BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA DI ASEAN MENURUT MEKANISME
PENYELESAIAN SENGKETA ASEAN
A. Mekanisme Penyelesaian Sengketa dalam Piagam ASEAN
ASEAN sebagai organisasi internasional regional juga memiliki pengaturan atas penyelesaian sengketa yang menyangkut negara-negara
anggotanya. Sebagaimana dalam Bab VIII pasal 22 Piagam ASEAN yang menyebutkan bahwa:
Member states shall endeavour to resolve peacefully all disputes in a timely manner through dialogue, consultation, and negotiation.
Terjemahan: Negara-negara anggota wajib berupaya menyelesaikan secara damai
semua sengketa dengan cara yang tepat waktu melalui dialog, konsultasi, dan negosiasi.
Jelas dari pernyataan pasal tersebut bahwa ASEAN mengupayakan penyelesaian sengketa melalui cara damai seperti negosiasi, mediasi, maupun jasa
baik. Negara-negara anggota ASEAN yang menjadi para pihak yang bersengketa dapat dengan sepakat untuk menyelesaikan sengketa melalui cara jasa baik,
konsiliasi, atau mediasi dalam menyelesaikan sengketa dalam batas waktu yang disepakati.
43
Ketua ASEAN atau Sekretaris Jenderal ASEAN dapat bertindak
43
Pasal 23 Piagam ASEAN
Universitas Sumatera Utara
sebagai ex-officio atas kesepakatan para pihak yang bersengketa untuk menyelenggarakan jasa baik, konsiliasi, atau mediasi.
Pengaturan Penyelesaian Sengketa termuat dalam Bab VIII dalam pasal 22 sampai dengan pasal 28 Piagam ASEAN. Piagam ini juga mengatur apabila
sengketa tetap tidak terselesaikan walaupun sudah dilakukan dengan cara yang diatur dalam Piagam ini dan instrumen-instrumen lainnya, maka sengketa ini
wajib dirujuk ke Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN.
44
Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN merupakan badan pengambil kebijakan tertinggi ASEAN. Konferensi ini terdiri dari para Kepala Negara atau
Pemerintahan dari tiap-tiap negara anggota. Konferensi Tingkat Tinggi juga dapat membahas, memberikan arah kebijakan, dan mengambil keputusan atas isu-isu
yang berkaitan dengan realisasi tujuan ASEAN, hal-hal yang menjadi kepentingan negara anggota, dan segala isu yang dirujuk kepadanya. Adapun salah satu
wewenang dari Konferensi Tingkat Tinggi ini adalah memutuskan hal-hal yang dirujuk berkaitan dengan pengambilan keputusan dan penyelesaian sengketa.
Pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi dilaksanakan dua kali dalam jangka waktu satu tahun. Pelaksanaan Konferensi ini dilakukan oleh negara anggota dari Ketua
ASEAN yang sedang menjabat. Tak hanya terbatas dalam jangka waktu tersebut, namun pertemuan ad hoc juga dapat diselenggarakan bila dibutuhkan, dimana
pelaksanaan tersebut diketuai oleh negara anggota dari Ketua ASEAN yang sedang menjabat tersebut. Penentuan tempat pertemuan ad hoc tersebut harus
disepakati bersama oleh negara-negara anggota.
44
Pasal 26 Piagam ASEAN
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya dalam pasl 28 Piagam ASEAN, para pihak yang bersengketa dapat mengalihkan cara penyelesaian sengketa melalui cara damai sebagaimana
tertuang dalam pasal 33 ayat 1 dari Piagam PBB atau instrumen hukum internasional lainnya dimana para pihak terdaftar sebagai negara anggota di
dalamnya. Selain itu pengaturan penyelesaian sengketa ASEAN termuat dalam the
Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia TAC yang ditandatangani di Bali 24 Februari 1976. TAC merupakan instrumen dimana negara anggota
ASEAN sepakat untuk senantiasa mencegah dan menyelesaikan sengketa yang dapat menggangu hubungan regional dan dengan itikad baik melalui perundingan-
perundingan yang bersahabat. Bab IV TAC yaitu di pasal 13-17 memuat pengaturan mengenai penyelesaian sengketa secara damai. Menurut TAC,
terdapat 3 mekanisme atau prosedur penyelesaian sengketa yang dikenal negara- negara anggota ASEAN diantaranya:
1. Penghindaran timbulnya sengketa dan penyelesaian melalui negosiasi
secara langsung. Menurut pasal 13 TAC, negara-negara anggota untuk sebisa mungkin
dengan itikad baik mencegah timbulnya sengketa diantara mereka dan apabila sengketa tetap terjadi maka para pihak wajib menahan diri untuk tidak
menggunakan kekerasan. Dalam pasal 13 ini mewajibkan para pihak menyelesaikan melalui cara negosiasi secara baik-baik dan langsung di antara
mereka.
Universitas Sumatera Utara
2. Penyelesaian sengketa melalui the High Council
Dalam TAC menyebutkan bahwa penyelesaian sengketa dapat dilakukan oleh the High Council jika negosiasi para pihak gagal dicapai.
To settle disputes through regional process, the High Contracting Parties shall constitute, as a continuing body, a High Council comprising a
Representative at ministerial level from each of the High Contracting parties to take cognizance of the existence of disputes or situations likely
to disturb regional peace and harmony.
45
The council terdiri dari setiap negara anggota ASEAN. Apabila sengketa timbul maka the Council akan memberi rekomendasi mengenai penyelesaian
sengketanya. Wewenang the High Council juga dengan memberikan jasa baik, mediasi, penyelidikan atau konsiliasi dengan persetujuan para pihak.
