Pahama Sekularisasi Mustafa Kamal Attaruk dan Sukarno 1. Mustafa Kamal Attaturk

sekuler pada abad ke-19 diartikan bahwa kekuasaan Gereja tidak berhak campur tangan dalam bidang politik, ekonomi dan ilmu pengetahuan. Kemnudian Dari kata sekuler muncul istilah sekularisasi yang sntara lain mengandung arti proses melepaskan diri dari ikatan keagamaan. Sekularisasi dapat diartikan sebagai pemisahan antara urusan keagamaan, atua pemisahan antara urusan duniawi dan ukhrowi akhirat. Paul HLM. Landis, seorang pengamat sosial politik Barat, menulis dalam bukunya Social Policies in the Making a view of Social Problems, “The trend away a secular and rasional interpretetion is known as ‘secularization’ “ 62 kecendrungan mengenai cara melakukan interpretasi yang bersifat secular dan rasional itulah yang dikenal sebagai sekularisasi. Atas dasar pengertian ini, sekularisasi dapat didefinisiksan sebagai pembebsan manusia dari agama dan metafisika Artinya, terlepasnya dunia dari pengertian – pengertian religius yang suci, dari pandangan dunia yang semu, atau dari semua mitos supra-natural. Kemudian manusia mengalihkan perhatiannya lepas dari dunia tersebut ke arah dunia sini dan waktu ini.

B. Pahama Sekularisasi Mustafa Kamal Attaruk dan Sukarno 1. Mustafa Kamal Attaturk

Sebagaimana yang telah penulis jelaskan pada bab yang sebelumnya, - tentang sejarah Turki. Menyusul kekalahannya dalam perang melawan Russia pada 62 Pardoyo, OP,cit, hal. 20 tahun 1774 dan gagal mempertahankan Mesir dari invasi Napoleon pada tahun 1798, Imperium Turki Osmani terrpaksa melakukan modernisasi militer, ekonomi dan sosial lewat serangkaian program yang dinamakan Tanzimat 63 : bermula dengan menghapuskan pasukan khusus janissaries, membubarkan tarekat Bektashi, regulasi pajak langsung, hingga memperkenalkan undang-undang anti-diskriminasi sipil menghapus status dzimmi bagi non-Muslim. Yang kemudian Proyek modernisasi tersebut dilanjutkan oleh Mustafa Kemal Atatürk Setelah berhasil merebut kekuasaan pada tahun 1923 64 . Pada perkembangan selanjutnya, ideologi sekular Atatürk kemudian kita kenal dengan sebutan Kemalisme menjelma jadi sangat anti-agama dan ultra- nasionalistik. Segala yang bercirikan Islam atau berbau Arab dilecehkan sebagai keterbelakangan, kemunduran dan kebiadaban. Siapa yang berani mempersoalkan sekularisme dituduh sebagai pengkhianat negara, tidak rasional dan sektarian. Selain itu, untuk menjamin kelanggengan ideologi ini, rezim Kemalis menciptakan apa yang 64 Setidaknya ada enam langkah yang telah Mustafa Kamal Atatürk di dalam mencanangkan program pembangunan Turki. Pertama, prinsip republikanisme cumhuriyetcilik, bahwa negara Turki modern menerapkan sistem demokrasi parlementer yang dipimpin oleh seorang presiden, bukan sultan atau khalifah. Kedua, nasionalisme milliyetcilik, bahwa bukan agama atau mazhab tertentu yang menentukan kewarganegaraan. Ketiga, prinsip kenegaraan devletcilik, dimana pemerintah berkuasa penuh dalam pengelolaan ekonomi dan berhak intervensi demi kepentingan rakyat. Keempat, prinsip populisme halkcilik yang dimaknai sebagai perlindungan hak asasi manusia dan kesetaraan di hadapan hukum. Kelima, sekularisme laiklik, dan terakhir, prinsip revolusionisme inkilapcilik. Dari keenam sila ini, sekularisme adalah yang paling berpengaruh. Pada tanggal 3 Maret 1924, Imperium Osmani yang telah berkuasa selama lebih dari 700 tahun 1299-1922M itu resmi dihapuskan. Tidak lama kemudian, pengadilan agama dan pondok-pondok esantren dibubarkan. Begitu juga tarekat-tarekat sufi. Selanjutnya, pakaian ala Barat digalakkan, poligami dilarang, dan undang-undang baru ala Swiss untuk hukum sipil, ala Itali