Posisi Islam Politik Turki di Bawah Kepemimpinan Mustafa Kamal Ataturk

C. Posisi Islam Politik Turki di Bawah Kepemimpinan Mustafa Kamal Ataturk

Sejak awal diterapkannya konsep negara sekular oleh Kemal Attaturk 1923, kecenderungan anti-agama sudah sangat terasa. Ketika itu, Attaturk tidak segan-segan menyiksa dan bahkan membunuh siapa saja kalangan ulama maupun masyarakat biasa yang menentang kebijakan sekularismenya. Apalagi Attaturk sejak awal didukung kalangan militer sebagai pemegang kekuasaan ril, sekaligus pemegang tonggak sekularisme ala Attaturk. Ada beberapa isu utama penulis pikir yang menarik untuk lihat semasa ia berkuasa. Salah satunya adalah dengan di hapusnya sistem khalifah. Walaupun Majlis Agung Nasional Turki GNA telah menghapuskan kesultanan pada tahun 1922, kantor kekhalifahan dan penunjukkan anggota keluarga dinasti Utsmani sebagai khalifah masih dipertahankan. Banyak orang, termasuk tokoh gerakan nasionalis Turki seperti Ziya Gökalp, mendukung pemisahan antara Kesultanan dan Kekhalifahan, dan berusaha agar khalifah tidak memiliki peran dalam politik nasional. Khalifah hanya dianggap sebagai pemimpin spiritual komunitas Muslim global yang mungkin posisinya setara dengan Paus. 70 Kemudian Mustafa Kemal juga memandang, bahwa keberadaan khalifah yang menjadi peninggalan sejarah seperti itu akan mengancam kedaulatan nasional republik yang baru berdiri. 71 70 Hermawati, Kronik Dua Abad Pembaharuan di Turki, hal. 40 71 Ash-Shalabi, Bangki Runtuhnya Khalifah Usmaniyah, hal. 450 Menarik untuk dicatat bahwa mereka yang berusaha menghapuskan institusi kekhalifahan berusaha menjustifikasi pandangan mereka dengan argumen-argumen keagamaan maupun alasan-alasan politik. Seyyid Bey, Menteri Kehakiman, misalnya menyebarkan pamflet dan berbicara di hadapan anggota Majlis Nasional GNA. Ia berargumen bahwa baik Quran atau Sunnah tidak mempunyai penjelasan apapun mengenai kekhalifahan, dan ini berarti bahwa institusi ini bukan institusi keagamaan, melainkan institusi yang bersifat duniawi dan politis. Al-Quran, menurut Seyyid Bey, hanya menyebut dua prinsip yang berkaitan dengan sistem pemerintahan yang tepat: yaitu ide mengenai musyawarah mesheverret dan ketaatan kepada pemilik otoritas ulû’l emr. Islam dengan demikian tidak menuntut adanya bentuk pemerintahan tertentu, dan bentuk pemerintahan apapun yang mengikuti prinsip-prinsip tadi bisa dianggap sah. Usaha-usaha ini juga menandakan bahwa Ulama tidak lagi memainkan peran signifikan dalam masyarakat. Pengetahuan yang mereka kuasai dan wakili dipandang tidak lebih sebagai peninggalan masa lalu dan hambatan bagi usaha negara untuk menghadirkan modernitas dalam masyarakat Turki. Kesempatan mereka untuk bekerja dengan pengetahuan dan pengalaman pendidikan yang mereka miliki kini terbatas pada masjid dan institusi-institusi keagamaan. karena institusi-institusi itu pun dikontrol dan dibiayai oleh negara, independensi ulama pun dilumpuhkan secara efektif. Kelas intelektual lama tergantikan oleh kelas intelektual baru yang berusaha untuk memutuskan ikatan masa lalu dan membangun negara dengan budaya sekuler baru. Sebagai contoh, Institut Sejarah Turki mulai menulis sejarah Turki dan Institut Bahasa Turki membentuk ulang bahasa Turki. 72 Kemudian pada bulan September tahun 1925, sebagaimana yang dikatakan oleh Hermawati pemerintahan Mustafa Kamal juga telah mengeluarkan peraturan yang melarang memakai pakaian agama bagi orang-orang yang tidak menjabat jabatan agama. Dan semua para pejabat mulai diwajibkan untuk menggunakan pakayaian stelan ala barat dan topi, dan melarang menggukan pakayan “Turbus”. Nampaknya Kamal juga tidak membenarkan bagi kaum perempuan untuk menggunakan cadar bagi mereka. Posisi Islam, terutama Islam politik pada saat itu memang benar-benar tidak memiliki ruang sama sekali. Mustafa Kamal memang benar-benar ingin mematikan agama dan sama sekali tidak lagi mau memasukkan agama terhadap rana pemerintahan. Lihatlah pada tanggal 17 Pebruari 1926 misalkan, komite ahli hukum telah mengadopsi undang-undang sipil Swiss untuk memenuhi kebutuhan hukum sipil di Turki 73 . Itulah beberapa ulasan bagaimana sesungguhnya posisi Islam politik pada masa Mustafa Kamal menjadi orang nomer satu di Turki. Turki yang sebelumnya menganut sistem kekhalifahan dan sesuai dengan syariah Islam kini sudah tidak lagi ada, dan hanya tinggal sebuah kenangan. 72 Haruan Nasution. Hal, 24 73 Masih menurut Hermawati, kemudian undang-undang ini mulai diberlakukan pada tanggal 14 Oktober 1926. jadi mulai sejak saat itu undang-undang Syariah yang sebelumnya dipagunakan di Turki sudah tidak berlaku lagi. Satu sisi seorang Mustafa Kamal oleh banyak kalangan – terutama juga oleh kebanyakan masyarakat Turki, dianggap bahwa dia telah berjasa besar dan sudah menjadikan Turki sebagai negara yang modern. Tak heran kalau kamudian oleh mereka seorang Mustafa Kamal-pun di gelari sebagai bapak Turki. Namun bukan berarti semua menyenangi apa yang Kamafl lakukan, banyak sekali yang kecewa dengan apa yang ia lakukan, bahkan teman-teman terdekatnyapun mulai tidak menyenangi terhadap tindak tanduknya dan bahkan berusaha untuk menggulingkan dirinya dari tampuk kekuasaan. Katakanlah dalam hal ini teman dia seperti Rauf Bey, Ali Pasya, Fuad Pasya. Orang-orang ini merupakan teman-teman terdekat kamal yang tidak suka melihat kamal terlalu arogan terhadap Islam, dan mereka mulai berusaha untuk menggulingkannya 74

D. Posisi Islam Politik Indonesia di Badwah Kepemimpinan Sukarno