15
jawab dalam menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat berguna untuk menyusun atau
menyempurnakan suatu peraturan hukum yang mengatur mengenai Perseroan Terbatas, khususnya dalam hal penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham
Luar Biasa.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan pengamatan dan penelusuran kepustakaan yang dilakukan di perpustakaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dan sepanjang yang
diketahui belum ada penelitian yang dilakukan dengan mengangkat judul Analisis Terhadap Kewajiban Direksi Perseroan Dalam Menyelenggarakan Rapat Umum
Pemegang Saham Luar Biasa. Beberapa karya ilmiah yang berkaitan dengan penelitian ini yang pernah
dibahas sebelumnya di Sekolah Pascasarjana Program Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara adalah:
1. Tesis dengan judul Pertanggungjawaban Pengurus Perseroan Terbatas yang
Tidak Melaksanakan Rapat Umum Pemegang Saham. Tesis yang ditulis oleh Hasrul Benny Harahap ini meneliti tentang pengaturan dan prinsip-prinsip
pertanggungjawaban pengurus Perseroan yang tidak melaksanakan Rapat Umum Pemegang Saham menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan
Terbatas.
16
2. Tesis dengan judul Penerapan Business Judgment Rule Dalam
Pertanggungjawaban Direksi Bank yang Berbadan Hukum Perseroan Terbatas. Tesis yang ditulis oleh Rudi Dogar Harahap ini meneliti tentang bagaimana
Business Judgment Rule diterapkan bagi Direksi suatu bank berbentuk PT. 3.
Tesis dengan judul Analisis Pertanggungjawaban Direksi menurut Undang- Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Tesis yang ditulis oleh
Maraganti Panggabean ini meneliti tentang pengaaturan tugas dan tanggung jawab Direksi dan pembelaan diri Direksi berdasarkan prinsip Business Judgment Rule.
Kekhususan penelitian ini yang membedakannya dari tesis-tesis di atas adalah bahwa dalam penelitian ini, secara spesifik, lebih menitiberatkan pada kewajiban
Direksi Perseroan hanya dalam penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa.
F. Kerangka Teori dan Konsep 1. Kerangka Teori
Dalam dunia ilmu hukum, teori menempati kedudukan yang penting sebagai sarana untuk merangkum serta memahami masalah secara lebih baik. Hal-hal yang
semula tampak tersebar dan berdiri sendiri bisa disatukan dan ditunjukkan kaitannya satu sama lain secara bermakna. Teori memberikan penjelasan melalui cara
mengorganisasikan dan menyistemasikan masalah yang dibicarakan.
28
Berikut ini
28
Satjipto Rahardjo. Ilmu Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti. 2000. Hlm. 253.
17
akan diuraikan pemikiran-pemikiran, butir-butir pendapat serta teori yang akan menjadi dasar kerangka bagi penelitian ini.
Seseorang mempunyai tugas fiduciary fiduciary duty manakala dia mempunyai kapasitas fiduciary fiduciary capacity. Seseorang dikatakan memiliki
fiduciary capacity jika bisnis yang ditransaksikannya atau uangproperti yang di- handel bukan miliknya atau bukan untuk kepentingannya, melainkan milik orang lain
dan untuk kepentingan orang lain tersebut, dimana orang lain tersebut memiliki kepercayaan yang besar great trust kepadanya. Sementara itu, di lain pihak, dia
wajib mempunyai itikad baik yang tinggi high degree of good faith dalam menjalankan tugasnya.
PT sebagai suatu perusahaan atau suatu entitas ekonomi dimana salah satu karakteristiknya adalah terpusatnya manajemen di tangan Direksi, oleh karena itu
sangat penting untuk mengontrol perilaku dari para direktur yang mempunyai posisi dan kekuasaan besar dalam mengelola perusahaan, termasuk menentukan standar
perilaku standard of conduct untuk melindungi pihak-pihak yang dirugikan apabila seorang direktur berperilaku tidak sesuai dengan kewenangannya atau berperilaku
tidak jujur.
29
Awal dari pentingnya fungsi kontrol terhadap Direksi tidak terlepas dari perkembangan teori pemisahan kekayaan
30
dalam hukum perusahaan itu sendiri, yang
29
Bismar Nasution. UU No. 40 Tahun 2007 Dalam Perspektif Hukum Bisnis: Pembelaan Direksi Melalui Prinsip Business Judgment Rule. Op. Cit. Hlm. 4-5.
