UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2012. Sama halnya dengan teh hijau, teh putih mengandung senyawa katekin sering disebut dengan polifenol teh memiliki aktivitas dalam penghambatan
pembentukan biofilm S. aureus, namun jumlah kandungan katekin di setiap jenis teh berbeda dan bergantung dengan cara pengolahan daun teh sebelum dilakukan
pengeringan. Selain itu mekanisme aktivitas penghambatan pertumbuhan biofilm oleh seduhan daun teh putih belum diketahui.
Pada aktivitas penghancuran biofilm S. aureus, terlihat pola umum dari grafik aktivitas antibiofilm kontrol negarif mengikuti pola tertentu, yaitu pola
linier yang terus menurun dari konsentrasi seduhan rendah ke konsentrasi seduhan tertinggi. Aktivitas paling baik dihasilkan pada konsentrasi 1 vv, dengan
penghancuran mencapai 40,046 dan penghancuran biofilm terendah pada konsentrasi 8 vv dengan penghancuran sebesar 28,115. Jika dilihat dari eror
bars berupa standar deviasi pola grafik berbetuk sigmoid dengan titik puncak pada konsentrasi 2 vv, hal ini dimungkinkan konsentrasi 2 vv memiliki
aktivitas penghancuran paling baik namun tidak berbeda jauh aktivitasnya dengan konsentrasi 1 vv dan konsentrasi 4 sedangkan terlihat berbeda secara nyata
dengan konsentrasi 8 vv, dimungkinkan pada konsentrasi 8 vv merupakan konsentrasi yang terlalu besar sehingga menghasilkan nilai absorbansi
yang tinggi karena adanya senyawa daun teh putih yang tersisa dalam tiap wells. Hasil pengujian pada penelitian ini menunjukkan bahwa seduhan daun teh putih
C. sinensis memiliki aktivitas penghancuran biofilm S. aureus. Data yang telah diperoleh pada setiap aktivitas seduhan daun teh putih
terhadap penghambatan pertumbuhan dan penghancuran biofilm selanjutnya dilakukan
uji persyaratan.
Hasil uji
normalitas Kolmogorov-Smirnov
menunjukkan bahwa data terdistribusi normal p ≥0,05. Setelah dilakukan uji
normalitas, dilanjutkan uji homogenitas Levene. Hasil uji homogenitas menghasilkan data yang homogen p
≥0,05. Hasil uji tersebut menunjukkan nilai signifikan 0,160 p
≥0,05 untuk aktivitas penghambatan pertumbuhan dan 0,086 p
≥0,05 untuk aktivitas penghancuran biofilm. Hasil uji anova yang dilakukan menunjukkan nilai signifikan 0,000 p
≤0,05 pada aktivitas penghambatan pertumbuhan dan 0,006 p
≤0,05 pada aktivitas penghancuran biofilm, ketika dilanjutkan dengan uji BNT jenis LSD data yang diperoleh menunjukkan hasil
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang berbeda secara bermakna terhadap kontrol negatif p ≤0,05 namun tidak
berbeda secara bermakna antar konsentrasi seduhan daun teh putih untuk setiap aktivitas. Kontrol negatif yang digunakan adalah biofilm S. aureus dengan
menggunakan jumlah kepadatan bakteri uji dan waktu inkubasi optimal sebelumnya.
4.7 Hasil Optimasi Aktivitas Penghancuran Biofilm
S. aureus
Optimasi dilakukan pada aktivitas penghancuran biofilm S. aureus. Hal ini dilakukan karena bakteri S. aureus telah membentuk biofilm terlebih dahulu dan
berkembang dengan pesat hingga membentuk koloni terutama pada permukaan yang lembab dan kaya nutrisi Traver, 2009. Mikroba dapat membuat suatu
pertahanan dengan membentuk biofilm, yaitu suatu lapisan sel mikroba yang melekat di sebuah permukaan dan tertanam dalam matriks eksopolisakarida yang
dihasilkan sendiri oleh miroorganisme tersebut Saad Musbah Alasil et al., 2014 sehingga masalah utama dari kejadian biofilm yaitu lebih diperlukan akivitas
penghancuran biofilm. Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan optimasi aktivitas penghancuran biofilm S. aureus oleh seduhan daun teh putih C.
