Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

LAMPIRAN D 1. Uji Normalitas Sebaran 2. Uji Linearitas 3. Korelasi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan dan pengajaran adalah suatu proses yang sadar tujuan. Maksudnya bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan suatu peristiwa yang terikat, terarah, pada tujuan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan. Suatu proses belajar mengajar dikatakan baik jika proses tersebut dapat membangkitkan kegiatan belajar yang efektif. Kesuksesan pengajaran bisa dilihat dari hasilnya, tetapi harus tetap diperhatikan juga prosesnya. Pada proses inilah nantinya siswa akan beraktivitas. Proses yang baik dan benar kemungkinan akan memberikan hasil yang baik pula Sardiman, 2003. Proses belajar-mengajar akan senantiasa merupakan proses kegiatan interaksi antara dua unsur manusiawi, yakni siswa sebagai pihak yang belajar dan guru sebagai pihak yang mengajar, dengan siswa sebagai subjek pokok yang ingin meraih cita- cita, memiliki tujuan dan kemudian ingin mencapainya secara optimal. Hasil belajar akan menjadi optimal jika ada motivasi. Perwujudan interaksi guru dan siswa harus lebih banyak berbentuk pemberian motivasi dari guru kepada siswa, agar siswa merasa bergairah memiliki semangat, potensi, dan kemampuan yang dapat meningkatkan harga diri. Dengan demikian siswa diharapkan lebih aktif dalam melakukan kegiatan belajar. Peranan guru sangat penting, bagaimana usaha-usaha untuk dapat menumbuhkan dan memberikan motivasi agar siswa melakukan aktivitas dengan baik, sehingga untuk dapat belajar dengan baik diperlukan proses dan motivasi yang baik. Memberikan motivasi kepada siswa berarti menggerakkan siswa untuk melakukan sesuatu atau ingin melakukan sesuatu Sardiman, 2003. Berikut ini adalah pernyataan salah seorang guru sekolah menengah pertama tentang pentingnya pemberian motivasi di dalam kelas komunikasi personal, 27112008 : “ Guru memang harus berusaha bagaimanapun caranya agar siswa yang diajarinya termotivasi untuk belajar, karena motivasi siswa untuk belajar itu penting sekali. Jadi siswa menjadi aktif dalam belajar untuk menguasai materi pelajaran. Percuma saja guru menerangkan bagus-bagus kalau siswa nggak ada motivasi belajarnya, bisa sia-sia pelajaran yang diberikan.” Berdasarkan pernyataan tersebut, guru mengakui bahwa motivasi belajar memang penting ada pada diri siswa. Motivasi belajar yang kurang akan menyebabkan siswa tidak memiliki semangat belajar, sehingga apa yang diajarkan oleh guru kepada siswa di kelas tidak akan sia-sia. Purwanto 1990 mengatakan bahwa motivasi menjadi salah satu faktor penting dan syarat mutlak untuk belajar. Seseorang melakukan suatu usaha karena adanya motivasi. Sardiman 2003 juga menambahkan bahwa dengan adanya usaha yang tekun dan terutama didasari adanya motivasi, maka seseorang yang belajar itu dapat melahirkan prestasi yang baik. Motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan hasil yang baik. Salah satu faktor yang sering dianggap menurunkan motivasi siswa untuk belajar adalah materi pelajaran itu sendiri dan guru yang menyampaikan materi pelajaran itu. Mengenai materi pelajaran sering dikeluhkan oleh para siswa sebagai sesuatu yang membosankan, terlalu sulit, tidak ada manfaatnya untuk kehidupan sehari-hari, terlalu banyak bahannya untuk waktu yang terbatas, dan sebagainya. Akan tetapi hal yang lebih utama daripada faktor materi pelajaran, sebenarnya adalah faktor guru Sarwono, 1989. Suasana belajar mengajar yang menyenangkan