30
Dalam hukum Perseroan, prinsip atau asas ini dinamakan dengan the doctrine of separate legal personality of a company atau the principle of the company’s separate legal personality yang
disingkat dengan sebutan doctrine of separate corporate personality. Rachmadi Usman. Op. Cit. Hlm. 149.
18
berasal dari teori Salomon, yang muncul dari Putusan Pengadilan kasus Salomon v Salomon Co. Ltd 1897. Terjadinya pemisahan kekayaan antara Direksi dengan
perusahaan atau adanya pemisahan antara perusahaan dengan orang yang menjalankannya, membuat Direksi memiliki peluang yang besar menggunakan
kekuasaan yang ada padanya untuk memperkaya diri sendiri yang seringkali menyebabkan perusahaan mereka mengalami kerugian.
31
Prinsip fiduciary duty muncul sebagai reaksi atas penyalahgunaan kekuasaan Direksi berdasarkan teori pemisahan kekayaan tersebut. Fiduciary duty adalah suatu
doktrin yang berasal dari sistem hukum Common Law yang mengajarkan bahwa antara Direksi dengan Perseroan terdapat hubungan fiduciary.
32
Prinsip fiduciary duty merupakan prinsip tanggung jawab Direksi yang meletakkan Direksi sebagai trustee
dalam pengertian hukum trust, sehingga seorang direktur haruslah mempunyai kepedulian dan kemampuan duty of care dan duty of loyalty, itikad baik, loyalitas,
dan kejujuran terhadap perusahaannya dengan derajat yang tinggi high degree.
33
Black mengatakan bahwa fiduciary duty is a duty to act for someone else’s benefit, while subordinating one’s personal interest to that of the other person. It is the
highest standard of duty implied by law.
34
31
Bismar Nasution. Op. Cit. Hlm. 6.
32
Munir Fuady. Hukum Perusahaan dalam Paradigma Hukum Bisnis. Op. Cit. Hlm. 4.
33
Bismar Nasution. Loc. Cit.
.
34
Fiduciary duty adalah suatu tindakan untuk dan atas nama orang lain, dimana seseorang mewakili kepentingan orang lain yang merupakan standar tertinggi dalam hukum. Try Widiyono.
Direksi Perseroan Terbatas: Keberadaan, Tugas, Wewenang Tanggung Jawab: Berdasarkan Doktrin Hukum UUPT. Bogor: Ghalia Indonesia. 2005. Hlm. 38.
19
Sehubungan dengan keberadaan Direksi, Tumbuan mengatakan bahwa PT adalah sebab bagi keberadaan raison d’etre Direksi, oleh karena itu tidak salah bila
dikatakan bahwa antara PT dan Direksi terdapat hubungan fiducia yang melahirkan fiduciary duties bagi Direksi.
35
Tugas Direksi sebagai pengurus Perseroan terbagi atas 3 bagian, yaitu tugas yang berdasarkan kepercayaan fiduciary duties, trust and
confidence, berdasarkan kecakapan, kehati-hatian dan ketekunan duties of skill, care and diligence, dan berdasarkan ketentuan undang-undang statutory duties.
36
Negara-negara penganut common law system, seperti Amerika Serikat, telah mempunyai standar yang jelas untuk menentukan apakah seorang direktur dapat
dimintakan pertanggungjawaban atas tindakan yang diambilnya, yaitu didasarkan pada standar duty of loyalty dan duty of care. Kewajiban utama Direksi adalah kepada
Perseroan secara keseluruhan, bukan kepada pemegang saham, baik secara individu maupun kelompok. Posisi ini mengharuskan Direksi untuk tidak bertindak ceroboh
dalam melakukan tugasnya duty of care. Selain itu, dalam melakukan tugasnya tersebut, seorang direktur tidak boleh mengambil keuntungan untuk dirinya sendiri
atas perusahaan duty of loyalty. Pelanggaran terhadap kedua prinsip tersebut dalam hubungannya dengan fiduciary duty dapat menyebabkan Direksi untuk dimintakan
35
Ibid.
36
Ibid.
