UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
permanen akibat terbentuknya material eksopolimer yang merupakan suatu senyawa perekat yang lebih kuat.
Pada tahap ketiga ditandai dengan terbentuknya mikrokoloni dan biofilm mulai terbentuk, bakteri mulai berkembang biak dan memancarkan sinyal kimiawi
sebagai alat komunikasi antarsel bakteri Prakash et al., 2003. Sementara pada tahap keempat, biofilm yang terbentuk semakin banyak dan membentuk struktur
tiga dimensi yang mengandung sel terselubung dalam beberapa kelompok yang saling terhubung satu sama lainnya.
Pada tahap terakhir, perkembangan struktur biofilm mengakibatkan terjadinya dispersi sel sehingga sel tersebut berpindah dan membentuk biofilm
yang baru. Perlu dicatat pada biofilm yang sudah terbentuk, proses pembelahan sel jarang terjadi. Pada kondisi tersebut, sel biofilm menggunakan sebagian besar
energi untuk membentuk eksopolisakarida yang dibutuhkan sel sebagai nutrisi Watnick and Kolter, 2000.
Gambar 1. Pembentukan Biofilm Sumber: Montana State University MSU Center of Biofilm Engineering
2.2.4 Pengendalian Biofilm
Biofilm yang terdiri dari bakteri patogen dapat menimbulkan masalah yang serius bagi kesehatan manusia. Hal ini menyebabkan perlunya suatu cara
atau pengendalian khusus pada biofilm. Pengendalian biofilm dapat dilakukan secara kima, fisika dan biologi.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1 Secara Kimia
Biasanya pengendalian biofilm dilakukan seperti halnya proses sanitasi dengan cara penambahan suatu zat kimia. Sanitasi kimia dilakukan dengan
menggunakan desinfektan. Tujuan penggunaan desinfektan ialah untuk mereduksi jumlah mikroorganisme patogen. Selain itu menurut M. Simoes et al 2010
teknik perlakuan deaktivasi biofilm mikroba dapat dilakukan dengan menggunakan enzim berbasis deterjen juga dikenal dengan bio-cleaners.
2 Secara Fisika
Selain menggunakan bahan kimia pengendalian biofilm dapat juga dilakukan dengan metode fisika yaitu memanfaatkan suhu yang tinggi atau
pemanasan. Sanitasi dengan menggunakan air panas lebih menguntungkan karena air panas mudah tersedia dan tidak beracun. Peralatan kecil seperti pisau, serta
bagian – bagian alat pengolahan pangan dapat direndam dalam air yang
dipanaskan hingga suhu 80 C Yunus, 2000. Tinggi rendahnya suhu
mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Bakteri dapat tumbuh dalam rentang suhu minus 50
C sampai 80 C, tetapi bagaimanapun juga setiap spesies
mempunyai rentang suhu yang pendek yang ditentukan oleh sensitifitas sistem enzimnya terhadap panas.
Aktivitas panas
sering dijadikan sebagai sanitasi suatu peralatan kesehatan dan peralatan proses penanganan makanan. Dari hasil penelitian Trisnawati, 2010
jumlah bakteri sebelum perlakuan sanitizer air panas berkisar antara 120 – 280
CFUcm
2
. Sesudah perlakuan hasil pemeriksaan angka total bakteri berkisar antara 80 – 100 CFUcm
2
. Hasil analisis menunjukkan bahwa proses sanitasi memberikan pengaruh terhadap penurunan angka total bakteri.