sinensis. Optimasi aktivitas penghancuran biofilm dilakukan terhadap 3 faktor yaitu
konsentrasi seduhan, waktu kontak pemberian seduhan dan suhu inkubasi yang didesain dan analisis eksperimen pada Response Surface Analysis RSA
bervariasi. Rentang yang digunakan pada konsentrasi seduhan daun teh putih 1 - 8 vv, waktu kontak pemberian seduhan daun teh putih 30 menit
– 90 menit, dan suhu inkubasi pada suhu 25°C - 50°C. Pemilihan rentang konsentrasi seduhan
daun teh putih mengikuti uji penghambatan pertumbuhan dan penghancuran biofilm sebelumnya yaitu dimulai dari 1 sampai dengan 8 vv. Sedangkan
rentang waktu kontak pada titik tengah mengikuti uji pada umumnya yaitu selama 60 menit Prasasti dan Hertiani, 2010 kemudian dimodifikasi yaitu dengan
diturunkan dan ditingkatkan 30 menit, sehingga rentang waktu kontak pemberian seduhan yang digunakan dimulai dari 30 menit hingga 90 menit. Dan untuk
pemilihan suhu inkubasi dimulai dari suhu ruang yaitu 25°C, suhu optimal pertumbuhan bakteri S. aureus yaitu 37°C Bjarnsholt, Thomas et al., 2011 dan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kondisi suhu termofil yaitu pada suhu diatas 45°C hingga 90°, bahkan mencapai 122°C Shadily, Hassan., 1980. Kondisi suhu termofil yang digunakan adalah
50°C. Sehingga rentang suhu inkubasi yang digunakan dimulai dari 25°C hingga 50°C.
Hasil desain eksperimen pada RSA terlihat konsentrasi seduhan daun teh putih yang akan diuji pada optimasi aktivitas penghancuran biofilm S. aureus
adalah 1, 4,5 dan 8 vv dengan cara dilakukan pengenceran menggunakan aquadest steril. Perhitungan pengenceran tersebut dapat dilihat pada lampiran 6.
Waktu kontak pemberian seduhan selama 30 menit, 60 menit, dan 90 menit. Serta kondisi suhu yang diuji pada tahap ini adalah 25°C, 37,5°C dan 50°C. Hal ini
dilakukan untuk mengetahui berapakah titik optimal dari setiap variabel faktor dan apakah ada hubungan antara satu faktor dengan faktor yang lainnya. Sebelum
dioptimasi, terdapat 20 pasang desain dan analisis eksperimen dari ketiga variabel faktor yang harus dilakukan uji aktivitas penghancuran biofilm S. aureus.
Pengujian dilakukan dengan jumlah replikasi 1, secra triplo. Pengujian dan proses penyiapan seduhan dilakukan dengan cara yang
sama pada uji penghancuran biofilm sebelumnya. Yaitu dibiarkan terlebih dahulu biofilm terbentuk dalam setiap wells dan dibuang kemudian diberi perlakuan
dengan memasukkan seduhan daun teh putih kedalamnya. Hasil yang didapatkan setelah dilakukan uji aktivitas penghancuran biofilm S. aureus adalah berupa nilai
pertumbuhan biofilm Absorbansi OD
595
. Selanjutnya dilakukan perhitungan rumus sehingga didapatkan persen penghancuran biofilm, kemudian dianalisis
menggunakan metode Response Surface Analysis RSA dan diperoleh hasil berupa contour plot yang menunjukkan suhu, konsentrasi dan waktu kontak yang
optimal. Hasil optimasi aktivitas penghancuran biofilm S. aureus oleh seduhan
daun teh putih pada penghancuran biofilm S. aureus dapat dilihat pada lampiran 16. Dan hasil contour plot dari penghancuran biofilm terhadap waktu
kontak dan konsentrasi seduhan pada suhu 25°C dapat dilihat pada gambar 10.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
konsentrasi w
a k
tu k
o n
ta k
8 7
6 5
4 3
2 1
90 80
70 60
50 40
30
suhu 37,5 Hold Values
– –
– –
-48 -48
-36 -36
-24 -24
-12 -12
Penghancuran
Contour Plot of Penghancuran vs waktu kontak; konsentrasi
Gambar 10. Contour plot dari Penghancuran vs Waktu Kontak dan Konsentrasi.
Hasil contour plot dari penghancuran biofilm terhadap suhu dan waktu kontak pada konsentrasi 1 vv dapat dilihat pada gambar 11.
waktu kontak s
u h
u
90 80
70 60
50 40
30 50
45 40
35 30
25
k onsentrasi 4,5
Hold Values –
– –
– -20
-20 20
20 40
40 60
60 Penghancuran
Contour Plot of Penghancuran vs suhu; waktu kontak
Gambar 11. Contour plot dari Penghancuran vs Suhu dan Waktu kontak.
Contour plot dari aktivitas Penghancuran biofilm S. aureus pada RSA seduhan daun teh putih yaitu berwarna putih kehijauan hingga hijau tua. Kondisi
optimal ditandai dengan warna hijau tua pada contour plot. Dari hasil optimasi