Analisis Cemaran Timbal Dan Kadmium Pada Ikan Yang Hidup Di Daerah Pesisir Dan Laut Dangkal Perairan Belawan Secara Spektrofotometri Serapan Atom

(1)

ANALISIS CEMARAN TIMBAL DAN KADMIUM PADA IKAN YANG HIDUP DI DAERAH PESISIR DAN LAUT DANGKAL PERAIRAN

BELAWAN SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

SKRIPSI

OLEH:

VINTHA SARI ULY NIM: 071501020

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ANALISIS CEMARAN TIMBAL DAN KADMIUM PADA IKAN YANG HIDUP DI DAERAH PESISIR DAN LAUT DANGKAL PERAIRAN

BELAWAN SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH :

VINTHA SARI ULY NIM: 071501020

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

ANALISIS CEMARAN TIMBAL DAN KADMIUM PADA IKAN YANG HIDUP DI DAERAH PESISIR DAN LAUT DANGKAL PERAIRAN

BELAWAN SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM OLEH:

VINTHA SARI ULY NIM: 071501020

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: Januari 2011

Disetujui Oleh:

Pembimbing I, Panitia Penguji,

(Drs. Syafruddin, MS., Apt.) (Prof. Dr. rer. nat. Effendy De Lux Putra, SU., Apt.) NIP. 194811111976031003 NIP. 195306191983031001

(Drs. Syafruddin, MS., Apt.) Pembimbing II, NIP. 194811111976031003

(Dra. Nurmadjuzita, M.Si., Apt.) (Drs. Muchlisyam, M.Si., Apt.) NIP. 194809041974122001 NIP. 195006221980021001

(Drs. Immanuel S. Meliala, M.Si., Apt.) NIP. 195001261983031002

Dekan,

(Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt.) NIP. 195311281983031002


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan berkat, rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dengan judul:

“Analisis Cemaran Timbal dan Kadmium pada Ikan yang Hidup di Daerah Pesisir dan Laut Dangkal Perairan Belawan Secara Spektrofotometri Serapan Atom”.

Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ayahanda Drs. P. Simamora (Almarhum) dan Ibunda E. Manihuruk yang telah memberikan cinta kasih yang tidak ternilai dengan apapun, doa yang tulus serta pengorbanan baik materi maupun non materi.

2. Bapak Drs. Syafruddin, MS., Apt. dan Dra. Nurmadjuzita, M.Si., Apt. yang telah membimbing dan memberikan petunjuk serta saran-saran selama penelitian hingga selesainya skripsi ini.

3. Bapak Dekan, staf pengajar dan staf administrasi Fakultas Farmasi yang telah mendidik penulis selama masa perkuliahan dan membantu kemudahan administrasi.

4. Bapak Drs. Ismail M.Si., Apt. selaku penasehat akademik yang telah memberikan bimbingan kepada penulis selama masa perkuliahan.


(5)

5. Ibu Dra. Masfria, MS., Apt. selaku Kepala Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif Farmasi USU yang telah memberikan izin dan fasilitas kepada penulis untuk dapat mengerjakan dan menyelesaikan penelitian.

6. Bapak Baharuddin AR selaku penanggung jawab Laboratorium Balai Pusat Penelitian Kelapa Sawit (BPPKS) Medan dan Bapak Hambali selaku Operator Laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan yang telah memberikan fasilitas kepada penulis selama melaksanakan penelitian.

7. Kakak-kakak dan Abang tercinta, Elsye Tamakarnita, Erlyn Vanesse dan Rio Gabriel yang selalu mendoakan dan memberikan semangat.

8. Teman-temanku tersayang, Ernal, Sariaty, Santa, Martianus, Sandro, Rachmad, serta seluruh teman-teman sains dan teknologi Farmasi USU stambuk 2007 atas bantuan dan motivasi yang diberikan selama masa perkuliahan sampai penulisan skripsi ini.

9. Kakak dan abang senior Farmasi, adik-adik junior Farmasi, serta seluruh pihak yang telah banyak ikut membantu hingga selesainya penulisan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.

Medan, Januari 2011 Penulis,


(6)

ANALISIS CEMARAN TIMBAL DAN KADMIUM PADA IKAN YANG HIDUP DI DAERAH PESISIR DAN LAUT DANGKAL PERAIRAN

BELAWAN SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM ABSTRAK

Perairan Belawan telah mengalami pencemaran oleh logam berat. Kandungan cemaran logam berat di daerah pesisir dan laut dangkal berbeda dengan kandungan cemaran logam berat di daerah laut dalam. Daerah pesisir dan laut dangkal memiliki kandungan cemaran logam berat yang lebih tinggi daripada laut dalam, akibatnya spesies yang hidup di daerah pesisir dan laut dangkal memiliki tingkat kontaminasi yang tinggi. Adapun cemaran logam berat yang telah mencemari perairan Belawan antara lain logam timbal (Pb) dan kadmium (Cd).

Ikan Sembilang (Paraplotosus albilabris) dan ikan Kepala Batu (Pranesus

duodecimalis) adalah ikan yang hidup di daerah pesisir dan laut dangkal. Adanya

pencemaran oleh kedua logam tersebut mengakibatkan terjadinya bioakumulasi logam pada kedua ikan ini. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar cemaran logam berat timbal (Pb) dan kadmium (Cd) di dalam ikan Sembilang dan ikan Kepala Batu.

Pemeriksaan kedua logam ini dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan menggunakan pereaksi dithizon 0,005% b/v pada pH yang berbeda, logam timbal (Pb) dianalisis pada pH 8 dan logam kadmium dianalisis pada pH 12. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 283,3 nm untuk logam timbal (Pb) dan pada panjang gelombang 228,8 nm untuk logam kadmium (Cd).

Dari hasil analisis diperoleh kadar logam timbal yang terdapat pada ikan Sembilang dan ikan Kepala Batu masing-masing adalah 0,4676 ± 0,0205 mcg/g dan 0,6331 ± 0,0283 mcg/g. Sedangkan kadar logam kadmium yang terdapat pada ikan Sembilang dan ikan Kepala Batu masing-masing adalah 0,0405 ± 0,0033 mcg/g dan 0,0608 ± 0,0043 mcg/g. Kadar logam timbal yang terdapat di dalam kedua ikan tersebut telah melewati ambang batas maksimum yang diizinkan menurut SNI 7387-2009, sedangkan kadar logam kadmium tidak melewati ambang batas maksimum yang diizinkan.

Kata kunci : ikan Sembilang, ikan Kepala Batu, timbal, kadmium, Belawan,

spektrofotometer serapan atom.


(7)

ANALYSIS OF LEAD AND CADMIUM IN FISHES THAT LIVE IN COAST AND SUPERFICIAL PART OF BELAWAN WITH ATOMIC

ABSORPTION SPECTROPHOTOMETRY ABSTRACT

Maritime Belawan have been polluted by heavy metal. The content of heavy metal pollution in coast and superficial-sea part is different from deep-sea part. The coast and superficial-sea part has higher pollutant than the deep-sea part, therefore the species that live in the coast and superficial-sea part has a high level of contaminant. Heavy metal which have polluted maritime Belawan are lead (Pb) and cadmium (Cd).

Sembilang (Paraplotosus albilabris) and Kepala Batu (Pranesus

duodecimalis) are the kind of fishes that live in coast and superficial-sea part of

Belawan. The pollution of lead and cadmium resulted in bioaccumulation to both of fish. The purpose of this research is to know the concentration of lead and cadmium in Sembilang and Kepala Batu.

The examination of these metal was done in qualitative and quantitative analysis. Qualitative analysis was done by using dithizone 0.005% w/v with the variation of pH, lead (Pb) was analysed at 8 and cadmium (Cd) was analysed at 12. Quantitative analysis was done by using atomic absorption spectroscopy with the wavelength at 283.3 nm for lead (Pb) and at 228.8 nm for cadmium (Cd).

From this analysis, the concentration of lead (Pb) in Sembilang and Kepala Batu are 0.4676 ± 0.0205 mcg/g and 0.6331 ± 0.0283 mcg/g. The concentration of Cadmium (Cd) in Sembilang and Kepala Batu are 0.0405 ± 0.0033 mcg/g and 0.0608 ± 0.0043 mcg/g. The concentration of lead (Pb) in both of these fish has passed the maximum concentration that allowed by SNI 7387-2009, and the concentration of cadmium (Cd) has not passed the maximum concentration that allowed by SNI 7387-2009.

Key words : Sembilang, Kepala Batu, lead (Pb), cadmium (Cd), Belawan, Atomic


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Uraian Sampel ... 4

2.1.1 Uraian Ikan Sembilang ... 4

2.1.2 Uraian Ikan Kepala Batu ... 5

2.2 Pencemaran Laut ... 5

2.3 Klasifikasi Laut Berdasarkan Kedalamannya ... 6

2.4 Logam ... 7

2.5 Timbal ... 7

2.5.1 Kegunaan Timbal ... 8

2.5.2 Toksisitas Timbal ... 9

2.6 Kadmium ... 10

2.6.1 Kegunaan Kadmium ... 10

2.6.2 Toksisitas Kadmium ... 11


(9)

2.8 Destruksi Basah ... 13

2.9 Spektrofotometer Serapan Atom ... 13

2.10 Validasi Metode Analisis ... 19

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 22

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 22

3.2 Bahan-bahan ... 22

3.2.1 Sampel ... 22

3.2.2 Pereaksi ... 22

3.3 Alat-alat ... 22

3.4 Pembuatan Pereaksi ... 23

3.4.1 Larutan HNO3 5 N ... 23

3.4.2 Larutan Ditizon 0,005% b/v ... 23

3.4.3 Larutan NH4OH 1 N ... 23

3.5 Prosedur Penelitian ... 23

3.5.1 Pengambilan Sampel ... 23

3.5.2 Penyiapan Bahan ... 23

3.5.3 Proses Destruksi Basah ... 24

3.5.4 Analisis Kualitatif ... 24

3.5.5 Analisis Kuantitatif ... 25

3.5.5.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi Logam Timbal .... 25

3.5.5.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi Logam Kadmium 25 3.5.5.3 Penetapan Kadar Logam dalam Sampel ... 26

3.5.5.3.1 Penetapan Kadar Logam Timbal ... 26

3.5.5.3.2 Penetapan Kadar Logam Kadmium .... 26

3.5.6 Penentuan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ... 27

3.5.7 Uji Perolehan Kembali (Recovery) ... 27

3.5.8 Analisis Data Secara Statistik ... 28

3.5.9 Simpangan Baku Relatif ... 29

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

3.1 Analisis Kualitatif ... 30

3.2 Analisis Kuantitatif ... 31


(10)

3.2.2 Analisis Kadar Logam Timbal dan Kadmium

dalam Ikan Sembilang dan Ikan Kepala Batu ... 33

3.2.3 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ... 34

3.2.4 Uji Perolehan Kembali (Recovery) ... 34

3.2.5 Simpangan Baku Relatif ... 35

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 36

4.1 Kesimpulan ... 36

4.2 Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 38


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Rentang Persen Perolehan kembali yang Diizinkan ... 20 Tabel 2. Hasil Analisis Kualitatif Logam Timbal dan Kadmium

dengan Pereaksi Dithizon 0,005% b/v ... 30 Tabel 3. Kadar Logam Timbal dan Kadmium ... 33 Tabel 4. Persen Uji Perolehan Kembali (Recovery) Timbal

dan Kadmium dalam Sampel ... 34


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Komponen Spektrofotometer Serapan Atom ... 17

