Keberadaan Muhamad Roem dalam Partai Masyumi

Masyumi pada periode pembentukannya merupakan masa kongkrit. 67 Sebab, partai ini mendapat sambutan hangat dari hampir semua gerakan Islam Pra perang Dunia II, baik nasional maupun lokal, politik maupun sosial keagaman. Pembentukan Mayumi bertujuan untuk menyalurkan aspirasi politik ummat sebagai cermin dari potensi mereka yang sangat besar dan kongkrit. Ungkapan masa kongkrit ini disampaikan oleh Muhammad Natsir pada masa Orde Baru, merupakan reaksinya terhadap konsep masa mengembangkan Floating ,mass yang menjadi ciri kehidupan politik Indonesia sejak beberapa tahun terakhir ini. Bila dikorelasikan dengan kondisi tahun 1945, maka pembentukan Masyumi merupakan ‘’massa kongkrit’’, karena tanpa pimpinanan partai politik yang berdasarkan Islam akan sudah jatuh ke tangan mereka yang sudah sejak semula menentang implementasi Syariah dalam kehidupan bernegara pada pasca kemerdekan Indonesia. 68 Dilihat dari sisi lain, munculnya Masyumi pada tahun 1945 dapat pula dipandang sebagai jawaban ummat terhadap manifesto politik Wakil Peresiden Muhammad Hatta tanggal 1 November 1945 yang mendorong pembentukan partai. Pemimpin-pemimpin umat memanfaatkan kesempatan baik seperti halnya golongan-golongan lain berbuat serupa. 69 Dalam kepengurusan hasil kongres Masyumi bulan November tahun 1945 di Yogyakarta , lebih mewakili organisasi 67 Lihat Syafaat Mintarja, Islam dan Politik Islam dan negara di Indonesia ,Jakarta: :t.p.,1973, cet. ke-1, hal.24 68 Pusat Komite Pemilihan Umum Masyumi , Masyumi Mendukung Repumbelik Indonesia, Jakarta: t t . ,hal .12 69 Ahmad Syafii Maarif, Islam dan Masalah Kenegaraan, Jakarta : LP 3S ,1978, Cet. ke-II, hlm. 111 massa dan politik yang berasal dari zaman penjajahan. Ini mencerminkan juga kondisi massa itu, berupa kebulatan tekad untuk bersatu. 70 Sekalipun organisasi Islam sebelum perang menyokong Masyumi, namun dukungan terbesar diberikan oleh NU dan Muhammadiyah. Masyumi secara organisasi adalah sebuah badan federasi, 71 di dalamnya terdapat anggota biasa perorangan dan anggota luar biasa kolektif,seperti Muhammandiyah dan NU. 72 Tentunya partai yang bersifat federatif memiliki kekuatan maupun kelemahan, lantaran wataknya yang demikian itulah, partai ini berhasil menarik organisasi- organisasi dan kelompok-kelompok muslim untuk menyertainya. Ini kekuatannya, tetapi di balik itu tersembunyi pula kelemahannya, yaitu sering menonjolnya semangat golongan mengalahkan semangat peraturan dalam tubuh partai. Pada suatu waktu semangat golongan ini sangat dominan, 73 sehingga sering menempatkan partai pada posisi yang sulit dalam menyusun suatu dewan pimpinan yang kuat dan tangguh. Walaupun mekanisme Syura berlaku dalam Msyumi, namun tidak selalu mudah dalam organisasi federatif. Erat kaitannya dengan fenomena tersebut, bahwa dalam dewan eksekutif Masyumi sendiri 70 Daliar hoer, Partai Islam di Pentas Nasional, Jakarta : pt , Pustaka Utama Grafiti, 1987 , cet. ke-I,h.99 71 Gabungan badan badan atau himpunana baik sosio- keagamaan politik, dan negara. Lebih jelasnya lihat Mariam Budiarjo,dalam ‘’Dasar dasar Ilmu Politik’’ Jakarta : Geramedia, 1912 , cet, ke-I ,hal. 138-146 72 Ahmad Syafii Ma’arif, op.cit. , hal .112 73 Ibid. hlm, 112 - 113 didominasi oleh kelompok modernis sehingga terjadi dua atau tiga kelompok yang mempunyai organisasi ideologi politik yang beda. 74 Hasil muktamar Masyumi di Yogyakarta Muhamad Roem dimasukkan anggota pusat Masyumi, padahal ia sebagai pendiri partai politik Islam tersebut. Ditempatkannya ia sebagai anggota, karena ketika Muktamar berjalan ia harus kembali ke Jakarta. Dan beberapa hari di Jakarta menjalankan tugas sebagai Ketua Komite Nasional Jakarta Raya, tiba-tiba mengalami musibah ditembak oleh tentara Belanda. Dengan demikian Muhamad Roem tidak ikut serta dalam kegiatan partai politik tersebut. 75 Peranan politik Muhamad Roem dalam Partai Masyumi memang tidak seperti Muhammad Natsir dan Dr Soekiman. Mereka berdua sama-sama tiga kali menjabat sebagai ketua partai Masyumi Pusat, sedangkan Muhamad Roem hanya sebagai anggota pusat, dan sekali menjabat sebagai wakil ketua II pada masa presiden Masyumi dipimpin oleh Dr Soekiman pada tahun 1951 dan jabatan terakhirnya di Partai Masyumi menjadi wakil ketua III pada masa pimpinan Prawoto Mangu Sasmito pada tahun 1959 setahun sebelum Partai Masyumi dibubarkan. 74 Ketiga kelompok tersebut adalah, pertama, kelompok sosialis religius yang lebih berfikir secara Barat Dr. Soekiman, Yusuf Wibisono dan Abu Hanifah. Kedua, kelompok moderat, yang terdiri di antaranya dari Muhamad Roem, Muhammad Natsir, dan Syafrudin Prawiranegara. Dan ketiga, kelompok konserfatif yang umumnya terdiri dari pimpinan-pimpinan agama muslim. 75 Soemarso Soemarsono, Op, Cit., hlm. 64 Di antara pengurus Masyumi tahun 1945 yang tetap ikut menjadi pengurus pada periode selanjutnya ialah Muhamad Roem dan Prawoto Mangu Sasmito. 76 Kedudukan beliau dalam Masyumi bersama-sama Muhamat Natsir, Mr. Kasman Singodimejo, Mr. Jusuf Wibisono, Dr. Abu Hanifah, Mr. Syarifudin Prawiranegara dan sebagainya. Karir yang dirintis melalui partai Masyumi inilah yang mengantar menjadi negarawan yang disegani. Selain itu Muhamad Roem bekas seorang pimpinan pergerakan penyadar pada masa sebelum perang, berkali- kali duduk dalam kabinet, baik pada masa revolusi maupun masa sesudahnya.

