Wewenang dan Tanggung Jawab Direksi dalam Pengurusan

b. tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan direksi yang mengakibatkan kerugian; c. telah memberikan nasihat kepada direksi untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.

D. Wewenang dan Tanggung Jawab Direksi dalam Pengurusan

Perseroan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas mengatur bahwa direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan, serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Direksi sebagai organ yang bertindak mewakili dan melakukan pengurusan korporasi sehari-hari berkewajiban untuk meningkatkan nilai ekonomis dari korporasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, direksi harus diberi kewenangan- kewenangan yang mendukung untuk tercapainya hasil yang optimal dalam pengurusan korporasi. Sejalan dengan pemberian kewenangan yang diberikan tersebut, direksi juga diembankan tanggung jawab dalam kapasitasnya sebagai wakil dan pengurus korporasi. Banyak landasan hukum sebagai dasar tindakan direksi yang bertindak untuk dan atas nama perseroan, baik berdasarkan teori dan doktrin hukum ataupun dalam perundang-undangan. Dalam betindak untuk dan atas nama perseroan, direksi perseroan tidak memerlukan kuasa sebagaimana dimaksud kuasa dalam Universitas Sumatera Utara pasal 1792 sampai ddengan 1819 KUHPerdata, tetapi kuasa direksi yang bertindak untuk dan atas nama perseroan adalah kuasa yang melekat dalam diri direksi sebagai organ perseroan. Dengan demikian, dalam tindakan hukum perdata, tidak memerlukan kuasa khusus sebagaimana yag dimaksud dalam KUH Perdata. Hal ini sebagaimana Putusan Mahkamah Agung RI No. Reg. 2332 KPdt1985 tanggal 17 April 1986 yang antara lain memutuskan bahwa perseroan terbatas adalah badan hukum sendiri. Prseiden direktur mewakilinya tanpa surat kuasa khusus. Kuasa kepada direksi untuk mengurus perseroan pada hakikatnya muncul pada saat yang bersangkutan diangkat pada Rapat Umum Pemegang Saham. Pada detik itu, direksi berwenang untuk melakukan perbuatan hukummengurus perseroan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kewenangan mengurus perseroan itu timbul karena adanya perikatan yang timbul oleh karena undang-undang. Jadi, di sini kewenangan direksi itu timbul tanpa adanya suatu perjanjian tertulis tetapi timbul oleh karena undang-undang. 53 Dilihat tata cara dan prosedur bagaimana direksi mendelegasikan sebagian kewenangan dalam mengurus perseroan, maka terdapat 3 tiga pendelegasian kewenangan, yaitu: a. Pendelegasian kewenangan direksi kepada anggota direksi lainnya b. Pendelegasian kepada pegawai perseroan. c. Pendelegasian kepada pihak di luar pegawai perseroan. 53 Try Widiyono, Op. Cit. , Hal. 62 Universitas Sumatera Utara Pendelegasian tindakan direksi kepada anggota direksi lainnya atau sering disebut sebagai direktur bidang, diatur dalam anggaran dasar. Hal ini didasarkan kepada ketentuan yang diatur dalam beberapa pasal dalam UUPT, antara lain pasal 1 ayat 5, pasal 92 ayat 5 dan 6, pasal 98 ayat 1, dan pasal 104. Dalam praktik, pembagian tugas dan wewenang direksi perseroan tidak ditetapkan dalam keputusan RUPS secara tersendiri, tetapi yang lazim adalah RUPS menetapkan anggaran dasar dan dalam anggaran dasar tersebut antara lain diatur mengenai pembagian tugas dan wewenang direksi perseroan. Dengan demikian, secara umum pembagian tugas dan wewenang direksi tersebut diusulkan oleh direksi berdasarkan rapat direksi. Di Indonesia, secara umum tanggung jawab direksi terbagi atas dua tahap, yaitu sebelum Perseroan Terbatas mendapatkan statusnya sebagai badan hukum dan setelah Perseroan Terbatas mendapatkan status sebagai badan hukum. 