46
High Council terdiri dari perwakilan-perwakilan negara ASEAN setingkat dengan Menteri dimana The High Council terdiri dari wakil-wakil negara anggota
ASEAN, 1 negara 1 wakil setingkat menteri, masing-masing negara 1 orang 1 wakil setingkat menteri pula untuk negara di luar ASEAN.
High Council memiliki kewenangan dalam memberikan rekomendasi kepada para pihak untuk mempergunakan cara penyelesaian sengketa yang tepat
good offices, mediasi, konsiliasi, dan lainnya, dan juga dapat bertindak sendiri sebagai pemberi good offices. Selain itu juga High Council dapat bertindak
sebagai Komite Mediasi, Komite Penyelidik, atau Komite Konsiliasi.
47
45
Pasal 14 Treaty of Amity and Cooperation
46
Pasal 15 Treaty of Amity and Cooperation
47
Mohd. Burhan Tsani, Hukum dan Hubungan Internasional, dikutip dalam Sefriani, Hukum Internasional:Suatu Pengantar, Jakarta:Rajagrafindo Persada, 2010, hlm. 336
Universitas Sumatera Utara
3. Cara-Cara Penyelesaian Sengketa Berdasarkan Pasal 33 Ayat 1 Piagam
PBB TAC juga tidak menghalangi para pihak untuk menempuh metode
penyelesaian sengketa lainnya yang disepakati para pihak sebagaimana tercantum dalam pasal 33 ayat 1 Piagam PBB. Dan jika hal tersebut gagal, maka
penyelesaian dapat dilakukan secara hukum. Melalui arbitrase atau Mahkamah Internasional.
Berbeda dengan konsep organisasi regional lainnya yang mengedepankan prosedural formal dan melalui badan atau organ dalam proses pengambilan
keputusan, maka ASEAN menggunakan pendekatan dengan cara musyawarah yang dikenal dengan
“the ASEAN way”.
48
Mekanisme kerja sama dan penyelesaian konflik di kawasan Asia Tenggara yang dilandasi prinsip non
intervency diplomacy, saling menghormati, konsensus, dialog dan konsultasi, juga larangan penggunaan kekerasan bersenjata itu disebut sebagai ASEAN way.
49
ASEAN way seakan menjadi identitas bagi negara-negara Asia Tenggara yang dapat dijadikan panduan bertindak dan atau dalam menyelesaikan masalah.
Beberapa karakterstik dari ASEAN way dapat terlihat dalam penghormatan terhadap kedaulatan masing-masing negara anggotanya dengan tidak melakukan
intervensi terhadap masalah internal negara lain, mengusahakan cara-cara damai dan tidak menggunakan cara kekerasan.
48
Subianta Mandala, “Penguatan Kerangka Hukum ASEAN untuk Mewujudkan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015”, Jurnal Rechtvinding, Vol. 3, No. 2, Agustus 2014, hlm 188
49
Sefriani, “ASEAN Way dalam Perspektif Hukum Internasional”, Jurnal Yustisia, Edisi 88, April 2014, hlm 91
Universitas Sumatera Utara
Melalui ASEAN Way mendorong negara – negara di kawasan Asia
Tenggara untuk mencari cara untuk bekerja sama secara maksimal dengan cara dialog serta konsultasi. Proposal dari Thailand untuk “flexible engagement” di
tahun 1998 merupakan terobosan baru untuk perubahan cara diplomasi di ASEAN. Flexible engagement yang dimaksud diatas adalah perbincangan yang
dilakukan oleh negara – negara anggota ASEAN untuk membicarakan tentang
masalah – masalah domestik serta kebijakan didalam negeri negara anggota
ASEAN tanpa ada maksud untuk mengintervensi negara satu sama lain. Proposal dari Thailand tersebut awalnya tidak diterima oleh negara
– negara anggota ASEAN, kecuali Filipina, karena menganggap proposal tersebut sebagai
pelanggaran intervensi isu domestik suatu negara.
50
Mekanisme yang digunakan adalah pendekatan secara informal. Pendekatan secara informal ini dimaksudkan agar mencairkan ketegangan yang
umum terjadi pada pihak-pihak yang berselisih. Dengan memanfaatkan nilai positif dari mekanisme ini, maka penyelesaian konflik dengan cara-cara yang
damai dapat dicapai. Pada masa awal terbentuknya ASEAN, salah satu isu yang menjadi bahasan utama adalah mengenai keamanan.Salah satu produk ASEAN
dalam menanggapi isu keamanan adalah deklarasi ZOPFAN Zone of Peace, Freedom and Neutrality pada bulan November 1971. Konsep ZOPFAN di sini
bertujuan untuk menjaga stabilitas keamanan, menjamin kebebasan serta melindungi regional Asia Tenggara dari campur tangan pihak asing.
50
http:dinarta.blogspot.com201112konseptualisasi-asean-way.html diakses pada
tanggal 20 Juli 2015 pukul 17.33
Universitas Sumatera Utara
B. Mekanisme Penyelesaian Sengketa dalam Protokol Piagam ASEAN Mengenai Mekanisme Penyelesaian Sengketa
Pada 8 April 2010 di Hanoi, Vietnam, para anggota ASEAN telah menghasilkan sebuah protokol yang mengatur mekanisme penyelesaian sengketa
dalam ASEAN yaitu dengan ditetapkannya Protokol Piagam ASEAN mengenai Mekanisme Penyelesaian Sengketa Protocol to the ASEAN Charter on Dispute
Settlement Mechanisms. Lahirnya instrumen ini tak lepas dari pengaturan dalam pasal 2 huruf d Piagam ASEAN yang menyatakan:
....reliance on peaceful settlement of disputes. Jika diartikan maka dalam pasal tersebut, ASEAN telah menyatakan
bahwa mereka lebih mengedepankan penyelesaian sengketa secara damai. Dengan lahirnya Protokol Piagam ASEAN mengenai Mekanisme Penyelesaian Sengketa
ini, maka para negara anggota ASEAN meyakini bahwa keberadaan mekanisme penyelesaian sengketa yang terpercaya akan membantu dalam pencegahan konflik
dan konfrontasi di antara negara-negara anggota serta memelihara suasana kooperatif sebagai upaya pembentukan komunitas ASEAN yang damai dan
sejahtera. Sebagaimana dalam Pasal 2 Piagam ini telah mengkualifikasi
pemberlakuan protokol ini bagi penafsiran atau penerapan dari: a.