Gambar 2. Kurva Kalibrasi Logam Timbal ... 32

Gambar 3. Kurva Kalibrasi Logam Kadmium ... 32

Gambar 4. Ikan Sembilang (Paraplotosus albilabris) ... 40

Gambar 5. Ikan Kepala Batu (Pranesus duodecimalis) ... 40

Gambar 6. Hasil Analisis Kualitatif ... 42


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Sampel yang Digunakan ... 40 Lampiran 2. Bagan Alir Proses Destruksi Basah ... 41 Lampiran 3. Hasil Analisis Kualitatif dengan Pereaksi

Dithizon 0,005% b/v ... 42 Lampiran 4. Data Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Standar

Timbal dan Kadmium ... 43 Lampiran 5. Perhitungan Persamaan Garis Regresi ... 44 Lampiran 6. Hasil Analisis Kadar Logam Timbal dan Kadmium dalam

Sampel ... 47 Lampiran 7. Contoh Perhitungan Kadar Logam Timbal dan Kadmium

dalam Sampel ... 48 Lampiran 8. Perhitungan Statistik Kadar Logam Timbal dalam

Sampel ... 50 Lampiran 9. Perhitungan Statistik Kadar Logam Kadmium dalam

Sampel ... 56 Lampiran 10. Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam

Pangan Berdasarkan SNI 7387-2009 ... 63 Lampiran 11. Perhitungan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Logam Timbal dan Kadmium ... 64 Lampiran 12. Hasil Uji Perolehan Kembali Logam Timbal dan

Kadmium Setelah Penambahan Masing- masing


(14)

Lampiran 13. Perhitungan Uji Perolehan Kembali Timbal dan

Kadmium dalam Sampel ... 68 Lampiran 14. Alat Spektrofotometer Serapan Atom ... 70 Lampiran 15. Tabel Distribusi t ... 71 Lampiran 16. Industri yang Beroperasi di Sekitar Sungai Deli dan

Sungai Belawan ... 72 Lampiran 17. Surat Keterangan Melakukan Analisa di Laboratorium

Pusat Penelitian Kelapa Sawit ... 74


(15)

ANALISIS CEMARAN TIMBAL DAN KADMIUM PADA IKAN YANG HIDUP DI DAERAH PESISIR DAN LAUT DANGKAL PERAIRAN

BELAWAN SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM ABSTRAK

Perairan Belawan telah mengalami pencemaran oleh logam berat. Kandungan cemaran logam berat di daerah pesisir dan laut dangkal berbeda dengan kandungan cemaran logam berat di daerah laut dalam. Daerah pesisir dan laut dangkal memiliki kandungan cemaran logam berat yang lebih tinggi daripada laut dalam, akibatnya spesies yang hidup di daerah pesisir dan laut dangkal memiliki tingkat kontaminasi yang tinggi. Adapun cemaran logam berat yang telah mencemari perairan Belawan antara lain logam timbal (Pb) dan kadmium (Cd).

Ikan Sembilang (Paraplotosus albilabris) dan ikan Kepala Batu (Pranesus

duodecimalis) adalah ikan yang hidup di daerah pesisir dan laut dangkal. Adanya

pencemaran oleh kedua logam tersebut mengakibatkan terjadinya bioakumulasi logam pada kedua ikan ini. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar cemaran logam berat timbal (Pb) dan kadmium (Cd) di dalam ikan Sembilang dan ikan Kepala Batu.

Pemeriksaan kedua logam ini dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan menggunakan pereaksi dithizon 0,005% b/v pada pH yang berbeda, logam timbal (Pb) dianalisis pada pH 8 dan logam kadmium dianalisis pada pH 12. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 283,3 nm untuk logam timbal (Pb) dan pada panjang gelombang 228,8 nm untuk logam kadmium (Cd).

Dari hasil analisis diperoleh kadar logam timbal yang terdapat pada ikan Sembilang dan ikan Kepala Batu masing-masing adalah 0,4676 ± 0,0205 mcg/g dan 0,6331 ± 0,0283 mcg/g. Sedangkan kadar logam kadmium yang terdapat pada ikan Sembilang dan ikan Kepala Batu masing-masing adalah 0,0405 ± 0,0033 mcg/g dan 0,0608 ± 0,0043 mcg/g. Kadar logam timbal yang terdapat di dalam kedua ikan tersebut telah melewati ambang batas maksimum yang diizinkan menurut SNI 7387-2009, sedangkan kadar logam kadmium tidak melewati ambang batas maksimum yang diizinkan.

Kata kunci : ikan Sembilang, ikan Kepala Batu, timbal, kadmium, Belawan,

spektrofotometer serapan atom.


(16)

ANALYSIS OF LEAD AND CADMIUM IN FISHES THAT LIVE IN COAST AND SUPERFICIAL PART OF BELAWAN WITH ATOMIC

ABSORPTION SPECTROPHOTOMETRY ABSTRACT

Maritime Belawan have been polluted by heavy metal. The content of heavy metal pollution in coast and superficial-sea part is different from deep-sea part. The coast and superficial-sea part has higher pollutant than the deep-sea part, therefore the species that live in the coast and superficial-sea part has a high level of contaminant. Heavy metal which have polluted maritime Belawan are lead (Pb) and cadmium (Cd).

Sembilang (Paraplotosus albilabris) and Kepala Batu (Pranesus

duodecimalis) are the kind of fishes that live in coast and superficial-sea part of

Belawan. The pollution of lead and cadmium resulted in bioaccumulation to both of fish. The purpose of this research is to know the concentration of lead and cadmium in Sembilang and Kepala Batu.

The examination of these metal was done in qualitative and quantitative analysis. Qualitative analysis was done by using dithizone 0.005% w/v with the variation of pH, lead (Pb) was analysed at 8 and cadmium (Cd) was analysed at 12. Quantitative analysis was done by using atomic absorption spectroscopy with the wavelength at 283.3 nm for lead (Pb) and at 228.8 nm for cadmium (Cd).

From this analysis, the concentration of lead (Pb) in Sembilang and Kepala Batu are 0.4676 ± 0.0205 mcg/g and 0.6331 ± 0.0283 mcg/g. The concentration of Cadmium (Cd) in Sembilang and Kepala Batu are 0.0405 ± 0.0033 mcg/g and 0.0608 ± 0.0043 mcg/g. The concentration of lead (Pb) in both of these fish has passed the maximum concentration that allowed by SNI 7387-2009, and the concentration of cadmium (Cd) has not passed the maximum concentration that allowed by SNI 7387-2009.

Key words : Sembilang, Kepala Batu, lead (Pb), cadmium (Cd), Belawan, Atomic


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Perindustrian telah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Kemajuan yang sangat pesat tersebut ternyata selain memberikan efek menguntungkan juga memberikan efek yang buruk bagi manusia. Kontrol yang hampir tidak pernah dilakukan terhadap buangan atau limbah industri telah mengakibatkan terjadinya pencemaran yang sangat luas di seluruh dunia (Palar, 2004).

Salah satu bentuk pencemaran akibat buangan industri adalah pencemaran pada air laut yang ditimbulkan oleh limbah industri yang mengandung logam berat. Adanya pencemaran pada air laut dapat menyebabkan biota laut yang hidup di dalamnya ikut tercemar. Biota laut yang telah tercemar tentu akan mengancam kesehatan manusia yang mengkonsumsinya. Sebagai contoh adalah terjadinya keracunan merkuri (Hg) akibat mengkonsumsi biota yang hidup di perairan teluk Jakarta, serta keracunan yang diakibatkan oleh kadmium (Cd) yang dialami oleh masyarakat yang tinggal disekitar sungai Jintsu, Jepang (Darmono, 1995).

Laut Belawan yang merupakan tempat bermuaranya sungai Deli menyebabkan perairan ini mengandung cemaran yang cukup tinggi. Hal ini dikarenakan selain memperoleh cemaran yang berasal dari pabrik-pabrik yang terdapat disekitar Belawan dan Kawasan Industri Medan (KIM) serta bahan pencemar yang berasal dari tumpahan minyak dari kapal, perairan Belawan juga memperoleh bahan pencemar dari limbah rumah tangga dan limbah pabrik yang ada di kota Medan yang dibawa oleh aliran sungai tersebut. Salah satu bahan


(18)

pencemar yang terkandung di dalam perairan Belawan adalah logam berat. Hal ini terbukti dari hasil penelitian sebelumnya terhadap ikan tongkol yang berasal dari laut Belawan menunjukkan bahwa ikan tersebut mengandung timbal dan kadmium (Permata, 2009).

Adapun industri yang terdapat di sekitar perairan laut Belawan yang menghasilkan limbah timbal dan kadmium antara lain PT. Ever Bright (baterai kering), PT. Invilon Sagita (pipa PVC) dan PT. Kelambir Jaya (Kertas) (PT. Pelindo I, 2004).

Kandungan logam di daerah laut dangkal berbeda dengan kandungan logam di daerah laut dalam. Daerah laut dangkal biasanya memiliki kandungan logam yang lebih tinggi daripada daerah laut dalam. Hal ini disebabkan karena laut dalam dapat melarutkan dan menyebarkan bahan-bahan pencemar sehingga konsentrasinya menjadi menurun atau terjadi pengenceran (Darmono, 2001).

Beradasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti kandungan timbal dan kadmium pada ikan yang hidup di daerah laut dangkal perairan belawan. Ikan yang hidup di daerah tersebut ada yang bersisik dan ada pula yang tidak bersisik. Ikan bersisik yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah ikan Kepala Batu. Pemilihan ini didasarkan atas cukup banyaknya ikan ini yang dijadikan ikan asin. Sedangkan untuk ikan tidak bersisik yang dijadikan sampel adalah ikan Sembilang, karena ikan ini cukup disukai masyarakat. Kadar timbal dan kadmium ditentukan dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom, karena alat ini mampu mengukur kadar logam berat dalam jumlah kecil dan spesifik untuk setiap unsur tanpa diperlukan pemisahan.


(19)

1.2Perumusan Masalah

1. Apakah ikan yang hidup di daerah laut dangkal perairan Belawan mengandung cemaran timbal dan kadmium?

2. Berapa kadar cemaran timbal dan kadmium pada ikan yang hidup di daerah laut dangkal perairan Belawan?

1.3Hipotesis

1. Ikan yang hidup di daerah laut dangkal perairan Belawan mengandung cemaran timbal dan kadmium.

2. Kadar cemaran timbal dan kadmium pada ikan yang hidup di daerah laut dangkal perairan Belawan tinggi dan telah melewati batas ambang yang diizinkan.

1.4Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui apakah ikan Sembilang dan ikan Kepala Batu yang merupakan jenis ikan yang hidup di daerah laut dangkal perairan Belawan mengandung cemaran timbal dan kadmium.

2. Untuk mengetahui kadar cemaran timbal dan kadmium pada ikan Sembilang dan ikan Kepala Batu yang merupakan jenis ikan yang hidup di daerah laut dangkal perairan Belawan.

