E. Biografi Kritikus
1. Ibn Abî Hâtim al-Râzî Nama lengkapnya adalah „Abdurrahman bin Muhammad bin Idris bin al-
Mundzir bin Dâwud bin Mahrân Abu Muhammad bin Abî Hâtim al-Hanzaly al- Râzî,
30
dikenal dengan sebutan Ibn Abî Hâtim al-Râzî. Lahir di Darb Hanzala, Rayy, pada tahun 240 H dan wafat tahun 327 H.
31
Beliau adalah tokoh besar hadis yang hâfîz
32
dan ahli dalam bidang Usûl fiqh, Fiqih dan Tafsîr. Tempat tinggalnya terletak di Hanzala, Rayy. Ia berasal dari keluarga yang cinta ilmu, ayahnya
Muhammad Abî Hâtim al-Râzî, adalah seorang ulama yang menguasai banyak cabang ilmu. Beliau dikenal tegas dalam mendidik anak-anaknya, termasuk
mendidik Ibn Abi Hatim. Dengan melarang anaknya mempelajari hadis sebelum memiliki pemahaman yang mendalam mengenai al-
Qur‟an. Ia juga sahabat dekat Abu Zur‟ah.
33
Ia memulai aktifitas keilmuannya dengan belajar kepada ayahnya sendiri dan Imam Abî Zur‟ah „Ubaidillah bin „Abdul Karîm al-Râzî dan dari ahli hadis
lain di negerinya.
34
Setelah itu ia banyak belajar dan meriwayatkan hadits dari ulama hadis besar.
35
30
Abu Hâtim al-Râzî, al-Jarh wa al- Ta’dîl, Beirut: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1988., j.
I, h. d.
31
Ibid; Lihat juga Suryadi, Metodologi Ilmu Rijâlil Hadîts, Yogyakarta: Madani Pustaka Hikmah, 2003., c. I, h. 115.
32
Tengku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqi, Sejarah Pengantar Ilmu Hadîts, Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, tt., h. 359.
33
Anonim, Ringkasan Sejarah Perkembangan Ilmu Hadits dan Tokoh-Tokohnya, Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2003., c. I, h. 135.
34
al-Râzî, al-Jarh wa al- Ta’dîl, Beirut: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1988., j. I, h. d.
35
Masjfuk Zuhdi, Pengantar Ilmu Hadits, c. IV, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1993, h. 149.
Ketika usianya baru menginjak 15 tahun, Ibn Abi Hatim al-Razi melakukan ibadah haji bersama Muhammad bin Himad al-Tarani. Setelah
melakukan ibadah haji, beliau mulai mengadakan perjalan ke berbagai daerah untuk mengumpulkan hadis dan berguru kepada ulama-ulama hadis di daerah
yang dikunjunginya.
36
Pada perjalanan pertamanya dilakukan bersama ayahnya, dan perjalanan selanjutnya Ibn Abi Hatim melakukannya sendiri. Daerah-daerah
yang dikunjunginya diantaranya yaitu; Syam, Mesir 262 H, dan Asbahan 264 H, ia juga melakukan pengembangan ilmiah ke Hezjaj terutama mekkah dan
Madinah, Suriah, Mesir, Irak, al-Jibâl timur Azerbaijan dan al-Jazîrah utara Suriah. Kawasan tersebut sudah berkembang pesat sebagai pusat kajian ilmu
keislaman. Ketekunannya dalam mencari hadis amat terkenal, sehingga ia pernah
berkata kepada anaknya Abdurrahman; “Wahai anakku, aku pernah berjalan kaki lebih dari 1000 farsakh untuk mencari hadis
”. Dalam suatu majlis seringkali ia berkata kepada yang hadir disitu, terutama para penghafal Hadis, bahwa
barangsiapa diantara mereka yang dapat memberikan kepadanya sebuah hadis yang tidak diketahuinya, maka ia akan memberikan sedekah satu dirham. Namun
tidak ada seorang pun yang dapat menyampaikan kepadanya satu hadis yang belum dihafalkan olehnya, padahal diantara yang hadir di dalam majlis tersebut
terdapat Abu Zur‟ah ar-Razi.
37
Setelah diakui sebagai ulama besar, para penuntut
36
Masjfuk Zuhdi, h. 149.
37
Anonim, Ringkasan Sejarah Perkembangan Ilmu Hadits dan Tokoh-Tokohnya, c. I Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2003., h. 135-136.
ilmu banyak yang datang kepadanya untuk belajar, meriwayatkan hadis, dan banyak pula dari ulama hadis kenamaan meriwayatkan hadis kepadanya.
