91
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juni 2007 hingga Desember 2007, mengambil lokasi penelitian di kota Depok Jawa Barat, Pengolahan dan analisis data di
lakukan di Cibinong Bogor.
3.2 Bahan dan Alat Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer terdiri dari Citra Landsat dan survei lapangan. Pada penelitian ini
menggunakan Citra landsat dalam bentuk digital dengan dua periode yaitu Citra Landsat-5- TM
path 122 row 065 dengan 7 band dan Citra Landsat -7- ETM+ tahun 2006 path 122
row 065 dengan 7 band. Dengan spesifikasi Landsat-7-ETM+ Tahun 2006 : Resolusi Spatial Pankromatik 15m, Resolusi Spatial Multispektral 30m, Resolusi fusi 15m, Skala
peta yang dianjurkan 1:50.000, Minimal Order 1 Scene, Cakupan 180 x 180 km2. Data sekunder meliputi Peta Rupabumi lembar Cibinong, Cileungsi, Pasar Minggu,
Pondok Gede, Parung dan Serpong dengan skala peta 1: 25.000 produksi Bakosurtanal. Alat yang digunakan terdiri dari seperangkat komputer dengan perangkat lunak
Software Arc View GIS versi 3.3 dan ERDAS IMAGINE 8.6.
92
3.3 Metode Penelitian
Kelebihan dari metode ini adalah penulis dapat memperhitungkan konsteks spasial wilayah pada saat penafsiran dengan melibatkan lebih dari satu elemen unit lahan, bentuk
lahan, local knowledge dll yang tidak mungkin dapat dilakukan dengan metode klasifikasi digital secara langsung. Keuntungan kedua adalah metode ini cocok untuk daerah pada
ekuator yang banyak tertutup awan. Penelitian ini terdiri dari empat tahap, yaitu : 1 Tahap pengumpulan data, 2
Tahap analisis digital, 3 Tahap Pengolahan data, dan 4 Tahap analisis data. Diagram alir penelitian disajikan pada Gambar 3.21.
3.3.1 Tahap Pengumpulan Data
Pada tahap ini yang dilakukan adalah mengumpulkan data-data yang dibutuhkan untuk penelitian, terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer terdiri dari Citra
Landsat yang diperoleh dari SEAMEO BIOTROP Bogor dan survei lapang yang dilakukan di seluruh kecamatan guna validasi data hasil klasifikasi.
Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik BPS dan Badan Perencanaan Daerah. Sedangkan pembuatan peta bumi digital kota Depok sebagai referensi dalam
analisis citra digital dilakukan di Cibinong Bogor mencakup unsur-unsur jalan, sungai, garis kontur, penggunaan lahan dan batas administrasi kota Depok.
3.3.2 Tahap Analisis Citra Digital
93 Untuk analisis citra digital dilakukan melalui tiga tahapan yaitu koreksi geometrik,
pengamatan visual Citra Landsat dan Klasifikasi. Kemudian dilanjutkan dengan tahapan evaluasi hasil dari analisis citra digital dengan pengecekan lapang, reinterpretasi, konversi
format citra dan analisis perubahan penutupanpenggunaan lahan dengan teknologi Sistem Informasi Geografis SIG.
3.3.2.1 Koreksi Geometrik
Koreksi Geometrik adalah perujukan titik-titik tertentu pada citra ke titik-titik yang sama di lapang atau di peta topografi. Pasangan titik-titik ini digunakan untuk membangun
fungsi matematis yang menyatakan hubungan antar posisi sembarang titik pada citra dengan objek yang sama pada peta maupun lapangan Jensen, 1986. Proses koreksi
geometrik diawali dengan merektifikasi citra ke peta Rupabumi image to image rectification
berdasarkan GCP Ground Control Point yang mudah diidentifikasi pada peta maupun citra yang dikoreksi dan bentuk relief yang tidak berubah dalam jangka waktu
yang lama. Citra Landsat -7-ETM+ tahun 2006 direktifikasi dengan peta rupabumi daerah
depok. Proses ini dilakukan terlebih dahulu agar mudah memperoleh obyek yang sama pada peta topografis dan citra yang akan dikoreksi. Citra landsat-5- TM tahun 1997 yang
telah dikoreksi digunakan sebagai referensi untuk meregistrasi Citra Landsat-7-ETM tahun 2006.
Tahapan koreksi geometris yang dilakukan, sebagai berikut :
94 1. Buka program ERDAS Imagine sehingga muncul tampilan menu bar, kemudian klik
ikon menu Viewer untuk menampilkan image.
2. Buka image pada viewer 1 sebagai image yang belum terkoreksi dan viewer 2 sebagai image atau vector yang telah terkoreksi digunakan untuk acuan.
3. Pada viewer 1 klik menu Raster →Geometric Correction→Pilih Polynomial→ klik
OK.