1.5Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk mengetahui apakah ikan yang hidup di daerah laut dangkal perairan Belawan aman untuk dikonsumsi.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Sampel

2.1.1 Uraian Ikan Sembilang

Taksonomi ikan Sembilang: Kingdom : Animalia

Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Siluriformes Famili : Plotosidae Genus : Paraplotosus

Spesies : Paraplotosus albilabris

(Nelson, 2006) Ikan Sembilang atau Eel tailed catfish adalah jenis ikan laut yang bentuk tubuhnya menyerupai ikan Lele. Hidupnya pada kedalaman 0-10 meter. Sering dijumpai di daerah pesisir pantai atau laut dangkal. Bentuk badannya panjang tanpa sisik, sirip punggung pertama berduri tajam dekat dengan kepala, sirip punggung kedua bersambung dengan sirip ekor dan sirip dubur. Ikan ini dapat mencapai panjang 134 cm. Ikan Sembilang merupakan ikan predator, yang memangsa ikan-ikan kecil, selain itu ikan ini juga memakan hewan-hewan yang hidup di dasar laut yaitu hewan-hewan kelompok gastropoda, moluska dan krustasea. Ikan dewasa dapat hidup sendiri atau dalam kelompok kecil (Utomo, et al., 2007).


(21)

2.1.2 Uraian Ikan Kepala Batu

Taksonomi ikan Kepala Batu: Kingdom : Animalia

Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Atheriniformes Famili : Atherinidae Genus : Pranesus

Spesies : Pranesus duodecimalis

(Valenciennes, 1835)

Ikan Kepala Batu atau yang biasa disebut ikan Gulamah merupakan ikan yang habitatnya di perairan pantai hingga ke laut dangkal dan sungai. Ikan ini memiliki bentuk tubuh memanjang dan seluruh bagian tubuhnya tertutup sisik kecuali ujung kepala. Sirip punggung tidak terputus, dengan lekukan yang dalam antara bagian sirip yang berjari-jari keras dengan bagian sirip yang berjari-jari lemah. Ikan ini menjadikan ikan-ikan kecil dan udang sebagai makanannya (Kottelat, et al., 1993).

2.2Pencemaran Laut

Kehidupan manusia di bumi sangat bergantung pada lautan. Manusia harus menjaga kebersihan dan kelangsungan kehidupan organisme yang hidup di dalamnya. Dengan demikian laut seakan-akan merupakan sabuk pengaman kehidupan manusia di muka bumi ini. Di lain pihak, lautan merupakan tempat pembuangan benda-benda asing dan pengendapan barang sisa yang diproduksi oleh manusia. Lautan juga menerima bahan-bahan yang terbawa oleh air dari


(22)

daerah pertanian dan limbah rumah tangga, dari atmosfer, sampah dan bahan buangan dari kapal, tumpahan minyak dari kapal tanker, pengeboran minyak lepas pantai, dan masih banyak lagi bahan yang terbuang ke lautan (Darmono, 2001).

Lautan dapat melarutkan dan menyebarkan bahan-bahan tersebut sehingga konsentrasinya menjadi menurun, terutama di daerah laut dalam. Kehidupan laut dalam juga terbukti lebih sedikit terpengaruh daripada laut dangkal. Daerah pantai, terutama daerah muara sungai, sering mengalami pencemaran berat, yang disebabkan karena proses pencemaran yang berjalan terus-menerus secara perlahan sehingga terjadi akumulasi (Darmono, 2001).

2.3 Klasifikasi Laut Berdasarkan Kedalamannya

Berdasarkan kedalamannya, laut dibagi menjadi 4 zona, yaitu: zona lithoral, zona neritis, zona bathial, dan zona abisal.

a. Zona Lithoral

Zona Lithoral adalah wilayah pantai atau pesisir atau shore. Pada saat air laut pasang wilayah ini tergenang air dan pada saat air laut surut wilayah ini berubah menjadi daratan. Oleh karena itu wilayah ini sering juga disebut wilayah pasang-surut.

b. Zona Neritis

Zona Neritis (wilayah laut dangkal) yaitu dari batas wilayah pasang surut hingga kedalaman 50 m. Pada zona ini masih dapat ditembus oleh sinar matahari sehingga pada wilayah ini paling banyak terdapat berbagai jenis kehidupan baik hewan maupun tumbuh-tumbuhan.


(23)

c. Zona Bathial

Zona Bathial (wilayah laut dalam) adalah wilayah laut yang memiliki kedalaman antara 50 m hingga 1800 m. Wilayah ini tidak dapat tertembus sinar matahari, oleh karena itu kehidupan organismenya tidak sebanyak yang terdapat di wilayah Neritis.

d. Zona Abisal

Zone Abisal (wilayah laut sangat dalam) yaitu wilayah laut yang memiliki kedalaman di atas 1800 m. Di wilayah ini suhunya sangat dingin dan tidak ada tumbuh-tumbuhan. Jenis hewan yang dapat hidup di wilayah ini sangat terbatas.

2.4 Logam

Logam dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu logam esensial dan logam nonesensial. Logam esensial adalah logam yang diperlukan untuk membantu reaksi-reaksi biokimia yang terjadi di dalam tubuh makhluk hidup seperti membantu kerja enzim atau pembentukan sel darah merah. Sebaliknya logam nonesensial adalah logam yang keberadaannya dalam tubuh makhluk hidup dapat menimbulkan pengaruh-pengaruh negatif dan apabila kandungannya tinggi akan dapat merusak organ-organ tubuh makhluk hidup yang bersangkutan. Logam yang dapat menyebabkan keracunan adalah jenis logam berat. Logam ini termasuk logam yang esensial seperti Cu, Zn, Ni dan yang nonesensial seperti Hg, Pb, Cd, dan As (Palar, 2008).

Timbal

Timbal (Pb) merupakan salah satu jenis logam berat. Timbal memiliki titik lebur yang rendah, mudah dibentuk, memiliki sifat kimia yang aktif sehingga bisa


(24)

digunakan untuk melapisi logam agar tidak timbul perkaratan. Timbal adalah logam yang lunak bewarna abu-abu kebiruan mengkilat. Logam ini mempunyai nomor atom 82 dengan bobot atau berat atom 207,20. Timbal meleleh pada suhu 328o C, titik didih 1740o C dan memiliki masa jenis 11,34 g/cm3 (Widowati, 2008).

2.5.1 Kegunaan Timbal

Timbal merupakan salah satu logam yang populer dan banyak dikenal oleh orang awam. Hal ini dikarenakan timbal banyak digunakan di pabrik-pabrik baik dalam bentuk murni maupun dalam bentuk campurannya dengan logam lain (Darmono, 1995).

Penggunaan dalam jumlah yang paling besar adalah untuk bahan produksi baterai dan aki. Timbal oksida (PbO4) dan logam timbal dalam industri baterai

digunakan sebagai bahan yang aktif dalam pengaliran arus elektron. Alloy Pb yang mengandung 1% stibium (Sb) banyak digunakan sebagai kabel telepon. Alloy Pb dengan 0,15% As, 0,1% Sn, dan 0,1% Bi banyak digunakan untuk kabel listrik (Palar, 2004).

Logam Pb juga digunakan dalam industri percetakan (tinta) dalam bentuk senyawa PbS. Pb murni biasanya digunakan untuk melapisi logam lain dan pipa sehingga bahan yang dilapisi tersebut tidak mudah berkarat atau rusak karena bahan-bahan kimia yang bersifat korosif. Lebih dari 200.000 ton Pb digunakan dalam industri kimia yang berbentuk (CH3)4-Pb (tetrametil-Pb) dan (C2H5)4-Pb

(tetraetil-Pb), yang biasanya dicampur dengan bahan bakar kendaraan untuk melindungi mesin agar lebih awet (Palar, 2004).


(25)

Senyawa Pb juga digunakan untuk pembuatan cat, seperti PbCrO4 yang

menghasilkan cat berwarna kuning kemerahan, Pb(OH)2.2PbCO3 untuk

menghasilkan cat berwarna putih, sedangkan senyawa Pb3O4 digunakan untuk

mendapatkan warna merah (Palar, 2004).

Senyawa silikat timbal (Pb-silikat) digunakan secara luas sebagai salah satu bahan pengkilap keramik dan sekaligus berperan sebagai bahan tahan api, sedangkan persenyawaan yang terbentuk antara Pb dengan arsenat dapat digunakan sebagai insektisida (Palar, 2004).

2.5.2 Toksisitas Timbal

Keracunan yang ditimbulkan oleh persenyawaan logam Pb dapat terjadi karena masuknya persenyawaan logam tersebut ke dalam tubuh. Proses masuknya Pb ke dalam tubuh dapat melalui beberapa jalur, yaitu melalui makanan dan minuman, udara dan perembesan atau penetrasi melalui selaput atau lapisan kulit (Palar, 2004).

Meskipun jumlah Pb yang diserap oleh tubuh hanya sedikit, logam ini ternyata menjadi sangat berbahaya. Hal itu disebabkan karena timbal (Pb) adalah logam toksik yang bersifat kumulatif dan bentuk senyawanya dapat memberikan efek racun terhadap banyak fungsi organ yang terdapat dalam tubuh (Suharto, 2005).

Gejala yang khas dari keracunan Pb yaitu:

1. Anemia: Pb dapat menghambat pembentukan hemoglobin (Hb) sehingga

menyebabkan anemia. Selain itu, lebih dari 95% Pb yang terbawa dalam aliran darah dapat berikatan dengan eritrosit yang menyebabkan mudah pecahnya eritrosit tersebut.


(26)

2. Ensefalopati: Pb menyebabkan kerusakan sel endotel dan kapiler darah otak

sehingga dapat menimbulkan sakit kepala, mudah lupa, dan lain-lain.

3. Aminociduria: terjadinya kelebihan asam amino dalam urin disebabkan ikut

sertanya senyawa Pb yang terlarut dalam darah ke sistem urinaria (ginjal) sehingga mengakibatkan terjadinya kerusakan pada saluran ginjal.

4. Gastroenteritis: keadaan ini disebabkan reaksi rangsangan garam Pb pada

mukosa saluran pencernaan, sehingga menyebabkan pembengkakan, gerak kontraksi rumen dan usus terhenti, peristaltik menurun sehingga terjadi konstipasi dan kadang-kadang diare (Darmono, 1995).

2.6 Kadmium

Kadmium adalah logam berwarna putih perak, lunak, mengkilap, tidak larut dalam basa, mudah bereaksi, serta menghasilkan kadmium oksida bila dipanaskan. Kadmium (Cd) umumnya terdapat dalam kombinasi dengan klor (Cd klorida) atau belerang (Cd Sulfit). Kadmium bisa membentuk Cd2+ yang bersifat tidak stabil. Cd memiliki nomor atom 40, berat atom 112,4, titik leleh 321oC, titik didih 767oC dan memiliki masa jenis 8,65 g/cm3 (Widowati, 2008).

2.6.1 Kegunaan Kadmium

Seperti halnya Pb, logam ini banyak digunakan sebagai bahan pigmen untuk industri percetakan maupun industri cat, biasanya yang paling sering digunakan dalam industri cat yaitu dalam bentuk sulfida yang memberi warna kuning. Kadmium juga digunakan dalam pembuatan baterai atau aki karena memiliki potensial voltase yang stabil. Selain itu logam ini juga digunakan sebagai bahan untuk melapisi logam lain dan pipa karena sifatnya yang tahan terhadap korosi serta digunakan dalam pembuatan pupuk TSP (Darmono, 1995).


