G. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi yang berjudul
“Mekanisme Penyelesaian Sengketa oleh
Association of Southeast Asian Nations ASEAN dalam Penyelesaian Sengketa Antar Negara Anggota ” sistematika penulisannya
adalah sebagai berikut: BAB I
PENDAHULUAN Pada bab ini akan memaparkan latar belakang lahirnya
permasalahan hingga mampu dirumuskan ke dalam 3 tiga inti masalah, serta menguraikan tujuan, manfaat, keaslian penelitian
dan menjabarkan kerangka teori dan konsep serta metode penelitian.
BAB II PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP
PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL
Dalam bab ini akan membahas tentang Pengertian Hukum Internasional dan Sumber-Sumber Hukum Internasional, Wilayah
Negara Dalam Hukum Internasional dan Pengaturan Status Pulaudari Wilayah Negara Berdasarkan Hukum Internasional
BAB III PENYELESAIAN
SENGKETA OLEH
ORGANISASI INTERNASIONAL
Universitas Sumatera Utara
Pada bab ini akan membahas sejarah penyelesaian sengketa internasional,
prinsip-prinisp, bentuk-bentuk
penyelesaian sengketa, serta penyelesaian sengketa berdasarkan Piagam PBB.
BAB IV PENYELESAIAN
SENGKETA DI
ASEAN MENURUT
MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA ASEAN Pada bab ini membahas membahas permasalahan akhir, yaitu cara
penyelesaian sengketa yang dilakukan menurut mekanisme instrumen ASEAN sebagaimana terdapat dalam Piagam ASEAN,
Protokol Mekanisme Penyelesaian Sengketa, dan TAC. BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini terdiri dari kesimpulan dan saran sebagai bagian akhir
dari penulisan skripsi, maka dalam bab ini rangkum dari hasil penelitian yang telah dilakukan.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
BAB II PENGATURAN
HUKUM INTERNASIONAL
TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL
A. Sejarah Perkembangan Penyelesaian Sengketa Internasional
Dalam realita, hubungan-hubungan internasional yang dilakukan antar negara, negara dengan individu, maupun negara dengan organisasi internasional
tak selamanya terjalin dengan baik. Sengketa dapat bermula dari berbagai sumber potensi. Adapun sumber potensi tersebut diantaranya dapat berupa perbatasan,
sumber daya alam, kerusakan lingkungan, perdagangan, dan lainnya. Usaha-usaha penyelesaian sengketa telah menjadi perhatian bahkan sejak
awal abad ke-20 dimana usaha-usaha tersebut dilakukan untuk menciptakan hubungan antar negara yang lebih baik berdasarkan prinsip keamanan
internasional. Adapaun yang dilakukan hukum internasional dalam menyelesaikan
sengketa internasional yaitu dengan memberikan cara agar para pihak menyelesaikan sengketa tersebut sesuai dengan aturan hukum internasional.
Hukum internasional pada awalnya mengenal penyelesaian sengketa secara damai dan penyelesaian sengketa secara perang.
Cara perang merupakan cara yang telah dipraktikkan sejak lama bahkan telah menjadi bagian dari kebijakan luar negeri. Dengan adanya perang, bahkan
dapat dilihat menjadi suatu tindakan dari negara yang berdaulat sebagaimana yang dikatakan oleh Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Robert Lansing.
Universitas Sumatera Utara
Semakin berkembanganya
zaman, maka
kekuatan militer
dan perkembangan teknologi persenjataan pemusnah massal juga semakin
berkembang. Sehingga masyarakat internasional menyadari akan dampak dan bahaya dari perang tersebut dan berusaha agar cara penyelesaian sengketa dengan
perang ini dapat dihentikan. Awal perkembangan lahirnya cara penyelesaian sengketa secara damai
secara formal bermula dengan lahirnya the Hague Peace Conference Konferensi Perdamaian Den Haag pada tahun 1899 dan 1907 yang menghasilkan the
Convention on Pacific Settlement of International Disputes pada tahun 1907.
16
Inisiatif dilaksanakannya konferensi tersebut dilakukan oleh Tsar Rusia Nicholas II tahun 1898 yang mengusulkan diperlukannya sutau konferensi untuk
mengurangi gencatan senjata dan kemungkinan penghentiaan perkembangan persenjataan. Inisiatif ini kemudian disambut oleh Ratu Belanda, dimana mereka
mengundang negara-negara lain dalam membahas usulan konferensi tersebut.
17
Adanya Konferensi Perdamaian Den Haag memiliki arti penting diantaranya:
1. Memberikan sumbangan penting bagi hukum humaniter;
2. Memberikan sumbangan penting bagi aturan penyelesaian sengketa secara
damai. Dengan lahirnya konvensi perdamaian tersebut, maka para negara anggota
telah sepakat bahwa penyelesaian sengketa dengan cara-cara seperti jasa-jasa baik, mediasi, komisi penyelidik, jika dimungkinkan, akan lebih diutamakan. Jika
16
Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Jakarta: Sinar Grafika, 2012 hlm. 8
17
Ibid hlm. 9
Universitas Sumatera Utara
cara-cara tersebut gagal, maka penyelesaian sengketa dengan cara arbitrase dimungkinkan.
Perkembangan lebih lanjut mengenai penyelesaian sengketa secara damai dapat dilihat dari pengesahan perjanjian-perjanjian internasional berikut:
18
1. The Convention for the Pacific Covenant of the League of Nations 1919;
2. Statuta Mahkamah Internasional Permanen 1921;
3. The General Treaty for the Renunciation of War 1928;
4. The General Act for the Pacific Settlement of International Disputes 1928;
5. Piagam PBB dan Statuta Mahkamah Internasional 1945;
6. Deklarasi Bandung 1955;
7. The Declaration of the United Nations on Principle of International Law
concerning Friendly Relations and Cooperation among States in Accordance with the Charter of the United Nations 1970;
8. The Manila Declaration on Peaceful Settlement of Disputes between
States 1982. Deklarasi Manila memiliki arti penting karenanya sebagai inisiatif dan
upaya dari Majelis Umum PBB dalam menggiatkan penyelesaian sengketa secara damai. Dalam deklarasi tersebut, telah dinyatakan bahwa wajib bagi negara-
negara yang bersengketa untuk mencari jalan dalam penyelesaian sengketanya dengan secepat mungkin dan seadil-adilnya. Negara juga diharapkan untuk
mempertimbangkan Majelis Umum, Dewan Keamanan, Mahkamah Internasional dan Sekretaris Jenderal PBB dalam menyelesaikan sengketa tersebut.
18
Ibid hlm. 9
Universitas Sumatera Utara
Sekarang ini, hukum internasional telah mewajibkan kepada semua negara khususnya negara anggota PBB untuk menyelesaikan sengketa internasional
melalui cara damai yang termuat dalam pasal 1, 2, dan 33 Piagam PBB. Dalam ketiga pasal tersebut menyebutkan bahwa sebagai bagian dari tujuan PBB untuk
menjaga perdamaian dan keamanan inetrnasional maka setiap perselisihan harus menyelesaikan sengketa dengan cara-cara damai dengan mengedepankan
perdamaian dan keadilan serta menahan diri dari ancaman atau penggunaan kekerasan.
B. Prinsip dalam Penyelesaian Sengketa