4. Kemudian muncul dialog seperti berikut :
Gambar 3.1 Polynomial Model Properties 5. Klik menu Projection
6. Pilih isian Map units dengan satuan Meters
95 7. Klik Menu AddChange Projection sehingga keluar tampilan Edited Projection
Chooser. 8. Klik Custom lalu isi pilihan sesuai perintah berikut :
Gambar 3.2 Projection Chooser a.
Projection Type : UTM b.
Spheroid Name : WGS 84 c.
Datum Name : WGS 84 d.
UTM Zone : 48 wilayah image berada di garis bujur 102 – 108 E, e.
Pilih : South untuk wilayah yang berada di area Lintang Selatan 9. Klik icon Close
10. Pilih option Exiting Viewer → Klik OK, kemudian muncul dialog Viewer Selection
Intructions . Dialog ini mengkonfirmasikan viewer mana yang akan digunakan sebagai
acuan. Karena yang dijadikan acuan adalah viewer 2 maka klik pointerkursor pada image yang berada di viewer 2. Tampilan akan berubah menjadi tampilan sebagai berikut
96 Gambar 3.3 Geo Corrections
11. Dengan menggunakan icon tentukan posisi dari suatu piksel yang bisa dikenali
pada piksel dari image acuan. Cocokkan antara GCP pada image yang akan dikoreksi dengan Image acuan sampai benar-benar terletak pada satu piksel yang sama.
12. Buatlah GCP paling minimal 4 buah pada tempat yang diketahui nilai atau posisinya 13. Setelah titik GCP yang dibuat lebih dari 4 empat maka nilai RMS Error akan muncul
pada tabel. Nilai RMS error akan semakin kecil apabila posisi GCP koreksi benar-benar sama dengan GCP acuan. Usahakan nilai RMS Error nilainya di bawah 0.5 yaitu dengan
cara menggeser titik GCP pada kedua image sehingga posisinya benar-benar sama.
97 14. Untuk hasil yang lebih baik, buatlah titik GCP sebanyak mungkin dan menyebar di
semua area. 15. Jika telah selesai save hasilnya dengan mengklik ikon Resample Image
dalam Geo Correction Tools. Sehingga akan muncul kotak dialog seperti berikut :
Gambar 3.4 Resample Image
16. Tunggu proses komputer, kemudian klik OK setelah proses selesai.
Gambar 3.5 Proses Isodata
3.3.2.2 Interpretasi Visual Citra Landsat
Pada tahap interpretasi visual dilakukan perbandingan kenampakan karakteristik obyek-obyek pada Citra Landsat tahun 1997 dan 2006. untuk membantu pengamatan visual
obyek dapat dilakukan dua pendekatan yaitu pemilihan band yang tepat dan penggunaan
98 kunci interpretasi. Pemilihan kombinasi band yang tepat dilakukan dengan pendekatan nilai
OIF Optium Index Factor, kunci interpretasi yang digunakan yaitu rona, bentuk, ukuran, bayangan, tekstur, pola dan situs. Beberapa obyek yang dapat diamati pada citra antara lain
permukiman, sawah, semak belukar dan sungaidanau kemudian ditentukan daerah contoh training area.
Kunci interpretasi yang digunakan berdasarkan rona, bentuk, ukuran, bayangan, tekstur, pola dan situs Lillesand dan kiefer, 1994.
1. Hutan lahan kering, komposisi warna = Chartause
2. Hutan tanaman, komposisi warna = Green
3. Kebun campuran
Komposisi warna = R 0.600 G : 0.900 B : 0.500
4. Kebun karet, komposisi warna = R : 0.400, G : 0.800, B : 0.700
5. Kebun teh, komposisi warna = R : 0.400, G : 0.800, B : 0.600
99 6.
Pertanian lahan kering, komposisi warna = Gold
7. Band 542
Band 432
Permukiman, komposisi warna = Red
8. Kawah, komposisi warna = purple
9. Kebun kelapa sawit
Komposisi warna = R : 0.600, G : 0.900, B :0.400
10. Hutan rawa, komposisi warna = R : 0.500, G : 0.750, B : 0.400
11.
Band 542 Band 432
Hutan mangrove R0.200 G0.800 B:0.050
12. Hutan alam, komposisi warna = Dark green
100 13.
Rawa, komposisi warna = aquamarine
14. Semakbelukar, komposisi warna = Tan
15. Tubuh air, komposisi warna = Blue
16. Tambak, komposisi warna = cyan
17. Awan, komposisi warna = White
18. Tanah terbuka, komposisi warna = Pink
19. Sawah, komposisi warna = Yellow
20. Stripping, komposisi warna = Purple
101 21.