20
pertanggungjawaban hukumnya secara pribadi terhadap perbuatan yang dilakukannya, baik kepada pemegang saham, maupun kepada pihak lainnya.
37
Dalam UU PT, prinsip fiduciary duty tersebut tersirat dalam Pasal 97 ayat 2 UU PT. Pengurusan PT wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan itikad baik
duty of loyalty dan penuh tanggung jawab duty of care. Itikad baik dalam hal ini merupakan itikad baik dalam arti objektif
38
, yang berarti kepatuhan yang berhubungan dengan pemenuhan prestasi dan cara
melaksanakan hak dan kewajiban haruslah mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Itikad baik duty to act in good faith mengandung suatu kewajiban
bagi Direksi untuk hanya mengutamakan kepentingan Perseroan semata-mata, serta tidak untuk memanfaatkan kedudukannya sebagai Direksi untuk memperoleh manfaat,
baik langsung maupun tidak langsung, dari Perseroan secara tidak adil, serta
37
Bismar Nasution. Pertanggungjawaban Direksi Dalam Pengelolaan Perseroan. Op.Cit. Hlm. 3.
38
Kitab Undang-undang Hukum Perdata KUH Perdata mempergunakan istilah itikad baik dalam 2 pengertian, yaitu subjektif dan objektif. Itikad baik dalam arti subjektif berarti kejujuran, yang
berhubungan dengan sikap batin seseorang. Hal ini terdapat dalam Buku II KUH Perdata Pasal 530 dan seterusnya yang mengatur tentang kedudukan berkuasa bezit. Itikad baik dalam arti objektif berarti
kepatuhan yang berhubungan dengan pemenuhan prestasi dan cara melaksanakan hak dan kewajiban haruslah mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Hal ini terdapat dalam Buku III KUH
Perdata Pasal 1338 ayat 3 yang menentukan bahwa persetujuan-persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Wirjono Prodjodikoro menyebut itikad baik sebagai suatu kejujuran te goede trouw dan membedakannya menjadi 2 macam, yaitu itikad baik pada mulai berlakunya suatu hubungan hukum
yang bersifat statis, dan itikad baik dalam melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban pada hubungan hukum yang bersifat dinamis. Wirjono Prodjodikoro. Azas-Azas Hukum Perdata. Bandung:
Vorkink – Von Hoeve. 1959. Hlm. 48-52.
21
menghindari benturan kepentingan antara kepentingan pribadi Direksi dan kepentingan Perseroan.
39
Tanggung jawab pada dasarnya terkait, namun tidak identik dengan kewajiban hukum. Seorang individu secara hukum diwajibkan untuk berperilaku dengan cara
tertentu, jika perilaku sebaliknya merupakan syarat diberlakukan tindakan paksa. Individu yang dikenakan tindakan paksa berupa sanksi bertanggung jawab secara
hukum atas pelanggaran.
40
Penuh tanggung jawab berarti Direksi tidak boleh ceroboh dalam melakukan tugasnya, terutama dalam mengambil keputusan bisnis yang
spekulatif. Tugas-tugas dilakukan dengan kepedulian seperti yang dilakukan oleh orang biasa yang berhati-hati ordinarily prudent person dalam posisi dan situasi
yang sama, atau seperti yang dilakukan oleh orang tersebut untuk kepentingan bisnis pribadinya, serta dengan cara yang dipercayainya secara logis reasonably believe
merupakan kepentingan yang terbaik best interest dari Perseroan.
41
Tanggung jawab penuh berarti memperhatikan Perseroan dengan seksama dan tekun, dibarengi dengan
tanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila Direksi bersalah atau lalai menjalankan tugas-tugasnya berdasarkan UU PT.
42
39
Gunawan Widjaja. Risiko Hukum Sebagai Direksi, Komisaris Pemilik PT. Jakarta: Forum Sahabat. 2008. Hlm. 47-48.
40
Hans Kelsen. Teori Hukum Murni: Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif. Bandung: Nusamedia. 2008. Hlm. 136.
41
Munir Fuady. Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law: Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002. hlm. 50.
