Bagian-bagian waris Menurut Hukum Perdata

6 Ahli waris yang mendapat seperenam i. Ibu, mendapat seperenam, apabila anaknya yang meninggal itu ada mempunyai anak, atau cucu dari anak laki-laki atau saudara-saudara laki- laki atau perempuan yang sekandung yang sebapak atau yang seibu, an nisa ayat 11 j. Bapak, mendapat seperenam, apabila anaknya yang meninggal itu ada mempunyai anak atau cucu laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki an nisa ayat 11 k. Nenek, ibu dari ibu atau ibu dari bapak nenek mendapat seperenam apabila ibu tidak ada. l. Cucu Perempuan seorang atau lebih dari anak laki-laki cucu perempuan mendapat seperenam bagian, apabila orang yang meninggal mempunyai anak tunggal akan tetapi apabila anak perempuannya lebih dari seorang maka cucu perempuan tidak mendapatkan apa-apa. m. Kakek, mendapat seperenam apabila orang yang meninggal mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki sedang bapaknya tidak ada. n. Seorang saudara laki-laki atau perempuan yang seibu an nisa ayat 12. o. Saudara perempuan yang sebapak seorang atau lebih saudara perempuan yang sebapak mendapat seperenam apabila saudaranya yang meninggal mempunyai seorang saudara perempuan sekandung.

2. Bagian-bagian waris Menurut Hukum Perdata

Dengan memperhatikan pasal-pasal yang berhubungan dengan pembagian warisan, pihak yang dapat menuntut pembagian warisan adalah sebagai berikut 1066 dan seterusnya. 1. Para ahli waris 2. Para ahli waris dari ahli waris dalam hal ini terjadi pergantian 3. Mereka yang punya tagihan Dengan demikian menurut pasal tersebut di atas, para ahli waris tiap saat dapat menuntut pembagian waris beedel dheiding sesuai dengan kepentingan mereka masing-masing. Undang-undang tidak menentukan cara yang lebih khusus dalam pembagian itu, apabila semua ahli waris mampu untuk melakukan hukum yang sah cakap berbuat dan mereka semuanya ada di tempat atau hadir pasal 1069. Namun selain itu, para ahli waris yang akan menuntut pembagian warisannya, mereka harus melakukan beberapa ketentuan yang telah diatur dalam pasal 1072, 1073, dan seterusnya. Menurut pasal-pasal tersebut pembagian warisan itu harus dilaksanakan sebagai berikut: a. Pebagian warisan harus dihadiri oleh balai harta pasal 1072 KUH Perdata b. Pembagian harus dilakukan dimuka seorang notaries yang dipilih oleh para ahli waris, apabila mereka berbeda pendapat dalam hal ini, notaries itu akan ditunjuk oleh pengadilah negeri. pasal 1074. Harus ada rincian barang-barang harta warisan. Kalau ada perubahan dari keadaan sejak meninggalnya pewaris, perubahan itu harus dijelaskan yang dikuatkan dengan sumpah di depan notaries oleh mereka yang memegang barang tersebut. pasal 1073 c. Harta warisan itu harus dinilai harganya pasal 1077 KUH Perdata 92 Adapun bagian masing-masing ahli waris menurut KUH Perdata BW adalah sebagai berikut: a. Golongan pertama, keluarga dalam garis lurus ke bawah, meliputi anak-anak beserta keturunan mereka serta suami atau istri yang ditinggalkan yang hidup paling lama. Suami atau isteri yang hidup paling lama. Pasal 852 ini diakui sebagai ahli waris baru pada tahun 1936, sedangkan sebelumnya suami istri saling mewarisi. pasal 852a. b. Golongan kedua, keluarga dalam garis lurus ke atas, meliputi orang tua dan saudara, baik laki-laki maupun perempuan, serta keturunan mereka. Bagi orang tua ada peraturan khusus yang menjamin bahwa bagian mereka tidak kurang dari seperempat bagian dari harta peninggalan, walaupun mereka mewarisi bersama- sama saudara pewaris. pasal 854. c. Golongan ketiga, meliputi kakek, nenek, dan leluhur selanjutnya ke atas dari pewaris. Pasal 853. d. Golongan keempat, meliputi anggota keluarga dalam garis kesamping. pasal 858 93 Dalam KUH Perdata mengenal empat golongan ahli waris yang bergiliran berhak atas harta peninggalan. Keempat golongan tersebut sekaligus merupakan 92 Suparman Usman. Ikhtisar Hukum Waris, Darul Ulum Press, 1993, Cet. Kedua, h. 133-134 93 Eman Suparman. Hukum Waris Islam Dalam Persfektif, Adat dan BW, Bandung : PT, Refika Aditama, 2007, Cet. Kedua, h. 3 urutan tertib penerimanya apabila golongan I ada, maka golongan II, III, dan IV tidak berhak mendapatkan warisan. Jika golongan I tidak ada, maka golongan II tampil sebagai penerima bagian warisan, sedangkan golongan II dan IV tidak memperoleh bagian. Golongan III akan mendapatkan bagian apabila golongan I dan II tidak ada, demikian juga golongan IV akan mendapatkan bagian jika golongan I, II, III tidak ada. Sedangkan apabila semua golongan tersebut tidak ada, maka menurut pasal 832 KUH Perdata bahwa segala harta peninggalan menjadi milik Negara. Dan Negara wajib melunasi segala hutang si pewaris sekedar harta peninggalan mencukupi untuk itu. Apabila harta warisan itu terbuka, namun tidak seorang pun dari seempat golongan ahli waris tersebut yang tampil ke depan sebagai ahli waris atau mereka itu menolak harta warisan, maka harta warisan itu dianggap sebagai harta warisan yang tak terurus. Dalam hal demikian, Balai harta peninggalah atau istiah lain disebut Weekamer tanpa menunggu perintah dari hukum, wajib mengurus warisan yang tidak terurus tersebut. Pekerjaan pengurusan itu harus dilaporkan kepada Kejaksaan Negeri setempat. Jika terjadi perselisihan tentang apakah suatu harta peninggalan itu dianggap terurus atau tidak, maka penentuan ini akan diputuskan oleh hakim. 94 94 Ibid., h. 38

BAB IV PENOLAKAN MENJADI AHLI WARIS

p. Penolakan Ahli Waris Menurut Hukum Islam

Takharuj penolakan ahli waris di KHI tidak dijelaskan. Dalam pasal 183 KHI hanya menjelaskan bahwa, para ahli waris dapat bersepakat melakukan perdamaian dalam pembagian harta warisan, setelah masing-masing menyadari bagiannya. 95 Pembahasan Penolakan ahli waris dalam hukum islam yaitu :. 1. Pengertian Takharuj Takharuj ] eﺕ yang berasal dari kata ] A keluar maksudnya suatu perjanjian yang diadakan oleh para ahli waris. 96 Untuk mengeluarkan salah seorang ahli waris dalam menerima bagian pusaka dengan memberikan suatu prestasi, baik peserta tersebut berasal dari harta milik orang yang pada mengundurkannya maupun berasal dari harta peninggalan yang bakal di bagi-bagikan. 97 Apabila ada diatara ahli waris yang melepaskan haknya, 95 Abdurrahman. Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta, Akademika Pressindo, 2002, Cet. Kedua, h. 86 96 M.Ali Hasan. Hukum Waris Dalam Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1996, Cet. Keenam, h. 114 97 Faturrahman. Ilmu Waris, Bandung , PT. Al-maarif , 1981, Cet Kedua, h. 468