Danau, komposisi warna = blue
22. Bayangan awan, komposisi warna = light gray
23. Perkebunan lain
Komposisi warna = R : 0.600, G : 0.900, B : 0.500 3.3.2.3 Klasifikasi
Untuk menetapkan kelas-kelas penggunaan lahan dilakukan klasifikasi terbimbing Supervised Classification pada kedua Citra Landsat. Klasifikasi terbimbing dilakukan
berdasarkan area contoh training area yang telah ditentukan sebelumnya yaitu dengan menggambarkan poligon-poligon pada citra dengan karakteristik spektral tertentu.
Metode klasifikasi terbimbing yang digunakan adalah algoritma kemiripan maksimum banyak digunakan pada citra beresolusi rendah sampai menengah yang lebih
memfokuskan pada nilai spektral. Asumsi dari algoritma ini adalah obyek yang homogen selalu menampilkan histogram yang terdistribusi normal. Pada algoritma ini piksel
dikelaskan sebagai obyek tertentu tidak karena jarak euklidiannya melainkan oleh bentuk, ukuran dan orentasi sampel pada feature space.
102 Untuk memutuskan klasifikasi dibutuhkan informasi statistik berupa nilai rataan
mean, simpangan baku tiap sampel, varian ragam dan kovarians sehingga probabilitas setiap piksel suatu kelas dapat dihitung. Pada algoritma ini diasumsikan probabilitas untuk
semua kelas dipandang sama tetapi pada kenyataannya, tidak semua kelas dapat dilakukan dengan probabilitas yang sama untuk dipresentasikan pada citra. Pengambilan keputusan
berdasarkan pada pertimbangan kemiripan maksimum. Hasil uji ketelitian klasifikasi disajikan dalam bentuk koefisien Confution Matrik
dan nilai Kappa. Koefisien Confution matrik bukan merupakan ukuran ketelitian klasifikasi secara menyeluruh tetapi menyatakan seberapa baik mengkelaskan training site. Nilai
Kappa Lampiran 1 digunakan untuk menghitung akurasi hasil klasifikasi dengan menghitung kebenaran jumlah piksel yang diklasifikasikan termasuk nilai omsi jumlah
piksel yang diklasifikasikan menjadi kelas lain dan nilai komisi jumlah piksel dari kelas lain yang masuk dalam kelas ini.
Tahapan Klasifikasi yang dilakukan, sebagai berikut : 1. Sebelum melakukan kegiatan klasifikasi terbimbing, terlebih dahulu buat Training
Areanya Signature. Klik ikon panel Classifier sehingga akan muncul tampilan
seperti berikut ini.
103 Gambar 3.5 Classifier
Kemudian pilih Signature Editor dan muncul dialog box berikut.
Gambar 3.6 Signature Editor 1 2. Buka View yang akan diklasifikasi .img. Kemudian deliniasi dengan menggunakan
AOI tools sampel-sampel wilayah tiap kategori kelas klasifikasinya. Setiap membuat AOI
104 beri keterangan pada Signature Editornya yaitu dengan mengklik
create new signatur s from aoi
.
Gambar 3.7 Klasifikasi Citra
Gambar 3.8 Signature Editor 2 3. Save file .sig hasil training area setelah semua kriteria kelas klasifikasi diambil
sampelnya. Sampel dari satu kelas klasifikasi bisa lebih dari satu sampel, tergantung penyebaran pada image tersebut.
105 4. Klik ikon panel Classifier | Supervised Classification, sehingga muncul dialog box
berikut.
Gambar 3.9 Supervised Classification 5. Warna dapat diganti sesuai dengan keinginan kita yaitu dengan mengubah atributnya.
Buka file hasil klasifikasi .img pada window viewer, Klik Raster pada menu bar, kemudian pilih atribut Attributes.
Setelah proses klasifikasi dilakukan, tahapan selanjutnya adalah Recoding. Tahapan-tahapan Recoding sebagai berikut :
1. Dari menu bar Erdas Imagine, klik icon kemudian muncul kotak dialog lalu pilih
GIS Analysis ½ Recode sehingga keluar tampilan berikut :
106 Gambar 3.10 Recode
4. Klik Setup Recode untuk mengelompokan baris-baris row atribut yang memiliki kelas klasifikasi yang sama.
Gambar 3.11 Thematic Recode
5. Klik OK, dan tunggu prosesnya.
6. Klik pada viewer untuk menampilkan data recode yang telah kita buat. Lalu klik
menu bar Raster | Attribute , edit atributnya sesuai dengan nomor pengelompokannya.
107 Gambar 3.12 Raster Attribute Editor
6. Klik Save. Tahapan selanjutnya adalah Filling, hal ini dilakukan untuk memperbaiki proses
klasifikasi yang telah dilakukan, tahapan yang dilakukan, sebagai berikut : 1. Buka Viewer dan buka file citra yang ingin kita fill
2. Dari menu bar Viewer, pilih AOI │Tool, sehingga muncul kotak AOI Tool.
108 Gambar 3.13 AOI Tool
3. Kemudian dari menu bar Viewer pilih Raster │Fill, sehingga muncul kotak Area Fill
Gambar 3.14 Area Fill 4. Pada Viewer, buatlah dengan polygon AOI pada wilayah yang kita ingin fill. Kemudian
pada kotak area fill, masukkan nilai warna yang kita inginkan sebagai warna pengganti wilayah tersebut, pilih Apply dan wilayah tersebut akan berubah warna sesuai yang
diinginkan.