(27)

2.6.2 Toksisitas Kadmium

Penelitian menunjukkan bahwa logam Cd merupakan logam yang tingkat toksisitasnya tertinggi kedua setelah logam Hg. Adapun efek yang dapat timbul akibat keracunan logam ini yaitu:

1. Efek terhadap tulang

Serangan yang paling hebat dari keracunan yang disebabkan oleh logam Cd adalah kerapuhan pada tulang. Penyakit ini dinamakan “itai-itai” (itai-itai disease) yang berarti “aduh-aduh”. Penyakit ini mendatangkan rasa sakit pada persendian tulang belakang dan tulang kaki.

2. Efek terhadap ginjal

Logam Cd dapat menimbulkan gangguan dan bahkan mampu menimbulkan kerusakan pada sistem yang bekerja di ginjal. Kerusakan yang terjadi pada sistem ginjal dapat dideteksi dari tingkat atau jumlah kandungan protein yang terdapat di dalam urine. Penyakit ini disebut proteinuria. Proteinuria ditemukan pada orang-orang yang telah terpapar Cd dalam selang waktu yang lama, yaitu dalam jangka waktu 20-30 tahun.

3. Efek Cd terhadap paru-paru

Keracunan yang disebabkan oleh terhirupnya debu yang mengandung Cd dapat mengakibatkan kerusakan terhadap paru-paru. Terhirupnya Cd dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya pembengkakan paru-paru

(pulmonary emphysema). Peristiwa pembengkakan paru-paru ini disebabkan oleh


(28)

4. Efek terhadap sistem reproduksi

Daya racun yang dimiliki oleh Kadmium juga mempengaruhi sistem reproduksi dan organ-organnya. Pada konsentrasi tertentu Cd dapat mematikan sel-sel sperma pada laki-laki. Hal inilah yang menjadi dasar bahwa akibat terpapar oleh logam Cd dapat mengakibatkan impotensi (Palar, 2004).

2.7Toksisitas Logam pada Ikan

Ikan merupakan jenis organisme air yang dapat bergerak dengan cepat di dalam air. Ada jenis ikan yang hidup di perairan yang dangkal dan ada pula yang hidup di perairan dalam. Karena dapat berenang dengan cepat, ikan memiliki kemampuan untuk menghindarkan diri dari pengaruh polusi. Tetapi, pada ikan yang hidup dalam habitat yang terbatas, ikan-ikan ini akan sulit melarikan diri dari pengaruh polusi tersebut. Hal ini sering terjadi pada ikan-ikan yang hidup di perairan dangkal (Darmono, 2001).

Logam berat masuk ke dalam jaringan tubuh ikan melalui beberapa jalan, yaitu saluran pencernaan, saluran pernapasan dan penetrasi melalui kulit. Absorpsi logam melalui saluran pernapasan biasanya cukup besar, sedangkan logam yang masuk melalui kulit jumlah dan absorpsinya relatif kecil (Darmono, 2001).

Logam berat tersebut di dalam air kebanyakan dalam bentuk ion. Logam ini kemudian berikatan dengan protein yang terdapat pada tubuh ikan membentuk suatu persenyawaan yang disebut metalotionein yang bersifat permanen.

Metalotionein ini terbentuk secara perlahan-lahan dan sedikit demi sedikit

sehingga terjadi bioakumulatif. Jika jumlahnya sudah melebihi batas yang dapat ditoleransi, maka akan timbul suatu keadaan toksik sebagai manifestasi dari keracunan logam berat tersebut (Darmono, 1995).


(29)

2.8 Destruksi Basah

Suatu sampel dapat diukur kandungan logamnya apabila logam-logam dalam sampel tersebut telah dibebaskan dari bahan organiknya. Pembebasan logam dari bahan organik dilakukan dengan destruksi (Greenberg, 1992).

Destruksi basah merupakan suatu proses pemanasan sampel organik dengan menambahkan pengoksidasi kuat seperti asam-asam mineral atau bahan pengoksidasi lainnya, baik tunggal maupun campuran. Penambahan bahan-bahan tersebut disertai dengan pemanasan yang cukup dalam beberapa menit dapat mengoksidasi sampel secara sempurna sehingga menghasilkan ion logam dalam larutan asam dalam bentuk senyawa anorganik untuk dianalisis selanjutnya (Anderson, 1987).

Destruksi basah biasanya menggunakan HNO3, H2SO4, HClO4, H2O2 atau

campuran dari bahan-bahan tersebut (Haswell, 1991).

Menurut Brix (1983) proses destruksi basah terhadap logam yang terikat di dalam jaringan tubuh makhluk hidup dapat dilakukan menggunakan campuran HNO3 dan H2O2 dengan perbandingan 10:3. Selanjutnya hasil destruksi ini dapat

dianalisa secara kuantitatif dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom.

2.9Spektrofotometer Serapan Atom

Spektrofotometri serapan atom adalah suatu metode yang digunakan untuk mendeteksi atom-atom logam dalam fase gas. Metode ini seringkali mengandalkan nyala untuk mengubah logam dalam larutan sampel menjadi atom-atom logam berbentuk gas yang digunakan untuk analisis kuantitatif dari logam dalam sampel (Bender, 1987).


(30)

Peristiwa serapan atom pertama kali diamati oleh Fraunhofer ketika mengamati garis-garis hitam pada spektrum matahari, sedangkan yang memanfaatkan prinsip serapan atom pada bidang analisis adalah seorang berkebangsaan Australia bernama Alan Wals di tahun 1955. Sebelumnya ahli kimia banyak tergantung pada cara-cara spektrofotometrik atau metode analisis spektrografik. Cara ini sulit dan memakan waktu, sehingga digantikan dengan spektroskopi serapan atom atau atomic absorption spectroscopy (Harris, 1982).

Spektrofotometri serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsur-unsur logam dalam jumlah sekelumit (trace) dan sangat sekelumit (ultratrace). Cara analisis ini memberikan kadar total unsur logam dalam suatu sampel dan tidak tergantung pada bentuk molekul logam dalam sampel tersebut. Cara ini cocok untuk analisis sekelumit logam karena mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm), pelaksanaanya relatif sederhana, dan interferensinya sedikit. Spektrofotometri serapan atom didasarkan pada penyerapan energi sinar oleh atom-atom netral dalam bentuk gas (Rohman, 2007).

Proses yang terjadi ketika dilakukan analisis dengan menggunakan spektrofotometri atom dengan cara absorbsi yaitu penyerapan energi radiasi oleh atom-atom yang berada pada tingkat dasar. Atom-atom tersebut menyerap radiasi pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat atom tersebut. Sebagai contoh plumbum menyerap radiasi pada panjang gelombang 283,3 nm, kadmium pada 228,8 nm, natrium pada 589 nm, sementara kalium menyerap pada panjang gelombang 766,5 nm. Dengan menyerap energi, maka atom akan memperoleh energi sehingga suatu atom pada keadaan dasar dapat ditingkatkan menjadi ke tingkat eksitasi (Rohman, 2007).


(31)

Secara eksperimental akan diperoleh puncak-puncak serapan sinar oleh atom-atom yang dianalisis. Garis-garis spektrum serapan atom yang timbul karena serapan sinar yang menyebabkan eksitasi atom dari keadaan azas ke salah satu tingkat energi yang lebih tinggi disebut garis-garis resonansi (Resonance line). Garis-garis resonansi ini akan dibaca dalam bentuk angka oleh Readout (Rohman, 2007).

Adapun instrumentasi spektrofotometer serapan atom adalah sebagai berikut:

a. Sumber Sinar

Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga (hollow cathoda lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda dan anoda. Katoda berbentuk silinder berongga yang terbuat dari logam atau dilapisi dengan logam tertentu. Tabung logam ini diisi dengan gas mulia (neon atau argon). Bila antara anoda dan katoda diberi selisih tegangan yang tinggi (600 volt), maka katoda akan memacarkan beras-berkas elektron yang bergerak menuju anoda yang mana kecepatan dan energinya sangat tinggi. Elektron-elektron dengan energi tinggi ini dalam perjalanannya menuju anoda akan bertabrakan dengan gas-gas mulia yang diisikan tadi. Akibat dari tabrakan-tabrakan ini membuat unsur-unsur gas mulia akan kehilangan elektron dan menjadi bermuatan positif. Ion-ion gas mulia yang bermuatan positif ini selanjutnya akan bergerak ke katoda dengan kecepatan dan energi yang tinggi pula. Pada katoda terdapat unsur-unsur yang sesuai dengan unsur yang dianalisis. Unsur-unsur ini akan ditabrak oleh ion-ion positif gas mulia. Akibat tabrakan ini, unsur-unsur akan terlempar ke luar dari permukaan katoda. Atom-atom unsur dari


(32)

katoda ini mungkin akan mengalami eksitasi ke tingkat energi-energi elektron yang lebih tinggi dan akan memancarkan spektrum pencaran dari unsur yang sama dengan unsur yang akan dianalisis (Rohman, 2007).

b. Tempat sampel

Dalam analisis dengan spektrofotometer serapan atom, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan azas. Ada berbagai macam alat yang digunakan untuk mengubah sampel menjadi uap atom-atomnya, yaitu:

1. Dengan nyala (Flame)

Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa cairan menjadi bentuk uap atomnya dan untuk proses atomisasi. Suhu yang dapat dicapai oleh nyala tergantung pada gas yang digunakan, misalnya untuk gas asetilen-udara suhunya sebesar 2200ºC. Sumber nyala asetilen-udara ini merupakan sumber nyala yang paling banyak digunakan. Pada sumber nyala ini asetilen sebagai bahan pembakar, sedangkan udara sebagai bahan pengoksidasi (Rohman, 2007). 2. Tanpa nyala (Flameless)

Pengatoman dilakukan dalam tungku dari grafit. Sejumlah sampel diambil

sedikit (hanya beberapa μL), lalu diletakkan dalam tabung grafit, kemudian

tabung tersebut dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara melewatkan arus listrik pada grafit. Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan dianalisis berubah menjadi atom-atom netral dan pada fraksi atom ini dilewatkan suatu sinar yang berasal dari lampu katoda berongga sehingga terjadilah proses penyerapan energi sinar yang memenuhi kaidah analisis kuantitatif (Rohman, 2007).


(33)

c. Monokromator

Monokromator merupakan alat untuk memisahkan dan memilih spektrum sesuai dengan panjang gelombang yang digunakan dalam analisis dari sekian banyak spektrum yang dihasilkan lampu katoda berongga (Rohman, 2007).

d. Detektor

Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat pengatoman (Rohman, 2007).

e. Amplifier

Amplifier merupakan suatu alat untuk memperkuat signal yang diterima

dari detektor sehingga dapat dibaca alat pencatat hasil (Readout) (Rohman, 2007). e. Readout

Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai pencatat hasil. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi (Rohman, 2007).

Gambar 1. Komponen Spektrofotometer Serapan Atom

Gangguan-gangguan dapat terjadi pada saat dilakukan analisis dengan alat spektrofotometer serapan atom, gangguan itu antara lain adalah:


(34)

a. Gangguan oleh penyerapan non-atomik.

Gangguan jenis ini berarti terjadinya penyerapan cahaya dari sumber sinar yang bukan berasal dari atom-atom yang akan dianalisis. Penyerapan non-atomik dapat disebabkan adanya penyerapan cahaya oleh partikel-partikel pengganggu yang berada di dalam nyala. Cara mengatasi penyerapan non-atomik ini adalah bekerja pada panjang gelombang yang lebih besar (Rohman,2007).

b. Gangguan spektrum.