42
Bila dipahami secara sekilas berdasarkan hukum Perseroan, maka akan mengisyaratkan bahwa Direksi harus mengelola Perseroan dengan kehati-hatian care yang semestinya, sebagaimana
halnya para pengemudi harus mengendarai mobilnya dengan penuh kehati-hatian. Janet Dine dalam Bismar Nasution. Pertanggungjawaban Direksi Dalam Pengelolaan Perseroan. Op.Cit. Hlm. 3.
22
Prinsip fiduciary duty didukung oleh teori organ dari badan hukum yang dikemukakan oleh Otto von Gierke. Menurut von Gierke, badan hukum merupakan
suatu badan yang membentuk kehendaknya dengan perantaraan alat-alat atau organ- organ badan tersebut, sehingga tujuan badan hukum menjadi kolektivitas, terlepas dari
individu.
43
Dalam hal ini, Direksi Perseroan merupakan salah satu dari organ tersebut. Tujuan PT sebagai badan hukum terlepas dari keinginan atau kepentingan pribadi dari
Direksi, melainkan kepentingan bersama kolektif dari Perseroan. Selanjutnya, prinsip fiduciary duty juga didukung oleh teori kekayaan
bersama dari badan hukum yang dikemukakan oleh Rudolf von Jhering. Teori kekayaan bersama menganggap badan hukum sebagai kumpulan manusia, sehingga
kepentingan badan hukum adalah kepentingan seluruh anggotanya.
44
Kepentingan bersama seluruh anggota merupakan kepentingan Perseroan, terlepas dari kepentingan
individu atau perorangan dari pengurus. Selanjutnya, teori-teori badan hukum pendukung prinsip fiduciary duty
tersebut juga ter-cover dalam doktrin atau ajaran umum de heersende leer yang mengharuskan badan hukum mempunyai tujuan tertentu dan mempunyai kepentingan
43
Otto von Gierke 1841-1921 merupakan pengikut aliran sejarah dan di negeri Belanda dianut oleh L.G. Polano. Ajarannya disebut ajaran realitas sempurna leer der volledige realiteit.
Chidir Ali. Op. Cit. Hlm. 32-33.
44
Rudolf von Jhering 1818-1892 adalah sarjana Jerman pengikut aliranmazhab sejarah, tetapi kemudian keluar. Pembela teori kekayaan bersama ini adalah Marcel Planiol Prancis dan
Molengraaff Belanda, kemudian diikuti oleh Star Busmann, Kranenburg, Paul Scholten, dan Apeldoorn. Ibid. Hlm. 34.
23
sendiri.
45
Tujuan tersebut bukan merupakan kepentingan pribadi satu atau beberapa orang anggota, melainkan kepentingan Perseroan. Dalam hal ini, Direksi tidak boleh
melakukan perbuatan menurut kehendaknya sendiri walaupun dengan dalih untuk kepentingan Perseroan. Prasetya mengemukakan bahwa otonomi Direksi ini dibatasi
oleh asas kepantasan, yaitu sepanjang Direksi telah menjalankan kepengurusan secara pantas, Direksi dikatakan tidak menyalahgunakan atau melanggar otonomi yang
diberikan.
46
Ukuran pantas secara yuridis adalah tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan, tidak melanggar asas itikad baik dan asas kepatutan, kebiasaan,
atau undang-undang, serta tidak melakukan perbuatan melawan hukum.
47
Di samping Direksi harus melaksanakan kewajibannya terhadap pengurusan Perseroan yang didasarkan pada kepercayaan yang terkandung dalam fiduciary duty,
Direksi juga memiliki statutory duty, yaitu kewajiban yang diberikan atau diamanatkan oleh undang-undang kepada Direksi sehubungan dengan pengurusan
Perseroan, atau dengan kata lain kewajiban berdasarkan undang-undang. Dalam hal ini misalnya kewajiban-kewajiban yang diberikan oleh UU PT kepada Direksi.
45
Doktrin mengenai syarat-syarat yang dapat dipakai sebagai kriteria untuk menentukan adanya kedudukan sebagai suatu badan hukum adalah:
1. adanya harta kekayaan yang terpisah;
2. mempunyai tujuan tertentu;
3. mempunyai kepentingan sendiri;
4. adanya organisasi yang teratur.
Ali Rido. Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum, Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf. Bandung: Alumni. 1986. Hlm. 50.
46
Agus Budiarto. Op. Cit. Hlm. 68.