109 Wilayah yang ingin di Fill
Gambar 3.15 Contoh View Fill 5. Setelah semua wilayah yang ingin kita rubah sudah selesai dilakukan proses filling-nya,
pilih ikon save untuk menyimpan file hasil filling.
6. Pilih Yes.
110
3.3.3 Tahap Pengolahan Data 3.3.3.1. Operasi Buffering
Ekstraksi informasi dari data spasial yang telah tersedia berupa peta penggunaan lahan tahun 1997 dan 2006 serta peta jaringan jalan. Pada tahap ini bertujuan untuk melihat
sebaran permukiman pada selang waktu antara tahun 1997 dan 2006 berserta aksesibilitasnya.
Operasi ini diaplikasikan pada sarana aksesibilitas, yaitu jalan utama menggunakan bantuan ArcView 3.3 untuk mengetahui keterkaitan antara aksesibilitas dengan
perkembangan permukiman. Zonasi wilayah dengan operasi buffering atau penyangga adalah suatu daerah yang mempunyai lebar tertentu yang digambarkan di sekeliling satu
eleman atau lebih di bagian suatu kawasan yang mempunyai jarak tertentu Barus dan Wiradisastra, 2000.
Jarak buffer dari jalan adalah suatu fungsi pengukuran jarak perkiraan antara area permukiman berdasarkan jaraknya dari jalan utama. Jarak buffer dibuat berdasarkan
penyebaran permukiman dan jarak yang paling menunjukan perubahan yang nyata terhadap luas permukiman dan jalan terjadi pada jarak tiap 1000 m. Jarak buffer yang digunakan
adalah : 0-1000 m Zona 1, 1000-2000 m Zona 2, 2000-3000 m Zona 3, 3000-4000 m Zona 4, 4000-5000 m Zona 5, dan jarak 5000 m Zona 6.
111 Jarak buffer ini dibuat dengan mengasumsikan bahwa pengaruh jalan utama
terhadap perubahan penutupanpenggunaan lahan permukiman pada jenis aksesibilitas lainnya.
Tahapan buffer yang dilakukan, sebagai berikut :
1. Klik menu pulldown Theme | Create Buffer sehingga muncul kotak dialog berikut :
Gambar 3.16 View Create Buffer I
2. Pastikan pada option ‘The features of a theme’ yang terpilih adalah sungai, kemudian
klik button Next
112 Gambar 3.17 View Create Buffer II
How do you want to create buffer? 1.
At a specified distance : digunakan untuk pembuatan buffer yang didasarkan
pada jarak yang ditetapkan oleh pengguna 2.
At a distance from an attribute field : Pembuatan buffer didasarkan pada
jarak-jarak yang telah didefinisikan di dalam suatu field atribut yang telah ditentukan
3.
As multiple rings : Pembuatan buffer akan menghasilkanmembentuk
sejumlah number of rings lingkaran konsentris dengan jarak interval tertentu distance between rings antara setiap lingkaran yang berdekatan
3. Pilih ‘At a specified distance’ pada kotak dialog lanjutan. Misal kita akan membuat buffer sungai sempadan dengan jarak kanan-kirinya 100 meter, maka dalam kotak
tersebut kita ketikan 100 dan pilih ’Meters’ sebagai satuan jaraknya distance units are, kemudian tekan button Next.
4. Kotak dialog lanjutan akan muncul setelah menekan button Next, dilanjutkan dengan memilih radion button ’No’ jika batas dissolve antar buffer ingin ditampilkan dan ‘in a
113 new theme
’. Simpan file output hasil buffer pada directory dengan cara mengklik button. Kemudian klik button Finish dan tunggu prosesnya.
Gambar 3.18 View Create Buffer III
5. Pada tahap ini, jika theme yang di proses adalah polygon maka pengguna diharuskan mendefinisikan beberapa option seperti berikut ini :
114 Gambar 3.19 View Create Buffer IV
1.
inside and outside the polygons : akan menyebabkan buffer digambarkan baik
arah luar maupun ke dalam objek buffer polygon yang bersangkutan 2.
only outside the polygons : akan menyebabkan buffer hanya digambarkan ea rah
luar objek buffer polygon yang bersangkutan 3.
only inside the polygons : akan menyebabkan buffer hanya digambarkan ea rah
dalam objek buffer polygon yang bersangkutan.
