Hasil Penyiapan Seduhan dan Karakterisasi Seduhan Daun Teh Putih

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta gugus aromatik yang terikat satu atau lebih gugus OH. Senyawa dari golongan polifenol dalam daun teh putih yang digunakan pada penelitian ini, setelah dilakukan penapisan fitokimia adalah flavonoid dan tanin yang keduanya berpotensi memiliki aktivitas antibiofilm. Kemudian diseduh dan dianalisis secara kuantitatif total fenol polifenol totalnya, dimungkinkaan senyawa flavonoid dan tanin pada daun teh putih larut selama proses penyeduhan karena senyawa fenol cenderung mudah larut dalam air. Senyawa saponin juga mudah larut dalam air J. B. Harborne, 1987. Seduhan 3 dijadikan larutan seduhan yang akan digunakan untuk pengujian penghambatan pertumbuhan dan penghancuran biofilm S. aureus. Larutan seduhan dianggap konsentrasi 100 karena daun teh putih tidak larut sempurna dalam larutan penyeduh dan harus disaring untuk memisahkan daun teh putih dari larutan seduhan dan tidak bisa dipastikan konsentrasi bv. Dari larutan tersebut dibuat seri konsentrasi sebesar 1, 2, 4 dan 8 vv dengan cara dilakukan pengenceran menggunakan akuades steril. Seri konsentrasi seduhan daun teh putih C. sinensis dibuat dengan tujuan untuk mendapatkan aktivitas antibiofilm khususnya dalam aktivitas penghambatan pertumbuhan dan penghancuran biofilm meskipun dengan menggunakan konsentrasi yang kecil.

4.4 Preparasi Bakteri Uji

4.4.1 Hasil Purifikasi dan Karakterisasi Bakteri Uji pada Media Luria

Bertani Agar Purifikasi bertujuan untuk memurnikan biakan bakteri uji dari kultur murni S. aureus. Pada penelitian ini purifikasi bakteri uji menggunakan media luria bertani LB agar selama 24 jam pada suhu 37°C untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bakteri uji sehingga dapat tumbuh dengan baik J.-H. Lee et al., 2013. Media LB agar merupakan media pendukung bagi banyak pertumbuhan dan tersusun dari komponen yang umumnya diperlukan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi mikroorganisme, media LB agar bukan media selektif untuk bakteri S. aureus Pratiwi, 2008. Setelah masa inkubasi, bakteri uji dilakukan pengamatan secara morfologis dan dikarakterisasi dengan cara pewarnaan Gram. Alur pewarnaan Gram dapat dilihat pada lampiran 5. Bakteri uji secara makroskopik yang UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tertanam dalam perbenihan luria bertani agar jika dilihat dari sisi atas koloni – koloni terlihat bundar, menonjol dan sisi meninggi, koloni berkilau berwarna kuning tua keemasan dan tumbuh dengan baik pada media LB agar. Hasil purifikasi bakteri uji pada media luria bertani agar dapat dilihat pada gambar 6. Gambar 6. Hasil Purifikasi Bakteri S. aureus pada Media LB Agar. Sumber: Dokumen Pribadi Dari hasil pewarnaan Gram dapat dilihat secara mikroskopik bahwa isolat bakteri uji yang digunakan menghasilkan warna ungu, berbentuk bulat tidak beraturan seperti anggur, dan tidak berspora. Dengan pewarnaan Gram, golongan bakteri ini dapat menyerap dan mempertahankan zat warna kristal ungu pada peptidoglikan setebal 20 – 80 nm Mims et al., 1998 dengan komposisi terbesar teichoic, asam teichuroni, dan berbagai macam polisakarida Jawetz et al., 2005 sehingga tidak luruh saat dicuci dengan alkohol 96. Jadi dapat disimpulkan isolat yang digunakan adalah benar merupakan bakteri Gram positif yaitu bakteri S. aureus. Hasil karakterisasi bakteri S. aureus menggunakan pewarnaan Gram dapat dilihat pada gambar 7. Gambar 7. Hasil Karakterisasi Bakteri S. aureus Menggunakan Pewarnaan Gram Sumber: Dokumen Pribadi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.4.2 Hasil Suspensi Bakteri Uji

Tabung yang berisi kultur cair bakteri uji yang telah diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C terlihat lebih keruh dari hari sebelumnya, hal ini menandakan bakteri uji telah tumbuh dan konsentrasi bakteri uji lebih tinggi dibandingkan sebelumnya. Selanjutnya divortex selama 1 menit hingga homogen kemudian diukur nilai Optical Density Absorbansi OD 600 menggunakan alat spektrometer, kemudian dilakukan pengenceran menggunakan HTR cair hingga mencapai 0,5 Abs OD 600 atau ~10 8 CFUmL. Digunakan OD 0,5 pada suspensi bakteri uji karena dapat membentuk biofilm yang baik kuat pada nilai OD ≥ 0.5 Ando et al., 2004. Selain itu, pada nilai OD 0,5 bakteri S. aureus berada pada tahap pertengahan fase log Bjarnsholt, Thomas et al., 2011 dan dalam laju metabolisme yang cepat. Menurut Pratiwi, Sylvia 2008 fase log fase eksponensial merupakan fase dimana mikroorganisme tumbuh dan membelah pada kecepatan maksmum, tergantung pada genetika mikroorganisme, sifat media, dan kondisi pertumbuhan. Sel-baru terbentuk dengan laju konstan dan massa yang bertambah secara eksponensial. 4.5 Hasil Optimasi Waktu Pembentukan Biofilm S. aureus Gambar 8. Diagram Optimasi Waktu Pembentukan Biofilm S. aureus Melalui Metode Microtitter Plate Biofilm Assay OD 595nm 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 Suspensi Bakteri Uji 200µL A b sor b an si Diagram Optimasi Waktu Pembentukan Biofilm

S. aureus

1 hari 2 hari 3 hari 4 hari