38
Karya-Karyanya; Ibn Abi Hatim al-Razi adalah salah satu ulama terkemuka dalam bidang
hadis. Beliau dikenal sebagai ulama yang produktif. Oleh karena itu, hasil karyanya mempunyai nilai yang sangat tinggi dari berbagai ilmu. Salah satu
karyanya bernama al-jarh wa al- Ta’dîl. Dalam bidang hadis, ia juga menulis
sebuah buku besar yang berjudul al-Musnad kitab sandaran 100 jilid dan ada yang mengatakan sebanyak 12 jilid, dan 2 jilid buku yang berjudul
‘Ilal al- Hadîts kelemahan-kelemahan hadis. Kitab ini juga termasuk ke dalam kitab
fiqih, karena kitab hadis terakhir ini sistematikanya berdasarkan bab-bab fiqih dan dalam bidang fiqih juga., ia menulis kitab yang membahas tentang perbedaan
pendapat di kalangan sahabat, tâbi’în dan ulama beberapa kota.
39
Dalam bidang tafsir, karyanya berjudul Tafsîr al- Qur’ân al-Karîm
berjumlah 4 jilid, 2 diantaranya ditemukan sebagai manuskrip merupakan kitab yang paling sempurna dari kitab-kitab tafsir sebelumnya, yang menghimpun
banyak sekali hadis dan informasi penafsiran dari kitab-kitab tafsir sebelumnya. Pada bidang teologi kalam, ia juga menulis al-
Radd ‘ala al-Jahmiyah penolakan terhadap aliran Jahmiyah. Di dalamnya ia berusaha membuktikan
bahwa ajaran-ajaran yang dipelopori Jahm bin Sufyân yang melahirkan aliran Jahmiyah tidak mempunyai dasar yang kuat di dalam islam yang membawa
38
Masjfuk Zuhdi, h. 149.
39
Abu Hâtim al-Râzî, al-Jarh wa al- Ta’dîl, h. d.
paham Jabariah dan fatalistic yang mengajarkan bahwa perbuatan manusia itu pada dasarnya adalah perbuatan Allah swt.
40
Pendapat para ulama terhadap dirinya; a.
Abu Ya‟la al-Kholili: “Dia telah mengambil ilmu dari ayahnya dan Abu Zur‟ah, ilmunya luas bagaikan lautan dalam rijal hadis. Dan beliau juga
adalah orang yang zuhud dan dianggap kokoh.”
b. Al- Dzahabi: “Beliau adalah seorang imam, Hafiz, kritikus, syaikhul
islam.”
c. Maslamah bin Qasim al- Andalusi: “Beliau adalah seorang yang Tsiqah,
memiliki kedudukan yang terhormat, seorang imam dari imam-immam negeri khurasan.”
d. Imam abi Hatim al- Razi: “Aku terkejut dengan ketekunannya dalam
beribadah.”
2. Al-Dzahabî Nama lengkapnya adalah al-Imâm al-Hâfiz Syamsuddin Abu
„Abdullah Muhammad Ibn Ahmad Ibn
„Utsman Ibn Qâimâz al-Dzahabî,
41
dikenal dengan sebutan al-Dzahab
î. Lahir di Damaskus, pada bulan Rabi‟ul awal tahun 673 H, dan wafat pada tahun 748 H. al-Dzahabi berasal dari Negara Turkumanistan dan
Maula Bani Tamim. Beliau adalah seorang hâfîz besar, sangat dalam ilmunya
40
John L. Esposito, Ensiklopedi Oxford Dunia islam Modern, Bandung: Mizan, tth. j. 2, h. 11-12.
41
Abu „Abdullah Muhammad Ibn Ahmad Ibn „Utsman al-Dzahabi, Mizan al-I’tidal fi Naqd al-Rijal, Beirut: dar al-fikr, t.t., h. d.
dalam bidang hadîts, rijâl dan ‘ilâl. Dan juga dikenal dengan kekuatan hafalan,
kecerdasan, kewara‟an, kezuhudan, kelurusan aqidah dan kefasihan lisannya.
Hasrat intelektual al-Dzahabi sangat tinggi sehingga beliau menguasai berbagai disiplin ilmu pengetahuan keislaman. Beliau menuntut ilmu sejak usia
dini dan mulai menekuni pencarian ilmunya ketika berumur delapan belas tahun, pada saat itu beliau memfokuskan perhatiannya pada dua ilmu penting, yaitu
ilmu-ilmu al- Qur‟an dan Hadis Syarif.
Beliau menekuni dan belajar membaca al- qur‟an dan sekalian dengan ilmu
Qira‟atnya, pada tahun 691 H. kepada seorang guru yang bernama Syaikh Jamaluddin al-
„Asqolaniy. Dan diwaktu yang bersamaan beliau juga tertarik dengan mendegarkan hadis, hingga akhirnya beliau tertarik dan serius untuk
menekuninya.
