Pengertian Pemisahan Perseroan Akibat Hukum Pemisahan Perseroan Terhadap Kreditur Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

65 BAB III PELAKSANAAN PEMISAHAN PERSEROAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

A. Pengertian Pemisahan Perseroan

Pemisahan perseroan merupakan salah satu tindakan dari perusahaan untuk merestrukturisasi perusahaannya. Restrukturisasi ini ditandai dengan adanya perubahan dalam struktur modal, operasi, atau kepemilikan perseroan yang merupakan rutinitas usahanya. Dalam praktek, spin off telah cukup lama dikenal sebagai suatu bagian konstruksi yang banyak digunakan dalam merestrukturisasi hukum, akan tetapi hal ini baru dilegalisasikan dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Dalam khasanah hukum, sebenarnya terdapat konstruksi hukum lain yang sudah sangat dikenal dan mirip dengan mekanisme spin off ini yaitu penggabungan perseroan merger. Kemiripannya inilah yang menyebabkan dalam beberapa istilah, spin off sering disebut dengan demerger. Bentuk kemiripannya terutama adalah spin off menyebabkan beralihnya secara hukum Universitas Sumatera Utara seluruh hak dan kewajiban perseroan yang melakukan pemisahan, sebagaimana halnya dalam konstruksi hukum penggabungan merger. 68 Dalam Pasal 1 angka 12 UUPT, istilah pemisahan spin off didefinisikan sebagai perbuatan hukum yang dilakukan oleh perseroan untuk memisahkan usaha yang mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada 2 dua perseroan atau lebih atau sebagian aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada 1 satu perseroan atau lebih. Lebih jauh mengenai pemisahan perseroan kemudian diatur dalam Pasal 135 UUPT, yang mana pemisahan dibedakan antara dua jenis yaitu pemisahan murni dan pemisahan tidak murni. Pemisahan murni mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada 2 dua atau lebih perseroan lain yang menerima peralihan dan perseroan yang melakukan pemisahan berakhir karena hukum. Dalam pemisahan tidak murni mengakibatkan sebagian aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada 2 dua perseroan lain atau lebih yang menerima peralihan dan perseroan yang melakukan usaha tersebut berakhir karena hukum. Pasal inipun sebenarnya masih dirasakan kurang memberi ruang gerak hukum yang pasti tentang pemisahan karena UUPT masih mengamanahkan adanya Peraturan Pemerintah yang khusus membahas mengenai pemisahan perseroan, tetapi pada faktanya sampai pada saat ini belum ada Peraturan Pemerintah yang dilegislasikan mengenai hal yang bersangkutan dengan pemisahan. Hal ini tidak berarti praktik pemisahan tidak dapat dilakukan. 68 M. Saiful Ruky, Menilai Penyertaan Dalam Perseroan Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1999, hal.68 Universitas Sumatera Utara Bagi perseroan yang ingin melakukan pemisahan tentunya dapat merujuk pada UUPT sebagai aturan hukum umum lex generalis yang mengatur pemisahan. Kemudian berdasarkan konstruksi hukum secara analogis dan penafsiran secara meluas, dengan tujuan mengisi kekosongan hukum maka bagi perseroan yang akan melakukan pemisahan juga dapat merujuk secara mutatis mutandis pasal- pasal tertentu yang relevan dalam PP No. 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas. Dalam pemisahan murni, yang menjadi ciri pokoknya adalah perseroan mengalihkan seluruh harta kekayaannya sehingga akan berakibat perseroan harus tutup demi hukum karena sudah tidak ada lagi usaha yang diurusi. Adapun yang menjadi pertanyaan, mengapa dalam pemisahan murni yang menerima peralihan aset ditentukan minimal dua perseroan. Hal ini tidak ada penjelasan dari undang- undang sehingga tidak dapat diketahui apakah kalau hanya satu perseroan yang menerima peralihan aset akankah menjadi batal demi hukum perbuatan pemisahan tersebut atau tidak. Begitu juga halnya dengan pemisahan tidak murni. Dari definisinya dapat ditarik suatu konklusi bahwa yang menjadi unsur penting dari pemisahan jenis ini adalah pemisahan aset dan kewajiban dari suatu perseroan menjadi perseroan baru yang independen entitas yang mandiri. Dalam kenyataan dapat dilihat bahwa pemisahan ini dilakukan dalam bentuk pemisahan unit usaha tertentu menjadi sebuah perseroan baru agar unit usaha tersebut dapat lebih leluasa dalam mengambil keputusan guna memajukan unit usaha itu. Pada pemisahan tidak murni, perseroan yang melakukan pemisahan tetap dapat melakukan usahanya karena harta yang dialihkan hanya sebagian saja dan Universitas Sumatera Utara perseroan tersebut masih memiliki harta kekayaan yang umumnya pasti masih lebih besar daripada perseroan hasil pemisahan. Hal ini berbeda dengan pemisahan murni dimana seluruh harta perseroan dialihkan kepada perseroan baru hasil pemisahan sehingga perseroan yang melakukan pemisahan menjadi bubar. Dari ketentuan undang-undang dapat dilihat juga bahwa pengalihan harta dalam pemisahan murni harus diberikan kepada paling sedikit dua perusahaan atau lebih, hal ini menjadi wajar karena perseroan yang melakukan pemisahan tersebut akan berakhir karena hukum. Dalam pemisahan tidak murni, harta perseroan cukup dialihkan kepada minimal 1 perseroan. Hal ini tentu dikarenakan perseroan yang melakukan pemisahan tetap eksis. Pemisahan hanya mungkin terjadi antara dua atau lebih badan hukum yang sejenis, dalam hal ini Perseroan Terbatas PT sebagaimana diatur dalam UUPT. Pemisahan antar lintas negara cresscorder division antara perseroan dalam negeri dengan perseroan di luar negeri tidak mungkin terjadi, mengingat hukum yang mengatur tentang perseroan di negara-negara manapun pasti berlainan. Pemisahan perseroan merupakan bentuk pembebasan perseroan dimana sebuah bagian usaha dari perseroan menjadi mandiri dan saham perseroan yang baru tersebut dibagikan kepada para pemegang saham. Dalam perseroan, mekanisme spin off atau pemisahan kurang diakomodir sebagai salah satu alternatif dalam penguatan struktur perseroan di Indonesia. Hal ini dapat dimengerti karena masih terbatasnya regulasi hukum yang benar-benar berfokus mengatur mengenai spin off atau pemisahan. Universitas Sumatera Utara Dari rumusan tersebut dapat diketahui bahwa dalam pemisahan perseroan yang menjadi objek dari tindakan korporasi tersebut adalah pemisahan usahanya. Sebuah perseroan ada yang memiliki satu usaha saja dan ada yang memiliki berbagai macam usaha. Usaha perseroan dapat dipisahkan atau dijual kepada perseroan lain. Dengan adanya pemisahan itu maka harta perseroan tersebut berpindah kepemilikannya . Setiap tindakan yang dilakukan di negara hukum haruslah mempunyai dasar hukumnya. Apalagi tindakan hukum berupa pemisahan perseroan yang begitu penting kedudukannya dalam bidang hukum perseroan tersebut. Secara yuridis, yang merupakan dasar hukum bagi tindakan pemisahan tersebut adalah sebagai berikut: 69 1. Dasar Hukum UUPT 2. Dasar Hukum Kontraktual. 3. Dasar Hukum Status Perseroan Pasar Modal, PMA, BUMN. 4. Dasar Hukum Konsekuensi Pemisahan. 5. Dasar Hukum Pembidangan Usaha.

B. Alasan Dilakukannya Pemisahan Perseroan