menurut Ahmad Syafii Ma’arif
51
dikenal sebagai bangsa dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Sekitar 88 persen rakyat Indonesia beragama Islam
52
toh walaupun agama ini tidak resmi menjadi agama negara seperti yang terjadi di negara Malaysia.
Namun terlepas dari kurangnya sofistikasi intelektual sebagian besar rakyat dalam memahami ajaran Islam. Baik karena faktor sejarah maupun kultural. Islam di
Indonesia adalah suatu agama yang hidup dan begitu vital, yang kini sedang terlibat dalam proses transformasi dari posisi kuantitas ke posisi kualitas.
Dengan kata lain Islam di Indonesia bukanlah suatu produk sejarah yang telah rampung, namun merupakan suatu proses yang akan terus berjalan. Berikut penulis
akan menjelaskan secara singkat bagaimana sesungguhnya Islam politik dalam sejarahanya di Indonesia, di mulai dari zaman Kolonial sampai lahirnya razim orde
lama.
1. Zaman Kolonial
Bahtiar Effendy
53
pernah mengatakan bahwa sebenarnya sejarah politik Islam Indonesia modern merupakan salah satu khazanah perbandingan yang cukup lumayan
untuk diperbandingkan dengan pemikiran-pemikiran politik keislaman yang pernah di kembangkan dikawasan Timur Tengah atau dunia Islam lainya.
51
Ahmad Syafii Ma’arifm, “Studi Tentang Percaturan Dalam Konstituante; Islam dan Masalah Kenegaraan, Jakarta; 1985. Penerbit LP3ES Cet, I
52
M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Jakarta: 2005. Penerbut PT. Serambi Ilmu Semesta. Cet, 1
53
Bahtiar Effendy dalam catatan pengantar, “Gagalnya Islam Politik” Karya Olivier Roy. Jakarta: 1996. penerbit PT, Serambi Ilmu Semesta
Sepanjang sejarahnya yang telah berumur kira-kira setengah abad lamanya tersebut, pemikiran politik Islam telah mengalami perkembangan kedalam batas-batas
tiga madzab, dan pada dasawarsa antara tahun 1940-an sampai pada awal 1960-an, ekspremin, artikulasi, dan detik pemikirannya tampaknya lebih kurang telah bersifat
absolutis dan antagonistik antara pemikir yang berada di kubu “golongan agama” dan “golongan nasionalis”
Selanjutnya sebagaimana yang diungkap oleh Ahmad Syafii Maarif juga mengatakan kalau sebuah penilaian yang pantas terhadap berbagai pengalaman dan
kegiatan politik Islam pada masa muta’akhir Indonesia terutama tergantung terhadap pengertian yang agak cukup terhadap Islam sebagai kekuatan pembebas didalam
berhadapan dengan politik kolonial Belanda terhadap ummat Islam pada empat dekade pertama abad ini.
Masih menurut Ahmad Syafii Maarif semenjak kedatangan Kompeni India Timur Belanda ke Nusantara yang kira-kira datang pada permulaan abad ke-17. tak
dapat tersangkalkan bila pada saat itu ummat Islam sudah melakukan perlawan yang cukup keras terhadap mereka dan pada tahun 1936, melalui wawancara dengan
koresponden Deli Courent, Gubenur Jendral B.C de Jonge nampaknya masih berharap agar kekuasaan kolonial Belanda akan berlangsung lama di Indonesia
54
.
54
Bahkan dengan sangat pongahnya dia berucap, “Kami sudah berkuasa di sini selama kurang lebih tiga ratus tahun dengan Cambuk dan Cemeti, dan kami akan berbuat begitu lagi untuk tiga ratus
tahun kedepan” dikutip dari Sutan Sjharir, Out of Exile, terjemahan dari bahasa Belanda oleh Charles Wolf Jr. New York: The John Day Company, 1949, hal.122.
Akan tetapi enam tahun kemudian tepatnya pada bulan maret 1942. kekuasaan kolonial Belanda di usir dari Indonesia oleh pasukan Jepang tanpa adanya perlawanan
yang berarti dari pihak penjajah Belanda. Kedatangan Jepang pada mulanya di sambut dengan sangat antosias bukan saja dengan orang Islam melainkan juga
seluruh bangsa Indonesia. Kita akan menegok lagi masalah ini segera untuk sebuah diskusi singkat kita harus mengamati karakter dan posisi politik partai-partai dan
organisasi Islam menjelang berakhirnya era kolonial Belanda. Lantaran kesadaran yang mendalam terhadap pentingnya memperbaiki
komunikasi antara partai-partai dan organisasi yang berasaskan Islam, maka Kyai H.Mansur Muhammadiyah, KH. Achmad Wahab Hasbullah NU dan pemimpin-
pemimpin Islam lainnya dari SI, Al-Irsyad, Al-Islam Organisasi Islam di Solo, persyerikatan Ulama Majalengka Jawa Barat dan lain-lain telah berhasil membentuk
suatu badan federasi MIAI Majelis Islam A’la Indonesia di Surabaya pada tanggal 20 Septeber 1937
55
. Inisiatif ke arah persatuan dan saling pengertian ini juga di dorong oleh dua kenyataan.
Pertama, usaha-usaha politis yang bercorak Islam pada saat itu masih sangat berserakan dan karena itu persatuan amat diperlukan dalam kerangka perjuangan
melawan Belanda. Pentingnya persatuan dikalangan ummat juga sangat di tuntut secara tegas oleh al-Qur’an:
55
KH. Mas Mansur, “Riwayat Berdirinya Majelis Islam tertinggi” dalam Amir Hamzah, “rangkaian Mutu Menikam: Buah Pikiran Budiman Kyai Mas Mansur Surabaya: Penyebar Ilmu
Ikhsan, 1968, hal 85.
Artinya:
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali agama Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika
kamu dahulu masa Jahiliyah bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu Karena nikmat Allah, orang-orang yang
bersaudara; dan kamu Telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-
Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.
Ayat ini telah membimbing pemimpin-pemimpin Islam pada waktu mereka mmebentuk MIAI. Adanya priksi-priksi dibidang politik dan perbedaan-perbedaan
paham dalam soal khilafiyah di kalangan ummat perlu dibenahi diatas dasar semangat persaudaraan dalam MIAI.
Kedua, adanya contoh yang kompetitif dari golongan nasionalis sekuler yang juga berusaha mempersatukan dirinya. Kenyataan ini telah semakin mendorong
pemimpin ummat untuk menatap posisi politik mereka secara lebih keritis, dan persatuan lewat MIAI dipandang cukup memberi lebih keritis, dan persatuan lewat
MIAI dipandang cukup memeberi harapan pada waktu itu. Dengan persatuan diharapkan dapat memobilisasi seluruh gerakan gerakan Islam untuk mengahadapi
pihak penjajah. Belum sampai lima tahun setelah kehadiran MIAI, pasukan Jepang mendarat di Indonesia dan dengan mudah dapat mengusir Belanda.
Dari penjelasan sejarah tersebut bisa kita ambil pemahaman, bahwa ummat Islam di dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini begit sangat kuat sekali.
Terbukti dengan banyaknya inisiatiaf-inisiatif yang mereka lakukan seperti pembentukan MIAI dan lain sebagainya.
2. Menjelang Kemerdekaan Sampai Awal Kemerdekaan,