membuat siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada saat belajar. Seorang guru bertanggung jawab untuk mengkomunikasikan dan menentukan jenis lingkungan psikososial dalam kelas, dan humor adalah salah satu cara yang digunakan untuk menunaikan tanggung jawab tersebut Charles Senter, 2005. Penting bagi guru untuk menggunakan humor dalam kelas Young, Whitley Helton dalam Manning, 2002. Berikut adalah pernyatan seorang guru sekolah menengah pertama tentang pentingnya penggunaan humor di kelas komunikasi personal, 27112008 : “memang nggak sumua guru bisa menyisipkan humor ketika mengajar di kelas. Tetapi menurut saya humor itu memang penting sekali diberikan kepada siswa ketika mengajar. Waktu saya sekolah dulu aja merasa nggak senang kalau gurunya gak pernah ngelucu. Jadi pandai-pandailah guru memberi humor dikelas biar suasana kelas nggak kaku. Kalau suasana kelas nggak kaku, pasti lebih enak siswa itu belajar. Jadi betah siswa dikelas dan pasti siswa menyimak pelajaran yang diberikan guru.” Berdasarkan pernyataan tersebut, guru tersebut berpendapat bahwa guru memang harus menyisipkan humor ketika mengajar di kelas. Jadi kemampuan guru menyisipkan humor sangat penting agar suasana kelas tidak kaku. Suasana kelas yang tidak kaku akan membuat siswa senang belajar di kelas. Apte 2002 menyatakan bahwa untuk dapat mengamati, merasakan atau mengungkapkan humor, seseorang memerlukan sense of humor. Begitu pula halnya dengan seorang guru. Sense of humor guru merupakan kemampuan seorang guru dalam mengapresiasikan, menciptakan, dan mengungkapkan kelucuan serta tertawa dalam menjalankan tugasnya tanpa mengakibatkan individu lain terluka secara fisik maupun psikis. Guru yang memiliki sense of humor yang baik membuat kelas menjadi menarik. Di SMP Negeri 1 Medan yang terletak di Jalan Bunga Asoka No. 6 Medan , pada kelas 7 Internasional ada seorang guru bahasa Mandarin berinisial HW yang menurut para siswa suka menyampaikan humor pada saat mengajar. Seperti dikemukakan oleh seorang siswa kelas 7 tujuh Internasional SMPN 1 Medan komunikasi personal, 27112008 : “… senang kali kalo guru yang masuk suka ngasih humor, jadi gak bosen. Kalo gurunya ketat terus di kelas, apalagi gak pernah senyum pengennya keluar aja dari kelas. Ada guru kami Pak HW inisial guru bahasa mandarin, senang kali kalo dia yang ngajar. Sering buat lucu jadi semangat kalau udah dia yang ngajar. Kalau masuk bapak itu suka cerita yang lucu-lucu, nanti dikasih teka teki juga. Jadi seru” Dari komunikasi personal yang dilakukan dengan siswa tersebut, siswa ternyata menyukai guru yang suka memberikan humor dikelas. Pemberian humor di kelas dalam bentuk-bentuk tertentu akan menyebabkan siswa semangat untuk belajar. Dalam sebuah survei nasional terhadap sekitar seribu siswa berusia antara 13 sampai 17 tahun, para siswa tersebut menyebutkan beberapa karakter penting yang harus dipunyai oleh guru, diantaranya adalah mempunyai selera humor yang baik, mampu mebuat kelas menjadi menarik, dan menguasai mata pelajaran yang diajarkan NASSP, dalam Santrock, 2004. Dari tabel dibawah ini yang mengambarkan karakteristik terbaik dan terburuk yang dilihat siswa terhadap guru, dapat dilihat bahwa peranan humor sangat penting sekali untuk membuat siswa tertarik terhadap seorang guru. Tabel 1. Citra guru terbaik dan terburuk menurut siswa Karakteristik Total Karakteristik Total Punya selera humor 79,2 Membuat kelas menjadi membosankan 79,6 Membuat kelas menjadi menarik 73,7 Tidak menerangkan secara jelas 63,2 Menguasai