibatkan formalitas pengambilan keputusan dalam
Perseroan. Hal ini, menurut penulis, akan berkaitan dengan business judgment rule sebagai suatu standard of conduct yang memberitahukan apa dan bagaimana Direksi
harus bertindak dalam suatu keadaan tertentu atau untuk memutuskan suatu hal tertentu. Sebagai substansi, business judgment rule menunjuk pada manfaat bagi
Perseroan secara keseluruhan. Hal ini, menurut penulis, akan berkaitan dengan business judgment rule sebagai suatu standard of review
227
, yang menjadi dasar penilaian apakah tindakan Direksi memang sudah sewajarnya dan seharusnya
dilakukan. Salah satu unsur pokok dalam standard review tersebut adalah apakah ada
225
Hal ini merupakan bentuk perlindungan terhadap keputusan bisnis Direksi yang diberikan oleh business judgment rule, di mana business judgment rule adalah a presumption that in making
business decision directors acted on an informed basis, in good faith and in the honest believe that the action was taken in the best interest of the corporation. Ibid. Hlm. 57-59.
226
Lewis D. Salomon dalam Ibid. Hlm. 59.
227
Standard review yang menjadi dasar atau alasan tidak berlakunya business judgment rule bagi Direksi, sebagaimana yang telah dikembangkan dan ditetapkan oleh Pengadilan Delware,
sekurang-kurangnya meliputi tiga jenis, yaitu: a.
a gross negligence standard; apakah keputusan diambil berdasarkan good faith, informed basis, dan kepercayaan penuh bahwa segalanya dilakukan untuk kepentingan Perseroan semata-mata;
b. an enhanced scrutiny standard; yang mempertanyakan dua hal, yaitu mengenai integritas anggota
Direksi dalam suatu transaksi korporasi yang memengaruhi diri mereka, seperti merger, akuisisi, dan mengenai hasil dari keputusan Direksi, apakah telah dilakukan dengan kepercayaan penuh
bahwa segalanya dilakukan untuk kepentingan Perseroan semata-mata;
c. an entire fairness standard; terkait dengan ada atau tidaknya benturan kepentingan.
Ibid. Hlm. 61-62.
156
atau tidaknya conflict of interest
228
antara kepentingan pribadi Direksi dengan kepentingan Perseroan yang diwakilinya yang dapat menimbulkan judgment dari
Direksi yang mengandung kecurangan fraud. Business judgment rule merupakan doktrin yang mengajarkan bahwa suatu
keputusan Direksi mengenai aktivitas Perseroan tidak boleh diganggu gugat oleh siapapun, meskipun keputusan tersebut kemudian ternyata salah atau merugikan
Perseroan. Doktrin ini lebih memihak Direksi, tetapi masih dalam koridor hukum Perseroan yang umum bahwa pengadilan dapat melakukan scrutiny penilaian
terhadap setiap keputusan Direksi, termasuk keputusan bisnis yang sudah disetujui oleh RUPS. Penilaian tersebut lahir dari konsep business judgment rule sebagai
standard of review
229
, yang memperbolehkan pengadilan dalam memeriksa dan meneliti secara obyektif terhadap kualitas
230
keputusan Direksi, namun dilakukan
228
Perkembangan mengenai business judgment rule dewasa ini melihat conflict of interest tidak hanya semata-mata pada keberadaannya saja, melainkan lebih ke arah concept of neutrality
konsep netralitas yang melahirkan fairness. Konsep netralitas adalah bahwa suatu perbuatan hukum yang di dalamnya terdapat unsur benturan kepentingan antara kepentingan salah satu atau lebih anggota
Direksi dengan kepentingan Perseroan masih dapat dilaksanakan, selama dan sepanjang perbuatan atau transaksi tersebut adalah transaksi yang wajar dan telah disetujui juga oleh seluruh atau sebagian besar
anggota Direksi yang tidak memiliki benturan kepentingan. Ibid. Hlm. 60.
229
Konsep terbaru, yaitu business judgment rule sebagai standard of review, memperbolehkan pengadilan untuk memeriksa dan meneliti secara obyektif terhadap kualitas keputusan Direksi, namun
dilakukan secara limitatif, dengan mengatasnamakan reasonable care dan amount of care which ordinarily careful and prudent men would use in similar circumstances. Konsep tersebut menggantikan
konsep lama yang menerapkan business judgment rule sebagai abstention doctrine yang berarti terhadap keputusan Direksi yang telah memenuhi kriteria business judgment rule tidak boleh dilakukan
judicial review atau pemeriksaan isinya dan dihadapkan dengan undang-undang tanpa melihat kualitas keputusan ataupun pengambilan keputusan, apakah ada unsur terburu-buru atau tidak, sehingga secara
otomatis Direksi akan terlepas dari tanggung jawab terhadap keputusan yang salah. Hendra Setiawan Boen. Bianglala Business Judgment Rule. Op. Cit. Hlm. 111-113.