54 Direksi sebelum Perseroan Terbatas memperoleh statusnya sebagai badan hukum, secara kolektif bersama dengan pendiri dan dewan komisaris bertanggung jawab atas segala perbuatan hukum yang dilakukan, hal ini dimaksudkan agar direksi tidak melakukan perbuatan hukum atas nama perseroan yang belum berstatus badan hukum tanpa persetujuan semua pendiri, direksi, dan dewan komisaris. 55 Terdapat kasus menarik mengenai hal ini yaitu perkara PT. Evergreen Printing Glass v. Willem Sihartoe Hoetahoeroek dan BNI 46 Cabang Jakarta 54 Erman Rajagukguk, New Indonesian Limited Liability Company Law: Liabilitis of Shareholders and Boarf of Company , Makalah disampaikan dalam 4th Asian Law Institute Conference on “ Voice from Asia for a Just and Equitable World ”, Fakultas Hukum Unversitas Indonesia, Jakarta, Mei 2007. Hal. 4-14 55 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Bab II. Pasal 14. Universitas Sumatera Utara Kota. Pengadilan Negeri Jakarta Barat memutuskan bahwa perjanjian utang- piutang yang dilakukan Tergugat I Willem Sihartoe Hoetahoeroek sebagai Presiden Direktur Penggugat PT. Evergreen Printing Glass dengan Tergugat II BNI 46 Cabang Jakarta Kota tidak mengikat penggugat, karena pada saat perjanjian dibuat, penggugat belum memiliki status badan hukum. Sehingga Tergugat I bertanggung jawab atas utang dan harus menggunakan aset pribadi sebagai jaminan utang dengan Tergugat II. 56 Adapun tanggung jawab direksi setelah perseroan berstatus badan hukum adalah terbatas pada perbuatan on behalf untuk dan atas nama perseroan. Pada kondisi ini, segala tindakan direksi yang menjadi kewenangannya adalah sepenuhnya mengikat perseroan sebagai subjek hukum mandiri. Mengenai hal ini juga terdapat kasus menarik, yaitu perkara PT. Asuransi Kerugian Jasa Raharja v. Setiarko dan KRT Rubianto Argonandi, dimana dalam perkara ini Mahkamah Agung membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta dan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dengan menyatakan bahwa gugatan Penggugat seharusnya tidak diajukan kepada Tergugat I dan Tergugat II sebagai individu,, tetapi diajukan pada masing-masing Perseroan Terbatas di mana Tergugat I dan tergugat II bertindak sebagai Presiden Direktur. Menurut Mahkamah Agung, Tergugat I Setiarko dan Tergugat II KRT Rubianto Argonandi tidak dapat dimintai pertanggungjawaban secara pribadi karena dalam perjanjian penjaminan yang menjadi objek sengketa, mereka berdua bertindak untuk dan atas nama perseroan selaku Presiden Direktur 56 Teddy, Op. Cit ., hal. 43 Universitas Sumatera Utara dari PT. Graha Gapura dan PT. Rencong Aceh Semen yang telah berstatus badan hukum. 57 Kaitan antara kewenangan dan tanggung jawab direksi, dalam perseroan biasanya antara kewenangan dan tanggung jawab seorang direksi haruslah seimbang equal. Dengan demikian kewenangan seorang direksi memberikan kepadanya kekuasaan untuk membuat serta menjalankan keputusan-keputusan yang berhubungan dengan bidang tugasnya yang telah ditetapkan oleh anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan serta tanggung jawab dalam bidang tugasnya tersebut menimbulkan kewajiban baginya untuk melaksanakan tugas- tugas tersebut semata-mata untuk mencapai tujuan perseroan. Menurut Nindyo Pramono, tanggung jawab direksi timbul apabila direksi yang memiliki kewenangan atau direksi yang menerima kewajiban untuk melaksanakan pengurusan perseroan tersebut menggunakan kewenangannya tersebut. 