mata pelajaran 70,1 Pilih kasih 52,7 Menerangkan secara jelas 66,2 Sikapnya buruk 49,8 Mau meluangkan waktu untuk membantu siswa 65,8 Terlalu banyak menuntut kepada siswa 49,1 Bersikap adil kepada siswa 61,8 Tidak nyambung dengan siswa 46,2 Memperlakukan siswa seperti orang dewasa 54,4 Memberikan PR terlalau banyak 44,2 Berhubungan baik dengan siswa 54,2 Terlalu kaku 40,6 Memperhatikan perasaan siswa 51,9 Tidak membantumemperhatikan siswa 40,5 Tidak pilih kasih 46,6 Kontrol kurang 39,9 Kemampuan guru dalam menyisipkan humor atau menceritakan hal-hal lucu dalam proporsi yang wajar dan tidak mengganggu pelajaran merupakan sesuatu yang dapat mewujudkan situasi belajar mengajar yang kondusif dan menyenangkan Hadis, 2006. Namun, beberapa siswa mungkin mempersepsikan sense of humor guru akan dapat mengganggu pelajaran dan mengakibatkan masalah dalam proses belajar mengajar di kelas apabila humor yang dibuat guru menjadikan murid sebagai bahan tertawaan teman-temanya Charles Senter, 2005. Berikut adalah pernyataan siswa tentang bagaimana siswa memandang humor yang diberikan guru komunikasi personal, 27112008: ”gak semuanya kami suka ada juga yang gak lucu, apalagi kalo uda ada porno-pornonya malas kami dengernya, tapi yang anak laki-laki pasti ketawa- ketawa. Ada guru kami yang suka cerita-cerita porno, kadang-kadang agak- agak meragakan gitu dia. Males kali kalau udah bapak itu yang masuk. Kami ketawa cuma menghargai aja, padahal sebenernya bosen kami ngeliatnya” Dari pernyataan siswa di atas, bahwa pada kenyataannya di dalam kelas tidak semua humor yang dikeluarkan guru disukai oleh siswa, tergantung siswa mempersepsikan sense of humor guru. Sebagaimana dikemukakan Irwanto 1996 bahwa persepsi adalah proses diterimanya rangsang objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun peristiwa sampai rangsang itu disadari dan dimengerti. Proses penerimaan rangsang ini disebut penginderaan. Tetapi pengertian kita akan lingkungan dan dunia sekitar kita bukan sekedar hasil penginderaan itu. Ada unsur interpretasi terhadap rangsang-rangsang yang diterima, yang kemudian menjadikan kita subyek dari pengalaman kita sendiri. Rangsang-rangsang yang diterima inilah yang menyebabkan kita mempunyai suatu pengertian terhadap linkungan. Hal ini juga terkait dengan persepsi siwa terhadap sense of humor guru di kelas. Siswa menerima rangsang-rangsang atau stimulus-stimulus berupa guru dan proses pengajaran yang dilakukanya, yang selanjutnya diinterpretasikan dan dipahami siswa sebagai suatu pengalaman belajar yang memberikan efek positif maupun negatif bagi dirinya. Soemanto 1998 menambahkan bahwa persepsi siswa yang cenderung negatif muncul karena siswa memandang guru sebagai individu yang menakutkan, oleh karena itu siswa cenderung untuk menghindarkan diri dari pertemuan dengan guru dengan cara bolos sekolah atau tidak masuk kelas disaat guru mengajarkan bidang studi tertentu. Sedangkan persepsi yang cenderung positif muncul karena siswa menilai guru sebagai individu yang menyenangkan dan patut diteladani, oleh karena itu perlu didekati, mematuhi segala ketentuan yang diberlakukan, serta mengerjakan tugas-tugas yang diberikan. Berdasarkan uraian di atas, dalam proses belajar mengajar adanya sense of humor guru berhubungan dengan motivasi belajar siswa. Namun hubungan tersebut tergantung bagaimana siswa mempersepsikan sense of humor guru. Oleh karena itu, peneliti ingin melihat hubungan persepsi siswa terhadap sense of humor guru dengan motivasi belajar.

B. Rumusan Masalah