Gambar 3.20 View Inside and Outside
3.3.3.2 Operasi Tumpang Susun
inside and outside outside
inside
115 Operasi ini dilakukan untuk mengkaji penyebaran permukiman pada tiap Zona serta
melihat buffer ditinjau dari luasnya, maka dilakukan overlay tumpang susun antara zona buffer dan peta sebaran permukiman. Dari operasi ini diperoleh hubungan antara
aksesibilitas dengan luas permukiman.
3.3.4 Tahap Analisis Data 3.3.4.1 Penyebaran dan Arah Perkembangan Permukiman
Penyebaran permukiman digunakan untuk mengetahui gradien garis lurus yang terbentuk dari persamaan garis antara nilai koordinat X dan nilai koordinat Y sebagai
sentroid poligon permukiman. Dalam sistem informasi secara spasial, sentroid merupakan
satu titik yang mewakili suatu poligon dimana informasi atribut dihubungkan. Analisis ini menggunakan persamaan yang ditulis dalam bentuk; y= a+bx, dalam hal ini a menyatakan
intersep atau perpotongan dengan sumbu tegak dan b adalah gardiennya Walpole, 1997.
Penyebaran permukiman dapat diidentifikasi dengan sentroid dari masing-masing poligon permukiman menggunakan median center xm, ym. Penyebaran permukiman
tersebut ditentukan oleh pusat geometrik suatu poligon sentroid. Titik sentroid permukiman tiap periode berubah dan memiliki informasi koordinat yang dinyatakan dalam
koordinat X, Y. Pengamatan dilakukan terhadap perubahan nilai koordinat sentroid, sehingga akan diketahui arah pergeseran pemukiman dari suatu periode ke periode
berikutnya.
116 Arah perkembangan permukiman dapat dilihat dari pergeseran pusat sebaran
poligon sentroid yang memiliki sepasang koordinat spasial.
3. 4 Pengecekan Lapang
Pengecekan lapang dilakukan melalui pengamatan dan pengumpulan informasi mengenai kondisi di daerah penelitian, seperti penggunaan lahan, kondisi permukiman, dan
sebagainya. Pengecekan lapang bertujuan untuk membandingkan antara hasil analisis data dengan kondisi sebenarnya.
BAB IV
117
HASIL PEMBAHASAN
4.1 Analisis Citra Digital
Sebelum menganalisis suatu citra, dilakukan beberapa persiapan diantaranya adalah pengumpulan data yang berkaitan dengan penelitian. Data yang paling utama dalam
penelitian ini adalah Citra Landsat daerah penelitian. Citra Landsat diperoleh dari SEMEO BIOTROP yang terletak di daerah Bogor. Setelah citra diperoleh, tahapan selanjutnya
adalah konversiformat data. Hal ini berguna untuk membantu peneliti dalam proses selanjutnya.
4.1.1 Koreksi Geometrik
Akurasi koreksi geometrik citra diperoleh berdasarkan nilai Root Mean Square Error
RMS-error. Nilai RMS-error rata-rata hasil koreksi geometrik Citra Landsat-5- TM+1997 dengan peta rupa bumi adalah Tabel 1.
Akurasi yang baik adalah jika tepat objek dan nilai RMS-error kurang dari satu yang menunjukan bahwa penyimpangan pergeseran objektitik pada citra tidak melebihi
satu piksel 30x30 meter. Penyimpangan posisi citra dapat terjadi karena perekaman citra satelit oleh sensor
sering mengalami distorsi, pergeseran secara alami dari objek selama perekaman maupun ketidakakuratan proses digitasi pada Peta Rupabumi.
Tabel 3 Nilai RMS-error hasil Koreksi geometrik Citra Landsat -7-ETM+ 2006 dengan peta Rupabumi
118
GCP Cell X X
Cell Y Y Easting X
Northing Y RMS
1 1113.15 18.79 705545.61E 9302036.29N
0.23 2 5000.53 10.1 696391.01E
9302151.92N 0.37
3 1420.78 1202.05 710201.87E 9284247.71N
0.38 4 803.76 903.59 700946.41E
9288716.53N 0.27
5 35.18 1119.01 689444.84E
9285436.12N 0.27
6 45.39 1083.13 689594.44E
9285992.12N 0.19
7 34.56 763.02 689428.27E 9292096.48N
0.22 8 28.38 679073
689339.76E 9292096.48N
0.13 9 245.24 134.43 692562.10E
9300258.94N 0.17
RMS- Error Rata-rata 0.276
Tabel 4 Nilai RMS-error hasil koreksi geometrik Citra Landsat-5-TM+1997 dengan Citra Landsat-7-ETM+2001
GCP Cell X X
Cell Y Y Easting X
Northing Y RMS
1 2437.85 5587 710201.43E 9302532.37N
0.15 2 2535.96 5471.96 713591.23E
9282251.92N 0.19
3 2198.48 5024 705537.29E 9183257.71N
0.17 4 1776 5148 687458.81E
9234716.73N 0.10
5 1724 544.11 713072.84E
9885490.12N 0.25
6 1799.99 5538 702873.83.E 9245552.12N
0.19 7 2488 5259.09
690345.21E 9143096.38N
0.22 8 2131.99 5157 765847.34E
9292016.40N 0.18
9 1768.04 5586 693432.32E 9100228.04N
0.16
RMS- Error Rata-rata 0.161
4.1.2 Interpretasi Visual Citra Landsat
119 Setiap objek yang terdapat pada citra memiliki kenampakan yang khas, kombinasi
band yang digunakan dalam membantu pengenalan objek adalah 542 RGB berdasarkan nilai OIF Lampiran 1 dan 2. Kombinasi band 542 RGB pada citra landsat memiliki
kekontrasan yang tinggi dimana objek-objek yang terdapat dalam citra dapat dengan mudah dibedakan karena kualitas citra komposit dan hasilnya lebih baik Gambar 4.1 dan 4.2.