Piagam ASEAN; b.
Instrumen ASEAN lainnya kecuali mekanisme penyelesaian sengketa tersebut telah tersedia;
Universitas Sumatera Utara
c. Instrumen ASEAN lainnya yang menyatakan secara tegas pemberlakuan
protokol ini sebagian maupun seluruhnya.
51
Para Pihak yang sedang bersengketa dapat menyepakati jasa-jasa baik, mediasi, dan konsiliasi setiap saat. Proses jasa-jasa baik, mediasi, atau konsiliasi
dapat dimulai dan diakhiri setiap saat. Para pihak yang bersengketa dapat memohon kepada Ketua ASEAN atau Sekretaris Jenderal ASEAN bertindak
sebagai ex-officio untuk dapat menyediakan jasa baik. Selanjutnya akan diarahkan oleh Dewan Koordinasi ASEAN.
Prosedur Jasa-jasa baik, mediasi, atau konsiliasi yang diarahkan oleh Dewan Koordinasi ASEAN kepada Para Pihak yang sedang bersengketa wajib
dilaksanakan berdasarkan Protokol dalam Aturan mengenai Jasa-jasa Baik, Aturan Mediasi, atau Aturan Konsiliasi yang terdapat dalam lampiran dari
Protokol ini. Orang-orang yang menyediakan jasa-jasa baik, mediasi, maupun konsiliasi
wajib membantu dan memfasilitasi para pihak yang sedang bersengketa untuk mencapai penyelesaian sengketa secara damai di antara mereka, sejalan dengan
ketentuan Piagam ASEAN terkait danatau instrumen ASEAN lainnya. Dewan Koordinasi ASEAN wajib memberitahukan keputusannya kepada
Para Pihak yang sedang bersengketa dalam jangka waktu empat puluh lima 45 hari sejak tanggal sengketa diajukan kepada Dewan Koordinasi ASEAN. Ketua
Dewan Koordinasi ASEAN wajib menentukan proses pengambilan keputusan
51
Pasal 2 Protokol Piagam ASEAN Mengenai Mekanisme Penyelesaian Sengketa
Universitas Sumatera Utara
yang harus dilakukan oleh Dewan Koordinasi ASEAN. Proses tersebut dapat mencakupi konsultasi melalui korespondensi, pos elektronik, konferensi video,
atau sarana lainnya. Dewan Koordinasi ASEAN dapat, dalam keadaan tertentu, memutuskan untuk menyelenggarakan sebuah pertemuan darurat khusus Dewan
Koordinasi ASEAN untuk mengambil keputusan mengenai sengketa tersebut.
52
Jika Dewan Koordinasi ASEAN menilai bahwa mereka tidak dapat mencapai suatu keputusan mengenai sengketa tersebut dalam jangka waktu
sebagaimana ditentukan yaitu 45 hari sejak sengketa diajukan, Dewan Koordinasi ASEAN dapat memutuskan adanya perpanjangan jangka waktu tidak lebih dari
tiga puluh 30 hari dan wajib memberitahukannya kepada Para Pihak yang sedang bersengketa.
Dan apabila Dewan Koordinasi ASEAN tidak berhasil mencapai keputusan mengenai bagaimana sengketa tersebut akan diselesaikan dalam jangka
waktu 45 hari tersebut atau pada masa perpanjangan jangka waktu, setiap Pihak yang sedang bersengketa dapat mengajukan sengketanya sesuai dengan pasal 26
Piagam ASEAN: When a dispute remains unresolved, after the application of the preceding
provisions of This Chapter, this dispute shall be referred to the ASEAN Summit, for its decision.
Maka dapat diterjemahkan dalam pasal 26 Piagam ASEAN tersebut, apabila suatu sengketa tetap tidak terselesaikan, setelah penerapan ketentuan-
52
Pasal 9 ayat 2 Protokol Piagam ASEAN Mengenai Mekanisme Penyelesaian Sengketa
Universitas Sumatera Utara
ketentuan terdahulu dari Bab ini, maka sengketa ini wajib dirujuk ke Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN, untuk keputusannya.
Apabila Para Pihak yang sedang bersengketa mencapai sebuah penyelesaian
sengketa secara
damai, mereka
wajib menyusun
dan menandatangani suatu kesepakatan penyelesaian tertulis. Dengan menandatangani
kesepakatan penyelesaian, maka para pihak yang sedang bersengketa mengakhiri sengketa dan terikat oleh kesepakatan dimaksud. Lalu Persetujuan penyelesaian
selanjutnya wajib diberitahukan oleh para pihak yang sedang bersengketa kepada Sekretaris Jenderal ASEAN dan Negara Anggota lainnya, serta Dewan Koordinasi
ASEAN sebagai pengarah jasa-jasa baik.
