Optimasi Aktivitas Penghancuran Biofilm S. aureus

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Dragendorf, steroid, flavonoid, tanin, saponin, triterpenoid, dan hidrokuinon. Hasil penapisan fitokimia daun teh putih C. sinensis dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Hasil Uji Penapisan Fitokimia Golongan Hasil Teknik Analisis Alkaloid Wagner + Visualisasi Warna Mayer + Dragendorf + Steroid + Flavonoid + Tanin + Saponin + Triterpenoid - Hidrokuinon - Keterangan : + = positif - = negatif Dari hasil pengujian penapisan fitokimia menunjukkan bahwa daun teh putih C. sinensis yang digunakan pada penelitian ini memiliki kandungan senyawa flavonoid, tanin dan saponin dimana metabolit sekunder tersebut berpotensi memiliki aktivitas antibiofilm. Menurut J.-H. Lee et al 2013 senyawa kuersetin salah satu zat aktif kelas flavonoid, termasuk dalam kelompok flavonol dan tanin berpotensi menghambat pembentukan biofilm. Kemampuan ekstrak tanaman Alnus japonica yang mengandung senyawa kuersetin dan tanin dapat menghambat ekspresi intercellular adhesion genes icaA dan icaD yang berperan dalam inisiasi pembentukan biofilm Cramton et al, 1999 dalam J.-H. Lee et al, 2013. Sedangkan senyawa saponin dapat mengganggu pembentukan biofilm dengan cara merusak matriks biofilm, membuat celah pada lapisan lipid sehingga memungkinkan penembusan Coleman et al., 2010. Senyawa lain seperti polifenol dapat menembus biofilm dan melakukan aksi antimikroba. Polifenol teh atau sering disebut dengan katekin bersifat antimikroba Syah, Andi., 2006.

4.3 Hasil Penyiapan Seduhan dan Karakterisasi Seduhan Daun Teh Putih

Setelah seduhan telah siap, sebagian larutan dari hasil tiap penyeduhan dikarakterisasi dengan cara dianalisis kandungan total fenolnya. Pada penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini dianalisis kandungan total fenol polifenol total dalam tiap seduhan secara kuantitatif dengan metode Follin-ciocalteau di Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka, LPPM – IPB, Bogor, Jawa Barat pada tanggal 16 Maret 2015. Hasil analisis total fenol tiap seduhan teh putih C. sinensis dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Hasil Uji Total Fenol Nama Sampel Hasil Teknik Analisis Seduhan 1 0,018 bv Spektrofotometri Seduhan 2 0,025 bv Seduhan 3 0,028 bv Dari hasil uji total fenol metode Folin-ciocalteau diatas terlihat pada seduhan 1 hanya mengandung 0,018 bv, dimungkinkan karena daun teh putih belum terekstrak sempurna. Jika dilihat dari karakteristiknya, daun teh putih masih dalam bentuk kuncup dan menggulung sehingga kandungan metabolit sekunder sulit terekstrak keluar dari dalam daun teh dan hanya menghasilkan total fenol lebih sedikit dibandingkan seduhan lainnya. Pada seduhan 2 menghasilkan kandungan total fenol yang lebih tinggi dari seduhan satu yaitu sebesar 0,025 bv. Sesuai dengan saran penyajian kemasan, teh putih dapat diseduh ulang hingga 2-3 kali menggunakan volume air yang sama, ini membuktikan bahwa daun teh putih masih berkhasiat dan layak dikonsumsi meskipun sebelumnya telah diseduh. Sedangkan pada seduhan 3 mengandung total fenol yang lebih tinggi dari seduhan lainnya yaitu mencapai 0,028 bv, dimungkinkan karena daun teh putih terekstrak sempurna karena daun teh putih sebelumnya telah diserbuk halus dengan cara digiling dalam lumpang dan alu kemudian di ayak dengan ayakan Mesh 20. Dengan perlakuan sebelumnya ini, sangat disayangkan karena dapat menghilangkan keunikan dari bentuk daun teh putih meskipun menghasilkan total fenol yang paling tinggi. Dari hasil analisis total fenol didapatkan seduhan 3 memiliki polifenol total yang paling tinggi yaitu 0,028 bv. Dipilihnya seduhan yang memiliki kandungan polifenol total tertinggi karena dimungkinkan memiliki aktivitas antibiofilm yang lebih baik khususnya dalam aktivitas penghambatan dan penghancuran biofilm S. aureus. Polifenol dapat diartikan sebagai suatu senyawa kimia yang umumnya terdapat pada daun teh dimana struktur dasarnya memiliki