Dengan kondisi demikian diatas maka sudah seharusnya antara perseroan dan kreditur saling mendukung untuk mencapai apa yang diinginkan masing-
masing. Hubungan keduanya haruslah didasarkan pada itikad baik sesuai dengan hal pokok yang harus ada dalam suatu hubungan kontraktual.
B. Akibat Hukum Pemisahan Perseroan Terhadap Kreditur
Kreditur merupakan pihak ketiga yang merasakan dampak dari kebijakan yang diambil perseroan. Oleh karena itu beberapa kebijakan strategis perseroan
haruslah disampaikan kepada kreditur, sebagai suatu sikap keterbukaan dari direksi perseroan kepada kreditur. Adanya keterbukaan ini yang pada akhirnya
dapat meningkatkan kepercayaan kreditur terhadap perseroan. Pemisahan perseroan sebagai suatu bentuk kebijakan strategis perseroan,
tentu memiliki implikasi terhadap keberadaaan kreditur. Kreditur pasti merasakan dampak dari pemisahan perseroan tersebut secara langsung. Tidak hanya kreditur
tetapi juga seluruh pihak ketiga, termasuk karyawan perseroan. Kreditur dapat dikatakan merupakan pihak yang paling krusial jika
terjadinya pemisahan perseroan. Krusialnya posisi kreditur dalam pemisahan dapat terjadi karena dua hal sebagai berikut:
82
1. Peralihan aset Jika terjadi peralihan aset perseroan yang melakukan pemisahan murni spin
off, yang dalam hal mempunyai kedudukan sebagai debitur, maka hutangnya
82
Sumaryati Hartono, Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia, Bandung: Bina Cipta, 1998, hal. 130
Universitas Sumatera Utara
kepada kreditur dapat menjadi hutang tanpa dukungan aset yang meruakan jaminan pelunasan hutang.
2. Non Eksistensi Legal Entity Jika eksistensi dari debitur justru bubar setelah melakukan spin off, lalu siapa
yang harus bertanggung jawab terhadap hutang-hutangnya kepada kreditur. Dalam hal peralihan aset karena spin off.
Berdasarkan jenis pemisahan perseroan yang diatur dalam UUPT yakni pemisahan murni dan pemisahan tidak murni, maka dari kedua jenis pemisahan
perseroan tersebut akan muncul akibat yang berbeda pula terhadap keberadaan perseroan yang memisahkan diri tersebut.
Dalam pemisahan murni, perseroan yang memisahkan diri pada akhirnya akan berakhir karena hukum. Berakhir karena dapat diartikan bahwa tidak perlu
dilakukannya proses likuidasi sebagaimana yang seharusnya terjadi jika pembubaran perseroan berdasarkan keputusan RUPS.
83
UUPT memang tidak secara rigid menyatakan bahwa berakhirnya perseroan dalam pemisahan murni
terjadi tanpa dilakukan likuidasi terlebih dahulu, UUPT hanya menyatakan bahwa proses penggabungan dan peleburan terjadi tanpa likuidasi terlebih dahulu. Jika
menilik pada proses yang terjadi dalam penggabunganpeleburan dan pemisahan murni maka akan ditemukan suatu proses yang sama, yaitu adanya peralihan
aktiva dan pasiva kepada perseroan yang menerima. Oleh karena itu dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam pemisahan murni, meskipun perseroan yang melakukan
83
M. Saiful Ruky,
Menilai Penyertaan Dalam Perseroan
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1999, hal.39
Universitas Sumatera Utara
pemisahan menjadi bubar akan tetapi hal tersebut dilakukan tanpa likuidasi sama halnya dengan penggabunganpeleburan.
Hal sebaliknya terjadi pada pemisahan tidak murni atau yang lazim disebut dengan spin off. Pada pemisahan jenis ini akan memunculkan adanya perusahaan
grup holding company dimana perseroan yang memisahkan diri tampil sebagai induk perusahaan.
Dalam pasal 135 UUPT dijelaskan bahwa pemisahan perseroan akan berakibat pada beralihnya aktiva maupun pasiva perseroan terhadap perseroan
yang baru. Peralihan ini pastinya akan berdampak pada keberadaan kreditur pada perseroan tersebut. Adakalanya peralihan ini menyebabkan berpindahnya
kewajiban debitur dalam hal ini perseroan dalam hal pasiva atau pembayaran utang kepada kreditur. Peralihan pasiva ini harus dibuatkan akta pemisahan di
hadapan notaris dalam bahasa Indonesia.
84
Peralihan utang ini memang tidak diatur secara rigid dalam UUPT, tetapi mengenai pengaturannya dapat dilihat dalam KUHPerdata. Ada 3 tiga macam
pembaruan atau peralihan utang sebagaimana yang tertulis dalam pasal 1413 KUHPerdata, yaitu:
85
1. Bila seorang debitur membuat suatu perikatan utang baru untuk kepentingan
debitur yang menggantikan utang lama, yang dihapuskan karenanya; 2.
Bila seorang debitur baru ditunjuk untuk menggantikan debitur lama, yang oleh kreditur dibebaskan dan perikatannya;
3. Bila sebagai akibat suatu persetujuan baru seorang debitur dibebaskan dan
perikatannya.
84
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Bab XII Pasal 128 ayat 2.
85
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Buku Ketiga, Pasal 1413.
Universitas Sumatera Utara
Pemisahan murni ini dapat dilatarbelakangi karena akan berakhirnya jangka waktu berdirinya dalam anggaran dasar sehingga perseroan mengambil
kebijakan untuk mengalihkan pasiva dan aktiva perseroan kepada perseroan hasil pemisahan.
UUPT menyatakan bahwa apabila keberatan yang diajukan oleh kreditur tidak dapat diselesaikan oleh direksi maka keberatan itu harus disampaikan dalam
forum RUPS untuk mendapatkan penyelesaian.
86
Keberatan ini tentu saja dalam hal perseroan mana yang kelak akan menanggung pasiva terhadap kreditur.
Kreditur tentu dengan penilaiannya sendiri dapat melihat apakah perseroan yang melakukan pemisahan atau perseroan hasil pemisahan dapat mengemban
kewajiban untuk melunasi pasiva yang ada sebelumnya termasuk didalamnya utang kepada kreditur.
Hal tersebut diataslah yang benar-benar harus diperhatikan oleh perseroan atau debitur sebelum melakukan pemisahan sehingga permasalahan yang muncul
dari kreditur dapat diselesaikan sebelum RUPS pengambilan keputusan mengenai pemisahan perseroan.
Pemangku kepentingan stakeholders seperti para kreditor perseroan yang melakukan pemisahan berhak untuk memperoleh informasi lengkap tentang
perseroan yang akan menerima peralihan aktiva dan pasiva sebagai akibat pemisahan. Ini wajar karena perseroan yang menerima peralihan aktiva dan pasiva
86
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Bab VIII, Pasal 127 ayat 6.
Universitas Sumatera Utara
yang setelah pemisahan selanjutnya harus menanggung pemenuhan perikatan perseroan yang melakukan pemisahan terhadap para kreditor tersebut.
C. Perlindungan Bagi Kreditur Terhadap Pemisahan Perseroan