53
Dalam prosesnya jasa-jasa, mediasi, maupun konsiliasi wajib berhenti apabila:
a. pada tanggal komunikasi tertulis dari Para Pihak yang sedang bersengketa
disampaikan kepada Dewan Koordinasi ASEAN bahwa sengketa tersebut telah diselesaikan;
b. pada tanggal komunikasi tertulis dari orang yang menyediakan jasa-jasa
baik,mediasi, konsiliasi setelah berkonsultasi dengan Para Pihak yang sedang bersengketa, disampaikan kepada Dewan Koordinasi ASEAN,
bahwa jasa-jasa baik, mediasi, atau konsiliasi tidak lagi diperlukan atau tidak lagi berdasar;
c. pada tanggal komunikasi tertulis dari Para Pihak yang sedang bersengketa
disampaikan kepada orang yang menyediakan jasa-jasa baik, mediasi, atau
53
Pasal 7 Protokol Piagam ASEAN Mengenai Mekanisme Penyelesaian Sengketa
Universitas Sumatera Utara
dan Dewan Koordinasi ASEAN, bahwa jasa-jasa baik, mediasi, atau konsiliasi wajib dihentikan; atau
d. pada tanggal komunikasi tertulis oleh Pihak yang sedang bersengketa
disampaikan kepada Pihak lain dalam sengketa, orang yang menyediakan jasa-jasa baik, mediasi, atau konsiliasi dan Dewan Koordinasi ASEAN,
bahwa pelaksanaan jasa-jasa baik harus dihentikan. Penyelesaian melalui cara arbitrase juga dapat dilakukan oleh para pihak
yang bersengketa atas kesepakatan para pihak dan diarahkan oleh Dewan Koordinasi ASEAN. Suatu majelis arbitrase wajib melakukan pemeriksaan atas
fakta-fakta kasus yang dihadapi, dan memutuskan kasus tersebut sesuai dengan ketentuan terkait dalam Piagam ASEAN danatau instrumen ASEAN
sebagaimana dikutip oleh Para Pihak yang sedang bersengketa untuk menyelesaikan sengketa di antara mereka, serta wajib memberi alasan atas
putusannya. Majelis arbitrase berkewajiban dalam menerapkan ketentuan Piagam
ASEAN dan instrumen ASEAN lainnya, serta aturan hukum publik internasional lainnya. Dan juga wajib menerapkan aturan hukum lainnya yang berlaku untuk
permasalahan substantif terkait sengketa, atau untuk memutuskan sebuah kasus secara ex aequo et bono
54
, apabila disepakati oleh Para Pihak yang sedang bersengketa.
54
Ex aequo et bono adalah menurut keadilan atau menurut kepatutan dan kelayakan. Dalam literatur berbahasa Inggris, ex aequo et bono sering diartikan sebagai
“according to the right and good
”, atau “from equity and conscience”. Sesuatu yang diputuskan menurut ex aequo et bono
adalah sesuatu yang diputuskan “by principles of what is fair and just”. http:www.hukumonline.comberitabacalt4d904eea83da8bahasa-hukum-iex-aequo-et-bonoi
diakses pada tanggal 22 Juli 2015 pukul 19.01
Universitas Sumatera Utara
Mengenai putusan majelis arbitrase, putusan tersebut bersifat final dan mengikat bagi Para Pihak yang sedang bersengketa serta wajib dipatuhi
sepenuhnya oleh Para Pihak yang sedang bersengketa. Perlu diperhatikan bahwa dalam putusan majelis arbitrase tidak boleh menambah atau mengurangi hak dan
kewajiban yang diatur dalam Piagam ASEAN atau instrumen ASEAN terkait lainnya.
Kewajiban untuk mematuhi putusan tidak hanya dilakukan dari putusan arbitrase saja, namun hasil persetujuan dari penyelesaian melalui konsiliasi,
mediasi, dan jasa-jasa baik juga wajib dipatuhi oleh para pihak.
55
Para pihak juga wajib dalam menyampaikan laporan perkembangan secara tertulis mengenai
pernyataan kepatuhannya terhadap putusan dan hasil persetujuan kepada Sekretaris Jenderal ASEAN.
Pengaturan lebih lanjut mengenai hal-hal yang harus diperhatikan dalam melaksanakan penyelesaian sengketa melalui jasa-jasa baik, mediasi, maupun
konsiliasi, serta arbitrase diatur secara khusus dalam lampiran protokol tersebut. Dan sebagaimana dinyatakan dalam pasal 20 Protokol Dispute Settlement
Mechanism ini, maka protokol dan lampirannya merupakan satu kesatuan yang tak dapat terpisahkan.
1. Jasa-Jasa Baik
Dalam menggunakan jasa-jasa baik, pihak yang menyediakan jasa-jasa baik dalam Protokol disebut dengan ‘orang yang menyediakan jasa-jasa baik’ dan
‘orang-orang yang menyediakan jasa baik’ jika lebih dari satu orang dapat
55
Pasal 16 Protokol Piagam ASEAN Mengenai Mekanisme Penyelesaian Sengketa
Universitas Sumatera Utara
dilakukan oleh Ketua ASEAN, atau Sekretaris Jenderal, atau orang lain yang layak untuk menyediakan jasa-jasa baik. Penunjukkan pihak yang menyediakan
jasa-jasa baik disepkati para pihak yang bersengketa.
56
Orang yang menyediakan jasa-jasa baik wajib berkomunikasi secara langsung dengan para pihak yang sedang bersengketa yang wajib memberikan
seluruh bantuan yang diperlukan untuk melaksanakan tanggung jawabnya. Selain itu juga berkewajiban membantu Para Pihak yang sedang bersengketa secara
mandiri, netral, dan tak berpihak guna menyelesaikan sengketa tersebut. Orang tersebut dapat bertindak sesuai dengan cara yang dipandangnya
layak, dengan mempertimbangkan keadaan dari kasus tersebut dan keinginan yang dinyatakan oleh Para Pihak yang sedang bersengketa.
Para pihak dan orang yang menyediakan jasa-jasa baik wajib menjaga kerahasiaan mengenai hal-hal yang terkait dengan proses jasa baik kecuali jika
disepakati sebaliknya.