Rumus Nilai OIF
3
OIF =
∑
Sk
k
=
1 3
∑
ab
s
rj
j
=
1
Ket : Sk
: Standard deviasi untuk band k abs rj : Nilai absolut dari koefisient korelasi diantara 3 band yang dinilai
Interpretasi objek pada citra dilakukan dengan menggabungkan unsur-unsur interpretasi diantaranya rona, ukuran, bentuk, tekstur, pola dan situs. Selain itu peta
topografis dan informasi lapang dapat dijadikan referensi dalam interpretasi objek.
48
Gambar 4.1 Citra Landsat-5- TM Tahun 1997 Kotamadya Depok Kombinasi Band 542 RGB
48
Gambar 4.2 Citra Landsat-7- ETM Tahun 2006 Kotamadya Depok Kombinasi Band 542 RGB
48 Interpretasi objek pada citra dilakukan dengan menggabungkan unsur-unsur
interpretasi diantaranya rona, ukuran, bentuk, tekstur dan pola. Selain itu peta topografis dan informasi lapang pra-analisis dapat dijadikan referensi dalam interpretasi objek.
4.1.3 Penentuan Daerah Contoh Training Area
Pengambilan contoh pada masing-masing kelas penutupanpenggunaan lahan dilakukan secara visual berdasarkan kenampakan warna yang relatif homogen dengan
pola tertentu dengan mempertimbangkan kemudahan penarikan batas pada setiap kelas penutup lahan. Pada citra ditentukan daerah contoh training area untuk permukiman,
kebun campuran, danausungai, sawah, lahan kosong dan semak belukar. Setiap training area memiliki nilai spektral maksimum, minimum, rataan mean
dan standar deviasi Tabel 5. Homogenitas sampel dalam klasifikasi digital ditunjukan oleh homogenitas nilai piksel pada setiap sampel, artinya nilai standar deviasi kelompok
piksel pada setiap sampel haruslah rendah pada setiap saluran. Citra Landsat tahun 1997 dan 2006 memiliki nilai standar deviasi yang rendah
sehingga antar masing-masing kelas penggunaan lahan memiliki beberapa nilai piksel yang sama. Akibatnya pada saat klasifikasi untuk masing-masing training area masih
memiliki duplikasi piksel yang beragam. Masalah seperti ini yang umum dijumpai pada klasifikasi multispektral. Begitu banyak objek dengan nilai spektral yang bermacam-
macam bahkan ditemukan beberapa objek dengan nilai spektral bertampalan overlap.
49
Tabel 5 Karakteristik Nilai Spektral Daerah Contoh Training Area
Citra Tahun 1997 Band 542
Citra Tahun 2006 Band 542
Training Area
Nilai R G B R G B
Min 1.00 0.00 0.00 1.00 0.00 0.00 Max 1.00 0.00 0.00 1.00 0.00 0.00
Mean 1.00 0.00 0.00 1.00 0.00 0.00
Pemukima n
Stdv 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 Min 1.00 0.00 0.00 1.00 0.00 0.00
Max 1.00 1.00 0.00 1.00 0.84 0.00 Mean 1.00 0.50 0.00 1.00 0.42 0.00
Lahan Kosong
Stdv 0.00 0.71 0.00 0.00 0.60 0.00 Min 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Max 1.00 1.00 0.00 1.00 0.84 0.00 Mean 0.67 0.46 0.00 0.67 0.41 0.00
Kebun Campuran
Stdv 0.58 0.50 0.00 0.58 0.42 0.00 Min 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Max 1.00 1.00 1.00 1.00 0.84 1.00 Mean 0.50 0.35 0.25 0.50 0.31 0.25
Sungai Danau
Stdv 0.58 0.47 0.50 0.58 0.40 0.50 Min 50.0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Max 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 Mean 0.50 0.48 0.20 0.50 0.45 0.20
Sawah
Stdv 0.50 0.50 0.45 0.50 0.47 0.45 Min 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Max 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 Mean 0.54 0.52 0.29 0.54 0.50 0.29
Semak Belukar
Stdv 0.46 0.46 0.46 0.46 0.43 0.46
50
4.1.4 Klasifikasi dan Penilaian Hasil klasifikasi
Setelah memperoleh daerah contoh training area dilakukan klasifikasi terbimbing Supervised Classification. Dalam klasifikasi terbimbing, identitas dan
lokasi beberapa tipe penutupanpenggunaan lahan diketahui secara apriori melalui kombinasi orientasi wilayah, analisis visual peta dan pengalaman pribadi.
