pada tahun 1929 di Jakarta.
70
Perserikatan Perempuan ini sampai sekarang masih tetap eksis dengan nama Kowani sebagai hasil dari keputusan kongres pada
tanggal 14-16 Juni 1946.
71
2. Pasca kemerdekaan
Dalam periode yang merupakan masa perang kemerdekaan melawan penjajahan kembali ini organisasi-organisasi wanita timbul sesuai dengan tuntutan
zaman, yaitu mempunyai tujuan ikut serta dalam usaha membela dan menegakkan kemerdekaan negara. Dalam tahun-tahun ini ada kegiatan yang luar biasa, ditandai
oleh semangat persatuan dan semangat perjuangan. Dibentuklah “Persatuan Wanita Indonesia” Perwani di seluruh tanah air yang menjalankan tugas di garis
belakang dan membantu mereka yang bertempur. Di Jakarta, kota yang di bawah pendudukan Belanda dengan nama Netherlands Indies Civil Administration
NICA tidak lama setelah Proklamasi Kemerdekaan, didirikan “Wanita Indonesia” WANI dengan tujuan yang serupa. “Perwani” dan “WANI”
kemudian dilebur menjadi “Persatuan Wanita Republik Indonesia” Perwari di Yogyakarta, 17 Desember 1945. laskar-laskar wanita dibentuk untuk membantu
garis depan yang kemudian bergabung dalam “Persatuan Perjuangan Tenaga Wanita Indonesia”. Perkumpulan “Pemuda Puteri” didirikan Desember 1945 juga
dengan semangat perjuangannya. Di Bandung didirikan “Budi Isteri” suatu perkumpulan wanita seperti biasa akan tetapi timbul karena terdorong untuk
menolong mereka yang menderita akibat peperangan.
70
Marlita dan Poerwandari, “Pergerakan Perempuan Indonesia 1928-1965,” h. 86.
71
Harminah dan Rauf, “Sejarah Pergerakan Perempuan di Indonesia,” h. 21-22.
Di bidang politik juga nampak kegiatan dengan didirikannya “Masyumi” dengan bagian Muslimatnya, “Gerakan Pemuda Islam Indonesia” dengan bagian
Putrinya, “Muslimat Nahdlatul Ulama” dan “Partai Wanita Rakyat”, satu-satunya partai politik wanita yang hingga kini pernah didirikan, atas prakasa Ibu Sri
Mangunsarkoro. Partai yang sekuler ini berazaskan ke-Tuhanan, kerakyatan dan kebangsaan; program perjuangannya lebih militan dibandingkan dengan
organisasi-organisasi wanita lain. Juga nampak memuncaknya kegiatan di kalangan agama Kristen dengan berdirinya Persatuan Wanita Keristen yang
otonom tapi mempunyai hubungan kerja sama dengan Partai Kristen Indonesia. Memuncaknya kegiatan di bidang politik itu disebabkan antara lain karena
dalam masyarakat ada anggapan bahwa negara demokrasi yang dicita-citakan pada waktu itu harus sebanyak mungkin mempunyai partai-partai politik yang
mencerminkan segala aliran dalam masyarakat maka dengan demikian dapat tersusun Dewan Perwakilan Rakyat yang benar-benar terdiri dari wakil-wakil
rakyat melalui pemilihan umum yang dapat mengemukakan segala aspirasi yang terkandung dalam masyarakat. “Dewan Perwakilan Rakyat” yang ada pada waktu
itu ialah Komite Nasional Indonesia Pusat terbentuk dalam masa darurat yang anggota-anggotanya ditunjuk berdasarkan partai-partai politik dan golongan-
golongan lain yang ada. Ada kelompok lain dalam masyarakat yang pada masa ini menunjukkan
kegiatan berorganisasi yaitu kelompok wanita yang bekerja. Tapi yang sekarang timbul mempunyai sifat yang berlainan yang sebagian besar dipengaruhi oleh
suasana perjuangan politik. Beberapa bulan sebelum Jepang menyerah telah
dibentuk organisasi di kalangan pekerja wanita dengan se-izin yang berkuasa yang telah
melunakkan peraturan-peraturannya
berhubungan pula
dengan kebijaksanaannya
yang baru
untuk “mempersiapkan
Indonesia bagi
kemerdekaannya di kemudian hari”. Organisasi tersebut ialah “Perkumpulan Pekerja Puteri Surakarta” didirikan Juli 1945 dan “Persatuan Pegawai Puteri
Indonesia” di Yogyakarta, yang diikuti oleh terbentuknya perkumpulan- perkumpulan yang serupa di beberapa tempat lain.