47
Nindyo Pramono. Sertifikasi Saham PT Go Publik dan Hukum Pasar Modal di Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti. 1997. Hlm. 122.
24
Dalam perkembangannya, penerapan prinsip fiduciary duty telah menimbulkan kekhawatiran yang mendalam bagi Direksi dalam mengambil keputusan bisnisnya,
terutama keputusan spekulatif yang lazim diambil oleh Direksi di tengah-tengah ketatnya persaingan usaha. Keputusan tersebut bisa saja merugikan Perseroan,
walaupun Direksi telah melakukannya dengan jujur dan dengan itikad baik. Business judgment rule muncul sebagai salah satu teori yang sangat popular
untuk melindungi dan menjamin keadilan bagi Direksi yang mempunyai itikad baik. Teori business judgment rule memiliki misi utama untuk mencapai keadilan,
khususnya bagi Direksi Perseroan dalam melakukan suatu keputusan bisnis.
48
Dalam ilmu hukum teori business judgment rule diartikan sebagai aplikasi spesifik dari
standar perilaku Direksi pada sebuah situasi di mana setelah pemeriksaan secara wajar, Direksi yang tidak mempunyai kepentingan pribadi menggunakan serangkaian
tindakan dengan itikad baik, jujur dan secara rasional percaya bahwa tindakannya dilakukan hanya semata-mata untuk kepentingan Perseroan.
49
Black
50
mengatakan bahwa business judgment rule adalah rule immunizes management from liability in corporate transaction undertaken within power of
corporation and authority of management where there is reasonable basis to indicate
48
Teori business judgment rule mengalami perkembangan sebagai yurisprudensi dalam prinsip common law di Amerika dimulai dengan Putusan Lousianna Supreme Court dalam kasus Percy v
Millaudon pada tahun 1829. Bismar Nasution. UU No. 40 Tahun 2007 Dalam Perspektif Hukum Bisnis: Pembelaan Direksi Melalui Prinsip Business Judgment Rule. Op. Cit. Hlm. 7-8.
49
Ibid.
50
Henry Campbell Black. Black’s Law Dictionary. 6
th
ed. St Paul, Minn, West Publishing Co., 1990. Hlm. 200.
25
that transaction was made with due care and in good faith.
51
Business judgment rule memberikan perlindungan kepada Direksi Perseroan atas kemungkinan adanya
kesalahan yang diakibatkan oleh suatu keadaan yang wajar dan manusiawi. Business judgment rule mendalilkan bahwa seorang direktur tidak dapat
dimintakan pertanggungjawaban secara pribadi atas tindakannya yang dilakukan dalam kedudukannya sebagai Direksi, yang dia yakini sebagai tindakan terbaik bagi
Perseroan dan dilakukannya secara jujur, beritikad baik dan tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku. Sungguhpun tindakan tersebut ternyata keliru atau tidak
menguntungkan atau bahkan merugikan Perseroan, RUPS bahkan pengadilan pun tidak boleh melakukan second guess terhadap keputusan bisnis business judgment
Direksi.
52
Business judgment rule, selain melindungi tanggung jawab pribadi Direksi apabila terjadi pelanggaran, juga dapat diberlakukan terhadap pembenaran-
pembenaran keputusan bisnis dari Direksi yang beritikad baik.
53
Business judgment rule hanya berlaku terhadap pertimbangan atau keputusan bisnis Direksi, termasuk keputusan untuk tidak bertindak. Prinsip tersebut tidak dapat
diterapkan dalam hal tidak ada keputusan bisnis yang diambil. Namun, sejauh mana business judgment rule dapat diterapkan oleh pengadilan di luar konteks pengambilan
51
Try Widyono menerjemahkan business judgment rule sebagai aturan yang memberikan kekebalan kepada manajemen dari tanggung jawab perusahaan yang diambil dalam hal kekuasaan
perusahaan dan wewenang manajemen dimana terdapat dasar-dasar yang masuk akal untuk mengindikasikan bahwa transaksi tersebut dilakukan dengan hati-hati dan beritikad baik. Try Widyono.
Op. Cit. Hlm. 47.
52
Munir Fuady. Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis. Op. Cit. Hlm. 7.
53
Bismar Nasution. Pertanggungjawaban Direksi Dalam Pengelolaan Perusuhaan. Op.Cit. Hlm. 4.