58 Agar kewenangan atau kewajiban direksi tersbeut dilaksanakan untuk kepentingan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan, maka idealnya kewenangan itu dapat dilaksanakan sesuai dengan tanggung jawabnya dan sebaliknya tanggung jawab harus diberikan sesuai dengan wewenang yang ada. Untuk itulah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas menentukan bahwa direksi bertanggung jawab atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan 57 Putusan MA atas Perkara Perdata No. 419KPdt1988 tahun 1993 antara PT. Asuransi Kerugian Jasa Raharja v. Setiarko dan KRT Rubianto Argonandi 58 Nindyo Pramono, Tanggung Jawab dan Kewajiban Pengurus PT Menurut UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Vol. No. 3, Desember 2007, Hal. 15 Universitas Sumatera Utara perseroan, yang mana pengurusan tersebut wajib dilaksanakan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Faktor itikad baik dan penuh tanggung jawab merupakan dua hal yang sangat penting yang harus diperhatikan oleh direksi. Namun Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas tidak menyebutkan secara jelas apa yang dimaksud dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab tersebut. Jika melihat dari beberapa literatur serta dalam praktik perseroan terbatas, dapat diketahui apa yang dimaksud dengan itikad baik serta penuh tanggung jawab tersebut. Pada umumnya, hal-hal yang mencakup mengenai itikad baik itu yaitu: 1. Dapat dipercaya Fiduciary Duty Doktrin fiduciary duty berasal dari dan mempunyai akar dalam hukum Romawi yang kemudian berkembang dalam sistem hukum anglo saxon. Fiduciary berasal dari bahasa latin fiducia yang berarti kepercayaan. Secara lebih jelas, Steven C. Peck mengartikan istilah fiduciary sebagai “A fiduciaary is someone who ha s underta ken to a ct for a nd on beha lfof a nother in a pa rticula r matter in circumsta nces which give rise to a rela tionship of trust and confidence... A fiducia ry is expected to be extremely loya l to person to whom he owes the duty: he must not put his persona l interests before the duty a nd must not profit from his position a s a fiducia ry, unless the principa l consents. ” 59 Artinya bahwa suatu keadaan dimana seseorang bertindak untuk dan atas nama pihak lain dalam suatu 59 Teddy, Op Cit. , hal 50 Universitas Sumatera Utara urusan yang timbul karena hubungan kepercayaan. Hubungan ini mensyaratkan orang yang diberi kepercayaan memiliki loyalitas tinggi kepada orang yang berutang kewajiban dan memiliki kapabilitas yang terdiri atas keilmuan, pengalaman, dan keahlian. Loyalitas tersebut ditunjukan dengan tidak menempatkan kepentingan pribadi diatas kewajibannya dan tidak mengambil keuntungan dari posisinya sebagai fiduciary, kecuali atas persetujuan principal. Prinsip fiduciary duty adalah prinsip yang menjadikan direksi berkedudukan sebagai pihak yang diberikan amanah atau kepercayaan dalam mengurus perusahaan, memiliki kesempatan yang sangat besar untuk menghianati kepercayaan tersebut dan akan berpotensi merugikan perusahaan. Oleh sebab itu hubungan pemegang kepercayaan tersebut harus didasarkan kepada standar yang tinggi. Seseorang dikatakan mempunyai tugas fiduciary manakala dia mempunyai kapasitas fiduciary fiduciary capacity. Seseorang memiliki fiduciary capacity jika usaha yang dikelola itu atau dilakukan itu bukan miliknya atau bukan untuk kepentingannya, melainkan milik atau untuk kepentingan pihak lain. Orang tersebut bertindak sebagai agent dan pihak yang memberikan kepercayaan tersebut mempunyai kepercayaan yang besar great fiducia kepadanya. Antara pihak yang mempunyai kapasitas fiduciary dengan pihak yang diasuhnya atau harta benda diasuhnya, terdapat suatu hubungan khusus yang disebut dengan hubungan kepercayaan fiduciary relation. 