Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

di tahun-tahun awal kemerdekaan Republik Indonesia untuk memperoleh pengakuan dunia internasional. 1 Pada tanggal 1 November 1945 pemerintah mengeluarkan sebuah maklumat politik. Dinyatakan dalam maklumat tersebut bahwa pemerintah Republik Indonesia dari Serikat maupun dari pihak Belanda yang dibuat atau di bawah komando dan kekuasaan Belanda sebelum Perang Dunia kedua, berjanji akan mengembalikan semua milik pribumi yang telah dikuasai oleh pihak asing untuk kesejahteraan rakyat. Bersamaan dengan itu dikeluarkan pernyataan bahwa pemerintah menyukai berdirinya partai-partai politik sebagai sarana pembantu perjuangan. 2 Sebagai realisasi dari maklumat pemerintah tersebut kabinet presidentil 3 yang dipimpin oleh presiden sendiri diganti dengan kabinet ministeril 4 . Pemerintah baru ini segera mengadakan kontrak diplomatik dengan pihak Belanda dan Inggris. Muhamad Roem menjadi Menteri Dalam Negeri dalam kabinet Syahrir III dan menjadi anggota delegasi dalam perundingan dengan Belanda. 5 Bersama temannya Susanto Tirtoprojo dan A.K. Gani, disertai dengan anggota-anggota 1 Lihat Prakata Penyuting, Kustiniyati Mochtar, Mohamad Roem, Diplomasi; Ujung Tombak Perjuangan RI, Jakarta: Gramedia, 1989, cet, ke-1, hlm.IX 2 Sartono Kartodirjo, Sejarah Nasional Indonesia, Jakarta: Departemen PK, 1975, cet. ke- I, jilid ke-IV, hlm. 121 3 Kabinet yang menteri-menterinya diangkat atau diberhentikan atau juga bertanggung jawab pada presiden. 4 Kabinet yang telah jatuh masih merupakan tugas sampai terbentuk atau dilantiknya kabinet baru. 5 Subadio Sastrosatomo, Roem Seperti Saya Kenal, dalam Soemarso Soemarsono, M. Roem 70 tahun, Pejuang Perunding, Jakarta: Bulan Bintang, 1978, cet, ke-I, hlm. 269 cadangan Amir Syarifuddin, Sudarsono dan J. Liemena, mampu menempatkan diri mereka sebagai wakil bangsa Indonesia. Sesungguhnya ada hal yang menarik dari peran Muhamad Roem. Selama masa aktifnya, pemuka Masyumi ini pernah tiga kali menjabat sebagai menteri dalam negeri dalam tiga buah kabinet, pernah menjadi wakil perdana menteri dalam kabinet pertama yang terbentuk setelah pemilu 1955, menjadi menteri luar negeri dalam kabinet Perdana Menteri Muhammad Natsir dan pernah pula menjadi menteri tanpa portopolio 6 sewaktu masa peralihan Republik Indonesia serikat. Namun secara umum orang selalu mengingatkan nama Muhamad Roem dengan kegiatan luar negeri dan terutama kemahirannya dalam diplomasi yang sulit dicari bandingannya. Salah satu peran penting diplomasinya adalah persetujuan Van Roiyen-Roem yang membuka jalan ke arah Konferensi Meja Bundar. 7 Kegiatan Muhamad Roem dalam partai juga mempengaruhi terhadap kemerdekaan Indonesia. Sarekat Islam merupakan partai politik Islam yang pertama di Indonesia yang sangat banyak memberikan dampak dan pengaruh pemikiran politiknya. Tentang partai ini, John Ingleson mengatakan, “Sejak pertumbuhan dan pembentukannya pada tahun 1912, ia merupakan partai politik 6 Portopolio adalah menteri yang tidak memegang departemen tertentu atau juga sering disebut sebagai menteri negara. 7 Kustiniyati Mochtar, Op. Cit. hlm. x Islam yang terkemuka dan selama beberapa tahun menjadi partai modern satu- satunya pada masa kolonial”. 8 Hal yang senada diungkapakan oleh Deliar Noer, ia mengatakan bahwa ,“Asal-usul dan pertumbuhan gerakan politik di kalangan muslim Indonesia dapat dikatakan identik dengan asal-usul dan pertumbuhan Sarekat Islam, terutama pada dua puluh tahun pertama sejak didirikan”, 9 begitu juga pendapat yang dikeluarkan oleh Van Niel yang menyebutkan bahwa Sarekat Islam adalah salah satu organisasi politik Indonesia abad dua puluh yang paling menonjol. 10 Selain berperan aktif dalam partai atau organisasi Sarekat Islam Indonesia, Muhamad Roem juga aktif dalam partai Masyumi – yang kemudian dibubarkan oleh rezim Orde Baru pada tahun 1961 – bahkan sebagai pengurus Pimpinan Pusat Masyumi tahun 1945, 1949, 1951, 1952, 1954, 1956 dan terakhir pada tahun 1957. 