untuk hukum pidana, dan ala Jerman untuk hukum perdata mulai resmid berlakukan, menggantikan undang-undang Syariah Islam. Selain itu, kalender Hijriah diganti dengan kalender G regorian Masehi, lalu penggunaan huruf Arab untuk bahasa Turki dilarang dan diganti dengan huruf Latin. Syamsuddin Arif. PhD, Menibang Kembali Sekularisme. Di akses pada tanggal 31 Agustus 2006 dalam, Hidayatullah.com mereka sebut sebagai `Islam tercerahkan, mirip dengan gagasan Islam progresif di Amerika Serikat, Islam modernis di Pakistan, atau Islam hadhari di Malaysia. Proyek Atatürk ini pada intinya bertujuan mencabut Islam dari akar-akarnya to promote disestablishment of Islam, Namun sekularisme sebagai ideologi negara dinilai banyak pengamat telah gagal mencapai tujuannya 65 . Buktinya, hingga saat ini belum banyak kemajuan yang diraih. Setelah lebih setengah abad berusaha menjadi sekular, Turki masih saja dianggap belum semaju, semodern dan sedemokratis negara-negara Eropa. Jangankan melampaui, menyamai Imperium Osmani pun belum bisa. Justru diam-diam namun pasti, Islam sebagai kekuatan politik nampak mulai bangkit melawan kekuatan sekular dan berusaha merebut kembali tampuk kekuasaan dari tangan mereka 66 Hal yang lain juga, pada mas-masa sekularisme diimplementasikan, Turki justru menjadi gemar melanggar HAM. Pembunuhan misterius terhadap sejumlah pemimpin nasionalis Kurdi, salah satu contohnya. Menjauhi nilai-nilai agama membuat pemerintahan fundamentalis sekular Turki sampai hati membantai siapa saja. Sebagaimana pernah ditunjukkan pula oleh pemerintahan Soekarno dan Soeharto di Indonesia. 65 . Dengan sekularisasi dan westernisasi, diharapkan menurut pemahamannya, bakal menjadi bangsa yang setara dengan bangsa Eropa. Kenyataannya tidaklah demikian. Proses sekularisasi dan westernisasi tidak menjamin Turki bisa sebanding dengan Barat. Karena, Barat tidak pernah sungguh- sungguh memberikan dukungan politik, juga dukungan berupa alih teknologi dan sains, dua hal yang dapat dijadikan modal bagi Turki untuk mandiri secara ekonomi dan politik.Ibid dalam, Syamsuddin Arif, PhD, 66 .Heinz Kramer, A Changing Turkey: The Challenge to Europe and the United States, Washington, D.C., 2000. Namun demikian, bentuk sekularisme Kemalian ini didesign agar negara bisa mengontrol agama, daripada sekedar menyingkirkannya dari ruang publik. Satu langkah penting yang diambil dalam proses ini adalah mengontrol ulama dan tarikat sufi melalui berbagai cara termasuk menetapkan undang-undang mengenai penyatuan sistem pendidikan yang menjadi landasan hukum bagi penutupan seluruh madrasah dan pelimpahan seluruh urusan pendidikan pada kekuasaan kementrian pendidikan. Pemakaian baju tradisional oleh ulama juga dilarang, dan mereka tidak lagi diperbolehkan untuk memakai gelar yang melambangkan otoritas keagamaan seperti Alim atau Syeikh. 67 Pada tahun 1928 pengadopsian alfabet Roma dan pelarangan pengajaran Bahasa Arab dan Persia dilakukan untuk menghancurkan hubungan kultural dan intelektual antara dinasti utsmani lama dengan dunia Islam modern. 68 Reformasi yang dilakukan oleh kelompok Kemal Attaturk dipaksakan oleh negara dan hanya mendapatkan justifikasi yang kecil dari publik. Penting untuk dicatat bahwa gerakan ini tidak dimotivasi oleh ateisme maupun oleh pandangan anti- Islam. Mustafa Kemal malah selalu menekankan kesetiaannya kepada Islam. pada tahun 1923, ia misalnya menyatakan: Agama kita adalah agama yang paling masuk akal dan alami. Karena itulah, agama kita menjadi agama terakhir. Agama yang alami harus sesuai dengan akal, ilmu pengetahuan, teknologi dan logika. Dan agama kita memang memenuhi persyaratan itu. 69 67 Dr. Ali