60 60 Ibid Universitas Sumatera Utara Fiducia ry rela tion adalah sitilah yang sangat luas mencakup hubungan fiducia ry yang teknis. Hubungan-hubungan informal ini timbul di mana seseorang percaya atau mengandalkan yang lainnya. Hubungan tersebut timbul karena kepercayaan seseorang di satu sisi dan dominasi serta pengaruh pada sisi lainnya. Hubungan seperti ini tidak hanya dapat dilihat secara hukum, tetapi dapat dilihat pula dalam konteks hubungan sosial dalam rumah tangga atau personal. Pada konsep trust yang berkembang dalam sistem hukum common law, fiducia ry duty diartikan sebagai suatu tugas dari seorang trustee yang terbit dari suatu hubungan hukum antara trustee tersebut dengan pihak principal yang disebut beneficiary. Beneficiary ini memiliki kepercayaan yang tinggi kepada pihak trustee. Sebaliknya pihak trustee juga empunyai kewajiban yang tinggi untuk melaksanakan kewajibannya sebaik mungkin. Fiduciary duty dalam konsep trust dapat dilihat dari putusan Court of Chancery Inggris dan Supreme Court Amerika Serikat. Dalam perkara Keech v. Sanford, Court of Chancery Inggris memutuskan trustee telah melanggar perjanjian trust karena memperbaharui sewa tanpa mementingkan kepentingan beneficiary. 61 2. Wajib melaksanakan pengurusan untuk tujuan yang wajar duty to act for a proper purpose Itikad baik dalam rangka pengurusan perseroan juga meliputi kewajiban anggtoa direksi harus melaksanakan kekuasaan atau fungsi dan kewenangan pengurusan itu untuk “tujuan yang wajar” for a proper purpose. Apabila anggota direksi dalam melaksanakan fungsi dan kewenangan pengurusan itu 61 Ibid , hal. 51 Universitas Sumatera Utara tujuannya tidak wajar for an improper purpose, tindakan pergurusan yang demikian dikategorikan sebagai pengurusan yang dilakukan dengan itikad buruk te kwa der trouw, ba d fa ith . 62 Dalam rangka pengurusan perseroan untuk tujuan yang wajar, dilakukan dengan memperhatikan kepentingan karyawan dan para pihak terkait lainnya. 3. Wajib patuh menaati peraturan perundang-undangan statutory duty Makna dan aspek itikad baik yang lain dalam konteks pengurusan perseroan adalah patuh dan taat obedience terhadap hukum dalam arti luas, terhadap peraturan perundang-undangan, dan anggaran dasar perseroan dalam arti sempit. Ketaatan mematuhi peraturan perundang-undangan dalam rangka mengurus perseroan wajib dilakukan dengan itikad baik, mengandung arti setiap anggoa direksi dalam melaksanakan pengurusan perseroan wajib melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku statutory duty. Jika anggota direksi tahu tindakannya melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku atau tidak hati-hati atau sembrono carelessly dalam melaksanakan kewajiban mengurus perseroan, yang mengakibatkan pengurusan itu melanggar peraturan perundang- undangan, maka tindakan pengurusan itu “melawan hukum” onwetig, unla wful atau dapat dikategorikan sebagai ultra vires yakni melampaui batas kewenangan dan kapasitas. 63 4. Wajib loyal terhadap perseroan loyalty duty 62 Yahya, Op. Cit ., hal. 375 63 Ibid Universitas Sumatera Utara Makna atau aspek lain yang terkandung pada itikad baik dalam konteks kewajiban anggota direksi melakukan pengurusan perseroan adalah wajib loyal terhadap perseroan. Dengan demikian, makna loyalty duty adalah sama dengan good fa ith duty yang dapat digambarkan dengan loyal dan terpercaya terhadap perusahaan dan oleh karena itu hubungan direksi dan perseroan adalah kepercayaan berdasarkan loyalitas. 