B. Kiprah Muhamad Roem Dalam Pemerintahan

Peran politik Muhamad Roem pada penandatanganan persetujuan Roem- Roeyen statement tanggal 14 April 1949 adalah sebagai ketua delegasi Indonesia. Penandatangan Konferensi Meja Bundar di Den Haag pada tanggal 2 November 1949 sebagai wakil ketua delegasi Indonesa. Ia benar-benar memikul beban tugas yang dipercayakan padanya sebagai seorang diplomat. Sebagai negarawan, ia pernah memegang jabatan penting dalam Pemerintahan Republik Indonesia. Menjadi Menteri Dalam Negeri pada masa kabinet Syahrir III dan kabinet Amir Syarifuddin II, menjadi Menteri Luar Negeri pada masa Kabinet Muhammad Natsir dan menjadi wakil perdana Menteri pada masa Kabinet Ali Sastroamijiyo. 77 Di bawah ini penulis akan menjelaskan satu persatu. 76 Deliar Noer, Op. Cit . , hal. 106 77 Ensiklopedia Indonesia, Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1984, hlm. 2924 - 2925 a. Sebagai Menteri Dalam Negeri 1946 – 1947 Cukup lama Muhamad Roem beristirahat dalam segala aktivitas politik, karena sakit, akibat ditembak tentara Belanda. Pada suatu hari diajak oleh Mr. Kasman Singodimejo ke Yogyakarta. Di sana dia diminta untuk duduk dalam pengurus, akhirnya Muhamad Roem duduk sebagai Ketua bagian Partai Masyumi. Bung Hatta yang waktu itu sebagai Wakil Presiden membujuk Muhamad Roem untuk ikut serta dalam kabinet Sultan Syahrir yang akan dibentuk oleh Sultan Syahrir sendiri. Muhamad Roem sempat berfikir ada tujuan apa ia diminta untuk turut serta dalam kabinet Syahrir, tapi Bung Hatta sudah percaya dengan kompetensi seorang Muhamad Roem. 78 Kemudian Muhamad Roem berkonsultasi dengan Dr. Sukiman, waktu sebagai Ketua Umum Partai Masyumi. Dr. Sukiman tidak setuju kalau Muhamad Roem mewakili Masyumi dalam Kabinet RI, tetapi tidak keberatan ikut serta sebagai perseorangan. Akhirnya Muhamad Roem juga menjadi Menteri Dalam Negeri sebagai perseorangan. Sebaliknya, Syahrir duduk, mewakili partainya. Ini berarti baru saja tiga bulan Muhamad Roem turut aktif dalam pengurus Pusat Masyumi di Yogyakarta, sudah harus melepaskan lagi, karena telah diangkat menjadi sebagai Menteri Dalam Negeri dalam Kabinet Syahrir yang ke III. 79 Peristiwa ini terjadi yang kedua kali, seorang Menteri dari Masyumi duduk dalam kabinet, tetapi lebih banyak sebagai perseorangan dan bukannya secara 78 Soemarso Soemarsono, Op. Cit., hlm. 65 – 66 79 Ibid, hlm. 66