Muhammad Ash Shalabi, Bangkit Runtuhnya Khalifah Usmaniyah Pustaka Al- Kautsar, Jakarta: 2004 Cet, ke 1. Hal, 451 68 Hermawati dalam, Mimbar Agama Budaya, Vol. XVII No.1, 2000 Jadi, usaha Mustafa Kemal untuk mensekularkan Turki lebih dimotivasi oleh pragmatisme dan keinginan untuk menghilangkan model negara dinasti Utsmani termasuk menghapuskan penerapan syariat yang telah digunakan oleh Eropa sebagai alasan untuk melakukan intervensi terhadap urusan dalam negeri Turki. Ia melihat bahwa penghapusan simbol-simbol lama itu merupakan langkah yang penting bagi Turki agar bisa menjadi negeri yang benar-benar independen dari hegemoni dan campur tangan Barat. Bahkan Ia menganggap reformasi yang dilakukannya sebagai upaya untuk melindungi Islam, untuk memisahkan agama yang suci dari politik yang kotor. Kemal dan pendukungnya beranggapan bahwa pengadopsian norma dan institusi modern memang mengharuskan dikorbankannya beberapa pemahaman agama tradisional. Dan hanya itulah cara bagi ummat Islam untuk bisa bertahan secara terhormat dalam dunia modern ini. Dengan pemahaman bahwa memodernisasi dan mewesternisasi Turki merupakan jalan yang terbaik bagi negeri itu, pendukung gerakan Kemal bertujuan untuk mendidik, membimbing, bahkan jika perlu memaksa, masyarakat Turki menjadi masyarakat yang sekuler dan modern. Kharisma dan posisi Mustafa Kemal sebagai penyelamat dan bapak bangsa setelah kemenangannya dalam perang 69 Dalam, Syamsuddin Arif, PhD kemerdekaan digunakan untuk mempromosikan dirinya sebagai sosok yang bebas dari kesalahan, pemurah dan sangat berkuasa. Pertanyaan, kritik dan perdebatan apapun yang ditujukan pada gerakan reformasi Kemal dianggap sebagai gangguan bagi perkembangan negara. Aturan atau kebijakan apapun yang dianggap oleh negara sebagai karakter peradaban modern harus sesegara mungkin diadopsi di Turki, hingga justifikasi publik nampaknya tidak lagi diperlukan. Institusi-institusi negara biasanya mengimplementasikan kebijakan terlebih dahulu, barulah kemudian kalangan intelektual dan jurnalis mencari pembenaran atas kebijakan tersebut. Karena khawatir akan gangguan kekuatan oposisi dan pemikiran kritis terhadap jalannya reformasi, negara membungkam dan mengasingkan siapapun yang tidak setuju atau mempertanyakan upaya reformasi atas dasar ideologi atau perspektif apapun. Demikianlah sekilas tentang pemahaman Mustafa Kamal Attaturk terhadap sekularesme. Terlepas dari pro dan kontra, yang jelas negara Turki kini benar-benar sudah menjadi salah satu negara yang dulunya menganut sistem kekhalifahan yang kini telah berganti terhadap sistem republik. Sistem republik sekuler ala Kamal dan para pengikutnya. 2. Sukarno Seperti yang dikatakan dalam catatan sejarah, Sarekat Islam di Bawah pimpinan Tjokroaminoto, di tahun ketika Sukarno sebagai seorang anggota rumah tangga mertuanya menyaksikan pertembuhan perhimpunan itu, penyebaran ajaran- ajaran Nabi Muhammad hanya menduduki tempat kedua. Baru setelah sayap kiri yang radikal memisahkan diri, dan disiplin partai diberlakukan, Islam menjadi dominan dalam program partai sarekat Islam- suatu perkembangan yang menjadi jelas dengan semakin menonjolnya sifat pan-Islamisnya, sebagai suatu pemberitahuan bahwa periode nasionalis dari Islam di indonesia sudah merupakan masa lampau. Sukarno, yang tetap anggota sarekat Islam selama periode perpecahan itu- namun sekarang sangat di pengaruhi oleh NIP di Bandung-lalu mengumumkan keluar dari perhimpunan itu. Tetapi, ini tidak berarti bahwa Sukarno, yang di dalam artikel-artikelnya yang pertama telah menyerukan “diperkuatnya….Islam di indonesia,” sekarang bersikap masa bodoh terhadap Islam, atau bahkan memandangnya