“Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga dia menyisihkan yang buruk
munafik dengan yang baik mu‟min. dan Allah sekali-kali tidak memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang gaib, akan tetapi Allah
memilih siapa yang dikehendaki-Nya diaantara rasul-rasulNya. Karena itu berimanlah kepada Allah dan rasul-rasulNya; dan jika kamu beriman dan
bertakwa, maka bagimu pahala yang besar. Ayat di atas menggunakan kata yamîz yang merupakan bentuk
fi’il mudarî dari kata mâza yang berarti memisahkan dan membedakan sesuatu dari sesuatu
yang lain. Ibnu Manzhûr dalam lisân al- ‘Arab menjelaskan;
ا ْم فْيزلا جا ْخا مها لازْييْ ت اقْتلا ْقَلا
7
“Al-Naqd yaitu memisahkan emas dan mengeluarkan residunya.”
B. Definisi Hadis
Kata Hadis berasal dari bahasa Arab
ثيدحلا al- Hadîts; jamaknya adalah ثيداحأا al-Ahâdîts.
8
Secara etimologis berarti “komunikasi, cerita, percakapan, baik dalam konteks agama atau duniawi, atau dalam konteks sejarah atau
peristiwa dan kejadian actual.”
9
Penggunaannya dalam bentuk adjectiva Kata Sifat, mengandung arti al-jadîd: yang baru, lawan dari al-qadîm: yang lama.
10
Pendapat masyhur ulama, hadis menurut istilah adalah segala sabda, perbuatan, taqrir, dan hal-ihwal yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw.
11
7
Lihat: Ibnu Manzhûr, Lisan al-‘Arab, Beirut: Dâr al-Shâdir, t.t., c. I, j. 3, h. 425.
8
Bustamin dan Isa Salam, Metodologi Kritik Hadits, h. 6.
9
Muhammad Mustafa Azami, Studies in Hadith Metodology and Literature, Indianapolis, Indiana: American Trust Publications, 1413 H. 1992, h. 1.
10
Ibid; Nawir Yuslem, Ulumul Hadis, Jakarta: PT. Mutiara Sumber Widya, 2001., c. I, h. 31.
11
Lihat: Muhammad Mahfuz ibn Abdullah al-Tirmisi, Manhaj Zawy al-Nazar Surabaya: Ahmad ibn Sa‟ad Nabhan, 1394 H = 1974 M, h. 8.
Menurut ahli-ahli hadis, kritik hadis adalah menyeleksi hadis-hadis antara yang sahîh dengan yang dâif dan meneliti para periwayatnya apakah dapat
dipercaya dan kuat ingatannya tsiqah atau tidak.
12
Secara kasat mata, kritik hadis mengarah kepada kritik sanad penilaian kualitas terhadap para periwayat hadis dan kritik matan penilaian terhadap
materi yang disampaikan. Kritik hadis sendiri lebih dikenal dengan ilmu jarh wa ta’dîl. Para muhadditsin klasik lebih condong kepada pengkajian sanad. Seperti
yang telah diutarakan oleh Ibn Abu Hatim al-Razi tentang definisi Naqd al- Hadits;
ْييْْ تلا ثْي احأا
حْيحصلا م
فْيعضلا مكحلا
ىلع ا لا
اقْيثْ ت احْي ْجت
.
13
“Upaya menyeleksi antara hadis sahih dan da’if dan menetapkan status periwayat-periwayat
nya dari segi kepercayaan atau cacat.”
C. Sejarah Ilmu Kritik Hadits
1. Asal Mula Munculnya Kritik Hadis Bermula pada suatu ketika Umar bin al-Khattab sedang berbincang-
bincang di
rumahnya, tiba-tiba ada seseorang yang mengetuk pintu rumahnya
dengan keras. Dan ternyata yang mengetuk pintu rumahnya itu adalah tetangganya sendiri, seorang anshar dari keluarga Umayyah bin Zeid. Ia baru pulang dari
mengikuti pengajian Nabi Muhammad saw. Kemudian seorang Anshar itu mengatakan bahwa Nabi telah menceraikan istri-istrinya. Umar pun tercengang
12
Muhammad Mustafa Azami, Manhaj al- Naqd ‘inda al-Muhaditsin, Riyadh: Syirkah
al- Tiba‟ah al-Arabiyah al-Su‟udiyah, 1982., h. 5.
13
Muhammad Mustafa al-Azami, Manhaj Al-Naqd ‘Inda al-Muhaditsîn Saudi: Maktabah al-Kautsar, 1982 h. 5.
mendengar tentang hal itu. Bukan karna salah satu istri Nabi itu adalah anaknya sendiri. Melainkan apakah benar Nabi Muhammad saw. melakukan hal tersebut.
Kemudian Umar pun menghadap kepada Nabi. Dan bertanya kepada beliau, “Apakah Anda telah menceraikan istri-istri Anda?”. Lalu Nabi menjawab,
“Tidak” dengan menegakkan kepalanya dan memandangi Umar. Bahwasannya Nabi saw. hanya bersumpah untuk tidak mengumpuli istri-istrinya selama satu
bulan.
