Defenisi Emosi TINJAUAN PUSTAKA

senang, gembira, kagum, dan sebagainya, sedang emosi yang tidak menyenangkan adalah emosi yang menimbulkan persaan negatif pada orang yang mengalaminya, di antaranya adalah sedih, marah, benci, takut, dan sebagainya. Mengingat banyaknya jenis emosi tersebut para ahli tidak memiliki kesamaan pendapat tentang pengelompokan emosi. Akan tetapi, ekspresi wajah tertentu untuk keempat emosi takut, marah, sedih, dan senang di kenali oleh bangsa – bangsa di seluruh dunia. Ini menunjukkan bahwa keempat emosi tersebut adalah emosi inti atau emosi dasar pada manusia. Manusia mempunyai tiga jenis emosi dasar yang telah dibawa sejak lahir dan akan berkembang sesuai dengan pengaruh lingkungan, yaitu emosi takut, marah dan cintaKhodijah,2014. 3. Teori – Teori Emosi Ada tiga teori emosi, yaitu : teori sentral, teori berfikir, dan teori kepribadian. a. Teori sentral Menurut teori ini, gejala kejasmanian merupakan akibat dari emosi yang dialami oleh individu. Jadi individu mengalami emosi terlebih dahulu baru kemudian mengalami perubahan – perubahan dalam kejasmaniannya. Menurut teori ini, orang menangis karena merasa sedih. Teori atau pendapat ini di kenal dengan teori sentralKhodijah,2014. b. Teori periferal Menurut teori ini orang tidak menangis karena susah, tapi sebaliknya ia susah karena menangis. Dengan demikian, emosi adalah hasil persepsi seseorang terhadap perubahan – perubahan yang terjadi pada tubuh sebagai respon terhadap stimulus – stimulus yang datang dari luar. Teori ini lebih menitik beratkan pada hal – hal yang bersifat perifer dari pada yang bersifat sentralKhodijah,2014. c. Teori Kepribadian Menurut teori ini, emosi merupakan suatu aktivitas pribadi, dimana pribadi ini tidak dapat di pisah – pisahkan dalam jasmani dan psikis sebagai dua substansi yag terpisah. Karena itu maka emosi meliput pula perubahan – perubahan kejasmanianKhodijah,2014. 4. Fisiologi Emosi Ada dua respon tubuh yang terjadi ketika seseorang emosi. Pola respon pertama adalah Emergency, atau yang di kenal dengan respons Flight – or - flight. Respons ini terjadi bila kondisi emosi aktif atau bangkit. Misalnya ketika kita marah atau takut, terjadi peningkatan aktivitas – aktivitas dalam system perifer saraf simpatetik; aktivitas ini menimbulkan perubahan – perubahan tubuh sepert : peningkatan tekanan jantung, pembuluh darah dalam otot membesar sehingga tubuh siap beraksi, gula darah di mobilisasi dalam liver, hormon epineprin dan norepinephrin di lepaskan dari kelenjar adrenalin, pupil mata membesar, dan pembuluh darah perifer kulit tertarik, sehingga mengurangi kemungkinan pendarahan dan meningkatkan persediaan darah ke ototKhodijah,2014. Sebagai akibatnya, tegangan otot dan pernapasan menjadi meningkat. Bentuk respon tubuh yang kedua adalah respon relaksasi relaxation respon yang timbul bila kondisi emosi kita dalam keadaan tenang atau meditatif. Pola respon tubuh selama kondisi relaksasi meliputi penurunan aktivitas dalam system saraf simpatetik maupun somatik, akan tetapi system saraf simpatetik justru meningkat. Hal tersebut selanjutnya menyebabkan reaksi tubuh lainnya yang berlawanan dengan kondisi emosi aktif atau bangkitKhodijah,2014. 