26
keputusan, merupakan sesuatu yang tidak dapat dipastikan.
54
Hal tersebut dianut oleh UU PT, dimana prinsip business judgment rule juga berlaku pada pengurusan
Perseroan, yang merupakan aspek yang lebih luas dibandingkan dengan keputusan bisnis, sehingga Direksi dapat dibebaskan dari tanggung jawabnya bukan hanya dalam
hal keputusan bisnis yang diambilnya, tetapi juga dalam aspek manajemen perusahaan.
55
Sehubungan dengan hal tersebut, Blanchard mengatakan bahwa business judgment rule memiliki beberapa tujuan. Pertama, direktur dianggap lebih tepat
menyelesaikan masalah bisnis perusahaan dibandingkan pengadilan, sehingga tidak tepat bagi pengadilan untuk memberikan penilaian tentang keabsahan keputusan
bisnis dari direktur. Kedua, jika ada ketidakpuasan para pemegang saham atas tindakan yang akan diambil oleh direktur, pemegang saham tersebut berhak untuk
menggantikan direktur melalui RUPS atau para pemegang saham menjual sahamnya. Ketiga, business judgment rule memberikan keberanian bagi direktur untuk mengurus
perusahaan dengan berbagai risiko. Keempat, business judgment rule akan membela keputusan-keputusan yang jujur dari para direktur.
56
54
Taqyuddin Kadir. Business Judgment Rule. Legal Risk and Compliance. 2006. Http:taqlawyer.com200609business-judgement-rule.html Diakses pada tanggal 12 September 2008.
55
Bismar Nasution. UU No. 40 Tahun 2007 Dalam Perspektif Hukum Bisnis: Pembelaan Direksi Melalui Prinsip Business Judgment Rule. Op. Cit. Hlm. 11.
56
The business judgment rule does appear to serve several legitimate purposes. First, it is based on the proposition that directors, not the courts, are charged with the management of the
business of the corporation. As one court stated: The directors room, rather than the court room is the appropriate forum for thrashing out purely business questions. Thus, the rule is predicated on an
assumption that courts are ill–equipped to second guess the validity of business judgments made by directors or officers. Second, if a disagreement arises between the shareholders and the management of
the company concerning various actions which the directors wish to take, the shareholders have the
27
UU PT juga mengadopsi prinsip business judgment rule dalam Pasal 97 ayat 5 yang menentukan syarat-syarat berlakunya prinsip tersebut, yaitu anggota Direksi
tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian Perseroan apabila dapat membuktikan:
a. Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
b. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk
kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan; c.
Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan
d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya
kerugian tersebut. Beberapa pengadilan di Amerika Serikat berpendapat bahwa pertimbangan
judgment Direksi tidak dapat dilindungi oleh business judgment rule apabila pertimbangan judgment tersebut didasarkan suatu kecurangan fraud, menimbulkan
benturan kepentingan conflict of interest, merupakan perbuatan yang melanggar hukum illegality, dan menimbulkan kerugian bagi Perseroan sebagai akibat kelalaian
right to replace the directors through the exercise of their voting power or they may simply sell their stock. Third, the business judgment rule serves to encourage risk taking on the part of management.
Often a decision based upon a great deal of time and research may seem like a good hunch when looked at with perfect hindsight years later. Finally, the rule is predicated on the theory that directors
should not be insurers of their decisions, and that to make them responsible for honest mistakes of judgment would increase the difficulty of obtaining competent people to serve as directors. Gerald L.
Blanchard. Director and Officer Liability. WestLaw Journal: Lender Liability: Law, Practice and Prevention 23 March, 2009. Diakses dari www.westlaw.com pada tanggal 19 Juni 2009.
28
berat gross negligence dari Direksi.
57
Setidaknya terdapat tiga ukuran untuk memutuskan apakah suatu kerugian disebabkan oleh keputusan bisnis business
judgment yang tepat, sehingga dapat terhindar dari pelanggaran prinsip duty of care, yaitu:
a. memiliki informasi tentang masalah yang akan diputuskan dan percaya
bahwa informasi tersebut benar. b.
tidak memiliki kepentingan dengan keputusan dan memutuskan dengan itikad baik;
c. memiliki dasar rasional untuk mempercayai bahwa keputusan yang
diambil adalah yang terbaik bagi perusahaan.