64 Dengan demikian anggota direksi wajib bertindak dengan itikad baik yang setingi-tingginya mengurus perseroan dengan tidak memanfaatkan perseroan untuk mengedepankan kepentingan pribadinya serta secara loyal merahasiakan informasi perseroan yang meliputi setiap rahasia perusahaan yang berharga dan segala formula rahasia, desain produksi, strategi pemasaran, dan daftar konsumen yang harus dirahasiakan. 65 Jika merujuk pada teori organ yang dikemukakan oleh Otto von Gierke, bentuk usaha mandiri dengan tanggung jawab terbatas legal entity merupakan realitas hukum yang mempunyai kehendak dan kemauan sendiri yang dijalankan oleh alat-alat perlengkapannya. Direksi adalah organ atau alat perlengkapan badan hukum tersebut. Seperti halnya manusia yang mempunyai organ-organ seperti tangan, kaki, mata, telinga, dan seterusnya. Setiap organ-organ itu tunduk pada kehendak otak manusia, maka sejalan dengan konsep manusia dan organnya tersebut dapat dianalogikan bahwa setiap gerakan atau aktifitas direksi badan hukum juga merupakan kehendak dari badan hukum itu sendiri, yang mana 64 Ibid , hal. 376 65 Ibid Universitas Sumatera Utara kehendak badan hukum itu dapat dilihat dari tujuan berdirinya yang termaktub dalam anggaran dasar dan amanat pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham. Oleh karena itu, direksi sering tampak sebagai personifikasi dari badan hukum itu sendiri. Bertitik tolak dari pemaparan diatas, maka dapat dikatakan bahwa direksi perseroan itu bertindak mewakili dan mengurus jalannya perseroan sebagai badan hukum, untuk kepentingan perseroan itu sendiri. Mengenai hubungan direksi dan perseroan, terdapat dua doktrin besar yang berpengaruh dan berlaku secara universal, yaitu trustee doctrine dan agency doctrine . Menurut konsep trustee doctrine, seorang direksi sebagai trustee bertindak untuk mengelola kekayaan pemegang saham beneficiary dari korporasi trust, dalam hal ini direksi mengelola atas dasar legal owner title. Oleh karena itu, direksi sebagai trustee adalah bertanggung jawab untuk setiap kerugian yang diderita korporasi trust atas kesalahannya the trustee is liable for any loss the trust suffers through his negligence . 66 Menurut konsep agency doctrine, seorang direksi merupakan agent dari pemegang saham untuk mengurus perseroan. Hubungan agent ini didasari oleh kontrak antara direksi dengan pemegang saham, jadi direksi tidak bertindak sebagai pemiliki owner dari harta kekayaan perseroan tetapi sebagai manajer 66 Ibid , Hal. 38 Universitas Sumatera Utara dan setelah kegiatan perseroan berjalan maka hubungan kontrak tersebut beralih dari direksi pemegang saham menjadi direksi perseroan. 67 Keduanya mengandung konsep perwakilan, tetapi pada perkembangannya konsep agency doctrine lebih diterima secara universal karena dinilai sejalan dengan konsep ekonomi modern di mana akuntabilitas direksi hanya ditujukan kepada pemegang saham. Terkait dengan konsep direksi adalah agen dari pemegang saham maka kewenangan perwakilan yang diemban oleh direksi itu timbul karena adanya pengangkatan oleh pemegang saham. Dalam hal ini melalui RUPS, sebagai organ perseroan yang mempunyai wewenang mengangkat anggota direksi. 67 Ibid. Universitas Sumatera Utara 65 BAB III PELAKSANAAN PEMISAHAN PERSEROAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

A. Pengertian Pemisahan Perseroan