230
Tidak ada rumusan yang baku untuk mendefinisikan kualitas sebuah keputusan bisnis, apakah itu baik atau tidak, namun untuk membuat acuan masih dimungkinkan. Keputusan bisnis yang
brilian sekalipun bisa saja menjadi keputusan yang fatal pada kesempatan yang lain. Ibid. Hlm. 111.
157
secara limitatif. Penilaian tersebut tidak untuk menilai sesuai atau tidaknya keputusan Direksi dengan kebijakan bisnis, namun sepanjang untuk memutuskan apakah
keputusan Direksi tersebut memenuhi syarat-syarat berikut: a.
Sesuai dengan hukum yang berlaku; b.
Dilakukan dengan itikad baik; c.
Dilakukan dengan tujuan yang benar proper purpose; d.
Mempunyai dasar-dasar yang rasional; e.
Dilakukan dengan kehati-hatian due care seperti dilakukan oleh orang yang cukup hati-hati pada posisi yang serupa;
f. Dilakukan dengan cara yang secara layak dipercayainya reasonable
belief sebagai yang terbaik best interest bagi Perseroan.
231
Sutan Remy Sjahdeini mengatakan bahwa pertimbangan dari anggota Direksi tidak akan diganggu gugat atau ditolak oleh pengadilan atau oleh para pemegang
saham. Anggota Direksi tidak dapat dibebani tanggung jawab atas akibat-akibat yang timbul karena telah diambilnya suatu pertimbangan bisnis oleh anggota Direksi yang
bersangkutan sekalipun apabila pertimbangan itu keliru, kecuali dalam hal-hal tertentu.
232
Berdasarkan prinsip
business judgment rule, semua pihak, termasuk pengadilan harus menghormati keputusan bisnis yang diambil oleh orang-orang yang
memang mengerti dan berpengalaman di bidang bisnisnya, terutama terhadap masalah-masalah bisnis yang kompleks. Oleh sebab itu, kepada Direksi harus
diberikan diskresi yang besar, karena mereka lebih berpengalaman daripada para hakim di pengadilan, yang sama sekali tidak mengetahui bisnis dan memutuskan
231
Munir Fuady. Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law. Op. Cit. Hlm. 198.
232
Sutan Remy Sjahdeini. Hukum Kepailitan: Memahami Faillisementverordening Juncto Undang-Undang No. 4 Tahun 1998. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti. 2002. Hlm. 7.
158
hanya berdasarkan sejumlah petunjuk dan pendapat dari pengacara.
233
Business judgment rule, selain melindungi tanggung jawab pribadi Direksi apabila terjadi
pelanggaran, juga dapat diberlakukan terhadap pembenaran-pembenaran keputusan bisnis dari Direksi yang beritikad baik.
Sebuah keputusan bisnis yang dilakukan oleh Direksi, hanya dimengerti oleh pihak yang bergerak di bidang yang sejenis dan hakim tidak mungkin mengerti
substansi dan rasionalitas di balik keputusan tersebut. Bahkan hakim di Delware Supreme Court yang terbiasa memeriksa sengketa bisnis sekalipun akan membatasi
diri untuk memeriksa keputusan bisnis yang diambil oleh Direksi.
234
Besarnya pengaruh
business judgment rule dalam melindungi tindakan atau keputusan bisnis Direksi, tidak membuat Direksi selalu terbebas dari tanggung jawab
pribadi atas kerugian Perseroan yang ditimbulkan oleh tindakan atau keputusan bisnisnya tersebut. Apabila Direksi dinilai telah melakukan tindakan yang merugikan
Perseroan dan yang bersangkutan tidak dapat membuktikan bahwa tindakannya tersebut berada dalam koridor prinsip business judgment rule, maka Direksi yang
bersangkutan dapat diberhentikan.
235
Berdasarkan uraian-uraian terdahulu, ada beberapa tindakan Direksi yang tidak dilindungi oleh business judgment rule, yaitu
tindakan atau keputusan Direksi yang: a.
didasarkan padamengandung suatu kecurangan fraud;
233
Munir Fuady. Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law. Op. Cit. Hlm. 199.
234
Hendra Setiawan Boen. Bianglala Business Judgment Rule. Op. Cit. Hlm. 104.
235
Try Widiyono. Op. Cit. Hlm. 47.