Metode klasifikasi terbimbing yang digunakan adalah algoritma kemiripan maksimum Maximum Likelihood ClassificationMLC. Hasil klasifikasi dengan MLC
pada Citra Landsat tahun 1997 menghasilkan 7 kelas penutupanpenggunaan lahan yaitu, permukiman, kebun campuran, danausungai, sawah, lahan kosong, semak
belukar dan awan. Pembagian kelas awan dilakukan karena hasil foto yang dilakukan oleh Citra Landsat-5-TM terdapat awan yang menghalangi kelas penutupanpenggunaan
lahan. Sedangkan pada Citra Landsat tahun 2006 menghasilkan 6 kelas
penutupanpenggunaan lahan yaitu, permukiman, kebun campuran, danausungai, sawah, lahan kosong, dan semak belukar. Pembagian kelas striping dilakukan karena
hasil foto yang dilakukan oleh Citra Landsat-7-ETM, mengalami kerusakan sehingga citra yang dihasilkan terdapat striping.
Hasil klasifikasi dengan MLC menghasilkan efek salt dan pepper Gambar 4.3 dan Gambar 4.4 yaitu poligon kecil yang tersebar tidak beraturan dari kelas tutupan
lahan yang di identifikasi. Hal ini terjadi terutama ketika piksel berada diantara area yang penggunaan lahannya tidak terlihat atau bervariasi dan dipaksakan untuk di
klasifikasi. Pendekatan dengan Maximum Likelihood classification sebenarnya memiliki
51 kelemahan yaitu banyaknya kesalahan klasifikasi yang muncul, walaupun hasil
klasifikasi menunjukan nilai akurasi keseluruhan dan nilai kappa yang cukup tinggi. Untuk mengurangi hasil klasifikasi dilakukan pengecekan lapangan serta melihat
peta rupabumi sebagai rujukan. Sedangkan untuk menghilangkan efek salt and papper dilakukan proses Focal Majority. Focal Majority dilakukan untuk mengeneralisasikan
poligon-poligon kecil yang tidak beraturan agar terkelaskan kedalam tipe penggunaan lahan tetangganya agar homogen.
Ketelitian klasifikasi dari kedua citra dinilai berdasarkan nilai akurasi keseluruhan dan nilai Kappa.
Tabel 6 Matrik Konfusi dan Nilai Kappa Citra Landsat-7-ETM+ Tahun 2006 Kelas di Lapang
Hasil Klasifikasi
Pmk Kbn Dn Swh LK SB Jml Error
Permukiman 157
1 0 1 0 0 159 0,03
Kebun Campuran
0 97 1 3 0 0 101 0,04
SungaiDanau 0 0 87 0 1 0 89
0,06 Sawah
0 2 0 75 0 1 78 0,04
Lahan Kosong
0 0 0 1 82 0 83 0,02
Semak Belukar
0 1 0 2 0 93 94 0,09
Jumlah 157 101 88 82 89 94 604 -
Error 0,02 0,04 0,07 0,06 0,01 0 584
-
52
Tabel 7 Matrik Konfusi dan Nilai Kappa Citra Landsat-5-TM Tahun 1997
Kelas di Lapang Hasil
Klasifikasi Pmk Kbn Dn Swh LK SB
Jml Error
Permukiman 107
1 0 1 0 0 109 0,01
Kebun Campuran
0 98 0 3 0 0 101 0,04
SungaiDanau 0 0 88 0 1 0 89
0,04 Sawah
0 2 0 79 0 1 82 0,06
Lahan Kosong
2 0 0 1 80 0 83 0,02
Semak Belukar
0 1 0 0 0 94 95 0,07
Jumlah 109 102 88 84 81 95 604 -
Error 0,03 0,05 0,01 0,06 0,01 0
- -
Citra Landsat-7-ETM+ tahun 2006 memiliki nilai akurasi sebesar 95,3 dan nilai Kappa sebesar 94,2 sedangkan Citra Landsat-5-TM tahun 1997 memiliki nilai
akurasi keseluruhan sebesar 90,1 dan nilai Kappa sebesar 88,9. Ketelitian klasifikasi kedua citra cukup tinggi 85.