dengan “sikap angkuh yang merendahkan” ia menyadari betul “harga perlawanan” Islam bagi barisan kulit berwarna yang sedang direncanakannya, seperti pada akhirnya di tunjukkan oleh seruan persatuan dalam 1926. Dalam upayanya mempersatukan sekian banyaknya perhimpunan di Indonesia dalam satu federasi, Sukarno mula-mula memanfaatkan kembali sarekat Islam. Ia mengasuh ruangan nasionalis dari majalah SI, bendera Islam, dan dengan demikian ia dengan caranya sendiri berusaha menentang kecendrungan pan-Islamis dari partai itu. Begitu pula, kampanyenya untuk nasionalisme didalam sarekat Islam selama tahun- tahun itu bukannya tanpa sukses. Dalam 1929 partai itu menerima baik sebuah resolusi untuk mengubah namanya menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia PSII . Tetapi “kemunduran” itu tidak terjadi tanpa didahului perdebatan. Haji Agus Salim, yang tadinya menyambut gembira kemunculan Sukarno dalam pergerakan, pada akhirnya percaya bahwa ia telah menemukan suatu kecondongan kearah kemusyrikan dalam caranya Sukarno memberikan gambaran yang meluap-luap mengenai keindahan ibu Indonesia. Sementara pada kuartal ke tiga 1928, dengan menggunakan berbagai kutipan dari sebuah pidato Sukarno, ia menunjuk kepada bahaya-bahaya yang terkandung secara laten dan nasionalisme, sambil menggambarkan sejumlah keburukan yang telah di perbuat, “terutama di Eropa,” atas nama nasionalisme. Itulah, kata salim, yang tejadi,apabila manusia memiliki sebuah agama yang dalam kenyataannya memperbudak mereka. Itulah bahaya yang terkandung dalam memuja-muja ibu Indonesia karena keindahannya, kekayaannya dan hal-hal yang kebendaan lainnya. Pada hal tanah air yang sesungguhnya, kata salim yang berusaha membuktikannya dengan mengutip ayat-ayat Al-Quran, adalah ketaatan kepada perintah-perintah Allah. Dalam dirinya sendri, benda-benda tidak ada harganya, baru jika benda-benda itu dipandang sebagai pemberian Allah maknanya yang sebenarnya akan menjadi nyata. Sukarno tidak kehabisan jawaban. Ia mengeluarkan senjata ampuhnya, upaya menuju persatuan, dak berkata. “Alhamdulillah,” bahwa PNI diperkenankan untuk menempati gairs depan dalam perjuangan untuk persatuan. Ia mengatakan bahwa ketua partai itu dengan kata lain, ia sendiri menggunakan setiap kesempatan untuk berseru kepada rakayat agar memasuki salah satu partai, tak peduli yang mana, dan ini, katanya merupakan “….suatu bukti, bahwa PIN tidak sekali-kali meninggi- ninggikan dri diatas partai-partai yang lain itu.” Akan tetapi Haji Agus Salim sama sekali tidak pernah berkata begitu. Ia hanya berbicara secara umum tentang kewajiban untuk menyelami dan tetap taat kepada kehendak Allah, “agar kita, dibawah tekanan nafsu, tidak menyimpang dari jalan yang benar…,” Dengan itu ia secara tidak langsung menyesalkan ketidakadaan sikap rendah hati. Kiranya tidak mungkin ada bukti yang lebih baik tentang kebenaran kritik terselubung itu dari pada pembelaan diri Sukarno yang congkak dan yang sama sekali tidak mengenai persoalannya. Sementara adanya tuduhan bahwa nasionalisme dapat mengandung bahaya- bahaya laten dengan tegas ditolak oleh Sukarno. Haji Agus Salim katanya, “lupa mengatakan” bahwa indonesia tidak menganut paham nasionalisme Eropa yang agresif, ia tahu bahwa Sukarno mengajarkan suatu nasionalisme yang tidak diarahkan kepada kebendaan melainkan kepada kerohanian, bahwa nasoanalisme ketimuran sangat berbeda dengan nasionalisme barat, sebab “nasionalisme kita…membuat kita menjadi perkakasnya Tuhan, dan membuat kita memjadi hidup dalam roh”. Bagi Sukarno, rumusan mistis ini, yang diperkuat dengan mengemukakan contah banyak “nasionalisme ketimuran” lainnya, di antaranya “pendekar