Pembagian Peringkat Kritikus Hadits

Mahdî 135-198 H, al- Syâfi‟î w. 204 H, 18 dan Yah yâ Ibn Sa‟îd al-Qattân w. 198. 19 3. Pada Abad Ketiga Setelah abad kedua, muncullah tokoh-tokoh kritikus hadits yang ,para ulama kritikus hadits sebelumnya telah menghasilkan ulama-ulama terkenal lainnya di antaranya adalah; Imam Yahya Ibn Ma‟în yang biasa dikenal dengan sebutan Abu Zakariya al-Baghdâdî 158-233 H dan Imam al-Jarh wa al- Ta’dîl pada masanya, Ibn Hanbal 164-241 H , Imam „Ali Ibn Abdillah bin Ja‟far al- Sa‟di al-Madînî 161-234 H, Abû Bakr Ibn Abû Syaibah w. 235 H, Ishâq bin Râhwaih w. 238 H, „Ubaidullah Ibn „Umar al-Qawârîrî w. 235 H, Zuhair Ibn Harb w. 234 H. 20 tidak sampai disini saja, kemudian berkembang lagi dan muncul generasi-generasi berikutnya yang tidak lain adalah anak didik mereka, diantaranya; Abû „Abdillah Muhammad Ibn Isma‟îl al-Bukhârî yang biasa dikenal dengan sebutan Imam Bukhârî 194- 256 H, Abu Zur‟ah Ubaidillah Ibn Abdul karim al-Razi 200-264 H, dan Ibn Abî Hâtim al-Râzî 240-327 H. 21

D. Pembagian Peringkat Kritikus Hadits

Perbedaan sikap ulama hadis dalam menilai kualitas periwayat hadis itu berbeda-beda. Dan perbedaan dalam penilaian ini ada tiga yaitu; 18 Ibid, h. 50-51; Muhammad Ajjaj al-Khatib, Usul al-hadits, Penerjemah M Qodirrun, Nur Usyafiq, Jakarata: Gaya Media Permata, 2001, h. 237. 19 Abu Hâtim al-Râzî, al-Jarh wa al- Ta’dîl, Beirut: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1988., j. I, h. 232. 20 Azami, Hadith Metodology and Literature. h. 51; Ajjaj al-Khatib, Usul al-Hadits, h. 237. 21 Ajjaj al-Khatib, Usul al-hadits, h. 237. 1. Tasyaddud Tasyaddud merupakan bentuk masdar dari kata tasyaddada-yatasyaddadu yang mempunyai arti ketat bersikeras, maksudnya adalah ketat dalam menyeleksi seorang periwayat hadis. Kritikus hadis yang seperti ini mudah untuk men-jarh periwayat hadis dan sangat berhati-hati dalam menyatakan keadilan bagi periwayat hadis. 22 walaupun karena hal paling kecil pun, mereka tetap menilai jarh terhadap periwayat tersebut. Ulama yang tergolong mutasyaddid diantaranya adalah; al-Nasâî w. 303 H, Ibn al-Madînî 161-234 H, 23 Yah ya Ibn sa‟îd 120-198, Ibn Ma‟în 158-233 H, Abî Hâtim al-Râzî 240-327 H, dan Ibn Kharrasy. 24 Ibn Abî Hâtim al-Râzî sangat melarang penyampaian suatu penilaian terhadap seorang periwayat sebelum benar-benar diketahui kesahihan dan biografinya. 2. Tasahhul Tasahhul merupakan bentuk masdar dari kata tasahhala-yatasahhalu, yang mempunyai arti longgar. Maksudnya adalah mudah dalam memberikan penilaian adil terhadap seorang periwayat dan kelonggarannya dalam menilai kesahîhan hadis 25 . Ulama yang tergolong mutasahhil diantaranya adalah; al- 22 Hasbi ash-Shiddieqi, Sejarah Pengantar Ilmu Hadis, Semarang: Pustaka Rizki Putera, 1997, c. I. h. 74. 23 Ibid, Jakarta: Bulan Bintang, 2007, c. 2, h. 71. 24 Lihat: Syamsuddîn Muhammad bin al-Dzahabi, al-Mûqiz ât fî ‘Ilm mustalâh al-Hadîts, Beirut: Maktabah al-Mat bû‟ah al-Islâmiyah, 1416 H, c. 3, h. 83. 25 M.Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, Jakarta: Bulan Bintang, 1992, c. I, h. 74. Tirmidzî, al-Hakim al-Naisâbûrî w. 405 H, Dâr al-Qutnî, Ibnu Hibban, 26 dan Jalaluddin al-Suyutî w. 911 H. 27 as-Sakhawi juga menyebutkan bahwa Ibn Hazm termasuk dalam kategori ini. dan tasahhul juga dikenal sebagai orang yang mudah dalam menyatakan kepalsuan hadis. Misalnya seperti ibn al-Jauzi w. 597 H 1201 M. 3. Tawassut Tawassut merupakan bentuk masdar dari kata tawassata-yatawassatu, yang mempunyai arti tengah sedang. Maksudnya adalah sikap yang moderat dalam menilai seorang periwayat hadis. Dengan kata lain, para kritikus yang tergolong ini tidak terlalu ketat dan tidak memudahkan pula dalam menilai para periwayat hadis. Ulama yang seperti ini lebih proposional dalam memandang kecacatan dan keadilan seorang periwayat. Ketika tahu bahwa seorang periwayat melakukan sesuatu yang merusak muru’ah-nya, maka dilakukan penyelidikan mengenai sebab-sebabnya. Mereka melakukan itu karena darurat dan ada sesuatu yang terpaksa. Ulama-ulama yang tergolong mutawassit diantaranya adalah; Ahmad Ibn Hanbal, al- Bukhârî, Abû Zur‟ah, 28 al-Dzahabî. 29 26 Lihat: al-Dzahabi, h. 83. 27 Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian, h. 71. 28 Lihat: al-Dzahabi, h. 83. 29 al-Dzahabi, Mizan al- I’tidal fi Naqd al-Rijal, Beirut: dar al-fikr, tt., h. h; Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian, h. 71.

E. Biografi Kritikus