14
2.
Perkembangan Ilmu Kritik Hadis dan Kritikus Hadis terkemuka
Pada tahun 24 H, Umar bin al-Khattab terbunuh. Pada saat ini tidak begitu mempengaruhi perkembangan ilmu kritik hadis. Namun pada saat Ustman bin
„Affan 36 H dan al-Husein bin Ali 61 H terbunuh sangat berpengaruh terhadap perkembangan ilmu kritik hadis. Dan lahir pula kelompok-kelompok politik
dalam tubuh umat Islam dan merekalah yang membuat hadis palsu. Sejak saat itu para ulama kritikus hadis dalam menyeleksi hadis tidak hanya mengkritik dari
segi matannya saja, tetapi juga meneliti identitas periwayat hadis tersebut. Menurut pakar ilmu-ilmu hadis, abad pertama hijrah merupakan periode
pertumbuhan ilmu-ilmu hadis. Sedangkan sejak awal abad kedua sampai awal abad ketiga sebagai periode penyempurnaan. Dan pada awal abad ketiga sampai
pertengahan abad keempat yaitu masa-masa pembukuan. Pada saat ini para ahli hadis mulai membukukan ilmu-ilmu hadis, walaupun secara parsial.
14
Ali Mustafa Yaqub, Kritik Hadis, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1995, c. 1, h. 1-2
Seperti yang telah dikemukakan di atas bahwasannya kritik hadis sudah ada sejak zaman Nabi,
15
namun lingkupnya masih sangat terbatas dan motifasinya juga berbeda dengan kritik hadis pada masa-masa belakangan.
16
Di antara para sahabat sudah muncul perlunya menilai seorang periwayat hadis. Namun dalam
paparan teoritis ilmiah, kritik hadis tampaknya baru terlihat pada masa Tabi’în
awal abad ke-2 Hijriyah. Dibawah ini adalah klasifikasi para kritikus hadis setiap kurunnya;
1. Pada Abad Pertama Adapun tokoh kritikus hadis pada abad pertama dari kalangan sahabat
adalah ; „Ubâdah Ibn Shamit w. 93 H, sedangkan dari kalangan
tabi’în adalah; „Amir Ibn Syarahi al-Sya‟bi w. 109 H, Muhammad Ibn Sirin w. 110 H, Sa‟îd
Ibn Jubair, Tâwûs, dan al-Hasan al-Basri w. 110 H.
17
2. Pada Abad Kedua Pada abad pertama, masih sedikit orang yang dicela. Pada abad kedua ini
sudah mulai banyak orang-orang yang lemah. Di antara tokoh kritikus pada abad kedua yaitu;
Syu‟bah Ibn al-Hajjaj 82-160 H, al-Auzâ‟î 88-158 H, Malik Ibn Anas 93-179 H, Sufyân al-Tsaurî 97-161, Hammâd Ibn Salamah w. 167 H,
Laits Ibn Sa‟d w. 175 H, Sufyân Ibn Uyaynah 107-198 H, „Abdullah Ibn al- Mubârak 118-
181 H, Wakî‟ Ibn al-Jarrâh w. 196 H, „Abd al-Rahman Ibn
15
Muhammad Mustafa Azami, Studies in Hadith Metodology and Literature, Indianapolis, Indiana: American Trust Publications, 1413 H. 1992, h. 48.
16
Ibid, h. 3.
17
Azami, Hadith Metodology and Literature, h. 50.
Mahdî 135-198 H, al- Syâfi‟î w. 204 H,
18
dan Yah yâ Ibn Sa‟îd al-Qattân w.
198.
19
3. Pada Abad Ketiga Setelah abad kedua, muncullah tokoh-tokoh kritikus hadits yang ,para
ulama kritikus hadits sebelumnya telah menghasilkan ulama-ulama terkenal lainnya di antaranya adalah; Imam Yahya Ibn
Ma‟în yang biasa dikenal dengan sebutan Abu Zakariya al-Baghdâdî 158-233 H dan Imam al-Jarh wa al-
Ta’dîl pada masanya, Ibn Hanbal 164-241 H
, Imam „Ali Ibn Abdillah bin Ja‟far al- Sa‟di al-Madînî 161-234 H, Abû Bakr Ibn Abû Syaibah w. 235 H, Ishâq bin
Râhwaih w. 238 H, „Ubaidullah Ibn „Umar al-Qawârîrî w. 235 H, Zuhair Ibn Harb w. 234 H.
20
tidak sampai disini saja, kemudian berkembang lagi dan muncul generasi-generasi berikutnya yang tidak lain adalah anak didik mereka,
diantaranya; Abû „Abdillah Muhammad Ibn Isma‟îl al-Bukhârî yang biasa dikenal dengan sebutan Imam Bukhârî 194-
256 H, Abu Zur‟ah Ubaidillah Ibn Abdul karim al-Razi 200-264 H, dan Ibn Abî Hâtim al-Râzî 240-327 H.
21
D. Pembagian Peringkat Kritikus Hadits