Islam” Mustapha Kemal, merupakan bukti yang cukup bahwa nasionalismenya tidak “berdasarkan keduniaan” atau “membudak kepada benda”. Pada waktu itu Sukarko bukan penganut agama Islam. Pengetahuannya tentang Islam ia dapatkan dengan maksud agar bisa ikut dalam perdebatan, dan pada umumnya didasarkan atas buku Lothrop Stoddard, The new World of Islam – dimana “dunia baru” – nya lebih menarik perkatiannya dari pada Islam itu sendiri. Namun demikian, perasaan dasar keagamaan pada diri Sukarno pada waktu itu tidak bisa diabaikan. Umpamanya, ia melukiskan PNI sebagai “bersikap netral dalam soal agama” tidak dalam pengertian orang-orang komunis, yang sama sekali tidak mengakui adanya Tuhan, melainkan dengan maksud untuk memungkinkan semua aliran kepercayaan menjadi anggota partai itu. Dalam pengertian ini, Sukarno sendiri “bersikap netral dalam soal agama” perasaan dasar keagamaannya yang tidak terikat kepada suatu dogma, memungkinkannya untuk memasuki semua kultus, termasuk marxisme, sesuai dengan kepercayaan lama orang-orang jawa bahwa “semua hal adalah satu” Sukarno bukan seorang muslim, ia adalah seorang jawa. Akan tetapi, ia tidak pernah menyerang Islam. Bahkan didalam pertemuan- pertemuan di mana ia mengkritik keterbelakangan tradisi-tradisi tertentu dari Islam dan dimana ia, umpamanya, menyerang poligami yang di perkenankan Islam – dalam diri wanita yang sudah beremansipasi, yang sudah “di bebaskan dari perhambaan” ia mengharapkan kawan yang tangguh dalam perjuangan kemerdekaan – ia menyadari bahwa dalam soal-soal seperti itu ia sependapat dengan pembaru-pembaru Islam di negeri lain. dan dengan cara-cara tertentu ia selalu dekat dengan Islam, ia dengannya ia telah dibesarkan. Sebagai insinyur, umpamanya, Sukarno dalam waktu senggangnya bekerja untuk merancang sebuah masjid besar yang akan menjadi pusat umat Islam di jawa dan simbol dari nilai mereka sendiri berhadapan dengan barat dan “agamanya” sebagai seorang muslim, Sukarno, walaupun “bersikap netral” pernah memperingatkan terhadap kemajuan misi-misi kristen di kepulauan indonesia. Dan akhirnya, sebagai orang yang di dalam penjara gagal untuk menjadi Uebermensch, Sukarno yang kesepian merasa terhibur dengan mempelajari karya-karya tertentu tentang Islam. Sebagai akibatnya, maka setelah ia keluar dari penjara dan membaca buku-buku tentang Islam – di antaranya terjemahan Al-Quran dalam bahasa inggris – ia semakin suka mengucapkan “insyaAllah” dalam pidato-pidatonya. Begitu pula, dalam upayanya untuk mempersatukan kaum nasionalis, ia menyerahkan soal berhasil atau tidaknya kedalam tangan Allah. Tetapi setelah upayanya itu ternyata gagal, Sukarno kembali berpaling dengan penuh gairah kepada prinsip-prinsip marxis, yang kelihatannya memberikan harapan yang lebih besar akan berhasil. Ia menggunakan suatu perbandingan dengan alam, seperti halnya alam “pasti datang pada maksudnya.” Maka begitu pula pergerakan “yang memikul natuur dan terpikul natuur” pasti akan sampai pada tujuannya. Tetapi, tumpuannya pada alam ternyata sama sia-sianya seperti tumpuannya pada Allah, atau sebelum itu, pada kata “kaum nasionalis ketimuran” atau pada sarjana-sarjana barat. Penangkapan yang kedua kalinya atas dirinya telah menghentikan, untuk sementara waktu, pengujian-pengujian dak verifikasi-verifikasi magis – suatu masa dimana, seperti di kenang kembali oleh Sukarno dikemudian hari, “kebanyakan saya punyak ucapan-ucapan dulu itu menunjukkan satu ‘dasar mistik’ satu ‘dasar ketuhanan’ yang betul belum ‘terbentuk’ nyata kedalam sesuatu ‘agama’ tetapi tokh sudah nyata menunjuk kejurusan itu”.

C. Posisi Islam Politik Turki di Bawah Kepemimpinan Mustafa Kamal Ataturk