1. Sebab-sebab Mewaris menurut Hukum Islam.
69
a. Karena hubungan perkawinan
Seseorang dapat memperoleh harta warisan menjadi ahli waris disebabkan adanya hubungan perkawinan antara si mayat dengan seseorang tersebut, yang
termasuk dalam klarifikasi ini adalah suami atau si isteri dari si mayat. b.
Karena adanya hubungan darah Seseorang dapat memperoleh harta warisan menjadi ahli waris disebabkan
adanya hubungan nasab atau hubungan darah ini seperti : ibu, bapak, kakek, nenek, anak, cucu, cicit, saudara, anak saudara dan lain-lain.
c. Karena memerdekakan si mayat
d. Seseorang dapat memperoleh harta warisan menjadi ahli waris dari si mayat
disebabkan seseorang itu memerdekakan si mayat dari perbudakan, dalam hal ini dapat saja seseorang laki-laki atau seorang perempuan.
e. Karena sesama muslim
Seorang muslim yang meninggal dunia dan ia tidak ada meninggalkan ahli waris sama sekali punah, maka harta warisannya diserahkan kepada baitul
maal dan lebih lanjut akan dipergunakan untuk kepentingan kaum muslimin.
2. Sebab-sebab mewaris menurut KHI :
A. Ahli waris menurut hubungan perkawinan terdiri dari :
1. Janda atau
2. Duda
69
Faturrahman,. Ilmu Waris, h. 80
Apabila ahli waris laki-laki, perempuan secara keseluruhan ada, maka yang berhak mendapatkan warisan hanyalah :
1. Anak perempuan laki-laki
2. Ayah
3. Ibu
4. Janda ata Duda paal 174 ayat 2 KHI
B. Ahli waris menurut hubungan darah Nasabiyah pasal 174 ayat 1 ahli waris
kelompok ini jumlah keseluruhannya ada 39 orang terdiri dari 21 orang laki-laki dan 18 orang perempuan, ahli waris golongan laki-laki terdiri dari-ayah, anak
laki-laki, saudara laki-laki paman dan kakak, adapun ahli waris golongan perempuan terdiri dari ibu, anak perempuan, saudara perempuan dan nenek.
Halangan untuk menerima atau disebut mawaani’al irts adalah tindakan atau hal- hal yang dapat menggugurkan hak-hak seseorang untuk mempusakai beserta
adanya sebab-sebab dan syarat-syarat mempusakai. Para ahli waris yang kehilangan hak waris karena adanya mawaani’al irts ini disebut mahrim dan
halangannya disebut hirman
70
Adapun hal-hal yang dapat menghalangi, yang disepakati ulama ada tiga macam, yaitu pembunuhan, berlainan agama dan perbudakan. Sedangkan yang tidak
disepakati ulama adalah berlainan Negara.
71
70
Faturrahman. Ilmu Waris, Bandung , Al-Ma’arif , 1981, Cet. Kedua, H. 83
71
Rofiq. Hukum Islam di Indonesia, h. 124
a. Perbudakan Al-Raqqu
Perbuatan menjadi penghalang pusaka-mempusakai para faradiyun. Telah bulat pendapatnya untuk menetapkan perbudakan adalah suatu hal yang menjadi
penghalang pusaka mempusakai, berdasarkan adanya petunjuk umum dari suatu nash yang shorih yang menafikan kecakapan bertindak seorang budak dalam segala bidang
yaitu firman Allah yang termaktub dalam ayat An-Nahl:75.
v~ z J
€U 7RN‚
? f: ¡{
mr ReI
ALd+ =5
p N 2 D
, T
“Allah membuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya yang dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatupun....dst” An-Nahl 16:75
.
Mahfum ayat tersebut menjelaskan bahwa budak yang tidak cakap mengurusi hak milik kebendaan dengan jalan apa saja dalam soal pusaka mempusakai terjadi di
satu pihak melepaskan hak milik kebendaan dan disatu pihak yang lain menerma hak milik kebendaan.