Gangguan spektrum dalam spektrofotometer serapan atom timbul akibat terjadinya tumpang tindih antara frekuensi-frekuensi garis resonansi unsur yang dianalisis dengan garis-garis yang dipancarkan oleh unsur lain. Hal ini disebabkan karena rendahnya resolusi monokromator (Mulja, 1995).

c. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah atau banyaknya atom di dalam nyala.

Pembentukkan atom-atom netral dalam keadaan azas di dalam nyala sering terganggu oleh dua peristiwa kimia, yaitu:

• Disosiasi senyawa-senyawa yang tidak sempurna disebabkan terbentuknya senyawa refraktorik (sukar diuraikan dalam api), sehingga akan mengurangi jumlah atom netral yang ada di dalam nyala.

• Ionisasi atom-atom di dalam nyala akibat suhu yang digunakan terlalu tinggi. Prinsip analisis dengan spektrofotometer serapan atom adalah mengukur absorbansi atom-atom netral yang berada dalam keadaan azas. Jika terbentuk ion maka akan mengganggu pengukuran absorbansi atom netral karena spektrum absorbansi atom-atom yang mengalami ionisasi tidak sama dengan spektrum atom dalam keadaan netral.


(35)

2.10 Validasi Metode Analisis

Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis adalah sebagai berikut:

a. Kecermatan

Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan ditentukan dengan dua cara, yaitu:

• Metode simulasi

Metode simulasi (Spiked-placebo recovery) merupakan metode yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit bahan murni ke dalam suatu bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo), lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya).

• Metode penambahan baku

Metode penambahan baku (standard addition method) merupakan metode yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode yang akan divalidasi. Hasilnya dibandingkan dengan sampel yang dianalisis tanpa penambahan sejumlah analit. Persen perolehan kembali ditentukan dengan


(36)

menentukan berapa persen analit yang ditambahkan ke dalam sampel dapat ditemukan kembali (Harmita, 2004).

Rentang persen perolehan kembali yang diizinkan pada setiap konsentrasi analit pada matriks dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Rentang persen perolehan kembali yang diizinkan.

Jumlah analit pada sampel Persen perolehan kembali yang diizinkan (%) 1 ppm

100 ppb 10 ppb

1 ppb

80-110 80-110 60-115 40-120

(Harmita, 2004)

b. Keseksamaan (presisi)

Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara berulang untuk sampel yang homogen. Nilai simpangan baku relatif yang memenuhi persyaratan menunjukkan adanya keseksamaan metode yang dilakukan (Harmita, 2004).

Dari penelitian yang telah dilakukan, ditemukan bahwa simpangan baku relatif atau RSD meningkat seiring dengan menurunnya kadar analit yang dianalisis. Nilai simpangan baku relatif untuk analit dengan kadar kurang dari 1 ppm yang diizinkan yaitu tidak lebih dari 32% (Garfield, 1991).


(37)

c. Selektivitas (Spesifisitas)

Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur zat tertentu secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang ada di dalam sampel (Harmita, 2004).

d. Linearitas dan rentang

Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon baik secara langsung maupun dengan bantuan transformasi matematika, menghasilkan suatu hubungan yang proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang merupakan batas terendah dan batas tertinggi analit yang dapat ditetapkan secara cermat, seksama dan dalam linearitas yang dapat diterima (Harmita, 2004).

e. Batas deteksi dan batas kuantitasi

Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan, sedangkan batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama.


(38)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif Fakultas Farmasi USU dan di Laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan pada bulan Juni 2010 – Agustus 2010.

3.2 Bahan-Bahan 3.2.1 Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan Sembilang (Paraplotosus albilabris) dan ikan Kepala Batu (Pranesus duodecimalis) yang berasal dari daerah laut dangkal perairan Belawan (Gambar dapat dilihat pada

Lampiran 1 Halaman 23). 3.2.2 Pereaksi

Bahan yang digunakan adalah pro analisis keluaran E. Merck kecuali disebutkan lain yaitu asam nitrat, Hidrogen peroksida30%, amonium hidroksida, dithizon, kloroform, kalium sianida, larutan standar timbal 1000 mcg/ml, larutan standar kadmium 1000 mcg/ml, Akuabides (IKA).

3.3 Alat-Alat

Spektrofotometer Serapan Atom (GBC Avanta ∑) lengkap dengan lampu katoda Pb dan Cd, neraca analitik (AND GF-200), blender, hot plate, pH indikator universal (E.Merck), kertas saring Whatman no.42 dan alat-alat gelas (Pyrex).


(39)

3.4 Pembuatan Pereaksi 3.4.1. Larutan HNO3 5 N

Larutan HNO3 5 N dibuat dengan mengencerkan 340 ml HNO3 65% b/b

dengan air suling hingga 1000 ml (Ditjen POM, 1995).

3.4.2. Larutan Dithizon 0,005% b/v

Larutkan 5 mg difeniltiokarbazon (dithizon) dalam 100 ml kloroform (Vogel, 1985).

3.4.3. Larutan NH4OH 1N

Larutan NH4OH 1 N dibuat dengan cara mengencerkan 7,4 ml

ammonium hidroksida 25% dalam 100 ml akuades (Ditjen POM, 1995).

3.5 Prosedur Penelitian 3.5.1 Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara langsung dari nelayan. Sampel diambil secara sampling purposif yang dikenal juga sebagai sampling pertimbangan dimana pengambilan sampel dilakukan berdasarkan pertimbangan bahwa semua ikan Sembilang dan ikan Kepala Batu di daerah laut dangkal perairan Belawan adalah homogen tercemar logam berat timbal dan kadmium (Sudjana, 2005).

3.5.2 Penyiapan Bahan

Ikan Sembilang dan ikan Kepala Batu ditimbang sebanyak ± 500 gram, dicuci bersih (khusus untuk ikan kepala batu dibuang sisiknya) lalu diambil dagingnya dan tiriskan selama 15 menit. Kemudian masing-masing ikan tersebut dihaluskan dengan menggunakan blender.


(40)

3.5.3Proses Destruksi Basah

Daging ikan yang telah dihaluskan ditimbang seksama masing-masing 50 gram, dimasukkan ke dalam erlenmeyer, kemudian ditambahkan 20 ml HNO3

pekat dan 6 ml H2O2. Lalu didiamkan selama 24 jam dengan tujuan agar dapat

mempercepat proses destruksi yang akan dilakukan. Setelah itu didestruksi pada suhu 100°C dengan menggunakan hot plate selama 30 menit hingga sampel berwarna kuning muda jernih. Pindahkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan ditepatkan sampai garis tanda dengan akuabides. Kemudian disaring dengan kertas saring whatman no.42 dengan membuang 5 ml larutan pertama hasil penyaringan. Larutan hasil dekstruksi ini digunakan untuk uji kualitatif dan uji kuantitatif (Brix, 1983). Bagan alir proses destruksi basah dapat dilihat pada

Lampiran 2 Halaman 24. 3.5.4 Analisis Kualitatif

Analisis kualitatif dilakukan terhadap larutan hasil destruksi. Adapun prosedur uji kualitatif adalah sebagai berikut:

1. Analisis Kualitatif Logam Timbal

Ke dalam tabung reaksi dimasukkan 2 ml larutan sampel, diatur pH-nya netral atau sedikit basa (pH = 8) dengan penambahan ammonium hidroksida 1 N, ditambahkan kristal kalium sianida, ditambahkan 2 ml ditizon 0,005%, dikocok kuat, dibiarkan lapisan memisah. Terbentuk warna merah tua pada lapisan kloroform berarti sampel mengandung timbal (Vogel, 1985).

2. Analisis Kualitatif Logam Kadmium

Ke dalam tabung reaksi dimasukkan 2 ml larutan sampel, diatur pH = 12 dengan penambahan ammonium hidroksida 1 N, ditambahkan 2 ml ditizon


(41)

0,005% dikocok kuat, dibiarkan larutan memisah. Terbentuk warna merah muda pada lapisan kloroform berarti sampel mengandung kadmium (Fries, 1977).

3.5.5 Analisis Kuantitatif

3.5.5.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi Logam Timbal

Larutan baku timbal (1000 mcg/ml) dipipet sebanyak 10 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml, kemudian ditambahkan 10 ml larutan HNO3 5 N

dan ditepatkan hingga garis tanda dengan akuabides (konsentrasi 100 mcg/ml). Larutan baku timbal (100 mcg/ml) dipipet sebanyak 10 ml, dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml, kemudian ditambahkan 10 ml larutan HNO3 5 N,

ditepatkan sampai garis tanda dengan akuabides (konsentrasi 10 mcg/ml).

Larutan kerja logam timbal dibuat dengan memipet 0; 2; 4; 6; 8 dan 10 ml larutan baku 10 mcg/ml, masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml, ditambahkan 10 ml larutan HNO3 5 N dan ditepatkan hingga garis tanda

dengan akuabides (larutan kerja ini mengandung 0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1,0 mcg/ml) dan diukur pada panjang gelombang 283,3 nm dengan tipe nyala udara-asetilen..

3.5.5.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi Logam Kadmium

Larutan baku kadmium (1000 mcg/ml) dipipet sebanyak 10 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml, kemudian ditambahkan 10 ml larutan HNO3 5 N dan ditepatkan hingga garis tanda dengan akuabides (konsentrasi 100

mcg/ml).

Larutan standar kadmium (100 mcg/ml) dipipet sebanyak 10 ml, dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml, kemudian ditambahkan 10 ml larutan


(42)

HNO3 5 N, ditepatkan sampai garis tanda dengan akuabides (konsentrasi 10

mcg/ml).

Larutan standar kadmium (10 mcg/ml) dipipet sebanyak 10 ml, dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml, kemudian ditambahkan 10 ml larutan HNO3 5 N, ditepatkan sampai garis tanda dengan akuabides (konsentrasi 1

mcg/ml).

Larutan kerja logam kadmium dibuat dengan memipet 0; 1; 2; 4; 6 dan 8 ml larutan baku 1 mcg/ml, masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml, ditambahkan 10 ml larutan HNO3 5 N dan ditepatkan hingga garis tanda

dengan akuabides (larutan kerja ini mengandung 0; 0,01; 0,02; 0,04; 0,06 dan 0,08 mcg/ml) dan diukur pada panjang gelombang 228,8 nm dengan nyala udara-asetilen.

3.5.5.3 Penetapan Kadar Logam dalam Sampel 3.5.5.3.1 Penetapan Kadar Logam Timbal

Larutan sampel hasil destruksi diukur absorbansinya dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom pada panjang gelombang 283,3 nm. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku timbal. Konsentrasi timbal dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.

3.5.5.3.2 Penetapan Kadar Logam Kadmium

Larutan sampel hasil destruksi diukur absorbansinya dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom pada panjang gelombang 228,8 nm. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan


(43)

baku kadmium. Konsentrasi kadmium dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.

Kadar logam timbal dan kadmium dalam sampel dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:

(g) Sampel Berat

(ml) Volume x

(mcg/ml) i

Konsentras (mcg/g)

Logam

Kadar =

3.5.6 Penentuan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan. Sedangkan batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama.