Masa perjuangan ini juga menimbulkan organisasi-organisasi wanita yang mempunyai sifat khusus yaitu antara para isteri dalam lingkungan Angkatan
Bersenjata, yaitu “Persatuan Isteri tentara - Persit” 3 April 1946, “Jalasenastri” 1946 dan “Persatuan Isteri Polisi” 17 Agustus 1949. Mereka mengadakan
persatuan karena perasaan senasib, kala suami berjuang di medan perang, dan mereka merasa terdorong untuk bersama-sama meringankan kesukaran keluarga-
keluarga yang ditinggalkan oleh ayah dan memberi pertolongan kepada mereka yang menjadi janda dan anak-anaknya. Dan bersama-sama, mereka dapat
menanggulangi persoalan-persoalan yang dihadapi isteri prajurit.
72
Periode 1950-1959, yaitu setelah kedaulatan Republik Indonesia diakui sampai politik Pemerintah berlandaskan gagasan Demokrasi Terpimpin. Setelah
kedaulatan negara diakui oleh dunia internasional dan peperangan berakhir maka perhatian dapat dicurahkan kepada pembangunan di segala bidang. Dalam periode
ini bidang politik meminta banyak sekali perhatian karena adanya bermacam- macam persoalan yang bertalian dengan penyusunan kekuatan partai-partai,
72
Suryochondro, Potret Pergerakan Wanita, h. 135-137.
pembentukan kabinet, wewenang presiden, dan lain sebagainya. Perhatian masyarakat juga banyak diarahkan kepada pemilihan umum yang diadakan tahun
1955. kaum wanita merupakan juga suatu kelompok yang dapat menentukan hasil pemilihan umum itu. Maka tidak mengherankan bahwa dalam periode ini tidak
kurang dari 6 organisasi wanita dibentuk yang merupakan bagian dari partai politik. Di antaranya ada yang didirikan oleh anggota-anggota wanita dari suatu
partai politik, dan ada yang didirikan karena dipengaruhi oleh suatu partai politik. Di antaranya:
1 “Parkiwa” Partai Kebangsaan Indonesia bagian Wanita yang dibentuk
di Bandung tahun 1950, yang kemudian namanya diganti menjadi “Pasundan Isteri”.
2 “Gerwis” Gerakan Wanita Indonesia Sedar didirikan 4 Juli 1950,
namanya kemudian diganti menjadi “Gerwani” Gerakan Wanita Indonesia dan berafiliasi dengan “Partai Komunis Indonesia”.
3 “Perwamu” Persatuan Wanita Murba, didirikan 17 September 1950,
yang berafiliasi dengan “Partai Murba”. 4
“Wanita Demokrat Indonesia”, didirikan 14 Januari 1951, berafiliasi dengan “Partai Nasional Indonesia”, namanya diganti menjadi “Gerakan
Wanita Marhaenis 1964, kemudian menjadi ”Pergerakan Wanita Nasional Perwanas” 1973.
5 “Wanita Nasional”, didirikan tahun 1953 di Jakarta, berafiliasi dengan
“Partai Indonesia Raya PIR”.
Organisasi-organisasi wanita yang mempunyai hubungan dengan partai- partai politik tersebut dimaksudkan untuk membantu partai dengan menyebar
luaskan ideologinya dan mendukungnya pada memilihan umum, tapi mempunyai kedudukan yang cukup otonom dengan Anggaran Dasar yang tersendiri.
73
3. Era reformasi