11 Dr. J.H. Van Royen lawan berundingnya tahun 1949 menyatakan kesannya, “Dalam pembicaraan kami, yang akhirnya menuju Konferensi Meja Bundar dan penyerahan Kedaulatan, Muhamad Roem menunjukan keluwesan dan kebijaksanaan dalam mewakili delegasinya” 12 . Begitu juga George MCT. Kahin, sejarawan Amerika terkemuka memberikan penghargaan kepada Muhamad 8 John Ingleson, Jalan Kepengasingan, Jakarta: LP3ES, 1983, hlm. 48-49 9 Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia, Jakarta: LP3ES, 1982, hlm. 114 10 Van Niel, Munculnya Elit Modern Indonesia, Jakarta: Pustaka Jaya, 1984, hlm. 2 11 Deliar noer, Op. Cit. hlm. 100 12 Ensiklopedi Islam, Jakarta: Depag, 1987 1988, cet. ke-I, Jilid II, hlm. 617 Roem, karena keahliannya sebagai seorang negarawan modern dan seorang pemecah masalah yang efektif. Menurut Herberth Feith dalam bukunya tentang Masa Kemunduran Demokrasi Konstitusional di Indonesia, bahwa Muhamad Roem bersama dengan Sultan Hamungkubuwono, Ir. Juanda, Prof. Supomo, Wilopo, Dr. Leimena, ditambah dengan Mr. Tambunan dan I.J. Kasimo adalah jenis para pemimpin administrators 13 dengan Bung Hatta sebagai tokoh utamanya. Mereka ini adalah lawan kelompok lain yang disebut Feith sebagai solidarity markers penggalang solidaritas, yaitu para pemimpin yang dijiwai oleh gaya kepemimpinan Bung Karno. 14 Sebaliknya, Feith menyebut mereka sebagai tokoh problem solvers atau pemecah masalah dengan tidak begitu tertarik kepada usaha-usaha mengutarakan ide tentang masa depan bangsanya secara umum, apalagi masalah itu dilalui dengan orasi dan retorika. Mereka lebih suka kepada pendekatan-pendekatan dingin dan tekun, tanpa kobaran sebuah pidato di depan umum. Hal ini juga diungkapkan oleh T.B. Simatupang, 15 tidak ada seorangpun – sekalipun besar peranannya dalam sebuah peristiwa bersejarah – yang mendapat hasil dan sukses dengan bekerja sendiri. Tiap sukses dan perjuangan adalah hasil jerih payah serta pengorbanan banyak orang, yang sebagian di antaranya sering tidak dikenal 13 Pimpinan dalam bidang pelaksanaan peraturan, prosedur dan kebijaksanaan. 14 Ibid. hlm. xvi 15 T.B. Simatupang, Penulisan Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Bangsa Indonesia, dalam Soemarso Soemarsono, M. Roem 70 Tahun: Pejuang Perunding, Jakarta: Bulan Bintang, 1978, cet. ke-I, hlm. 191-193. namanya. Panglima besar Soedirman tidak berperang sendiri, melainkan tetap berhubungan dengan perjuangan bersenjata. Muhamad Roem pun demikian, ia tidak berjuang sendirian dalam berunding, melainkan bersama ketua-ketua delegasinya yakni Syahrir, Amir Syarifuddin, dan Bung Hatta. Maka wajar kalau Muhamad Roem diasosiasikan dengan perunding atau diplomasi selama pasca kemerdekaan Indonesia. Selain dari rentetan aktivitasnya sebagai seorang juru runding yang handal, ia juga dikenal sebagai politikus yang praktis dan mempersembahkan segalanya yang dimiliki untuk bangsa yang tercinta ini yang berbuah manis yaitu kemerdekaan Indonesia dari tangan-tangan penjajah. Lahir dari kalangan keluarga Muhammadiyah, maka ia berkembang menjadi seorang yang islamis dan terpelajar. Maka dengan demikian tidak diragukan lagi eksistensi Mohamad Roem dalam percaturan politik dalam negeri. Berangkat dari masalah-masalah di atas, maka penulis ingin mengkaji lebih dalam tentang kiprah politik Muhamad Roem pasca kemerdekaan Indonesia. Sosok Muhamad Roem dikenal oleh insan politik dan akademisi sebagai tokoh yang ahli dalam berunding atau Muhamad Roem sebagai diplomasi ujung tombak perjuangan Republik Indonesia dengan segala aktivitas politiknya yang ada, baik sebelum kemerdekaan Indonesia maupun sesudah kemerdekaan Indonesia adalah juga tidak terlepas dari riwayat kehidupannya yang turut mempengaruhi. Kemerdekaan Indonesia adalah tidak terlepas dari peran politiknya sebagai seorang juru runding, ini menjadi menarik untuk kita telusuri agar kita memperoleh gambaran tentang seberapa jauh peran politik Muhamad Roem pasca kemerdekaan – baik dalam partai politik maupun dalam pemerintahan. Atas alasan tersebut, penulis bermaksud mengangkat tema skripsi dengan judul “KIPRAH POLITIK MUHAMAD ROEM DALAM KONSTELASI PERPOLITIKAN DI INDONESIA PASCA KEMERDEKAAN 1945 – 1957”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Untuk mengungkapkan permasalahan di atas dengan jelas serta tidak terlalu melebar, maka perlu diberikan batasan. Pokok permasalahan yang akan penulis bahas adalah sejauh mana peranan politik Muhamad Roem pasca kemerdekaan Indonesia 1945 – 1957. Maka penulis perlu memberikan batasan masalah agar tidak terlalu melebar. Adapun fokus masalah yang menjadi titik tekan penulis dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana peran Muhamad Roem sebagai diplomat dalam perundingan dan pejuang dalam gerakan nasionalisme? 2. Bagaimana peran politik Muhamad Roem di Indonesia pasca kemerdekaan? Dalam partai politik maupun dalam pemerintahan.