58
Direksi harus dapat menjamin telah melakukan hal-hal yang sesuai dengan standar dan prosedur yang terdapat dalam perusahaannya sebelum mengambil
keputusan bisnis. Hal tersebut penting agar Direksi memiliki landasan hukum yang kuat dalam bertindak sesuai dengan UU PT terhadap segala kewajiban mereka kepada
Perseroan, terutama atas keputusan bisnis yang akan memenuhi secara obyektif kenaikan nilai dari perusahaan.
Keputusan bisnis dari Direksi antara lain adalah memutuskan untuk menyelenggarakan RUPS Luar Biasa atau menolak menyelenggarakannya. Hal ini
57
Bismar Nasution. Pertanggungjawaban Direksi Dalam Pengelolaan Perusuhaan. Op.Cit. Hlm. 5.
58
Ibid.
29
mengingat RUPS Luar Biasa tidak wajib diadakan, namun dapat diadakan jika kepentingan Perseroan menghendakinya.
59
Teori fiduciary duty menjadi suatu rambu-rambu bagi Direksi dalam melaksanakan kewajibannya untuk mengurus dan mengelola Perseroan yang
dipercayakan kepadanya, namun teori business judgment rule menjadi suatu pembelaan bagi Direksi dalam membuat suatu keputusan bisnis yang berdasarkan
suatu itikad baik, kejujuran dan penuh kehati-hatian.
2. Kerangka Konsep
Guna menghindari kesalahpahaman atas berbagai istilah yang dipergunakan dalam penelitian ini, selanjutnya akan dijelaskan maksud dari istilah-istilah tersebut
dalam suatu kerangka konsep. Kerangka konsep yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1 Kewajiban merupakan wujud dari peraturan hukum yang mengandung perintah
kepada seorang atau sekelompok orang untuk bertindak atau untuk tidak bertindak, dengan ancaman sanksi hukum bagi yang tidak memenuhi perintah
tersebut.
60
Konsep kewajiban hukum adalah terkait, namun tidak identik, dengan
59
Pasal 79 UU PT menentukan bahwa: 1
Direksi menyelenggarakan RUPS Tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat 2 dan RUPS lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat 4 dengan didahului pemanggilan
RUPS. 2
Penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat dilakukan atas permintaan: a.
1 satu orang atau lebih pemegang saham yang bersama-sama mewakili 110 satu persepuluh atau lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, kecuali anggaran dasar
menentukan suatu jumlah yang lebih kecil; atau b.
Dewan Komisaris.
60
Wirjono Prodjodikoro. Op. Cit. Hlm. 27.
30
konsep tanggung jawab hukum. Kewajiban hukum adalah meniadakan perilaku yang berupa pelanggaran, sedangkan tanggung jawab hukum merupakan tindakan
paksa berupa sanksi kepada pelaku pelanggaran kewajiban hukum.
61
2 Direksi adalah organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh
atas pengurusan
62
Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar
pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar Pasal 1 angka 5 UU PT. Direktur adalah orang yang menjalankan tugas Direksi. Direksi berwenang
menjalankan pengurusan PT sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan dalam UU PT danatau anggaran dasar dengan itikad baik
dan penuh tanggung jawab. Direksi bertanggung jawab kepada RUPS atas pengurusan Perseroan dengan menyampaikan laporan tahunan atas kinerjanya
kepada dan dalam forum RUPS. Bahkan dalam hal-hal tertentu, Direksi menyelenggarakan RUPS Luar Biasa untuk kepentingan Perseroan semata-mata.
3 Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal,
didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan
61
Hans Kelsen. Op. Cit. Hlm. 141.
62
Menurut teori organ dari Otto von Gierke, sebagaimana dikutip oleh Suyling, pengurus adalah organ atau alat perlengkapan dari badan hukum. Seperti halnya manusia yang mempunyai
organ-organ tubuh, misalnya kaki, tangan, dan lain sebagainya itu geraknya diperintah oleh otak manusia, demikian pula gerak dari organ badan hukum diperintah oleh badan hukum itu sendiri,
sehingga pengurus adalah merupakan personifikasi dari badan hukum itu. Selanjutnya, menurut Paul Scholten dan Bregstein, pengurus adalah wakil dari badan hukum, sehingga Direksi bertindak mewakili
PT sebagai badan hukum. Agus Budiarto. Op. Cit. Hlm. 61-62.