72
b. Pembunuhan Al-Qatlu
Jumhur ulama sependapat bahwa pembunuhan pada prinsipnya menghalangi si pembunuh untuk mewarisi harta peninggalan orang yang dibunuh, dengan alasan
sebagaimana sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ahmad:
72
Ibid., h. 83.84
4ﺏ 9 4 7] 2ﺡ 4 S D 9 4ﺏ N8 9ﺱ0 _9 JﺏD 123ﺡ
7U8I` 4ﺏ 9 K 0 :
a39 Gﺏ NO NL? ? Sb3O 4 G8ﺏD 4 4; a ; G86 NI G G26 Wﺽ
2de a 2Yﺡ 481 61 Nﺏf
g ی ? a 281 48Iﺏ D a _O 481 61
QI9ﺱ WbﻥD J Nﺕ Y iL6LY S3 Jﺏ 3
NLYی JYی 26ﺱ G86 G26 K26
G26 Jﺱ 39ﺡD 3;
+
Telah menceritakan Kepada kami Abu Mundzir Ismail Bin Umar Saya melihatnya dari hajjaj dari Umar bin Syu’aib dari bapaknya dan kakeknya dia berkata: seorang
laki-laki telah membunuh anaknya dengan sengaja maka dilaporkan kepada umar bin Khatab R.a kemudian beliau memberikannya hukuman dengan membayar
seratus unta tiga puluh hiqqah, tiga puluh jadzuah dan empat puluh tsaniyah dan berkata : seorang pembunuh tidak berhak mendapatkan harta warisan dari orang
yang dibunuhnya seandainya saja saya tidak mendengar Rosulallah. SAW bahwa seorang ayah itu tidak boleh dibunuhqishas disebabkan membunuh anaknya maka
pasti saya akan membunuhmu.
Musnad Ahmad
23 73
c. Berlainan agama Khilaaf Al-Diin
Berlainan agama yang menjadi penghalang saling mewarisi adalah apabila terjadi perbedaan agama yang menjadi kepercayaan antara pewaris dan ahli waris,
sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
7 jﺏ JﺏD 5 G26 3 JﺏD ﻥ AD
329 ; JﺏD 4 4ﺏ 39ﺡD
7.X JﺏD k Y9 73; ﺡ KﺏD 4ﺏ
F J KﺏD 4ﺏ 329 ;
F 2I JﺏD 123ﺡ J ? VKﻥ[382 4ﺏ 329 ;
7 jﺏ JﺏD 123ﺡ JYIی 4 7lی O 4ﺏ 4 7
JﺏD Kﻥ AD VKﻥ m2 . ﺱ0 4ﺏ 329 ;
4ﺏ ; ﺱD 4 9n 4ﺏ 9 4 748ﺡ 4ﺏ bK6 4 7 Z` 4ﺏ
G26 Jﺱ ? ? 73یE -
6 6ﺱ G86 o K
- 69 g ی [
73
Musnad Ahmad, Bab 1, Musnad Umar bin Khatab Juz 1, h. 332
69 j [
j p
4 q8 2 K V
e S KﺏD
8
Telah memberitahukan kepada kami Abu Abdillah Al-Hafidz dan Abu Bakar Ahmad bin Hasan dan abu Muhammad bin Abi Hamid Al-Mughori dan Abu Shodiq
Muhammad bin Abi Al-Qawaris As-Shoydalani, mereka berkata : telah menceritakan kepada kami Abu Abbas Muhammad bin Ya’kub telah menceritakan kepada kami
Abu Bakar Muhammad bin Ishaq As-Shogoni, telah memberitahukan kepadaku Abu ‘Ashim dari Abu Juhaij dari Ibnu Syihab dari Ali bin Husein dari Amr bin Utsman
dari usaman bin Zaid dia berkata : Rosulallah SAW bersabda : “ Orang islam tidak dapat mewarisi harta orang kafir dan orang kafir tidak dapat mewaris harta orang
islami ”. HR. Bukhori didalam shohih dari Abi ‘ Ashim
.
24 74
d. Berlainan Negara Khalifah Al-Darain
Pengertian Negara adalah suatu wilayah yang ditempati oleh pewaris dan ahli waris, baik berbentuk kerajaan, kesultanan maupun republic. Dan Negara dikatakan
berlainan menurut Ibnu Abidin Facthur Rahman, 1994 ; 106 karena ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Angkatan perangnya berlainan, artinya masing-masing negawa memiliki angkatan
bersenjata sendiri. 2.
Memiliki kepala Negara berlainan 3.
Tidak memiliki ikatan kekuasaan Ismah satu sama lain. Adapun berlainan Negara yang menjadi penghalang saling mewarisi adalah
apabila diantara ahli waris dan pewarisnya berdomisili di dua Negara yang berbeda
74
As-Sunah Al-Kubra Imam Baihaqi, Bab orang Islam Tidak dapat Mewarisi Harta Orang Kafir,
Juz 6, h. 349
kriterianya. Namun apabila dua Negara yang berlainan tersebut sama-sama muslim para ulama tidak menjadi penghalang saling mewarisi diantara keduanya.