Batas deteksi dan batas kuantitasi ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Harmita, 2004):

Simpangan Baku =

(

)

2

2

− −

n Yi Y

Batas deteksi =

slope SB x

3

Batas kuantitasi =

slope SB x

10

3.5.7 Uji Perolehan Kembali (Recovery)

Uji perolehan kembali atau recovery dilakukan dengan metode penambahan larutan standar (standard addition method). Dalam metode ini, kadar logam dalam sampel ditentukan terlebih dahulu, selanjutnya dilakukan penentuan kadar logam dalam sampel setelah penambahan larutan standar dengan konsentrasi tertentu (Ermer, 2005). Larutan kerja yang ditambahkan yaitu, 10 ml


(44)

larutan kerja timbal (konsentrasi 0,8 mcg/ml) dan 10 ml larutan kerja kadmium (konsentrasi 0,06 mcg/ml).

Sampel ikan Sembilang ditimbang secara seksama sebanyak 50 gram, lalu ditambahkan 10 ml larutan kerja timbal (konsentrasi 0,8 mcg/ml), kemudian ditambahkan 20 ml HNO3 pekat dan 6 ml H2O2. Kemudian dilanjutkan dengan

prosedur destruksi basah seperti yang telah dilakukan sebelumnya. Lakukan langkah kerja yang sama untuk uji perolehan kembali logam kadmium dengan penambahan 10 ml larutan kerja kadmium (konsentrasi 0,06 mcg/ml).

Persen perolehan kembali dapat dihitung dengan rumus di bawah ini (Harmita, 2004):

= 100%

an ditambahak yang

baku larutan kadar

awal sampel dalam

logam kadar sampel

dalam logam total kadar

× −

3.5.8 Analisis Data Secara Statistik

Kadar timbal dan kadmium yang diperoleh dari hasil pengukuran masing-masing larutan sampel dianalisis dengan metode standar deviasi dengan rumus (Sudjana, 2005):

SD =

( )

1 -n

X

-Xi 2

Keterangan : Xi = Kadar sampel

X = Kadar rata-rata sampel

n = jumlah perlakuan Untuk mencari t hitung digunakan rumus:

t hitung =

n SD

X Xi

/


(45)

dan untuk menentukan kadar logam di dalam sampel dengan interval kepercayaan 95%, α = 0.05, dk = n-1, dapat digunakan rumus:

Kadar Logam = µ = X ± (t(α/2, dk) x SD /√n )

Keterangan : −

X = Kadar rata-rata sampel

SD = Standar Deviasi

dk = Derajat kebebasan (dk = n-1) α = interval kepercayaan

n = jumlah perlakuan

3.5.9 Simpangan Baku Relatif

Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara berulang untuk sampel yang homogen. Nilai simpangan baku relatif yang memenuhi persyaratan menunjukkan adanya keseksamaan metode yang dilakukan.

Adapun rumus untuk menghitung simpangan baku relatif adalah (Harmita, 2004) :

RSD = ×100%

X SD


(46)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Kualitatif

Analisis kualitatif dilakukan sebagai analisis pendahuluan untuk mengetahui ada atau tidaknya timbal dan kadmium dalam sampel sebelum dianalisis lebih lanjut secara kuantitatif dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom. Pereaksi yang digunakan untuk analisis kualitatif adalah ditizon 0,005% b/v. Hasil analisis kualitatif logam timbal dan kadmium dalam sampel dengan pereaksi ditizon 0,005% b/v dapat dilihat pada tabel 2 dan Lampiran 3

Halaman 25.

Tabel 2. Hasil Analisis Kualitatif Logam Timbal dan Kadmium dengan Pereaksi

Dithizon 0,005% b/v.

No. Logam pH Reaksi dengan larutan

Dithizon Sampel Hasil

1. Pb 8 Merah tua SB +

KB +

2. Cd 12 Merah muda SB +

KB +

Keterangan :

+ = Mengandung logam SB = Ikan Sembilang KB = Ikan Kepala Batu

Tabel di atas menunjukkan bahwa kedua sampel, yaitu ikan Sembilang dan ikan Kepala Batu mengandung logam timbal dan kadmium. Sampel dikatakan positif mengandung timbal jika warna hijau dari pereaksi berubah menjadi merah tua dan dikatakan positif mengandung kadmium jika warna hijau dari pereaksi berubah menjadi merah muda (Fries, 1977).


(47)

Analisis kualitatif dengan menggunakan dithizon 0,005% ini dapat dilakukan untuk kedua logam karena reaksi ini memberikan warna yang berbeda pada pH yang berbeda untuk logam timbal dan kadmium. Adapun batas pH pengujian masing-masing logam menurut Skoog (1988) adalah pada pH 7-9 untuk logam timbal dan pada pH 10-12 untuk logam kadmium. Warna yang terbentuk adalah karena terbentuknya senyawa kompleks berwarna antara logam dengan dithizon yang disebut dithizonat (Fries, 1977).

Batas jumlah logam timbal yang dapat dideteksi dengan pereaksi ini adalah 0,1 ppm (Vogel, 1985), sedangkan menurut laboratorium departemen kesehatan, batas deteksi untuk logam kadmium adalah 0,03 ppm (Permata, 2009).

4.2 Analisis Kuantitatif

4.2.1 Kurva kalibrasi Logam Timbal dan Kadmium

Kurva kalibrasi logam timbal dan kadmium diperoleh dengan cara mengukur absorbansi dari larutan standar timbal dan kadmium pada panjang gelombang masing-masing. Dari pengukuran kurva kalibrasi untuk timbal dan kadmium diperoleh persamaan garis regresi yaitu Y = 0,03189X + 0,00026 untuk logam timbal dan Y = 0,29684X + 0,00031 untuk logam kadmium.

Kurva kalibrasi larutan standar timbal dan kadmium dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3.


(48)

0 0.005 0.01 0.015 0.02 0.025 0.03 0.035

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

A

b

so

rb

a

n

si

Konsentrasi (mcg/ml)

Gambar 2. Kurva Kalibrasi Logam Timbal

0 0.005 0.01 0.015 0.02 0.025 0.03

0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1

A

b

so

rb

a

n

si

Konsentrasi (mcg/ml)

Gambar 3. Kurva Kalibrasi Logam Kadmium

Berdasarkan kurva diatas diperoleh hubungan yang linear antara konsentrasi dengan absorbansi, dengan koefisien korelasi (r) untuk timbal sebesar 0,9996 dan kadmium sebesar 0,9993. Nilai r ≥ 0,95 menunjukkan bukti adanya korelasi linier yang menyatakan adanya hubungan antara X dan Y (Shargel dan Andrew, 1999). Data hasil pengukuran absorbansi larutan standar timbal dan kadmium dapat dilihat pada Lampiran 4 Halaman 26. Perhitungan persamaan garis regresi dapat dilihat pada Lampiran 5 Halaman 27.


(49)

4.2.2 Analisis Kadar Logam Timbal dan Kadmium dalam Ikan Sembilang dan Ikan Kepala Batu

Penentuan kadar logam timbal dan kadmium dilakukan secara spektrofotometri serapan atom. Konsentrasi logam timbal dan kadmium dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi kurva kalibrasi larutan standar masing-masing logam. Data dan contoh perhitungan dapat dilihat pada

Lampiran 6 Halaman 30 dan Lampiran 7 Halaman 31.

Analisis dilanjutkan dengan perhitungan statistik (Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 8 Halaman 33 dan Lampiran 9 Halaman 39). Hasil analisis kuantitatif logam timbal dan kadmium pada sampel dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kadar Logam Timbal dan Kadmium

No Logam Sampel Kadar Logam (mcg/g)

1. Pb

Sembilang 0,4676 ± 0,0205 Kepala Batu 0,6331 ± 0,0283

2. Cd

Sembilang 0,0405 ± 0,0033 Kepala Batu 0,0608 ± 0,0043

Menurut SNI 7387-2009, batas maksimum cemaran logam timbal dan kadmium pada ikan dan hasil olahannya masing-masing sebesar 0,3 mcg/g dan 0,1 mcg/g. Dengan demikian, kadar logam timbal pada ikan Sembilang dan ikan Kepala Batu yang berasal dari daerah laut dangkal perairan Belawan telah melebihi ambang batas maksimum yang diizinkan, sedangkan untuk kadar logam kadmium, baik pada ikan Sembilang maupun ikan Kepala Batu tidak melewati ambang batas maksimum yang diizinkan. Batas maksimum cemaran logam berat


(50)

yang ditetapkan berdasarkan SNI 7387-2009 dapat dilihat pada Lampiran 10

Halaman 46.

4.2.3 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Berdasarkan data kurva kalibrasi timbal dan kadmium, diperoleh batas deteksi dan batas kuantitasi untuk kedua logam tersebut. Dari hasil perhitungan diperoleh batas deteksi untuk timbal dan kadmium masing-masing sebesar 0,0368 mcg/ml dan 0,0043 mcg/ml. Sedangkan batas kuantitasinya sebesar 0,1228 mcg/ml untuk timbal dan 0,0144 mcg/ml untuk kadmium.

Dari hasil perhitungan dapat dilihat bahwa semua hasil yang diperoleh pada pengukuran sampel berada diatas batas deteksi dan batas kuantitasi. Perhitungan batas deteksi dan batas kuantitasi dapat dilihat pada Lampiran 11

Halaman 47.

4.2.4 Uji Perolehan Kembali (Recovery)

Hasil uji perolehan kembali logam timbal dan kadmium setelah penambahan masing-masing larutan standar logam dalam sampel dapat dilihat pada Lampiran 12 Halaman 50. Perhitungan persen recovery timbal dan kadmium dalam sampel dapat dilihat pada Lampiran 13 Halaman 51. Persen uji perolehan kembali (recovery) timbal dan kadmium dalam sampel dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Persen Uji Perolehan Kembali (recovery) Timbal dan Kadmium dalam

Sampel

No. Logam yang dianalisis Recovery (%) Syarat rentang persen recovery (%) 1

2

Pb Cd

90,00 96,67

80-110 60-115


(51)

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa rata-rata hasil uji perolehan kembali (recovery) untuk logam timbal adalah 90,00% dan untuk logam kadmium adalah 96,67%. Persen recovery tersebut menunjukkan kecermatan kerja yang memuaskan pada saat pemeriksaan kadar timbal dan kadmium dalam sampel. Hasil uji perolehan kembali (recovery) ini memenuhi syarat akurasi yang telah ditetapkan, yaitu rata-rata hasil perolehan kembali (recovery) untuk analit yang jumlahnya antara 0,1 ppm - 1 ppm berada pada rentang 80-110%, dan untuk analit yang jumlahnya 0,01 ppm – 0,1 ppm berada pada rentang 60-115% (Harmita, 2004).

4.2.5 Simpangan Baku Relatif

Dari perhitungan yang dilakukan terhadap data hasil pengukuran kadar logam timbal pada ikan sembilang, diperoleh nilai simpangan baku yaitu 0,0129 dan nilai simpangan baku relatif yaitu 2,758%. Menurut Garfield (1991), nilai simpangan baku relatif untuk analit dengan kadar kurang dari 1 ppm yang diizinkan yaitu tidak lebih dari 32%. Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa metode yang dilakukan memiliki presisi yang baik.