C. Objek Penelitian

Dalam skripsi ini objek penelitian difokuskan pada studi tokoh tentang peran politik Muhamad Roem pasca kemerdekaan Republik Indonesia 1945 – 1957, dimana Muhamad Roem tidak hanya dikenal sebagai seorang diplomat dalam perundingan tapi juga memiliki peran politik yang cukup gemilang di pentas nasional maupun internasional, seperti beliau aktif dalam partai Masyumi bahkan menjadi tokoh yang disegani di Masyumi. Selain itu beliau juga terlibat dalam kursi pemerintahan sebagai Menteri Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri pada tahun 1950-1951, dan menjadi wakil Perdana Menteri pada tahun 1956-1957, sebagai ketua delegasi Indonesia pada perundingan Roem-Royen pada tahun 1949, dan sebagai wakil ketua delegasi Indonesia pada Konferensi Meja Bundar di Den Haag pada tahun 1949. Dengan demikian, maka objek pembahasannya bukan terletak pada pemikiran atau ide politiknya, melainkan pada peran atau kiprah politiknya setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada tahun 1945

D. Metodologi Penelitian

Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penyusunan skripsi ini adalah metode penelitian jenis penelitian kualitatif atau liberary resech, di mana pengumpulan data diperoleh dari berbagai sumber tertulis, seperti buku-buku bacaan, majalah, koran, artikel dan tulisan-tulisan lain yang ada relevansinya dengan permasalahan yang penulis bahas. 1. Pengumpulan Data Data tersebut terbagi kepada dua sumber yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer adalah data yang dianggap sebagai sumber utama atau sumber bukti yang terbaik yang diperoleh dari saksi mata atau saksi telinga untuk