2. Mediasi
Dalam proses Mediasi, para pihak yang bersengketa memilih satu mediator yang disepakati bersama dalam jangka waktu empat puluh lima 45 hari
sejak tanggal diterimanya notifikasi dari Dewan Koordinasi ASEAN tentang keputusannya untuk mengarahkan Para Pihak yang sedang bersengketa untuk
menyelesaikan sengketa tersebut melalui mediasi, dan wajib memberi tahu Dewan
56
Aturan 1, Aturan Jasa-Jasa Baik dalam Protokol Piagam ASEAN mengenai Mekanisme Penyelesaian Sengketa
Universitas Sumatera Utara
Koordinasi ASEAN. Para Pihak yang sedang bersengketa dapat memilih nama dari daftar yang dibuat dan dikelola oleh Sekretaris Jenderal ASEAN.
Mediator berperan membantu memfasilitasi komunikasi dan negosiasi antara Para Pihak yang sedang bersengketa dan membantu mereka secara mandiri,
netral, dan tak berpihak guna menyelesaikan sengketa tersebut. Para Pihak yang sedang bersengketa dapat diwakili atau dibantu oleh
orang-orang yang mereka pilih.Informasi mengenai orang yang mewakili wajib diberitahukan kepada Mediator. Komunikasi tersebut dimaksudkan untuk
menegaskan bahwa tujuan pengangkatan adalah untuk keperluan pewakilan atau pemberian asistensi.
Mediator dapat mengundang Para Pihak yang sedang bersengketa untuk bertemu dengannya atau dapat berkomunikasi dengan mereka baik secara lisan
maupun tulisan. Mediator dapat bertemu atau berkomunikasi dengan Para Pihak yang sedang bersengketa secara bersama-sama atau terpisah.
Mediasi wajib dilaksanakan melalui cara-cara yang disepakati Para Pihak yang sedang bersengketa. Apabila, dan sepanjang, Para Pihak yang sedang
bersengketa belum membuat persetujuan, mediator wajib, berdasarkan Protokol dan Aturan ini, menentukan tata cara pelaksanaan mediasi.
Ketika mediator menerima informasi faktual mengenai sengketa dari salah satu Pihak yang sedang bersengketa, dia dapat mengungkap substansi informasi
tersebut kepada Pihak lainnya dalam sengketa agar Pihak tersebut mempunyai kesempatan untuk menanggapinya. Namun, ketika salah satu Pihak yang sedang
bersengketa tersebut memberikan informasi apapun kepada mediator dengan
Universitas Sumatera Utara
persyaratan spesifik bahwa informasi tersebut wajib dirahasiakan, mediator tidak dapat mengungkap informasi tersebut kepada Pihak lainnya dalam sengketa.
Para Pihak yang sedang bersengketa wajib menjaga kerahasiaan segala hal yang terkait dengan proses mediasi kecuali disepakati sebaliknya.
3. Konsiliasi
Konsiliator menunjuk satu orang konsiliator yang disepakati oleh para pihak yang bersengketa. Penggunaan dua atau tiga konsiliator dapat dilakukan
jika para pihak merasa bahwa hal tersebut adalah wajib. Sebagaimana dalam proses Mediasi, dalam Konsiliasi Para Pihak yang sedang bersengketa juga dapat
memilih nama dari daftar yang dibuat dan dikelola oleh Sekretaris Jenderal ASEAN. Penunjukkan konsiliator dalam jangka waktu empat puluh lima 45 hari
sejak tanggal diterimanya notifikasi dari Dewan Koordinasi ASEAN tentang keputusannya untuk mengarahkan Para Pihak yang sedang bersengketa untuk
menyelesaikan sengketanya melalui konsiliasi dan wajib memberitahukan Dewan Koordinasi ASEAN.
Setelah penunjukan konsiliator maka konsiliator wajib meminta tiap Pihak yang sedang bersengketa untuk menyerahkan kepadanya pernyataan singkat
secara tertulis yang menggambarkan keadaan umum dari sengketa dan butir-butir yang menjadi permasalahan. Tiap Pihak yang sedang bersengketa wajib
menyampaikan salinan pernyataan tersebut kepada Pihak lain dalam sengketa. Konsiliator juga dapat meminta pernyataan tertulis lebih lanjut dengan
posisi masing-masing disertai fakta dan data pendukungnya, dilengkapi dengan
Universitas Sumatera Utara
semua dokumen dan bukti yang dianggap layak kepada tiap Pihak yang sedang bersengketa. Pihak yang sedang bersengketa wajib mengirim salinan pernyataan
tersebut kepada Pihak lain dalam sengketa. Dalam setiap tahapan konsiliasi, konsiliator dapat meminta informasi tambahan kepada setiap pihak yang
bersengketa. Para Pihak yang sedang bersengketa dapat diwakili atau dibantu oleh
orang-orang yang mereka pilih. Baik sebagai perwakilan ataupun sebagai asistensi pendamping. Hal ini wajib diberitahukan kepada konsiliator.