(52)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Dari hasil pemeriksaan logam timbal dan kadmium yang dilakukan pada ikan yang hidup di daerah pesisir dan laut dangkal perairan Belawan (ikan Sembilang dan ikan Kepala Batu) secara kualitatif dengan pereaksi dithizon 0,005% b/v menunjukkan bahwa kedua sampel tersebut mengandung timbal dan kadmium.

Pemeriksaan secara kuantitatif dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom menunjukkan bahwa kadar logam timbal yang terdapat pada ikan Sembilang dan ikan Kepala Batu masing-masing adalah 0,4676 ± 0,0205 mcg/g dan 0,6331 ± 0,0283 mcg/g. Sedangkan kadar logam kadmium yang terdapat pada ikan Sembilang dan ikan Kepala Batu masing-masing adalah 0,0405 ± 0,0033 mcg/g dan 0,0608 ± 0,0043 mcg/g.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kadar cemaran logam berat timbal pada ikan Sembilang dan ikan Kepala Batu, yang merupakan ikan yang hidup di daerah pesisir dan laut dangkal perairan Belawan, telah melewati ambang batas maksimum yang diizinkan berdasarkan SNI-7387-2009, yaitu lebih besar dari 0,3 mcg/g. Sedangkan untuk cemaran logam berat kadmium, baik pada ikan Sembilang maupun pada ikan Kepala Batu, kadarnya masih di bawah ambang batas maksimum yang diizinkan, yaitu tidak lebih dari 0,1 mcg/g.

5.2 Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk memeriksa kadar cemaran logam berat lainnya seperti merkuri, arsen dan chromium yang mencemari


(53)

perairan Belawan, karena berdasarkan data yang diperoleh ketiga logam ini cukup banyak digunakan pada pabrik-pabrik yang berada di daerah Belawan.


(54)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standarisasi Nasional. (2009). Batas Maksimum Cemaran Logam Berat

dalam Pangan. Hal. 4, 7.

Brix, H., dkk. (1983). The Reproducibility in The Determination of Heavy Metals

in Marine Plant Material. Amsterdam: Elsevier Scientific Publishing

Company. Page. 73.

Darmono. (1995). Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Jakarta: UI- Press. Hal. 24

Darmono. (2001). Lingkungan Hidup dan Pencemaran. Jakarta: UI-Press. Hal. 47.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 1126, 1213.

Ermer, J. (2005). Method Validation in Pharmaceutical Analysis. Weinheim: Wiley-Vch Verlag GmbH & Co. KGaA. Page. 171.

Fries, J., and Getrost, H. (1977). Organic Reagents for Trace Analysis. E. Merck Darmstadt. Pages. 78, 207, 209.

Garfield, F.M. (1991). Quality Assurance Principles for Analytical Laboratories. USA: AOAC international. Page. 71.

Harmita. (2004). Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara

Perhitungannya. Review Artikel. Majalah Ilmu Kefarmasian. Vol.1 No.3.

Hal. 119, 122, 123, 130-132.

Palar, H. (2008). Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Hal. 19.


(55)

Permata, Y. M. (2009). Pengaruh Waktu Perendaman dalam Asam Jawa

Terhadap Penurunan Kadar Timbal dan Kadmium dalam Ikan Tongkol (Scomber australasicus). Skripsi Fakultas Farmasi USU. Medan.

PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I. (2004). Pemantauan Lingkungan Pelabuhan

Belawan. Medan: Laboratorium Lingkungan BAPEDALDA Propinsi

Sumatera Utara. Hal. 4, 6-8.

Shargel, L., and Andrew, B. C. (1999). Applied Biopharmaceutics and

Pharmacokinetics. USA: Prentice-hall international, INC. Page. 15.

Skoog, W., and Holler, J. (1988). Fundamentals of Analitical Chemistry. Fifth Edition. Philadelphia: W.B.Sounders College. Page. 713.

Sudjana. (2005). Metoda Statistika. Edisi Ke-6. Bandung: Tarsito. Hal. 93, 146, 168-169, 193.

Vogel, A. I. (1985). Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Penerjemah: Setiono, L., dkk. Jakarta: Kalman Media Pustaka. Hal. 212.


(56)

Lampiran 1. Sampel yang Digunakan

Gambar 4. Ikan Sembilang (Paraplotosus albilabris).


(57)

Lampiran 2.Bagan Alir Proses Destruksi Basah.

Sampel yang sudah dihaluskan

Ditimbang 50 gram

Dimasukkan ke dalam erlenmeyer Ditambahkan 20 ml HNO3 (p)

Ditambahkan 6 ml H2O2 30%

Didiamkan selama 24 jam Sampel + HNO3 (p) + H2O2 30%

Didestruksi sampai larutan berwarna kuning muda jernih.

Didinginkan

Dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml Ditepatkan dengan akuabides sampai garis tanda

50 ml larutan sampel

Disaring dengan kertas whatman No.42 dengan membuang 5 ml filtrat pertama Filtrat

Dilakukan uji kualitatif dengan dithizon 0,005% b/v

Dilakukan uji kuantitatif dengan Spektrofotometer Serapan atom pada λ

283,3 nm untuk logam timbal dan λ 228,8

nm untuk logam kadmium Hasil


(58)

Lampiran 3. Hasil Analisis Kualitatif dengan Pereaksi Ditizon 0,005% b/v

Gambar 6. Hasil Analisis kualitatif

Keterangan : KB = Kepala Batu SB = Sembilang


(59)

Lampiran 4. Data Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Standar Timbal dan

Kadmium.

1. Data Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Standar Timbal No Konsentrasi (mcg/ml)

(X)

Absorbansi (Y) 1

2 3 4 5 6

0,000 0,200 0,400 0,600 0,800 1,000

0,0000 0,0072 0,0126 0,0192 0,0259 0,0321

2. Data Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Standar Kadmium No Konsentrasi (mcg/ml)

(X)

Absorbansi (Y) 1

2 3 4 5 6

0,000 0,010 0,020 0,040 0,060 0,080

0,0000 0,0030 0,0067 0,0126 0,0177 0,0240


(60)

Lampiran 5. Perhitungan Persamaan Garis Regresi

1. Perhitungan Persamaan Garis Regresi Logam Timbal.

No. X Y XY X2 Y2

1. 0,000 0,0000 0,00000 0,000 0,00000000

2. 0,200 0,0072 0,00144 0,040 0,00005184

3. 0,400 0,0126 0,00504 0,160 0,00015876

4. 0,600 0,0192 0,01152 0,360 0,00036864

5. 0,800 0,0259 0,02072 0,640 0,00067081

6. 1,000 0,0321 0,03210 1,000 0,00103041

∑ 3,000 0,0970 0,07082 2,200 0.00228046

X = 0,500 Y = 0,0162

a =

( )

X n

X n Y X XY / / 2 2

∑ ∑

− − =

(

)(

)

(

3,000

)

/6 200 , 2 6 / 0970 , 0 000 , 3 07082 , 0 2 − − = 0,03189

Y = a X + b

b = Y − aX

= 0,0162 − (0,03189 x 0,500) = 0,0162 – 0,015945

= 0,00026

Maka persamaan garis regresinya adalah : Y= 0,03189 X + 0,00026

(

)

∑ ∑

− = n Y Y n X X n Y X XY r / 2 ) ( 2 )( / 2 ) 2 ( /


(61)

=

(

)(

)

(

)

{

2,200 3,000 /6

}

{

0,00228046

(

0,0970

)

/6

}

6 / 0970 , 0 000 , 3 07082 , 0 2 2 − − − = 02233 , 0 02232 , 0 = 0,9996

2. Perhitungan Persamaan Garis Regresi Logam Kadmium.

No. X Y XY X2 Y2

1. 0,000 0,0000 0,000000 0,0000 0,00000000

2. 0,010 0,0030 0,000030 0,0001 0,00000900

3. 0,020 0,0067 0,000134 0,0004 0,00004489

4. 0,040 0,0126 0,000504 0,0016 0,00015876

5. 0,060 0,0177 0,001062 0,0036 0,00031329

6. 0,080 0,0240 0,001920 0,0064 0,00057600

∑ 0,210 0,0640 0,003650 0,0121 0.00110194

X = 0,035 Y = 0,0107

a =

( )

X n

X n Y X XY / / 2 2

∑ ∑

− − =

(

)(

)

(

0,210

)

/6 0121 , 0 6 / 0640 , 0 210 , 0 003650 , 0 2 − − = 0,29684

Y = a X + b

b = Y - a X

= 0,0107 − (0,29684 x 0,035) = 0,0107 – 0,0103894 = 0,00031


(62)

(

)

∑ ∑

− =

n Y Y

n X X

n Y X XY

r

/ 2 ) ( 2 )( / 2 ) 2

(

/

=

(

)(

)

(

)

{

0,0121 0,210 /6

}

{

0,00110194

(

0,0640

)

/6

}

6 / 0640 , 0 210 , 0 003650 ,

0

2 2

− −

=

001411 ,

0

001410 ,

0


(63)

Lampiran 6. Hasil Analisis Kadar Logam Timbal dan Kadmium dalam Sampel

1. Hasil Analisis Logam Timbal No Sampel Berat

Sampel (g) Absorbansi (A) Konsentrasi (mcg/ml) Kadar (mcg/g)

1 SB 1

SB 2 SB 3 SB 4 SB 5 SB 6 50,011 50,016 50,007 50,009 50,095 50,013 0,0151 0,0157 0,0140 0,0147 0,0165 0,0152 0,4653 0,4842 0,4309 0,4528 0,5093 0,4685 0,4652 0,4840 0,4308 0,4527 0,5083 0,4684

2 KB 1

KB 2 KB 3 KB 4 KB 5 KB 6 50,001 50,003 50,007 50,006 50,009 50,015 0,0193 0,0196 0,0207 0,0207 0,0208 0,0212 0,5971 0,6065 0,6410 0,6410 0,6441 0,6566 0,5971 0,6065 0,6409 0,6409 0,6440 0,6564

2. Hasil Analisis Logam Kadmium No Sampel Berat

Sampel (g) Absorbansi (A) Konsentrasi (mcg/ml) Kadar (mcg/g)

1 SB 1

SB 2 SB 3 SB 4 SB 5 SB 6 50,002 50,005 50,007 50,010 50,012 50,008 0,0104 0,0115 0,0122 0,0128 0,0133 0,0128 0,0340 0,0377 0,0401 0,0421 0,0438 0,0421 0,0340 0,0377 0,0401 0,0421 0,0438 0,0421

2 KB 1

KB 2 KB 3 KB 4 KB 5 KB 6 50,012 50,014 50,018 50,017 50,006 50,010 0,0174 0,0180 0,0190 0,0190 0,0156 0,0162 0,0576 0,0596 0,0630 0,0630 0,0515 0,0535 0,0576 0,0596 0,0630 0,0630 0,0515 0,0535 Keterangan :

SB = Ikan Sembilang KB = Ikan Kepala Batu


(64)

Lampiran 7. Contoh Perhitungan Kadar Logam Timbal dan Kadmium dalam

Sampel

1. Contoh Perhitungan Kadar Logam Timbal pada Ikan Sembilang Berat sampel yang ditimbang = 50,011 gram

Absorbansi (Y) = 0,0151

Persamaan Regresi:Y= 0,03189X + 0,00026

X = 03189 , 0 00026 , 0 0151 , 0 − = 0,4653

Konsentrasi logam timbal = 0,4653 mcg/ml

(g) Sampel Berat (ml) Volume x (mcg/ml) i Konsentras (mcg/g) Logam

Kadar =

= g ml x ml mcg 011 , 50 50 / 4653 , 0

= 0,4652 mcg/g

2. Contoh Perhitungan Kadar Logam Kadmium pada Ikan Sembilang Berat sampel yang ditimbang = 50,002 gram

Absorbansi (Y) = 0,0104

Persamaan Regresi:Y= 0,29684X + 0,00031

X = 29684 , 0 00031 , 0 0104 , 0 − = 0,0340

Konsentrasi logam kadmium = 0,0340 mcg/ml

(g) Sampel Berat (ml) Volume x (mcg/ml) i Konsentras (mcg/g) Logam

Kadar =

= g ml x ml mcg 002 , 50 50 / 0340 , 0


(65)

Selanjutnya dilakukan perhitungan kadar logam timbal (Pb) dan kadmium (Cd) dengan cara yang sama terhadap sampel SB 2 – SB 6 dan KB 1 – KB 6.