5. Pengaruh Emosi pada Belajar Emosi berpengaruh besar pada kualitas dan kuantitas belajar. Emosi yang positif dapat mempercepat proses belajar dan mencapai hasil belajar yang lebih baik, sebaliknya emosi yang negatif dapat memperlambat belajar atau bahkan menghentikannya sama sekali. Penjelasan tentang hal ini dapat diambil dari teori modern tentang struktur dan cara kerja otak. Otak manusia terdiri dari tiga bagian dan pemanfaatan seluruh bagian otak dapat membuat belajar lebih cepat, lebih menarik, dan lebih efektif. Dari ketiga bagian otak tersebut, bagian otak yang memainkan peran dalam belajar adalah neorokorteks, sedang yang memainkan peran besar dalam emosi adalah system limbicKhodijah,2014. Jika siswa mengalami emosi positif, maka sel – sel saraf akan mengirim impuls –impuls positif ke neurokorteks dan proses belajar pun dapat terjadi. Sebaliknya, jika siswa mengalami emosi negatif, maka tertutup kemungkinan untuk timbulnya impuls – impuls yang mendorong belajar, tetapi yang terjadi adalah meningkatnya fungsi mempertahankan diri terhadap emosi yang tidak menyenangkan . akibatnya, proses belajar menjadi lamban atau bahkan terhenti. Karena itu, pembelajaran yang berhasil haruslah di mulai dengan menciptakan emosi positif, pada diri pelajar. Jika siswa mengalami emosi positif, mereka dapat menggunakan neurokorteks untuk tugas – tugas belajarKhodijah,2014. Untuk menciptakan emosi positif pada diri siswa dapat di lakukan dengan berbagai cara, di antaranya adalah dengan menciptakan lingkungan lingkungan belajar yang menyenangkan. Lingkungan yang di maksud disini mencakup linkungan fisik dan lingkungan psikologis mencakup penggunaan music untuk meningkatkan hasil belajar. Penataan ruang kelas, seperti penataan tempat duduk, pajangan dan penyediaan wewangian, memainkan peranan penting dalam menciptakan emosi positif dalam belajar. Kegembiraan belajar sering kali merupakan penentu utama kualitas dan kuantitas belajar yang dapat terjadi. Kegembiraan berarti bangkitnya minat, adanya keterlibatan penuh dan terciptanya makna, pemahaman, dan nilai yang membahagiakan pada pelajarKhodijah,2014. Emosi di bedakan sebagai berikut: 1 Respons Yang Cepat Tetapi Ceroboh. Pikiran emosional jauh lebih cepat dari pikiran rasional, mengesampingkan pemikiran hati – hati, tanpa analisis. Analisis merupakan ciri khas akal yang berpikir. Tindakan yang muncul dari pikiran emosional akan membawa kepastian yang sangat kuat, 2 Perasaan dan pikiran yang rasional membutuhkan waktu sedikit lebih lama untuk menanggapi di bandingkan waktu yang dibutuhkan pikiran emosional. Dorongan pertama yang muncul adalah situasi emosional yaitu: dorongan hati. Reaksi emosional yang kedua yaitu lebih lambat dari respons sebab di goda dan di olah terlebih dahulu dalam pikiran sebelum sampai pada perasaan, 3 Realisasi simbolik logika pikiran emosional bersifat asosiatif artinya bahwa unsur yang melambangkan suatu realitas, atau memicu kenangan terhadap realitas itu, merupakan hal yang sama dengan realitas tersebutKhodijah,2014.