48
Gambar 4.3 Klasifikasi Citra Landsat-5- TM Tahun 1997 Kotamadya Depok Kombinasi Band 542 RGB
48
Gambar 4.4 Klasifikasi Citra Landsat-7- ETM Tahun 2006 Kotamadya Depok Kombinasi Band 542 RGB
48
4.2 Analisis PenutupanPenggunaan Lahan Tahun 1997 dan 2006
Pola penggunaan lahan merupakan refleksi aktivitas manusia pada suatu lahan, sedangkan penutupan lahan merupakan kenampakan yang ada atau terlihat di
permukaan bumi. Penutupan lahan mencerminkan penggunaan lahan di lapangan tetapi pada kondisi tertentu penutupan lahan tidak dapat menjelaskan penggunaan lahan yang
sesungguhnya. Hal ini biasa terlihat ketika pada citra objek teridentifikasi sebagai permukiman padahal ketika dilakukan pengecekan lapang, kawasan tersebut di
dominasi dengan lahan kosong. Hal ini disebabkan pantulan spektral yang tertangkap oleh citra adalah permukiman karena posisi lahan kosong banyak disekitar permukiman.
Hasil klasifikasi pada kedua Citra Landsat menghasilkan peta penutupanpenggunaan lahan tahun 1997 Gambar 4.5 dan 2006 Gambar 4.6 dengan
kelas penutupanpenggunaan lahan berupa : permukiman, sawah, lahan kosong, kebun campuran, sungaidanau dan semak belukar.
48
Gambar 4.5 Peta Penggunaan Lahan Kotamadya Depok Tahun 1997
49
Gambar 4.6 Peta Penggunaan Lahan Kotamadya Depok Tahun 2006
50
Gambar 4.7 Diagram Batang PenutupanPenggunaan Lahan Tahun 1997
Pada gambar 4.7 menunjukan luas area penggunaan lahan di daerah penelitian pada tahun 1997 yaitu : Permukiman 11.880 ha, Lahan Kosong 20.220 ha, Kebun
Campuran 34.378 ha, SungaiDanau 15.077 ha, Sawah 110.823 ha dan Semak Belukar 8.878 ha.
Gambar 4.8 Diagram Batang PenutupanPenggunaan Lahan Tahun 2006
51 Pada gambar 4.8 menunjukan luas area penggunaan lahan di daerah penelitian
pada tahun 2006 yaitu : Permukiman 35.866 ha, Lahan Kosong 14.504 ha, Kebun Campuran 50.493 ha, SungaiDanau 10.814 ha, Sawah 41.526 ha dan Semak Belukar
53.920 ha. Di lihat dari hasil yang ada, perubahan penggunaan lahan yang terjadi antara
tahun 1997-2006 adalah : Permukiman mengalami peningkatan sebanyak 23.986 ha. Lahan Kosong mengalami penurunan sebesar 5.716 ha. Kebun Campuran mengalami
peningkatan sebesar 16.115 ha. Sawah mengalami penurunan sebesar 69.297 ha. Sedangkan Semak Belukar meningkat sebesar 45.042 ha.
Dalam penelitian Elly, 2006, ditemukan perubahan penggunaan lahan kota Depok dari tahun 1997-2001 adalah : Permukiman mengalami peningkatan sebesar
2,233 ha. Sawah mengalami penurunan sebesar 954 ha. Semak belukar mengalami peningkatan sebesar 5 ha. Sedangkan lahan kosong mengalami penurunan sebesar 2.120
ha.
4. 3 Perubahan Luas Permukiman
Perubahan luas Permukiman dalam Periode tahun 1997 dan 2006 dapat diamati melalui proses ekstraksi informasi secara spasial pada peta sebaran permukiman
menggunakan piranti lunak ArcView. Oleh karena itu, perlu diketahui luas permukiman yang diturunkan oleh peta penggunaan lahan pada periode 1997 dan 2006 dapat dilihat
pada gambar 5.7 dan 5.8. selain itu, proporsi pemukiman dan perubahan luas permukiman dapat dilihat pada tabel 8.
52 Tabel 8 Proporsi Luas Pemukiman LP di Kota madya Depok tahun 1997 dan 2006
Luas Pemukiman Tahun
Hektar Persen 1997 11.880 60,8
2006 35866 82,0
Berdasarkan tabel 8 nampak bahwa pada periode 1997 dan 2006 terjadi peningkatan luas pemukiman yang cukup pesat. Secara umum, permukiman di daerah
Depok telah berkembang sedemikian pesatnya dikarenakan wilayah ini merupakan kawasan penyangga hinterland bagi Jakarta. Masyarakat yang mencari nafkah di
ibukota memilih wilayah ini sebagai alternatif lain untuk tempat bermukim. Akibatnya, banyak pengembang developer dan atau masyarakat mulai berekspansi mendirikan
permukiman disekitar wilayah ini. Permukiman yang dibangun baik berupa tempat penginapan, hotel, rumah
makan, pusat perbelanjaan, tempat rekreasi maupun gedung-gedung pertemuan Gambar 4.8.
4.4 Arah Perkembangan Permukiman