Dalam setiap tahap proses konsiliasi, konsiliator dapat membuat proposal penyelesaian sengketa. Proposal tersebut tidak perlu dalam bentuk tertulis dan
tidak perlu disertai alasannya. Konsiliator dapat mengundang Para Pihak yang sedang bersengketa untuk
bertemu atau berkomunikasi dengan mereka secara lisan maupun tertulis. Pertemuan atau komunikasi tersebut dapat dilakukan secara tersendiri terpisah
atau secara bersama-sama. Konsiliator dapat melaksanakan proses konsiliasi sesuai dengan cara yang
dipandangnya layak, dengan mempertimbangkan keadaan kasus tersebut, keinginan Para Pihak yang sedang bersengketa yang diutarakan, termasuk
permintaan oleh Pihak yang sedang bersengketa agar konsiliator mendengar pernyataan lisan, dan kebutuhan khusus untuk menyelesaikan sengketa secara
cepat. Ketika konsiliator menerima informasi faktual mengenai sengketa dari
Pihak yang sedang bersengketa, dia dapat membuka substansi dari informasi
Universitas Sumatera Utara
tersebut kepada Pihak lain dalam sengketa agar Pihak tersebut mempunyai kesempatan untuk menanggapinya. Namun, apabila Pihak yang sedang
bersengketa memberi informasi kepada konsiliator dengan syarat bahwa informasi tersebut harus dijaga kerahasiaannya, konsiliator wajib tidak mengungkap
informasi tersebut kepada Pihak lain dalam sengketa. Para Pihak yang sedang bersengketa wajib dengan itikad baik bekerja
sama dengan konsiliator dan, wajib berupaya memenuhi berbagai permintaan konsiliator untuk menyampaikan berkas tertulis, menyediakan barang bukti, dan
menghadiri pertemuan. Para pihak yang bersengketa juga dapat menyampaikan saran-saran untuk penyelesaian sengketa.
Konsiliator wajib merumuskan ketentuan kemungkinan penyelesaian dan mengajukannya kepada Para Pihak yang sedang bersengketa untuk mendapatkan
pengamatan mereka apabila konsiliator melihat terdapat unsur-unsur dari suatu penyelesaian yang dapat diterima oleh Para Pihak yang sedang bersengketa.
Setelah menerima pengamatan dari Para Pihak yang sedang bersengketa, konsiliator dapat merumuskan kembali ketentuan kemungkinan penyelesaian
dengan sesuai dengan pengamatan tersebut. Apabila dalam sengketa tercapai persetujuan, Para Pihak yang sedang
bersengketa wajib menyusun dan menandatangani persetujuan penyelesaian tertulis. Apabila diminta oleh Para Pihak yang sedang bersengketa, konsiliator
wajib menyusun atau membantu Para Pihak yang sedang bersengketa untuk menyusun persetujuan penyelesaian.
Universitas Sumatera Utara
Peran konsiliator sudah lebih kuat dibandingkan mediator dalam proses mediasi. Dalam konsiliasi, merupakan suatu penggabungan dari pencarian fakta
dan mediasi antara pihak yang bersengketa. Sehingga peran konsiliator jauh lebih aktif dalam mencari fakta dan juga menjadi pihak ketiga dalam proses mediasi.
Jika dilihat perbedaan dalam proses konsiliasi dengan mediasi adalah konsiliasi memiliki hukum acara yang lebih formal yang dapat diterapkan dalam oleh badan
atau komisi konsiliasi sedangkan mediasi tidak ada hukum acara formal yang mengaturnya.
57
4. Arbitrase
Dalam proses Arbitrase, Majelis arbitrase terdiri atas tiga arbiter. Semua arbiter wajib memenuhi syarat sebagai berikut:
58
a. mempunyai keahlian atau pengalaman di bidang hukum, hal-hal
lain yang tercakup dalam Piagam ASEAN atau instrumen ASEAN terkait, atau penyelesaian sengketa yang timbul dari perjanjian
internasional; b.
dipilih secara ketat atas dasar objektivitas, keandalan, dan penilaian yang adil;
c. mandiri, dan tidak berafiliasi dengan atau mengikuti perintah Pihak
manapun dalam sengketa; d.
tidak pernah menangani permasalahan tersebut dalam kapasitas apapun; dan;
57
Sefriani, Hukum... Loc.Cit hlm. 322
58
Pasal 11 ayat 2 Protokol Piagam ASEAN mengenai Mekanisme Penyelesaian Sengketa
Universitas Sumatera Utara
e. mengungkap, kepada Para Pihak yang sedang bersengketa,
informasi yang dapat menimbulkan keraguan yang bisa diterima terkait kemandirian atau ketakberpihakannya.
Pemilihan arbiter dilakukan oleh para pihak dengan menunjuk seorang arbiter dengan pemberitahuan kepada pihak termohon. Jika penunjukkan arbiter
gagal dilakukan oleh salah satu pihak, maka pihak lain yang telah menunjuk arbiter dapat meminta Sekretaris Jenderal ASEAN untuk menunjuk arbiter kedua
melalui konsultasi dengan Pihak yang gagal menunjuk seorang arbiter dalam sengketa, dan memberitahukan mengenai penunjukan tersebut kepada Para Pihak
yang sedang bersengketa lainnya. Dalam penunjukkan arbiter ketiga dilakukan atas kesepakatan para pihak
yang bersengketa. Gagalnya penunjukkan arbiter ketiga ini, memberi kesempatan kepada pihak mana saja untuk meminta Ketua Dewan Koordinasi ASEAN untuk
dapat menunjuk arbiter ketiga setelah berkonsultasi terlebih dahulu dengan Komite Wakil Tetap ASEAN, dan segera memberitahukan kepada Sekretaris
Jenderal ASEAN dan Para Pihak yang sedang bersengketa mengenai penunjukan tersebut.
Proses arbitrase bertempat di Sekretariat ASEAN, Jakarta, Republik Indonesia kecuali para pihak yang bersengketa menentukan tempat lain. Majelis
arbitrase dapat menyelenggarakan pertemuan untuk berkonsultasi di antara anggotanya baik di tempat arbitrase maupun di tempat lain yang dapat
mengurangi biaya pertemuan.