B. Defenisi kecerdasanIntelligences

Tiap kecerdasan harus memiliki feature yang berkembang, dapat di observasi di populasi special, menyediakan bukti berupa sosialisai di otak dan mendukung system notasi. Intelligence dapat di defenisikan sebagai: 1 Kemampuan memecahkan masalah yang dialaminya pada kehidupan nyata. 2 Kemampuan mengembangkan masalah baru untuk di pecahkan. 3 Kemampuan membuat suatu atau menawarkan suatu layanan yang di hargai dalam budayanya. Intelligences adalah macam – macam bahasa yang semua orang menggunakannya dan di pengaruhi sebagian oleh budaya tempat orang di lahirkan. Bahasa itu adalah akal untuk belajar, untuk memecahkan masalah dan membuat apa yang manusia bisa menggunakannyaSumadiredja, 2014. Beberapa factor yang mempengaruhi kemampuan intelektual individu yaitu: 1 Keturunan, 2 latar belakang sosial ekonomi, 3 lingkungan hidup. Lingkungan yang kurang baik akan menghasilkan kemampuan intelektual yang kurang baik pula. Lingkungan yang di nilai paling buruk bagi perkembangan kemampuan inteligensi adalah panti – panti asuhan serta intitusi lainnya, terutama bila anak di tempatkan disana sejak awal kehidupannya, 4 Kondisi fisik. Keadaan gizi yang kurang baik, kesehatan yang buruk, perkembangan fisik yang lambat, menyebabkan tingkat kemampuan mental yang rendah, 5 Iklim emosi. Iklim emosi dimana individu dibesarkan mempengaruhi perkembangan mental individu yang bersangkutanSlameto,2003. 1. Faktor – Faktor yang mempengaruhi kemampuan intelektual Terdapat banyak factor yang mempengaruhi kemampuan intelektual seseorang, meliputi aspek – aspek fisik, emosional latar belakang sosial, ekonomi, keturunan, dan lingkungan. Berikut yang mempengaruhi kemampuan intelektual berfungsi secara optimal: a. Factor fisik. a Kesehatan umum. Siswa – siswa kurang tampak responsif, kurang memperhatikan atau tampak tidak memiliki motivasi untuk belajar, kemungkinan besar disebabkan karena kondisi kesehatan mereka yang kurang baik. Pengajar hendaknya memperhatikan adanya gejala – gejala ini yang mungkin membutuhkan pengobatan; b Kelemahan – kelemahan sensorik. sering kali di nilai dengan “slow learner”, atau menunjukkan masalah – masalah tingkah laku, seringkali disebabkan karena kerusakan, cacat visual atau pendengaran yang tidak diketahui. Mereka tidak mampu melihat atau mendengar sebaik mahasiswa lainnya. Gejala – gejala yang biasanya terlihat antara lain membaca buku terlalu dekat dengan mata, bersandar kemuka atau memiringkan kepala untuk melihat papan tulis atau sesuatu yang sedang di perlihatkan pengajar, mata selalu merah, berair. Menunjukkan sedikit atau tidak ada minat di dalam kelompok – kelompok diskusi dan jarang berpartisipasi di dalam kelompok diskusi; c Hiperkinetik dan Hipokinetik. Hiperkinetik merupakan pengertian yang menyangkut tingkah laku individu yang sulit diam di tempat. Ia selalu meninggalkan bangku, memegang – megang sesuatu, berputar – putar. Hipokinetik merupakan pengertian yang berhubungan dengan tingkah laku yang lambat, apatis, malu, takut menjamukanSlameto,2003. b. Factor emosional. Secara fisik umumnya berada dalam kondisi sehat. Mereka bebas dari gangguan – gangguan atau kerusakan sensorik yang serius. Masalah kesehatan mental sering kali dianggap salah satu factor utama yang tidak hanya merintangi belajar, tetapi juga motivasi untuk mencapai prestasi sebaik mungkin. Bila kata mental menunjuk pada proses – proses kognitif atau intelektual, kesehatan mental lebih menunjuk pada aspek penyesuaian diri serta aspek kehidupan sosial dari orang yang bersangkutan. Seseorang yang secara mental sehat biasanya adalah yang memiliki konsep diri positif dan yang merasa bahwa dirinya berharga. Ia merasa kebutuhan – kebutuhan dirinya cukup terpenuhi, seperti kebutuhan akan rasa aman, cinta, harga diri. Ia merasa bebas dari perasaan – perasaan frustasi, cemas, tegang, konflik, rendah diri, salah dan lain – lainSlameto,2003. c. Factor motivasi. Seringkali siswa yang tergolong cerdas tampak bodoh karena tidak memiliki motivasi untuk mencapai prestasi sebaik mungkin. Misalnya karena kebutuhan untuk berprestasi pada diri sendiri kurang atau mungkin tidak