3 Secara Biologi
Teknik perlakuan deaktivasi biofilm mikroba secara biologi dapat dilakukan dengan pengendalian fage dan interaksi mikrobiologis atau molekul
metabolit M. Simoes et al., 2010. Fage dapat digunakan untuk pengendalian biofilm. Pada dasarnya fage
merupakan virus yang menginfeksi bakteri melalui jalur yang spesifik serta besifat non-tosik terhadap manusia, sehingga memiliki potensi yang baik untuk
dikembangkan sebagai bahan pengendali biofilm mikroba Kudva et al., 1999.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengendalian biofilm juga dapat dilakukan dengan interaksi interspesies jamak atau produksi suatu metabolit sederhana. Banyak bateri yang mampu
mensintesis dan mensekresikan biosurfaktan dengan sifat anti lekat yang kuat. Davis and Marques 2009 melaporkan P. aeruginosa menghasilkan cis-2-asam
dekanoat yang mampu menghambat pembentukan dan pengembangan biofilm. Ditambahkan pula peranan cis-2-asam dekanoat dalam pengendalian biofilm
sangat terkait dengan kemampuan memancarkan sinyal dari molekul asam lemak rantai pendek Prasetia, H.A., 2012.
2.3 Staphylococcus aureus
Bakteri S. aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk sferis dengan diameter 0,8
– 1,0 mikron, tidak bergerak, fakultatif anaerob, tidak berspora dan tidak membentuk flagel. Koloni pada media yang padat akan berbentuk bulat,
halus, menonjol, dan berkilau-kilau, membentuk berbagai pigmen berwarna
kuning keemasan Jawetz et al., 2005. Secara garis besar klasifikasi bakteri S. aureus menurut Rosenbach 1884 berasal dari Filum Firmicutes, Kelas Bacili,
Ordo Bacillales, Familia Staphylococcaceae, Genus Staphylococcus, Spesies S. aureus.
Gambar 2. S. aureus yang Dilihat dari Mikroskop Elektron. Sumber: Todar, 2008
S. aureus dapat menimbulkan penyakit melalui kemampuannya tersebar luas dalam jaringan dan melalui pembentukan berbagai zat ekstraseluler.
Berbagai zat yang berperan sebagai faktor virulensi dapat berupa protein, termasuk enzim dan toksin. Lebih dari 90 isolat klinik menghasilkan S. aureus
yang mempunyai kapsul polisakarida atau selaput tipis yang berperan dalam
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
virulensi bakteri Jawetz et al., 2008. Setiap jaringan ataupun alat tubuh yang terinfeksi dapat menyebabkan timbulnya penyakit dengan tanda
– tanda yang khas, yaitu peradangan, nekrosis dan pembentukan abses Assani S, 1994.
Pembentukan biofilm S. aureus dapat menyebabkan masalah kesehatan yang serius karena dapat meningkatkan resistensi terhadap antibiotik, desinfektan
dan imunitas hospes. Kemampuan pembentukan biofilm merupakan salah satu faktor virulensi S. aureus yang dapat menyebabkan peningkatan toleransi terhadap
antibiotik dan desinfektan serta resistensi terhadap fagositosis dan sel-sel imunokompeten lain Høiby, et al., 2010; J.-H. Lee et al., 2013.
Gambar 3. Scanning Electron Micrograph SEM Biofilm S. aureus. Sumber: Bixler, Gregory D., dan Bhushan, Bharat,. 2012.
2.4 Deskripsi Daun Teh Putih
Camellia sinensis L. Kuntze
Daun teh putih adalah jenis daun teh yang diproduksi paling sedikit dan memiliki kandungan katekin yang paling tinggi. Merupakan daun teh muda yang
masih kuncup dan di proses secara penguapan dengan segera setelah pemanenan untuk menonaktifkan polifenol oksedase, suatu enzim yang dapat menghilangkan
katekin. Akibatnya, kandungan katekin pada teh putih lebih banyak dibanding teh hijau Rai Nishant et al. 2012. Menurut Pusat Penelitian Teh dan Kina 2012,
bahan teh putih adalah pucuk teh yang masih kuncup yang disebut peko. Peko diolah tidak melalui proses oksidasi atau hanya sedikit terjadi oksidasi polifenol
sehingga memiliki antioksidan tertinggi. Disebut white tea karena penampakan teh ini putih keperakan mengkilat dari bulu
– bulu yang menyelimutinya dan bentuknya runcing menyerupai jarum.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4. A Daun Teh Putih pada Tanaman Teh C. sinensis Sumber: Mead, M. Nathaniel., 2007
Tanaman teh merupakan tanaman subtropis yang sejak lama telah dikenal dalam peradaban manusia. Klasifikasi tanaman teh menurut Rai Nishant et al
2012 berasal dari Kelas Magnoliopsida –
Dicotyledon, Order Theales, Familia
Theaceae, Genus Camellia L, Spesies C. sinensis. Kandungan senyawa kimia daun teh segar terdiri atas 4 kelompok besar, yaitu Substansi Fenol berupa
flavonol dan katekin, Substansi Bukan Fenol karbohidrat, substansi pektin, alkaloid, klorofil, protein dan asam amino bebas, asam organik, substansi resin,
vitamin, substansi mineral, Substansi Penyebab Aroma, dan Enzim Arifin, 1994.