159
b. lahir dari suatu conflict of interest tanpa suatu keterbukaan;
c. merupakan perbuatan melawan hukum illegality;
d. menerbitkan kerugian sebagai akibat kelalaian berat gross negligence.
236
Dari keempat hal tersebut di atas, masalah penentuan kelalaian adalah hal yang paling sulit untuk ditegaskan. Penentuan kelalaian tersebut akan berkaitan dengan
penerapan standard of careful conduct bagi Direksi, yang antara lain adalah sebagai berikut:
a. Direksi harus secara sewajarnya terus menerus melakukan monitoring dan
pengawasan terhadap jalannya usaha Perseroan dan mengevaluasi apakah kegiatan usaha tersebut telah dikelola atau diurus dengan baik;
b. Direksi harus secara sewajarnya mengikuti guna memperoleh data dan
informasi yang diperlukan melalui proses monitoring atau dengan cara lainnya agar Direksi terus memperoleh informasi yang up to date;
c. Direksi harus membuat keputusan yang wajar terhadap hal-hal yang
memang dan harus diputuskan oleh Direksi; d.
Direksi harus melaksanakan proses pengambilan keputusan yang wajar sebelum suatu keputusan diambil.
Tanggung jawab Direksi secara pribadi tidaklah terjadi hanya karena kedudukannya sebagai Direksi. Tanggung jawab Direksi secara pribadi tersebut
dibebankan kepada Direksi yang telah melakukan hal-hal sebagai berikut:
236
Sutan Remy Sjahdeini. Tanggung Jawab Pribadi Direksi dan Komisaris. Op. Cit. Hlm. 101.
160
a. mengizinkan perbuatan yang telah mendatangkan kerugian bagi Perseroan,
b. meratifikasi perbuatan yang telah mendatangkan kerugian bagi Perseroan;
c. ikut berpartisipasi dengan cara apapun dalam perbuatan yang telah
mendatangkan kerugian bagi Perseroan tersebut. Selanjutnya, ada empat syarat yang perlu diperhatikan untuk memperoleh
perlindungan berdasarkan prinsip business judgment rule, yaitu:
237
a. Direksi harus mengambil keputusan;
b. Direksi dalam mengambil keputusan harus sudah memperoleh masukan
yang menurutnya diperlukan, yang terkait dengan keputusan yang akan diambil tersebut dan bahwa proses atau langkah-langkah yang sewajarnya
untuk mengambil suatu keputusan bisnis sudah juga ditempuh;
c. Keputusan tersebut harus diambil berdasarkan itikad baik, dengan
pengertian bahwa tidak ada seorangpun dari anggota Direksi yang mengetahui bahwa akibat dari keputusan tersebut akan menerbitkan
kerugian bagi Perseroan secara nyata, atau merupakan perbuatan curang atau melawan hukum;
d. Tidak seorangpun dari anggota Direksi yang mempunyai benturan
kepentingan secara finansial dengan kepentingan Perseroan terhadap keputusan yang diambil tersebut.
Setidaknya terdapat tiga ukuran untuk memutuskan apakah suatu kerugian disebabkan oleh keputusan bisnis business judgment yang tepat, sehingga dapat
terhindar dari pelanggaran prinsip duty of care, yaitu memiliki informasi tentang masalah yang akan diputuskan dan percaya bahwa informasi tersebut benar well
informed, tidak memiliki kepentingan dengan keputusan dan memutuskan dengan itikad baik, dan memiliki dasar rasional untuk mempercayai bahwa keputusan yang
diambil adalah yang terbaik bagi perusahaan.
237
Gunawan Widjaja. Risiko Hukum Sebagai Direksi, Komisaris Pemilik PT. Op. Cit. Hlm. 63-64.
161
Jika ditelusuri melalui fiduciary duty, maka semua hal yang dikatakan sebagai pelanggaran yang menyebabkan tidak berlakunya business judgment rule adalah
pelanggaran terhadap fiduciary duty Direksi. Dengan demikian, Direksi yang melanggar fiduciary duty tidak dilindungi oleh business judgment rule. Dengan kata
lain, terjadi atau tidaknya pelanggaran terhadap fiduciary duty oleh Direksi dalam suatu Perseroan diukur dengan mempergunakan business judgment rule, dengan
memperhatikan kepentingan Perseroan, pemegang saham Perseroan, khususnya pemegang saham minoritas, serta pihak ketiga yang berhubungan hukum dengan
Perseroan, khususnya kreditor Perseroan manakala Perseroan berada dalam keadaan insolven.
B. Prinsip Business Judgment Rule bagi Direksi dalam UU PT