Universitas Sumatera Utara
Majelis arbitrase wajib memperbaiki jadwal untuk proses beracara arbitrase, selama dapat dilaksanakan dalam lima belas 15 hari sejak tanggal
pembentukannya. Majelis arbitrase, sejak saat pembentukanya hingga tanggal putusan akhir, tidak akan melebihi jangka waktu enam bulan, kecuali Para Pihak
yang sedang bersengketa menyepakati sebaliknya. Setiap Pihak yang sedang bersengketa wajib diberikan kesempatan untuk
mengemukakan fakta-fakta sengketa, argumen, dan argumen balasan secara tertulis. Jadwal sebagaimana ditetapkan oleh majelis arbitrase mencakup batas
waktu penyampaian berkas oleh Para Pihak yang sedang bersengketa dan Pihak ketiga. Dan wajib mencukup setidak-tidaknya satu proses dimana para pihak
bersengketa dapat mempresentasikan sengketanya kepada Majelis Arbitrase. Penangguhan proses arbitrase dapat dilakukakn Para Pihak yang sedang
bersengketa yang menyepakati agar majelis arbitrase menangguhkan prosesnya kapan saja untuk jangka waktu yang tidak melebihi dua belas 12 bulan sejak
tanggal persetujuan tersebut. Setelah jangka waktu tersebut, penyelesaian sengketa melalui arbitrase yang ditunda tersebut wajib dimulai kembali atas
permohonan salah satu Pihak yang sedang bersengketa. Namun jika proses Arbitrase ditangguhkan lebih dari 12 bulan maka majelis arbitrase dapat berhenti
beroperasi. Jika para pihak yang bersengketa menyetujui suatu penyelesaian sengketa
sebelum jatuhnya putusan, maka perintah pengakhiran Arbitrase wajib dikeluarkan oleh Majelis Arbitrase. Atau dapat dilakukan dengan mencatat
penyelesaian dalam bentuk putusan arbitrase dengan persyaratan yang disepakati
Universitas Sumatera Utara
dan diterima oleh Majelis Arbitrase. Majelis arbitrase tidak diwajibkan memberi alasan atas putusan tersebut.
Salinan-salinan dokumen perintah pengakhiran proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase atau putusan arbitrase atas persyaratan yang disepakati,
ditandatangani para arbiter wajib dikomunikasikan oleh majelis arbitrase kepada Para Pihak yang sedang bersengketa, Sekretaris Jenderal ASEAN, Pihak Ketiga,
apabila ada, dan Dewan Koordinasi ASEAN, apabila arbitrase diarahkan oleh Dewan Koordinasi ASEAN.
Dalam hal biaya, setiap pihak yang bersengketa wajib menanggung biaya arbiter yang ditunjuknya atau oleh Sekretaris Jenderal ASEAN sesuai dengan
serta pengeluaran dan biaya hukum pribadinya. Pembiayaan seimbang wajib ditanggung para pihak yang bersengketa atas biaya yang dikeluarkan Ketua
majelis arbitrase dan pengeluaran majelis arbitrase lainnya. Dalam proses Arbitrase, pengambilan keputusan dilakukan dengan suara
terbanyak para arbiter. Dalam hal suara terbanyak tidak tercapai maka suara menentukan akan datang dari Ketua Majelis Arbitrase.
5. Aturan mengenai Sengketa yang Tidak Terselesaikan Kepada Konferensi
Tingkat Tinggi ASEAN Sengketa yang tidak terselesaikan oleh Protokol wajib dirujuk kepada
Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN. Salah satu pihak yang sedang bersengketa dapat memberi tahu Dewan Koordinasi ASEAN mengenai sengketa yang tidak
terselesaikan apabila:
Universitas Sumatera Utara
a. Para Pihak yang sedang bersengketa gagal melaksanakan arahan Dewan
Koordinasi ASEAN dalam jangka waktu 150 hari untuk arbitrase dan 45 hari untuk jasa-jasa baik, mediasi, atau konsiliasi sejak tanggal penerimaan
notifikasi dari Dewan Koordinasi ASEAN, atau perpanjangan jangka waktu lain yang disepakati bersama oleh Para Pihak;
b. Para Pihak yang sedang bersengketa telah melaksanakan arahan Dewan
Koordinasi ASEAN namun sengketa tetap tidak terselesaikan; atau c.
Dewan Koordinasi ASEAN tidak mampu mencapai keputusan mengenai bagaimana sengketa tersebut diselesaikan; atau
d. Para Pihak yang sedang bersengketa bersama-sama memutuskan bahwa
mereka tidak mampu menyelesaikan sengketa tersebut melalui penerapan mekanisme penyelesaian sengketa sebagaimana terdapat dalam Protokol
ini yang telah mereka sepakati bersama sebelumnya.
59
Tahapan selanjutnya, setelah menerima notifikasi mengenai sengketa yang tidak terselesaikan tersebut maka Dewan Koordinasi ASEAN wajib
menyampaikan kepada seluruh Pihak lain dalam sengketa mengenai notifikasi tersebut. Sebelum suatu sengketa yang tidak terselesaikan sebagaimana
disebutkandiajukan kepada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN, Dewan Koordinasi ASEAN, dalam 45 hari, apabila dipandang perlu, dapat
mempertimbangkan untuk menyarankan, merekomendasikan, atau memberikan
59
Aturan 2 Lampiran 5 mengenai Aturan Pengajuan Sengketa yang Tidak Terselesaikan Kepada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN dalam Protokol Piagam ASEAN mengenai
Mekanisme Penyelesaian Sengketa.
Universitas Sumatera Utara
asistensi kepada Para Pihak yang sedang bersengketa guna menyelesaikan sengketa melalui mekanisme penyelesaian sengketa lainnya yang terdapat dalam
Protokol. Dalam hal tersebut, pihak yang sedang bersengketa dapat menyepakati untuk menyelesaikan sengketa mereka melalui mekanisme penyelesaian sengketa
lainnya dan wajib memberi tahu Dewan Koordinasi ASEAN tentang kesepakatan dan hasil mekanisme penyelesaian sengketa yang dijalankan.