75
Sedangkan Menurut KHI sebagai berikut :
Seorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan hakim yang telah mempuyai kekuatan hukum yang tetap dihukum karena :
a. Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat
para pewaris. b.
Dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara
atau hukumannya yang lebih berat pasal 173
2. Sebab-sebab Mewaris Menurut Kitab Undang-undang hukum perdata
Seseorang ahli waris mewarisi harta pewaris menurut hukum waris perdata BW dengan dua cara, yaitu:
1. Menurut ketentuan Undang-undang
2. Karena ditunjukkan dalam surat wasiat testament
76
Orang-orang yang berhak mewarisi harta peninggalan seseorang diatur dalam undang-undang. Untuk menetapkan itu, para anggota keluarga si peninggal dibagi
dalam berbagai golongan. Jika terdapat orang-orang dari golongan pertama maka itulah yang bersama-sama mewarisi semua harta peninggalah seseorang yang
75
Ibid., h. 10
76
Subekti. Pokok-pokok Hukum Perdata, h. 95
meninggal dunia. Sedangkan anggota keluarga lainnya tidak mendapat bagian apapun. Jika tidak ada anggota dari golongan pertama tadi, barulah mereka yang
tergolong kedalam pihak kedua tampil kemuka sebagai ahli waris. Kedua, barulah orang dari golongan pihak ketiga tampil.
77
Tampil kedalam golongan pertama, adalah anak-anak beserta turunannya dalam garis lenceng ke bawah dengan tidak membedakan laki-laki atau perempuan
dan dengan tidak membedakan urutan kelahiran mereka itu mengecualikan lain-lain anggota dalam garis lancing ke atas dan garis ke samping, meskipun mungkin
diantara anggota-anggota keluarganya yang belakangan ini, ada yang derajatnya lebih dekat dengan si meninggal.
Jika tidak ada sama sekali anggota keluarga dari golongan pertama dan kedua, maka harta peninggalan itu dipecah menjadi dua bagian yang sama. Untuk para
anggota keluarga pihak ayah dan yang lainnya untuk para anggota keluarga pihak si Ibu meninggal. Dalam masing-masing golongan ini, lalu diadakan pembagian seolah-
seolah di situ telah terbuka suatu warisan sendiri. Hanya di situ tidak mungkin terjadi satu kali saja. Jika dari pihak salah satu orang tua tidak terdapat ahli waris lagi, maka
seluruh warisan jatuh kepada keluarga pihak orang tua yang lain.
78
Disamping undang-undang dasar hukum seseorang mewarisi harta peninggalan pewaris dapat melalui cara lain, ditunjuk dalam surat wasiat testament.
77
Ibid., h. 98
78
Ibid., h. 99 - 100
Surat wasiat testament adalah suatu pernyataan dari seseorang tentang apa yang dikehendaki setelah ia meninggal dunia.
79
Pada asalnya suatu pernyataan yang demikian, adalah keluar dari suatu pihak saja cenzidjidig dan setiap waktu dapat
ditari kembali oleh yang membuatnya dengan demikian, dapat dimengerti bahwa tidak segala yang dikehendaki oleh seseorang, sebagaimana diletakkan dalam
wasiatnya itu, juga diperbolehkan atau dapat dilaksanakan.
80
Pasal 874 BW yang menerangkan tentang arti wasiat atau testament, memang sudah mengandung suatu
syarat, bahwa isi pernyataan itu tidak boleh bertentangan dengan undang-undang. Pembatasan penting, misalnya terletak dalam paal-pasal tentang “litieme portie” yaitu
bagian warisan yang sudah ditetapkan menjadi hak para ahli waris dalam garis lenceng dan tidak dapat dihapuskan oleh orang yang meninggalkan warisan.
Pasal 875 kitab undang-undang hukum perdata memberikan definisi wasiat. Pasal itu berbunyi: “Adapun yang dinamakan wasiat atau testament ialah suatu akta
yang membuat pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya akan menjadi setelah ia meninggal dunia, dan olehnya dapat dicabut kembali lagi.
C. Bagian-bagian Warisan Menurut Hukum Islam dan Kitab undang-undang
Hukum Perdata.
79
Ibid., h. 106
80
Ibid, 106 -107