31
dalam UU PT serta peraturan pelaksanaannya Pasal 1 angka 1 UU PT. Perseroan Terbatas juga merupakan bentuk hukum perusahaan persekutuan badan hukum.
Kata “Perseroan” menunjuk pada modal persekutuan yang terbagi dalam sero saham. Sedangkan kata “terbatas” menunjuk pada tanggung jawab pemegang
saham yang tidak melebihi nilai nominal saham yang dimilikinya.
63
Suatu PT berbeda dengan suatu persekutuan yang bukan merupakan suatu badan hukum legal entity. PT adalah legal entity yang terpisah dari pemegang saham
PT tersebut. Sebagai legal entity yang terpisah dari pemegang sahamnya, PT dalam melakukan fungsi hukumnya bukan bertindak sebagai kuasa dari pemegang
sahamnya, tetapi bertindak untuk dan atas namanya sendiri. 4
Rapat Umum Pemegang Saham RUPS adalah organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam
batas yang ditentukan dalam undang-undang danatau anggaran dasar Pasal 1 angka 4 UU PT. Dalam hal ini, RUPS diorientasikan kepada suatu forum atau
pertemuan resmi, di mana tanggung jawab atas pengurusan dan pengelolaan Perseroan dilaporkan, serta kemudian menyusun rencana kerja Perseroan untuk
tahun buku berikutnya. Ada 2 jenis RUPS, yakni RUPS Tahunan dan RUPS lainnya. RUPS Tahunan
wajib diadakan dalam jangka waktu paling lambat 6 enam bulan setelah tahun buku berakhir, sedangkan penyelenggaraan RUPS lainnya, yang dalam praktik
63
Abdulkadir Muhammad. Hukum Perseroan Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti. 1996. Hlm. 7.
32
sering dikenal dengan RUPS Luar Biasa, diadakan sewaktu-waktu berdasarkan kebutuhan atau keperluan PT. Menyelenggarakan dalam hal ini berarti mengurus,
mengusahakannya serta melaksanakannya.
64
RUPS Tahunan wajib diselenggarakan setiap tahun, karena dalam RUPS Tahunan, harus diajukan semua
dokumen dari laporan tahunan Perseroan oleh Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat 1 UU PT. Sebaliknya, RUPS lainnya diselenggarakan sesuai
dengan keperluan PT yang bersangkutan. RUPS Luar Biasa dapat diselenggarakan oleh Direksi atas inisiatif sendiri, atau atas permintaan pemegang saham danatau
Dewan Komisaris, dan dalam hal-hal tertentu dapat juga diselenggarakan oleh Dewan Komisaris atau pemegang saham sendiri, yang memenuhi ketentuan UU
PT atau anggaran dasar Perseroan. Dalam penelitian ini, akan dilakukan analisis terhadap kewajiban Direksi
Perseroan dalam menyelenggarakan RUPS Luar Biasa. Analisis merupakan penyelidikan terhadap suatu peristiwa untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya
yang dapat dilakukan dengan menguraikan suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antara bagian untuk memperoleh
pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan.
65
Analisis juga berarti to study a problem in detail by breaking it down into various parts.
66
64
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Ed. III. Jakarta: Balai Pustaka. 2005. Hlm. 1019-1020.
65
Ibid. Hlm. 43.
66
The New Lexicon. Webster’s Dictionary of The English Language. Encyclopedic Edition. Danbury, CT: Lexicon Publications. 1995. Hlm. 32.
33
Dalam melakukan analisis tersebut, konsep kewajiban Direksi dalam menyelenggarakan RUPS Luar Biasa tersebut dipadukan dengan teori fiduciary duty
dan teori business judgment rule. Fiduciary duty membebankan kepada Direksi suatu kewajiban yang harus dipikul untuk bertindak mengurus dan mengelola PT, serta
mewakili PT di dalam dan di luar pengadilan. Business judgment rule melindungi Direksi atas segala tindakan atau keputusannya sehubungan dengan pemenuhan
kewajiban yang telah dilakukannya dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.
G. Metode Penelitian