(66)

Lampiran 8. Perhitungan Statistik Kadar Logam Timbal dalam Sampel

1. Perhitungan Statistik Kadar Logam Timbal pada Ikan Sembilang

No. Sampel

Xi Kadar (mcg/g)

(Xi-X ) (Xi-X )2 x 10-4

1. 2. 3. 4. 5. 6. SB1 SB2 SB3 SB4 SB5 SB6 0,4652 0,4840 0,4308 0,4527 0,5083 0,4684 -0,0030 0,0158 -0,0374 -0,0155 0,0401 0,0002 0,0900 2,4964 13,9876 2,4025 16,0801 0,0004

∑ 2,8094

X = 0,4682

35,057 x 10-4

SD =

( )

1 -n X -Xi 2

=

1 6 0035057 , 0

− = 0,0265

Pada interval kepercayaan 95% dengan nilai α = 0.05, dk = 5 diperoleh nilai t tabel = α /2,dk = 2,5706.

Data diterima jika t hitung < t tabel.

t hitung =

n SD X Xi / −

t hitung SB1 =

6 / 0265 , 0 0030 , 0

= 0,2773 (Data diterima)

t hitung SB2 =

6 / 0265 , 0 0158 , 0


(67)

t hitung SB3 = 6 / 0265 , 0 0374 , 0

= 3,4570 (Data ditolak)

t hitung SB4 =

6 / 0265 , 0 0155 , 0

= 1,4327 (Data diterima)

t hitung SB5 =

6 / 0265 , 0 0401 , 0

= 3,7070 (Data ditolak)

t hitung SB6 =

6 / 0265 , 0 0002 , 0

= 0,0185 (Data diterima)

Untuk itu perhitungan diulangi dengan cara yang sama tanpa mengikutsertakan data ke-3 dan ke-5.

No. Sampel Xi

Kadar (mcg/g) (Xi-X ) (Xi-X )

2

x 10-4 1. 2. 3. 4. SB1 SB2 SB4 SB6 0,4652 0,4840 0,4527 0,4684 -0,0024 0,0164 -0,0149 0,0008 0,0576 2,6896 2,2201 0,0064

∑ 1,8703

X = 0,4676

4,9737 x 10-4

SD =

( )

1 -n X -Xi 2

=

1 4 00049737 , 0

= 0,0129

RSD = ×100%

Χ

SD

= 100% 4676 , 0 0129 , 0 ×


(68)

Pada interval kepercayaan 95% dengan nilai α = 0.05, dk = 3 diperoleh nilai t

tabel = α /2,dk = 3,1824. Data diterima jika t hitung < t tabel.

t hitung =

n SD

X Xi

/

t hitung SB1 =

4 / 0129 , 0

0024 , 0

= 0,3721 (Data diterima)

t hitung SB2 =

4 / 0129 , 0

0164 , 0

= 2,5426 (Data diterima)

t hitung SB4 =

4 / 0129 , 0

0149 , 0

= 2,3101 (Data diterima)

t hitung SB6 =

4 / 0129 , 0

0008 , 0

= 0,1240 (Data diterima)

Karena t hitung < t tabel, maka semua data tersebut diterima.

Kadar logam Pb pada ikan sembilang = µ = X ± (t (α/2, dk) x SD / √n ) = 0,4676 ± (3,1824 x 0,0129 / √4)


(69)

2. Perhitungan Statistik Kadar Logam Timbal pada Ikan Kepala Batu

No. Sampel

Xi Kadar (mcg/g)

(Xi-X ) (Xi-X )2 x 10-4

1. 2. 3. 4. 5. 6. KB1 KB2 KB3 KB4 KB5 KB6 0,5971 0,6065 0,6410 0,6410 0,6440 0,6564 -0,0339 -0,0245 0,0100 0,0100 0,0130 0,0254 11,4921 6,0025 1,0000 1,0000 1,6900 6,4516

∑ 3,7860

X = 0,6310

27,6362 x 10-4

SD =

( )

1 -n X -Xi 2

=

1 6 00276362 , 0

= 0,0235

Pada interval kepercayaan 95% dengan nilai α = 0.05, dk = 5 diperoleh nilai t tabel = α /2,dk = 2,5706.

Data diterima jika t hitung < t tabel.

t hitung =

n SD X Xi / −

t hitung KB1 =

6 / 0235 , 0 0339 , 0

= 3,5335 (Data ditolak)

t hitung KB2 =

6 / 0235 , 0 0245 , 0


(70)

t hitung KB3 = 6 / 0235 , 0 0100 , 0

= 1,0423 (Data diterima)

t hitung KB4 =

6 / 0235 , 0 0100 , 0

= 1,0423 (Data diterima)

t hitung KB5 =

6 / 0235 , 0 0130 , 0

= 1,3550 (Data diterima)

t hitung KB6 =

6 / 0235 , 0 0254 , 0

= 2,6475 (Data ditolak)

Untuk itu perhitungan diulangi dengan cara yang sama tanpa mengikutsertakan data ke-1 dan ke-6.

No. Sampel Xi

Kadar (mg/kg) (Xi-X ) (Xi-X )

2

x 10-4 1. 2. 3. 4. KB2 KB3 KB4 KB5 0,6065 0,6410 0,6410 0,6440 -0,0266 0,0079 0,0079 0,0109 7,0756 0,6241 0,6241 1,1881

∑ 2,5325

X = 0,6331

9,5119 x 10-4

SD =

( )

1 -n X -Xi 2

=

1 4 00095119 , 0

= 0,0178

Pada interval kepercayaan 95% dengan nilai α = 0.05, dk = 3 diperoleh nilai t

tabel = α /2,dk = 3,1824.

Data diterima jika t hitung < t tabel.

t hitung =

n SD X Xi / −


(71)

t hitung KB2 =

4 / 0178 , 0

0266 , 0

= 2,9888 (Data diterima)

t hitung KB3 =

4 / 0178 , 0

0079 , 0

= 0,8876 (Data diterima)

t hitung KB4 =

4 / 0178 , 0

0079 , 0

= 0,8876 (Data diterima)

t hitung KB5 =

4 / 0178 , 0

0109 , 0

= 1,2247 (Data diterima)

Karena t hitung < t tabel, maka semua data tersebut diterima.

Kadar logam Pb pada ikan kepala batu = µ = X ± (t (α/2, dk) x SD / √n ) = 0,6331 ± (3,1824 x 0,0178 / √4 )


(1)

=

g ppm 005 , 50

06 , 0

x 10 ml

= 0,0120 mcg/g

% Perolehan Kembali Kadmium = CF-CA

C*A

x 100%

=

0120 , 0

0400 , 0 0516 ,

0 −

x 100%

= 96,67 %


(2)

Lampiran 14. Alat Spektrofotometer Serapan Atom


(3)

(4)

Lampiran 16. Industri yang Beroperasi di Sekitar Sungai Deli dan Sungai

Belawan.

1. Jenis industri yang beroperasi di sekitar sungai Deli serta limbah yang dihasilkannya.

Kecamatan Medan Johor

No Nama

Perusahaan Alamat

Jenis Kegiatan

Jenis

Limbah IPAL

Jenis Polutan 1 PT. Kimsar

Paper Jl. Bridgen Zein Hamid Kel. Titi Kuning Kertas Rokok Limbah cair, padat, gas

Ada Cd, Sludge, BOD, COD, TSS, NH3,

CaCO3, Hg

2 PT. Amir Hasan Jl. Medan Delitua Lingkar sepeda Limbah cair, padat, B3

Ada Cd, Pb, Cr, Cu

3 PT. Sinar Mulia Kel. Kedai Durian Spare part sepeda Limbah cair, Padat, B3

- Cd, Pb, Cr, Cu

4 PT. Bandung Asa Jaya Jl. Medan Deli Tua Pencucian Jeans Limbah cair, B3

Tidak ada

Zat warna, deterjen tekstil, B3

5 PT. Intan Trisula Jl. Medan Deli Tua Km 7,4 Pencucian jeans Limbah cair, B3

Tidak ada

Zat warna, deterjen tekstil, B3

Kecamatan Medan Deli

No Nama

Perusahaan Alamat

Jenis Kegiatan

Jenis

Limbah IPAL Jenis Polutan 1 PT. Baja

Garuda Jl. KL. Yos Sudarso Pabrik baja Limbah cair, gas, B3

- NOx, SOx, CO,

H2S, Cl, bau,

As, Cr, Zn, B3

2 PT. Growth Sumatera Jl. KL. Yos Sudarso Pabrik baja Limbah cair, gas, B

- NOx, SOx,

CO, H2S, Cl,


(5)

4 PT. Gunung Sahapi Jl. KL. Yos Sudarso Pabrik baja Limbah cair, gas, B3

- NOx, SOx, CO,

H2S, Cl, bau,

As, Cr, Zn, B3,

Ni, lapisan minyak 5 PT. United

Rope Jl. KL. Yos Sudarso Km 10 Pabrik pipa PVC dan nilon Limbah cair

- HC, CO, VC,

NH3, bau, zat

pewarna, Cd, Pb

2. Jenis Industri yang beroperasi di sekitar sungai Belawan serta limbah yang dihasilkannya.

No Nama

Perusahaan Alamat

Jenis Kegiatan

Jenis

Limbah Jenis Polutan

1 PT. Ever Bright

Paya Geli Baterai kering

Limbah cair

Cd, zat pewarna 2 PT. Damai

Abadi

Paya Geli Pelapisan logam

Limbah cair, B3

CN, fenol, lapisan minyak dan lemak, B3

3 PT. Invilon Sagita

Paya Geli Pipa PVC Limbah cair

HC, VC, NH3, bau,

zat pewarna, Cd, Pb 4 CV. Kawat

Kasa Tanjung Gusta Kawat Kasa Limbah cair

NOx, SOx, CO, H2S,

Cl, bau, As, Cr, Zn, Pb, B3, Ni, lapisan

minyak dan lemak 5 PT.

Kelambir Jaya

Tanjung Gusta

Kertas Limbah

cair

Cd, sludge, BOD, COD, NH3, CaCO3,

gas buangan, Hg 6 PT.

Everbright Battery Factory

Paya Geli Baterai Limbah

cair

Lapisan minyak, Pb, Kekeruhan, zat pewarna


(6)

Lampiran 17. Surat Keterangan Melakukan Analisa di Laboratorium Pusat