Katekin teh putih C. sinensis tersusun sebagian besar atas senyawa –
senyawa katekin C, epikatekin EC, epigalokatekin EGC, epikatekin galat ECG dan epigalokatekin-3-galat EGCG. Konsentrasi katekin sangat tergantung
pada umur daun. Kandungan katekin berkisar 20-30 dari seluruh berat kering daun Rai Nishant et al., 2012.
Menurut Pusat Penelitian Teh dan Kina 2012, manfaat teh putih yaitu: sangat baik menangkal radikal bebas; menurunkan kolesterol; menurunkan
tekanan darah; dipercaya dapat melindungi jantung; menurunkan kadar gula darah; dapat menurunkan berat badan; dapat mencegah penuaan dan kerusakan
pada kulit; membakar lemak dan mencegah munculnya sel – sel lemak baru;
mencegah terjadinya mutasi sel penyebab kanker; menjadikan tulang, gigi, dan gusi lebih kuat; mencegah dan melawan pengaktifan sel usus besar, prostat; serta
membantu kerja ginjal dan mencegah terjadinya batu empedu.
A
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Alasan lain untuk minum teh, terutama teh putih menurut Syukur C 2011 adalah sangat kaya akan antioksidan, mirip dengan beta
– karoten dan vitamin C. Hal ini disebabkan karena teh mengandung epigallocatechin-3-gallate, yang
dilaporkan memiliki kemampuan 200 kali lebih efektif sebagai antioksidan daripada vitamin E. Antioksidan dapat membantu mencegah kanker dengan
menyerap radikal bebas, antioksidan sangat baik untuk sistem kekebalan tubuh, dan antioksidan bahkan telah digunakan untuk mengurangi munculnya keriput.
2.5 Response Surface Analysis
Analisa response surface dilakukan untuk mengetahui kondisi optimal guna menghasilkan aktivitas yang terbaik. Perancangan eksperimen statistika
merupakan suatu proses perencanaan eksperimen untuk memperoleh data yang tepat sehingga dapat dianalisa dengan metode statistik serta kesimpulan yang
diperoleh dapat bersifat obyektif dan valid. Salah satu metoda perancangan eksperimen yang digunakan untuk mengetahui kondisi optimal adalah Metode
Response Surface Rahardjo, Jani., 2002. Response Surface Methodology sudah dikenalkan oleh Box dan Wilson
sejak tahun 1951. Dalam buku Design and Analysis of Experiment, Montgomerry 2001, menjelaskan bahwa Response Surface Methodology atau sering disingkat
dengan RSM, merupakan kumpulan teknik matematis dan statistik yang digunakan untuk pemodelan dan analisis masalah dalam suatu respon yang
dipengaruhi oleh beberapa variabel dan tujuannya adalah untuk mengoptimasi respon tersebut. Variabel yang mempengaruhi respon dinamakan variabel bebas
atau sering dinamakan faktor. RSM telah banyak digunakan dalam beberapa bidang ilmu seperti, ilmu kimia, teknik kimia, teknologi pertanian, ilmu
kesehatan, dan lain-lain.