Dewan Koordinasi ASEAN wajib mengajukan sengketa yang tidak terselesaikan kepada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN dalam 90 hari setelah
menerima notifikasi. Rujukan kepada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN wajib disertai dengan laporan Dewan Koordinasi ASEAN kepada Konferensi Tingkat
Tinggi ASEAN guna memfasilitasi penyelesaian sengketa, dan dokumen atau berkas yang disiapkan oleh masing-masing Pihak yang sedang bersengketa pada
tahap awal proses penyelesaian sengketa, apabila ada. Adapun laporan tersebut wajib mencantumkan:
a. ringkasan sengketa;
b. tindakan yang telah diambil Para Pihak yang sedang bersengketa untuk
menyelesaikan sengketa; c.
tindakan yang telah diambil oleh Dewan Koordinasi ASEAN untuk menyelesaikan sengketa;
d. setiap rekomendasi yang kiranya dapat disarankan oleh Dewan Koordinasi
ASEAN kepada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN mengenai bagaimana sengketa dapat diselesaikan yang dapat mencakupi rekomendasi bahwa
Universitas Sumatera Utara
sengketa diajukan kepada suatu panel ahli guna menyarankan penyelesaian sengketa kepada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN.
Notifikasi yang telah disampaikan pihak yang bersengketa kepada Dewan Koordinasi ASEAN mengenai sengketa yang tidak terselesaikan dapat, sewaktu-
waktu pihak tersebut beranggapan bahwa sengketa dimaksud tidak lagi tak terselesaikan, menarik notifikasinya kepada Dewan Koordinasi ASEAN. Para
Pihak juga dapat secara bersama-sama ingin menarik pengajuan atas sengketa yang tidak terselesaikan kepada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN, dengan
mengungkapkan penjelasan atas penarikan tersebut yang dapat menegaskan bahwa sengketa tersebut tidak lagi tak terselesaikan atau bahwa sengketa tersebut
akan diselesaikan dengan cara lain.
6. Aturan Pengajuan Ketidakpatuhan kepada Konferensi Tingkat Tinggi
60
Tidak hanya mengenai sengketa yang tidak terselesaikan yang dapat dirujuk ke Konferensi Tingkat Tinggi, namun ketidakpatuhan juga dapat dirujuk
disini. Negara-negara yang memiliki dampak atas ketidakpatuhan dari putusan arbitrase atau kesepakatan penyelesaian yang dihasilkan dari jasa baik, mediasi,
atau konsiliasi merupakan negara anggota ASEAN yang merupakan pihak yang bersengketa dan terkait dengan ketidakpatuhan. Negara yang terkena dampak
ketidakpatuhan tersebut dapat mengajukan permasalahan tersebut kepada
60
Lampiran 6 Protokol Piagam ASEAN Mengenai Mekanisme Penyelesaian Sengketa
Universitas Sumatera Utara
Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN untuk memperoleh suatu keputusan, melalui notifikasi kepada Dewan Koordinasi ASEAN.
Setelah Dewan Koordinasi menerima notifikasi, maka wajib diberitahukan notifikasi tersebut kepada seluruh negara anggota lainnya yang merupakan para
pihak yang sedang bersengketa terkait dengan ketidakpatuhan terhadap notifikasi dimaksud.
Sebelum suatu ketidakpatuhan disampaikan kepada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN, Dewan Koordinasi ASEAN wajib berupaya memfasilitasi
konsultasi di antara para pihak yang sedang bersengketa sebelum ketidakpatuhan disampaikan kepada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN terkait ketidakpatuhan
bertujuan memfasilitasi kepatuhan terhadap putusan arbitrase atau persetujuan penyelesaian tanpa melibatkan Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN. Hasil
konsultasi tersebut wajib dilaporkan ke Dewan Koordinasi ASEAN. Tiap Negara Anggota yang terkena dampak dari ketidakpatuhan sewaktu-
waktu dapat menarik pengajuan ketidakpatuhan kepada Konferensi Tingkat Tinggi termasuk ketika Negara Anggota tersebut menerima hasil konsultasi.
Penarikan tersebut wajib dibuat secara tertulis. Dewan Koordinasi ASEAN wajib mengajukan ketidakpatuhan kepada
Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN dalam jangka waktu 90 hari sejak diterimanya notifikasi atau dalam jangka waktu lain yang disepakati oleh Negara-negara
anggota yang merupakan para pihak yang sedang bersengketa terkait dengan ketidakpatuhan. Pengajuan oleh Dewan Koordinasi ASEAN kepada Konferensi
Universitas Sumatera Utara
Tingkat Tinggi ASEAN mengenai ketidakpatuhan wajib disertai dengan memuat hal-hal sebagai berikut:
a. putusan arbitrase atau kesepakatan penyelesaian yang tidak
dipatuhi; b.
informasi yang diberikan oleh Para Pihak yang sedang bersengketa terkait dengan ketidakpatuhan, mengenai pengambilan tindakan
untuk memastikan kepatuhan terhadap putusan arbitrase atau kesepakatan penyelesaian yang tidak dipatuhi;
c. tindakan-tindakan yang diambil oleh Dewan Koordinasi ASEAN
untuk memfasilitasi konsultasi; d.
rujukan atas laporan Sekretaris Jenderal ASEAN yang diserahkan kepada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN sesuai dengan Pasal 27
Ayat 1 dari Piagam ASEAN, apabila ada; dan e.
Rekomendasi Dewan Koordinasi ASEAN, apabila ada.
C. Pemberlakuan Protokol