42
Beliau mengawali pengembaraan intelektualnya menuju negara Syam, dan disana beliau bertemu dengan seorang ahli hadis ternama yaitu Tajuddin Abi
Muhammad al- Maghrabi yang berada di Ba‟labaka, kemudian beliau menuju
Halb, berpindah ke Hamsh, Kirk, Tabuk dan lainnya. Disamping pengembaraan intelektual beliau di Syam, beliau juga banyak mencari ilmu di Mesir dan Hijaz
Mekkah dan Madinah. Beliau mengambil ilmu dari para ulama-ulama di negeri- negeri tersebut. Pada tahun 741 H al-Dzahabi mengalami kebutaan yang membuat
42
Al-Imam Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin Utsman al-Dzahabî, Siyar al- A’lam al-
Nubalâ, juz. I, Beirut: Muassasat al-Risalah, 1992, h. 20.
dirinya untuk menghentikan kegiatan menulisnya. Kemudian beralih mengajar sampai beliau tutup usia.
43
Karya-karyanya: Karya al-Dzahabi dalam bidang hadis, ia menulis al-
Mustadrak ‘ala Mustadrak al-Hâkim, al-
Arba’ûn al-Baldâniyah, al-Tsalâtsûn al-Baldâniyah, al- Ka
lam ‘ala Hadîts al-Tair. Siyar al-A’lam al-Nubalâ kitab besar Rijâl al-Hadîts, Mîzân al-
I’tidâl fî Naqd al-rijâl, tadzkirah al-huffâz, Tabaqah al-Syuyûkh, dan Mu’jam al-Syuyûkh al-Kabîr.
Dalam bidang ‘aqâ`id yaitu; al-Kabâ`ir, al-‘Uluw lil’Aliy al-Ghaffâr, al-
Arba’în fî Sifât Rabb al’Âlamîn, al-Rau’ wa al-Aujâl fî Naba` al-Masîh al-Dajjâl, al-
‘Arsy dan lain-lain.
Dalam bidang Usul Fiqh yaitu; Mas`alah al-Ijtihâd dan Mas`alah Khabar al-Wâhid. Sedangkan dalam bidang Fiqh yaitu; Tahrîm Adbâr al-Nisâ`, Huqûq al-
Jâr, Fadâ`il al-H ajj wa Af’âlihi, al-Witr dan lain-lain.
Pendapat para ulama terhadap dirinya; a. Imam Ibnu Nashruddin al-
Dimasyq: “Beliau adalah tanda kebesaran Allah dalam ilmu rijâl, sandaran dalam jarh
wa ta’dîl lantaran mengetahui cabang dan pokoknya, imam dalam qira‟at, faqih dalam pemikiran, sangat
paham dengan madzhab-madzhab para imam dan para pemilik pemikiran,
43
Ibid, h. 25-26.
penyebar sunnah dan madzhab salaf di kalangan generasi yang datang belakangan.”
b. Ibnu Katsir: “Beliau adalah Syaikh al-Hafiz al-Kabir, pakar tarikh Islam,
Syaikhul Muhadditsin dan beliau adalah penutup syuyukh hadis dan huffaz- nya.”
c. Al- Nabilisi: “Beliau pakar zamannya dalam hal perawi dan keadaan-
keadaan mereka, tajam pemahamannya, cerdas, dan ketenarannya sudah mencukupi dari pada menyebutkan sifat-
sifatnya.”
d.
Ash- Shafahadi: “Beliau seorang hafiz yang tidak tertandingi, penceramah
yang tidak tersaingi, mumpuni dalam hadis dan rijalnya, memiliki pengetahuan yang sempurna
tentang „illat dan keadaan-keadaannya, memiliki pengetahuan yang sempurna tentang biografi manusia.
Menghilangkan ketidakjelasan dan kekaburan dalam seja manusia. Beliau memiliki akal yang cerdas, benarlah nisbahnya kepada dzahab emas.
Beliau mengumpulkan banyak bidang ilmu, memberi manfaat yang banyak kepada manusia, banyak memiliki karya ilmiah, lebih
mengutamakan hal yang ringkas dalam tulisannya dan tidak berpanjang lebar. Aku telah bertemu dan berguru kepadanya, dan membaca banyak
dari tulisan-tulisannya di bawah bimbingannya. Aku tidak menjumpai padanya kejumudan, bahkan dia adalah faqih dalam pandangannya,
memiliki banyak pengetahuan tentang perkataan-perkataan ulama, madzhab-madzhab para imam salaf dan para pemilik pemikiran.
27
BAB III ANALISA DATA DAN PENILAIAN ABÎ HÂTIM AL-RÂZÎ DAN AL-